Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO RUMAH SAKIT

KASUS KEGAWATDARURATAN

SEORANG PEREMPUAN 87 TAHUN DENGAN


HEMATEMESIS MELENA

Disusun Oleh :
dr. RACHMAWATI PUJI LESTARI

Pendamping :
dr. MULYADI

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SOERATNO GEMOLONG
SRAGEN
2018

LEMBAR PENGESAHAN

Telah mengajukan kasus portofolio ke-1 dengan keterangan sebagai berikut:

Judul : Seorang Perempuan 87 tahun dengan hematemesis melen


Tanggal :

Mengetahui,

Dokter Pendamping IGD

dr. Mulyadi
Borang Portofolio Kasus Kegawat Daruratan

Topik : PPOK
Present
Tanggal (kasus) : 4 /12/2017 dr. Rachmawati Puji Lestari
er :
Pendam
Tanggal Presentasi : dr. Mulyadi
ping :
Tempat Presentasi : RSUD dr. Soeratno Gemolong
Objektif Presentasi :
□ Tinjauan
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran
Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Laki- laki, 83 tahun dengan keluhan sesak
□ Tujuan : Mengetahui penegakan diagnosis dan penatalaksanaan PPOK
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas :
Data Pasien : Nama : Tn S, Umur 83 tahun No. Registrasi : 073913
Nama Klinik : RSUD dr. Soeratno Gemolong Telp : Terdaftar sejak : 09/09/2018
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
PPOK
2. Riwayat Pengobatan :
Riwayat pengobatan TB Paru (-)
Riwayat mondok dengan keluhan yang sama disangkal (-)
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya
4. Riwayat Keluarga :
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien hanya beraktivitas di dalam rumah, dahulu pasien seorang petani.

Daftar Pustaka :
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. PPOK: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta

2. GOLD Inc. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention


http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=989
Hasil Pembelajaran :
1. Penegakan diagnosis PPOK
2. Penanganan Pertama pada pasien dengan diagnosa PPOK
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

• Keluhan Utama:

Pasien usia lanjut 83 tahun datang diantar keluarga ke IGD dengan keluhan sesak nafas yang
dirasakan semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan semakin berat saat
melakukan aktivitas. Pasien mengaku sudah lama mengalami sesak hilang timbul. Jika sesak
timbul, pasien berobat ke dokter, kadang ke mantri/ bidan. Setelah berobat sesak hilang, tetapi
sering timbul kembali. Pasien lupa obat-obatan apa saja yang biasanya diminum untuk
meredakan keluhannya. Pasien juga mengeluh batuk ringan disertai dahak yang sudah
dirasakan sejak 3 bulan SMRS. Terkadang hanya merasakan berdahak tanpa disertai batuk.
Pasien tidak merasakan demam, keringat malam hari, batuk darah, nyeri dada. BAK dan BAB
tidak ada keluhan. Pasien merupakan perokok berat. Sejak masih muda pasien sudah
merokok. Sehari biasa menghabiskan 1 pack rokok. Namun pasien mengaku setelah mulai
usia tua pasien sudah mulai mengurangi kebisaan rokoknya. Pasien mengaku tidak pernah
punya penyakit asma.
2. Objektif :
Status gawat darurat
 KU : tampak sesak
 Kesadaran : composmentis
 Vital signs :
Nadi : 88 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 30x/menit
TD : 100/70 mmHg
Suhu : 36.4 °C per aksilla
 Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
 Hidung : napas cuping hidung -/-
 Mulut : bibir sianosis -
 Tenggorok : faring tidak hiperemis, tonsil T1=T1, tidak hiperemis
 Leher : limfonodi tidak teraba, deviasi trakhea -
 Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi interkostal (+), Barrel chest(-)
SIC melebar (+)
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri melemah
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ hipesonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-, eksperium memanjang +
C/ S1-2 reguler, murmur -, gallop -
 Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen
Palpasi : supel diseluruh lapang abdomen, nyeri tekan (-)
lien dan hepar tidak teraba
 Ekstremitas
Edema - - , akral dingin - -
- - - -
Capillary refill 1-2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
 Darah rutin
Hemoglobin : 12.3 g/dl
Leukosit : 6.07/ul
Hematokrit : 34 %
Eritrosit : 4.14x106/ul
Trombosit : 441.000/ul

 Kimia Klinik

GDS : 122 mg/dL


Ureum : 21 mg/dL
Creatinin : 1.3 mg/dL
SGOT : 20 U/L
SGPT : 13 U/L

 Sputum BTA

Sewaktu 1 : negatif
 Foto Ro Thorax AP
Deskripsi :
 Tampak opasitas inhomogen di supra-perihiler, bilateral
 Tampak hiperinflasi &hiperlusensi kedua pulmo
 Hemidiafragma dextra et sinistra licin
 Sudut costrofrenicus dextra et sinistra lancip
 Trakhea tampak di tengah
 Tak tampak pembesaran limfonodi hilus, paratracheal, dan mediastinum
 CTR < 0,5
 Struktur dan trabeculasi tulang tak tampak kelainan

Kesan :
PPOK
BRONKITIS KRONIS
BESAR COR NORMAL

3. PPOK
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan
keterbatasan aliran udara di dalam saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Gangguan
yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel
atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang lama dengan gejala utama sesak nafas,
batuk, dan produksi sputum.

Salah satu karakteristik PPOK adalah kencenderngannya untuk eksaserbasi. Definisi


eksaserbasi PPOK adalah kondisi perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang
stabil dan dengan variasi harian normal dan mengharuskan perubahan dalam pengobatan yang
biasa diberikan pada pasien PPOK . Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya
seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Kriteria PPOK eksaserbasi akut
ditandai oleh meningkatnya jumlah konsistensi sputum dan bertambahnya gejala sesak nafas.
Eksaserbasi dapat menurunkan fungsi paru dan kualitas hidup pasien, oleh sebab itu harus
ditangani dan di cegah kekambuhannya secara maksimal. Gejala eksaserbasi sering diikuti batuk
dan demam. Semakin sering terjadi eksaserbasi akut akan semakin berat kerusakan paru dan
semakin memperburuk fungsinya.

Diagnosis PPOK klinis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang, yang akan diuraikan sebagai berikut :
a. Anamnesis.
 Ada faktor risiko :
 Usia tua
 riwayat perokok berat
 Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa
dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses
penuaan.
 Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk yang hilang timbul selama3 bulan yang tidak
hilang dengan pengobatan yang diberikan.
 Berdahak kronik
Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terusmenerus tanpa
disertai batuk.
 Sesak napas, terutama pada saat melakukan aktivitas
Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang bersifat
progresif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.

b. Pemeriksaan Fisik.
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama
auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada
PPOK sedang dan berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk
anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik pada penyakit PPOK dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut :
Inspeksi
 Bentuk dada : barrel chest (dada seperti tong), pada pasien thorax masih dalam batas
normal
 Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup). Pada pasien tidak
ditemukan
 Takipnea seperti pada pasien ini
 Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu napas. Pada pasien tidak
terlihat
 Pelebaran sela iga pada pasien tidak ditemukan
 Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater. Pada pasien tidak ditemukan

Palpasi
 Fremitus melemah. Pada pasien fremitus masih normal
Perkusi
 Hipersonor. Pada pasien masih sonor.
Auskultasi
 Suara napas vesikuler melemah atau normal
 Ekspirasi memanjang.
 Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi). Pada pasien tidak ditemukan.
 Ronki kering.
 Bunyi jantung jauh. Pada pasien jantung masih dalam batas normal.
c. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain :
 Radiologi (foto toraks)
PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru yang lain.
 Spirometri
 Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan terjadi hipoksia kronik)
 Analisa gas darah
Terutama untuk menilai :
- gagal nafas kronik stabil
- Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik
 Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)
pemeriksaan mikrobiologi sputum pewarnaan gram dan kultur resistensi diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.
Meskipun kadang kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK
ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding dari keluhan pasien.1 Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan :
 Paru hiperinflasi atau hiperlusen
 Diafragma mendatar
 Corakan bronkovaskuler meningkat
 Bulla
 Jantung pendulum
Diagnosis PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan
adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak napas
terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih
tua.
Dari hasil pemeriksaaan fisik didapatkan pasien datang dengan kondisi tampak sesak napas.
Frekuensi napas meningkat yaitu 30 x/menit (takipneu), nadi normal yaitu 88x/menit, suhu tubuh
normal (36.4 ˚C). Eksperium lebih diperpanjang dan didapatkan suara rhonki saat auskultasi .
Faal paru, yang dapat dinilai melalui Volume Ekspirasi Paksa detik pertama atau Force
Expiratory Volume in one second (VEP1=FEV1), Kapasitas Vital Paru atau Force Vital Capacity
(KVP=FVC), dan rasio VEP1/KVP.1,2
Klasifikasi berdasarkan spirometri:
 GOLD 1 Ringan FEV1/FVC > 80% predikted
Dengan atau gejala klinis (batuk produksi sputum), keterbatasan aliran udara ringan. Pada
derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
 GOLD 2 Sedang 50% < FEV1 < 80% predikted
Semakin memburuknya hambatan aliran udara, disertai dengan adanya pemendekan
dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena
sesak nafas yang dialaminya.
 GOLD 3 Berat 30% < FEV1 < 50% predikted
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk. Terjadi
sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitan latihan atau eksaserbasi yang
berulang yang berdampak pada hidup pasien.
 GOLD 4 Sangat berat FEV1 < 30% predikted
Keterbatasan atau hambatan aliran udara yang berat. Ditambah dengan adanya gagal nafas
kronik dan gagal jantung kanan.
Algoritme Tx PPOK eksaserbasi akut di Rumah Sakit

Nilai berat gejala (kesadaran, RR, PF)

Analisis Gas darah

Foto toraks

1. Tx Oksigen

2. Bronkodilator

- Inhalasi / nebulizer : Agonis B2 , Anti kolinergik

- Intravena : metilxantin, bolus & drip

3. Antibiotik

4. Kortikosteroid sistemik

5. Diuretika bila ada retensi cairan

Mengancam jiwa (gagal nafas akut ) Tidak mengancam jiwa

ICU Ruang Rawat

Terapi
IGD
- 02 3 lpm (nasal canule) untuk memenuhi suplai oksigen akibat hipoksia yg dapat
ditimbulkan akibat penyempitan saluran napas
- IVFD RL 16 tetes permenit (makrodrip) untuk memenuhi kebutuhan cairan dan sarana
untuk memberikan secara intravena.
- Observasi keadaan umum, kesadaran dan vital sign

Rawat Inap
Instruksi dokter spesialis paru
- 02 3 lpm (nasal kanul) untuk memenuhi suplai oksigen akibat hipoksia yg dapat
ditimbulkan akibat penyempitan saluran napas
- IVFD RL 16 tpm (makrodrip) untuk memenuhi kebutuhan cairan dan sarana untuk
memberikan secara intravena.
- Nebulizer Farbivent/12 jam sebagai bronkodilator/ pelega saat serangan yang bekerja
langsung di saluran napas.
- Inj. Metyl Prednisolon 2 x 62.5mg untuk meningkatkan fungsi paru FEV1 dan
menurunkan resiko kekambuhan awal, kegagalan terapi dan lama dirumah sakit
- Ambroxol tab 3x1 sebagai mukolitik untuk membantu mengencerkan dahak
- Inj. Ceftriaxone 3x 1 gr merupakan antibiotik untuk membantu mengobati infeksi paru
yang mungkin terjadi ketika PPOK eksaserbasi terjadi. Infeksi paru bisa menjadi faktor
terjadinya PPOK.
- Observasi keadaan umum, kesadaran dan vital sign

1. Plan :
a. Diagnosis kerja :
PPOK
b. Terapi :
- 02 3 lpm (nasal kanul)
- IVFD RL 16 tpm (makrodrip)
- Nebulizer ventolin/12 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg
- Inj. Ceftriaxone 3x 1 gr
- Inj. Metyl Prednisolon 2 x 62.5mg
- Ambroxol tab 3x1
- Antasyd syr 3 x II cth
- Observasi keadaan umum, kesadaran dan vital sign

c. Pendidikan:
Edukasi di berikan dengan bahasa yang sederhana, dan mudah diterima, langsung ke
pokok permasalahan yang ditemukan pada pemeriksaan saat itu
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali saat seseorang di diagnosis PPOK
2. Penggunaan obat-obatan
o Macam obat dan jenisnya
o Cara penggunaan yang tepat
o Waktu penggunaan yang tepat
o Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
o Kapan oksigen harus digunakan
o Berapa dosisnya
o Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi.

d. Konsultasi dan Rujukan:


Konsultasi ditujukan kepada dokter spesialis paru (Sp P) untuk mendapatkan
pengobatan lebih lanjut, hal ini guna menghilangkan dan mengendalikan gejala PPOK,
serta mencegah eksaserbasi akut
PEMBAHASAN PPOK

2.1. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah Penyakit paru yang dapat
di cegah dan di obati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/ berbahaya, disertai efek ekstapatu yang
berkonstribusi terhadap derajat berat penyakit. Karateristik hambatan aliran udara
pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran nafas kecil
(Obstruksi Bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfidema0 yang bervariasi pada
setiap individu. PPOK seringkai timbul pada usia pertengahan akibat merokok
dalam waktu yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang
bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi komorbid lain nya. (PPDI, 2011)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dapat dicegah dan penyakit yang
dapat diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerusyang
biasanya progresif dan terkait dengan kronis ditingkatkanrespon inflamasi di
saluran udara dan paru-paru terhadap partikelatau gas. Eksaserbasi dan
komorbiditas berkontribusi pada keseluruhankeparahan pada pasien (Gold, 2016)
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga
memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat
dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria
PPOK.

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :

 Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)

 Pertambahan penduduk

 Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an


menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an

 Industrialisasi
 Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan

(PDPI,2010)
Risiko PPOK berhubungan dengan total beban partikel terhirup
seseorangpertemuan selama hidupnya:
 asap tembakau, termasuk rokok, pipa, cerutu, dan lainnyajenis merokok
tembakau populer di banyak negara, sertaasap tembakau lingkungan (ETS)

 polusi udara dalam ruangan dari bahan bakar biomassa yang digunakan
untuk memasak dan pemanasdi tempat tinggal berventilasi buruk, faktor
risiko yang sangat mempengaruhiperempuan di negara-negara berkembang

 debu Kerja dan bahan kimia (uap, iritasi, dan asap)ketika eksposur yang
cukup intens atau berkepanjangan

 polusi udara terbuka juga berkontribusi terhadap total beban paru paru
'darimenghirup partikel, meskipun tampaknya memiliki relatif kecilefek
dalam menyebabkan PPOK (Gold, 2016)

2.2 Faktor Resiko

1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang


terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :


a) Riwayat merokok

 Perokok aktif

 Perokok pasif

 Bekas perokok

b) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian


jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
 Ringan : 0-200

 Sedang : 200-600

 Berat :>600

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

3. Hipereaktiviti bronkus

4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

2.3 Patogenesis

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari PPOK
ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-
perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.

Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini


mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan
pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus
yang kental dan adanya peradangan.(Antonio et all, 2007)

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi
sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas seperti
pada gambar 1.

Gambar 1. PPOK Terkait Partikel Inhalasi


(Sumber :Antonio et all, 2007)

Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni
: peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen
saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding
saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi
yang terjadi pada penderita asma.(Corwin EJ, 2001)

Tabel 1. Patogenesis PPOK

(Sumber : PDPI,2010)

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :(Antonio et all, 2007)

2.4.1 Derajat I: PPOK ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum).Keterbatasan


aliran udara ringan (VEP1 / KVP< 70%; VEP1> 80% Prediksi). Pada derajat ini,
orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2.4.2Derajat II: PPOK sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP< 70%; 50% < VEP1<
80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini
pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang
dialaminya.

2.4.3 Derajat III: PPOK berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk


(VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang
semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang
yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

2.4.4 Derajat IV: PPOK sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30%
prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik
dan gagal jantung kanan.

Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh
sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1
2.5 Diagnosis Banding

Diagnosis Banding PPOK Adalah

 Asma

 SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)

 Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada


penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.

 Pneumotoraks

 Gagal jantung kronik

 Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal :


bronkiektasis, destroyed lung.

 Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang


sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus
ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.

 Adapun karakteristik dari Asma, PPOK, dan SOPT pada tabel 2

Tabel 2. Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT

(Sumber : PDPI,2010)

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat – obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan
(2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

2.8.1 obat – obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis


bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit (
lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang (
long acting ).

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai


bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah


penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang.Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi
akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,


karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan
mempermudah penderita.
- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka


panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin


darah.

b. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison.Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :


- Lini I : amoksisilin
makrolid
- Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat

Sefalosporin
Kuinolon
Makrolid baru
d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N


- asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat


perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif

Diberikan dengan hati – hati

Tabel 3. Penatalaksanaan PPOK


(Sumber : PDPI,2010)
Diagnosa gabungan dari COPDmemberikanpenilaian ini untuk meningkatkan
pengelolaan COPD.
• Gejala:
Kurang Gejala (mMRC 0-1 atau CAT <10): pasien (A) atau (C)
Gejala lebih (mMRC ≥ 2 atau CAT ≥ 10): pasien (B) atau (D)
• Airflow Batasan:
Low Risk (GOLD 1 atau 2): pasien (A) atau (B)
Risiko Tinggi (GOLD 3 atau 4): pasien (C) atau (D)
• Eksaserbasi:
Risiko rendah: ≤ 1 per tahun dan tidak ada rumah sakit untuk eksaserbasi: pasien
(A) atau (B)
Risiko tinggi: ≥ 2 per tahun atau ≥ 1 dengan rawat inap: pasien (C) atau (D)
Tabel 4. Combined assessment of COPD (Gold,2016)

Pengobatan NON- Farmakologis


Manajemen nonfarmakologis PPOK menurut individualpenilaian gejala dan
risiko eksaserbasi pada tabel berikut:
Tabel 5. Managemen NON- Farmakologi pada COPD (Gold,2016)
Patient Esentiol Recommended Depending on
Group local guidelines
A Smoking, Physical activity Flu vaccination
cessation (can pneumococcal
include Vaccination
pharmacologic
treatment)
B,C,D Smoking Physical activity Flu vaccination
cessation (can pneumococcal
include Vaccination
pharmacologic
treatment)
pulmonary
rehabilitation

Terapi yang diusulkan untuk manajemen farmakologis awal COPD


menurut penilaian dari gejala dan resiko ditunjukkan padaTabel 7.
Table 7. Terapi Farmakologi pada COPD
Patient Recommended first Alternative Other possible
group choice choice treatment
A SA anticholigernic prn LA Theophylline
or beta agonist prn anticholigernic
or
LA
beta2agonist or
SA beta-agonist
and SA
anticholigernic
B LA anticholigernic or LA SA beta2agonist
LA beta agonist anticholigernic and/or SA
and LA anticholigernic
beta2agonist Theophylline
C ICS + LA beta2agonist LA SA beta2agonist
or LA anticholigernic anticholigernic and/or SA
and LA anticholigernic
beta2agonist or Theophylline
LA
anticholinergic
and PDE-4
inhitor
Or
LA beta-agonist
and PDE-4
inhibitor
D ICS + LA beta2agonist ICS + LA beta – Carbocystenie
and/or LA agonist and LA n-acetylcysteine
anticholigernic anticholinergic SA beta2agonist
or and/or SA
ICS + LA anticholigernic
beta2-agonist Theophylline
and PDE-4
inhibitor or
LA
anticholinergic
and LA beta2-
agonist
Or
LA
anticholinergic
and PDE-4
inhibitor

1. Algoritma PPOK
Sumber : PDPI,2014)
DAFTAR PUSTAKA

1. Andika 2009. PPOK dan Nutrisi, PPOK dan Antibiotik, PPOK


Eksaserbasi Akut. Tersedia di:
hhtp://www.andikacp.wordpress.com/2009/07/26/PPOK-eksaserbasi-
akut
2. Anonim 2008. Konsensus PPOK. Tersedia di:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok
3. Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management,
and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, p. 16-
19 Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp
4. BMJ. ABC of COPD.2006. [Cited] 17 Maret 2011. Didapat dari:
http://www.bmj.com/content/332/7552/1261.full
5. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, p. 437-8.
6. DMI. 2006.Acuan Penanganan PPOK Terkini. Tersedia di:
www.kalbe.co.id/news/seminar/acuanpenangananppokterkini
7. Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et all 2011. Inhaled
Corticosteroids in Patients With Stable Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. Journal of American Medical Association, p. 2408-2416.
8. Irwanto 2010. Penyakit Paru Obstruktif Kronis.. Didapat dari:
hhtp://Irwanto-FK04USK.blogspot.com/2010/08/Penyakit-Paru-
Obstruktif-Kronik-PPOK.html
9. Rahajeng 2009. Penggunaan Rasional Antibiótica Pada Pasien PPOK. .
Didapat dari:http://dokterblog.wordpress.com/2009/05/01/penggunaan-
rasional-antibiotik-pada-pasien-ppok/
10. Roberto RR et all 2007. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management
and Prevention. USA. Tersedia di
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp
11. Marc Decramer et all 2016. Pocket Guide to COPD Diagnosis,
Management and Prevention. USA. Tersedia di
http://www.goldcopd.it/materiale/2015/GOLD_Pocket_2015.pdf
12. Sin DD, McAlister FA, Paul SF, et all 2003. Management of chronic
obstructive pulmonary disease (COPD). Journal of American Medical
Association, p 2302-2312.
13. Slamet H 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan
di Indonesia. Jakarta:. p. 1-18.

Anda mungkin juga menyukai