Anda di halaman 1dari 4

Nama : Desi Luthfiana Rahmah

Kelas : 3D
NIM : A510180152

1. Apa Masalahnya?
Di Malaysia, Disleksia dikategorikan sebagai Specific Learning Disabled
(SLD). Ada sekitar 314.000 anak-anak sekolah di Malaysia yang terkena
disleksia dilaporkan pada tahun 2005. Dengan jumlah tersebut, program
intervensi sangat dibutuhkan. Argumen ini juga didukung adanya laporan
bantuan untuk anak-anak dengan disleksia telah langka dan terisolasi.
Berdasarkan laporan ujian akhir Oktober 2010, ditemukan bahwa
mayoritas tahun kedua siswa disleksia dinilai berada di bawah rata-rata.
Investigasi lebih lanjut terjadi ketika peneliti mengamati tes bulanan.siswa.
Disleksia yang paling banyak ditemukan mengalami kesulitan dalam
menjawab latihan perkalian dua. Ketika siswa gagal untuk tingkat dasar
(perkalian dua), kemungkinan besar mereka mengalami kesulitan untuk
melanjutkan ke tingkat berikutnya.
Melalui observasi kelas juga, siswa disleksia ditemukan memiliki
kurangnya fokus. Siswa mayoritas memiliki kecenderungan untuk
melakukan berbagai kegiatan (seperti mengasah pensil, menghapus tulisan,
berbicara dengan teman, dan terkadang berjalan di sekitar kelas) di setiap
waktu singkat. Situasi ini menyatakan bahwa penderita disleksia memiliki
penghalang untuk belajar matematika dalam hal memori jangka pendek.
Dengan demikian, kegiatan kelas yang tertunda dan banyak yang terbuang.

2. Solusi berdasarkan pembahasan seperti apa?


Menggunakan multimedia diyakini dapat membantu peserta didik
disleksia. Elemen multimedia ditemukan memiliki potensi untuk
mengurangi atau bahkan menghapus masalah tersebut. Sebagai contoh,
materi pembelajaran yang berisi teks, dapat dilengkapi atau diwakili dalam
bentuk grafis dan pendengaran. Siswa disleksia mampu memahami makna
dari apa yang sedang dibicarakan gambar. Apabila materi pembelajaran
disampaikan dengan cara ini, dapat mengurangi kesulitan siswa disleksia.
Mendengar kata-kata yang baru diucapkan dapat membantu siswa disleksia
dalam hal pengucapan. Hal ini dapat membantu mereka untuk membentuk
hubungan antara kata yang baru terdengar dan kata yang telah diketahui.
Namun, fokus penelitian ini bukan tentang menyembuhkan disleksia. Ini
adalah tentang memahami penggunaan elemen multimedia untuk IMLO di
bidang disleksia. IMLO (Interactive Multimedia Learning Object) adalah
perangkat lunak multimedia tentang 'perkalian dua' topik yang
dikembangkan untuk anak-anak disleksia di Malaysia.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Model ARCS (Attention-
Relevance-Confidence-Saticfaction) untuk menerapkan desain instruksional
yang terdiri dari empat komponen strategi; (1) Attention (Perhatian), (2)
Relevance (Relevansi), (3) Confidence (Keyakinan) dan (4) Saticfaction
(Kepuasan). Setiap komponen ini menggambarkan bentuk elemen
multimedia dan peran penting dalam instruksi khusus.

(1) Attention (Perhatian)


Attention merupakan salah satu komponen dalam model ARCS
untuk membangkitkan dan mempertahankan rasa ingin tahu dan sensasi
mencari. Membuat perhatian merupakan masalah penting dalam
mengembangkan aplikasi multimedia.
Salah satu elemen multimedia penting yang memiliki faktor
perhatian adalah karakter kartun utama. Kartun utama dalam IMLO
bernama Amir. Amir adalah seorang anak lokal berusia delapan tahun
yang menjelaskan plot cerita. Amir memainkan peran untuk
menunjukkan kegiatan belajar yang terdapat dalam IMLO. Amir
mengenakan seragam sekolah dan muncul dengan semangat, berbicara,
dan berpindah di setiap halaman, mengundang pengguna untuk
berpartisipasi dengan kegiatan. Selain itu, penggunaan tombol navigasi
interaktif juga harus disediakan. Dengan memiliki tombol navigasi
interaktif, siswa akan dapat memilih 'tombol berikutnya' di setiap
adegan. Bagaimanapun, adegan ini telah dirancang untuk menciptakan
rasa ingin tahu bagi siswa untuk melanjutkan cerita. 'Tombol
selanjutnya' memberikan kemungkinan untuk melibatkan siswa dan
melanjutkan dengan lebih banyak materi pembelajaran.

(2) Relevance (Hubungan)


Hubungan terjadi ketika siswa bertanya-tanya bagaimana materi
yang diberikan berkaitan dengan kepentingan dan tujuan mereka. Ketika
relevansi terjadi, para siswa dapat termotivasi.
Meskipun IMLO dirancang untuk siswa Malaysia, namun terdapat
juga karakter dari berbagai ras yang berbeda, misalnya Melayu, India,
dan Cina. Perkalian dua dirancang dengan tampilan tidak hanya berupa
angka, namun dengan berbagai gambar seperti permen, balon, dan
cupcake dengan Amir sebagai pembimbing melalui suara. Jika siswa
tidak mampu menjawab maka dapat mengundang teman dari ras yang
berbeda dengan cara menekan tombol ‘tanda tanya’.
(3) Confidence (Keyakinan)
Keyakinan adalah langkah ketiga model ARCS, di mana siswa
harus percaya bahwa mereka akan berhasil sebelum menyelesaikan
tugas yang diberikan.
IMLO dirancang dengan pertimbangan Belajar Kebutuhan.
Semua kegiatan penghitungan melibatkan lebih dari satu elemen untuk
membantu para siswa untuk memperkirakan probabilitas keberhasilan
dengan gambar, angka, serta suara. Unsur-unsur multimedia membantu
estimasi siswa ketika mereka membaca dan menghitung. Suara yang
sama berulang juga menantang siswa untuk membaca dan berhitung
sendiri. Mereka hanya perlu mengulang pernyataan yang sama berikut
animasi. Jika siswa ingin mengulang, mereka dapat klik tombol ulangi
untuk mengulang, atau tombol kembali untuk memulai dari layar
sebelumnya. Gambar, angka, dan suara membantu siswa untuk
mengingat tabel perkalian, dan fungsi tombol membantu siswa untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan latihan dengan percaya diri.
(4) Saticfaction (Kepuasan)
IMLO dirancang untuk menjadi tempat latihan, di mana siswa
harus memecahkan masalah baru menggunakan cara baru dan dengan
memanfaatkan unsur-unsur multimedia baru.
Siswa yang telah menjawab soal, diberikan masukan positif untuk
kedua jawaban yang benar dan yang salah. Elemen multimedia yang
digunakan untuk jawaban yang benar adalah suara, efek suara, dan teks,
dan ‘tombol lanjut’ sedangkan untuk jawaban yang salah adalah n suara,
efek suara, dan teks, dan muncul ‘tombol ulangi’. Jika siswa telah
menjawab semua soal dengan benar, maka akan terdapat tampilan
berupa animasi kembang api di dalam situasi pesta ulang tahun sebagai
tanda keberhasilan siswa.

Secara keseluruhan, elemen-elemen multimedia yang telah dirancang


adalah (1) karakter kartun Amir, (2) tombol navigasi Interaktif, (3) animasi
kembang api dalam situasi pesta ulang tahun, (4) undangan Amir (5)
pengaturan warna desain layar dan pengaturan font yang disesuaikan dengan
warna yang mudah untuk membaca, (6) gambar yang melambangkan jumlah,
(7) gambar permen, balon, dan cupcake (8) fungsi interaktif masukan positif
dan korektif, (9) Animasi, (10) text, (11) suara lagu, dan (12) efek suara, dan
(13) Video.
3. Teori yang sesuai dengan pembahasan
Disleksia merupakan salah satu jenis gangguan berbahasa yang dapat
menjadi hambatan bagi perkembangan bahasa anak. Disleksia adalah sebuah
gangguan fungsi neurologi otak. Penyakit tersebut membuat penderitanya
mengalami ketidakmampuan dalam melakukan pengkodean huruf atau
mengenali huruf. Seperti yang didefinisikan oleh Orton, “Disleksia adalah
salah satu dari beberapa ketidakmampuan belajar yang berbeda. Ini adalah
gangguan berbasis bahasa spesifik dari asal konstitusional yang ditandai
oleh kesulitan dalam penguraian kata-kata tunggal, biasanya mencerminkan
kemampuan pemrosesan fonologis yang tidak mencukupi”. Lebih lanjut
oleh Subyantoro dijelaskan bahwa “disleksia adalah ketidakmampuan
mengenal huruf dan suku kata dalam bentuk tertulis.” Berdasarkan definisi
tersebut dapat diketahui bahwa anak dengan gangguan disleksia hanya tidak
mampu mengenali huruf dengan baik apabila huruf tersebut berupa bahasa
tulis. Apabila huruf tersebut berbentuk bahasa lisan maka anak disleksia
dapat tetap mengenali atau menguasainya dengan baik.
Kemampuan berbahasa anak dapat ditunjang oleh berbagai macam faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor kesehatan dan faktor
intelegensi. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kemampuan
berbahasa anak adalah faktor kesehatan. Faktor kesehatan dalam hal ini
khususnya adalah kesehatan otak. Apabila otak mengalami sebuah
gangguan atau penyakit maka bisa dipastikan kemampuan seorang anak
dalam berbahasa akan menurun atau bahkan tidak mampu menguasai bahasa
sama sekali. Salah satu bentuk gangguan dalam kemampuan memperoleh
dan memproses bahasa adalah disleksia.
Ciri-ciri anak disleksia yang mudah diketahui menurut Subyantoro adalah
kelemahan dalam hal menulis. Anak disleksia cenderung memiliki tulisan
tangan yang buruk, sering menuliskan huruf dalam posisi yang terbalik,
kesulitan mengeja dan mudah terganggu konsentrasinya. Secara lebih
spesifik kesalahan penulisan secara terbalik banyak terjadi pada huruf-huruf
yang hampir mirip bentuknya atau bayangannya pada cermin. Kondisi
tersebut diperparah dengan ketidakmampuan anak disleksia untuk mengeja
kata menjadi suku kata.

Anda mungkin juga menyukai