Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

Aliran, Prinsip, dan Jenis Perencanaan Pendidikan


Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Perencanaan dan Evaluasi
Pembelajaran Anak Usia Dini
Dosen Pengampu :
Dede Yudi, S. Pd

Disusun oleh:
Siti Nur Fatimah (14.0304.0022)
Rima Cahyaningtyas (14.0304.00226)
Rika Setiani (14.0304.0027)
Septi Prihatiningsih (14.0304.0032)
Titi Nur Fitriyana (14.0304.0033)

PG - PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2015
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua hingga terselesainya
tugas makalah ini. Segala kerinduan dan penghambaan marilah hanya kita tujukan
kepada Allah SWT yang mencerdaskan hamba yang memohon kepadaNya.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.


Makalah ini disusun melalui berbagai sumber dan sejumlah referensi yang
relevan. Makalah tentang Aliran, Prinsip, dan Jenis Perencanaan Pendidikan
ini insyaallah bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Apabila ada kekurangan pada


makalah ini, ataupun ada kata kata yang kurang pantas untuk dibaca kami mohon
maaf. Saran dan masukan yang positif tentu saja sangat diharapkan demi
penyempurnaan di masa mendatang. Terimakasih.

Magelang, 15 September 2015

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................................ ii

BAB I
Pendahuluan ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................
B. Tujuan Pembuatan Makalah..............................................................
C. Rumusan Masalah.............................................................................
BAB II
Kajian teori..................................................................................................
A. Aliran aliran Perencanaan...............................................................
B. Perencanaan Pendidikan..................................................................
BAB III
Pembahasan ...............................................................................................
A. Aliran aliran Perencanaan................................................................
B. Perencanaan Pendidikan...................................................................
BAB IV
Penutup ........................................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................

Daftar Pustaka ...............................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Para pendidik dan para administrator pada umumnya menyadari bahwa
dunia selalu berubah, lingkungan pendidikan tidak selalu konstan. Untuk
itu mereka berusaha menghadapi tantangan ini dalam upaya
mempertahankan dan memajukan lembaganya masing-masing. Mereka
setuju bahwa perencanaan pendidik adalah salah satu sarana untuk
menghadapi tantangan ini. Mereka seharusnya tidak mereaksi terhadap
perubahan itu, melainkan mengantisipasi melalui perencanaan.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami perencanaan menentukan
berhasil tidaknya suatu program khususnya untuk mencapai tujuan dan
fungsi pendidikan, suatu program yang tidak melalui perencanaan yang
baik cenderung gagal. Dalam arti kegiatan sekecil dan sebesar apapun jika
tanpa ada perencanaan kemungkinan besar berpeluang untuk gagal.
Meskipun, dengan perencanaan yang sudah baik kadang hasilnya belum
sesuai yang diharapkan itu karena dalam pelaksanaan perencanaan tersebut
kita melanggar atau keluar jalur dari garis perencanaan tersebut. Sehingga
yang salah bukan perencanaannya tetapi pelakunya sendiri.
Perencanaan dianggap penting karena akan menjadi penentu dan sekaligus
memberi arah terhadap tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian suatu
kerja akan berantakan dan tidak terarah jika tidak ada perencanaan yang
matang, perencanaan yang matang dan disusun dengan baik akan memberi
pengaruh terhadap ketercapaian tujuan. Penjelasan ini makin menguatkan
alasan akan posisi stragetis perencanaan dalam sebuah lembaga dalam
perencanaan merupakan proses yang dikerjakan oleh seseorang manajer
dalam usahanya untuk mengarahkan segala kegiatan untuk meraih tujuan.
Secara ideal lembaga pendidikan tidak dapat dan tidak dibenarkan berdiri
sendiri terlepas dari masyarakat lingkungannya
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal usul dari perencanaan pendidikan ?
2. Apa saja aliran aliran perencanaan pendidikan ?
3. Apa yang dimaksud dengan perencanaan tradisional dan modern ?
4. Apa saja prinsip prinsip perencanaan pendidikan ?
5. Apa saja jenis jenis pendekatan perencanaan pendidikan ?

C. Tujuan Pembuatan Makalah


1. Memahami tentang asal usul perencanaan pendidikan.
2. Memahami tentang aliran aliran perencanaan pendidikan.
3. Menjelaskan tentang perencanaan tradisional dan modern.
4. Memahami tentang prinsip prinsip perencanaan pendidikan.
5. Memahami tentang jenis jenis perencanaan pendidikan.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Aliran-aliran Perencanaan
1. Asal usul Perencanaan Pendidikan
a. Asal Usul Perencanaan Pedidikan Di Dunia
Perencanaan pendidikan masa kini berasal dari zaman kuno yang tidak
terputus putus. Xenephon menceritakan (dalam lacadaemonian
constitution) bagaimana 2500 tahun yang lalu orang orang spartan
merencanakan dengan baik pendidikan mereka untuk tujuan militer,
sosial, dan ekonomi. Plato didalam republik-nya mengusulkan suatu
rencana pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan pemimpin dan
memenuhi kebutuhan politik Athena. Cina selama pemerintahan Dinasti
Han dan orang orang Inca di Peru merencanakan pendidikannya untuk
tujuan khas masyarakat mereka.
Contoh contoh dari jaman kuno kini menekankan betapa pentingnya
fungsi perencanaan pendidikan dan kaitan sistem pendidikan dengan
tujuan masyarakat, apapun jenis tujuan itu. Contoh contoh yang
kemudian menunjukkan bagaimana perencanaan pendidikan itu di
dalam masa pergolakan sosial dan intelektual mengambil jalan
membantu perubahan suatu masyarakat agar seirama dengan tujuan
yang baru. Pembuat rencana seperti itu umumnya adalah pemikir
masyarakat yang kreatif yang melihat bahwa pendidikan itu adalah
suatu alat yang sangat kuat untuk mencapai perubahan dan untuk
memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Oleh karena itu pada pertengahan abad ke-16 John Knot mengusulkan
suatu rencana untuk sistem persekolahan dan kursus kursus nasional
sehingga bangsa Scott memiliki suatu bentuk perpaduan antara
kepuasan spiritual dan kesejahteraan material. Masa masa yang berat
bagi liberalisme baru di eropah pada akhir abad ke-18 dan permulaan
abad ke-19 menghasilkan usulan yang banyak seperti “Rencana
Pendidikan” dan “Pembaruan Pengajaran” yang dimaksudkan untuk
pembaruan dan peningkatan sosial. Salah satu yang ternama adalah
Rencana Diderot “Plan de’une Universite pour le Gourvenement de
Russie”, yang dipersiapkan atas permintaan Catherina II. Rencana lain
adalah rencana Rosseau agar setiap warga negara Polandia memperoleh
pendidikan. (Rencana yang satu ini sangat terperinci sehingga
mengakibatkan hukuman badan bagi yang membandel).
Sudah barang tentu usaha modern yang paling dahulu agar perencanaan
pendidikan itu dapat membantu merealisasi suatu masyarakat baru
adalah rencana lima tahun yang pertama dari angkatan muda Soviet
dalam tahun 1923. Walaupun metodologinya yang pertama sangat kasar
menurut standar saat ini, tetapi rencana tersebut adalah permulaan dari
proses perencanaan yang berkesinambungan dan terperinci yang
membantu mengubah, dalam waktu kurang dari 50 tahun, suatu bangsa
yang mulai dengan dua pertiga warganya buta huruf menjadi salah satu
negara di dunia yang paling maju pendidikannya. Selain orientasi
ideologi-nya, pengalaman perencanaan Soviet ini menjadi pelajaran
yang berguna bagi negara negara lain.
Beberapa contoh historis perencanaan pendidikan yang disebutkan
diatas sangat berbeda dalam hal ruang lingkup, tujuan, dan
kemajemukannya. Beberapa ditujukan untuk seluruh bangsa, lainnya
ditujukan kepada lembaga lembaga secara sendiri sendiri, beberapa
tidak diragukan jauh lebih efektif dari yang lain, beberapa hanya
musiman, yang lain menyangkut proses yang terus menerus dan dalam
jangka waktu yang cukup lama, beberapa di dalam susunan yang sangat
otoriter dan yang lain lebih demokratis dan pluralistis. Semuanya harus
diajarkan tetapi tidak satupun yang memiliki ciri yang dibutuhkan untuk
perencanaan pendidikan modern.
Tetapi riwayat perencanaan pendidikan masa kini tidak berhenti dengan
contoh contoh yang lebih jelas dan dramatis yang baru sajaj disebut di
atas. Selama itu bentuk perencanaan lebih tersebar dan bersifat rutin
yang harus dihadapi oleh mereka yang bertanggung jawab terhadap
lembaga administrasi pendidikan, semenjak lembaga ini ada.
Disimpulkan bahwa perencanaan pendidikan yang khas yang berlaku di
kebanyakan tempat sebelum Perang Dunia Kedua dan yang berlaku
untuk generasi generasi sebelum itu mempunyai empat ciri utama:
1. Berpandangan jangka pendek, hanya berlaku sampai anggaran
tahun berikutnya, (kecuali apabila fasilitas fasilitas harus dibuat
atau sutau program utama baru ditambahkan, dalam hal ini
ruang lingkup perencanaan sedikit diperluas).
2. Sistem pendidikan yang fragmentaris (bagian bagian
direncanakan sendiri sendiri).
3. Tidak terintegrasi ; dalam arti lembaga pendidikan
direncanaknan sendiri tidak ada hubungan yang nyata dengan
kebutuhan dan keinginan masyarakat serta ekonomi pada
umumnya.
4. Bentuk perencanaan yang tidak dinamis, suatu model
pendidikan yang statis, ciri cirinya tidak berubah dari tahun ke
tahun.

b. Asal Usul Pendidikan Di Indonesia


Pada zaman kolonial pemerintah belanda menyediakan sekolah
yang beraneka ragam bagi orang Indonesia untuk memenuhi
kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari
sekolah sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam
sekolah itu. Namun lambat laun, dalam berbagai macam sekolah
yang terpisah pisah itu terbentuklah hubungan hubungan sehingga
terdapat suatu sistem yang menunjukkan kebulatan.
Pendidikan bagi anak anak Indonesia semula terbatas pada
pendidikan rendah, akan tetapi kemudian berkembang secara
vertikal sehingga anak Indonesia, melalui pendidikan menengah
dapat mencapai pendidikan tinggi, sekalipun melalui jalan yang
sulit dan sempit.
Lahirnya suatu sistem pendidikan bukanlah hasil dari suatu
perencanaan menyeluruh melainkan langkah demi langkah melalui
eksperimentasi dan didorong oleh kebutuhan praktis dibawah
pengaruh kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Nederland
maupun Hindia-Belanda. Selain itu kejadian kejadian di dunia luar,
khusunya yang terjadi di Asia, mendorong dipercepatnya
pengembangan sistem pendidikan yang lengkap yang akhirnya
memberi kesempatan kepada setiap anak desa yang terpencil untuk
memasuki perguruan tinggi. Dalam kenyataan anak anak yang
mendapat pelajaran di sekolah berorientasi Barat saja yang dapat
melanjutkan pelajarannya, sekalipun hanya terbatas pada segelintir
orang saja.
Sekolah pertama di Jakarta dibuka pada tahun 1630 untuk
mendidik anak Belanda dan Jawa agar menjadi pekerja yang
kompeten bagi V.O.C. pada thun 1636 jumlahnya menjadi 3 buah
dan pada tahun 1703 telah ada 34 guru dan 4873 murid. Seklah
seklah itu terbuka bagi semua anak tanpa perbedaan kebangsaan.
Walaupun tidak ada kurikulum yang ditentukan, biasanya sekolah
menyajikan pelajaran tentang ketekismus, agama, juga membaca,
menulis, dan bernyanyi. Demikian pula tidak ditentukan lama
belajar. Peraturan hanya menentukan bahwa anak pria lebih dari
usia 16 dan anak wanita lebih dari 12 tahun hendaknya jangan
dikeluarkan dari sekolah. Kemudian usia itu diturunkan menjado
12 tahun untuk anak pria dan 10 tahun untuk anak wanita.
Pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dilakukan di tahun
1778. Di kelas 3, kelas terendah, anak anak belajar abjad, di eklas 2
membaca, menulis dan bernyanyi, di kelas 1, kelas tertinggi
membeca menulis, bernyanyi dan berhitung.
2. Aliran-aliran Perencanaan

Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan


dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun dimasa
depan pendidikan itu selalu mengalami perkembangan seiring dengan
perkembangan sosial-budaya dan perkembangan iptek. Pemikiran-
pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan itu disebut aliran-
aliran pendidikan. Seperti dalam bidang-bidang lainya, pemikiran-
pemikiran dalam pendidikan itu berlangsung seperti suatu diskusi
berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran terdahulu selalu ditanggapi
dengan pro dan kontra oleh pemikir-pemikir berikutnya, dan karena
dialog tersebut akan melahirkan lagi pemikiran-pemikiran baru, dan
demikian seterusnya. Agar diskusi berkepanjangan itu dapat diikuti dan
dipahami, maka berbagai aspek dari aliran-aliran itu harus dipahami
terlebih dahulu. Oleh karena itu setiap calon tenaga kependidikan,
utamanya calon pakar kependidikan, harus memahami berbagai aliran-
aliran itu agar dapat menangkap makna setiap gerak dinamika pemikiran-
pemikiran dalam pendidikan itu.

Aliran-aliaran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena


setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda
keturunanya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang
tuanya. Di dalam berbagai kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan,
pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman
Yunani kuno sampai kini.

a. Aliran Klasik dan Gerakan Baru dalam Pendidikan


Aliran-aliran klasik yang meliputi aliran-aliran empirisme,
nativisme, naturalisme, dan konvergensi merupakan benang-
benang merah yang menghubungkan pemikiran-pemikiran
pendidikan masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang. Aliran
yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang
bermanfaat, bahkan mungkin merusak bakat yang telah dimiliki
anak. Aliran yang sangat optimis memandang anak seakan-akan
tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati.
Beberapa gagasan yang lebih bersifat satu gerakan dalam
pendidikan yang pengaruhnya masih terasa sampai kini, yakni
gerakan-gerakan pengajaran alam sekitar, pengajaran pusat
perhatian, sekolah kerja, dan pengajaran proyek. Gerakan-gerakan
ini sangat mempengaruhi cara-cara guru dalam mengelola kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Gerakan-gerakan itu dapat dikaji
untuk memperkuat wawasan dan pengetahuan tentang pengajaran.
Pengajaran merupakan pilar penting dari kegiatan pendidikan di
sekolah, utamanya kalau dilakukan pengajaran yang sekaligus
mendidik.
1. Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan dan Pengaruh Terhadap
Pemikiran Pendidikan di Indonesia
Sehubungan dengan kajian tentang aliran-aliran pendidikan,
perbedaan pandangan itu berpangkal pada perbedaan pandangan
tentang perkembangan manusia itu. Terdapat perbedaan penekanan
di dalam sesuatu teori kepribadiaan tertentu tentang faktor yang
paling berpengaruh (dominan) dalam perkembangan kepribadian
tersebut menjadi dasar perbedaan pandangan tentang pendidikan
terhadap manusia, mulai dari paling pesimis sampai yang paling
optimis. Bahwa aliran konvergensi mencoba mengemukakan
pandangan menyeluruh, dandi terima luas oleh banyak pihak.
a) Aliran Empirisme
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang
mementingkan stimulasi aksternal dalam perkembangan
manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak
tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan
tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam
kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang
berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam
bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk
program pendidikan. Tokoh perintis pandangan ini adalah
seorang filsuf Ingrris bernama John Locke (1704-
1932)yang mengembangkan teori “ Tabula Rasa”, yakni
anak lahir didunia bagaikan kertas putih yang bersih.
Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan
berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak.
Menurut pandangan empirisme (environmentalisme)
pendidikan memang peran yang sangat penting sebab
pendidikan dapat menyediakan lingkungan pendidikan pada
anak dan diterima oleh anak sebagai pengalaman.
Pandangan behavioral masih bervariasi dalam menentukan
faktor yang paling utama dalam proses belajar (Milhollan
dan Forisha,1972;31-79; Ivey, et.al, 1987: 231-263),
sebagai berikut:
1) Pandangan yang menekankan peranan stimulus
(rangsangan) terhadap perilaku.
2) Pandangan yang menekankan peranan dari dampak
ataupun balikan dari sesuatu perilaku.
3) Pandangan yang menekankan peranan pengamatan
dan imitasi.
b) Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang
menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil
perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang
sudah diperoleh sejak lahir. Lingkungan kurang
berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak.
Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan,
Schopenhauer (filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat
bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan
pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan
ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir.
Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan prendidikan
ditentukan oleh anak didik itu sendiri.
Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya
faktor yang menentukan perkembangan. Pandangan
konvergensi tentang pentingnya kedua faktor: Pembawaan
atau hereditas dan lingkungan dalam perkembagan anak.
Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang
berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri individu terdapat
suatu “inti” pribadi (G. Leibnitz: Monad) yang mendorong
manusia untuk mewujudkan diri, mendorong manusia
dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang
menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang
mempunyai kemauan bebas. Pandangan-pandangan
tersebut tampak antara lain humanistic psychology dari Carl
R. Rongers ataupun pandangan phenomenology/humanistik
lainya. Meskipun pandangan ini mengakui pentingya
belajar, namun pengalaman dalam belajar itu ataupun
penerima dan persepsi seseorang banyak ditentukan oleh
kemampun memberi makna kepada apa yang dialaminya
itu. Terdapat variasi pendapat dari pendekatan
phenomenology/humanistik tersebut (Milhollan dan
Forisha, 1972: 81-123; et.al, 1987:267-197) sebagai
berikut:
a. Pendekatan aktualisasi diri atau non-direktif.
b. Pendekatan “Personal Constructs” menekankan betapa
pentingnya memahami hubungan “transaksional” antara
manusia dan lingkungan sebagai bekal awal memahami
perilakunya.
c. Pendekatan “Gestalt”, baik yang klasik maupun
pengembagan selanjutnya.
d. Pendekatan “Search for Meaning” dengan aplikasinya
sebagai “Logotherapy” yang mengungkapkan betapa
pentingnya semangat untuk mengatasi berbagai
tantangan/masalah yang dihadapi.
c) Aliran Naturalisme
Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme
adalah naturalisme yang dipelopori oleh seorang filsuf
Prancis J.J Rousseau (1712-1778). Berbeda dengan
Schocpenhauer, Rousseau berpendapat bahwa semua anak
yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk.
Pembawaan baik akan menjadi rusak dipengaruhi oleh
lingkungan. Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan
yang diberikan orang dewasa dapat merusak pembawaan
anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativisme,
karena pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada
alam. Pendidikan tidak diperlukan. Yang dilaksanakan
adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan
yang baik itu tidak menjadi rusak karena tangan manusia
melalui proses dan kegiatan pendidikan itu.
d) Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939),
seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat
bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai
pembawaan baik dan pembawaan buruk. Bahwa dalam
proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan
maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peran
penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan
lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu.
Sebaliknya , lingkungan yang baik tidak dapat
menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau
memang pada dii anak tidak terdapat bakat yang diperlukan
untuk mengembangkan itu. William Stern berpendapat
bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan
lingkungan, seakan-akan dua garis yang menuju kesatu titik
pertemuan.
Karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi
(konvergen artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut
teori konvergensi:
1) Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.
2) Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang
diberikan lingkungn kepada anak didik untuk
mengembangkan potensi yang baik dan mencegah
berkembangnya potensi yang kurang baik.
3) Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan
dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas
sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-
kembang manusia.
e) Pengaruh Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek
Pendidikan di Indonesia
Aliran-aliran pendidikan yang klasik mulai dikenal di
Indonesia melalui upaya-upaya pendidikan, utamanya
persekolahan, dari penguasa penjajah belanda pada masa
penjajahan. Setelah kemerdekaan indonesia, gagasan dalam
aliran-aliran pendidikan itu masuk ke indonesia melalui
orang-orang indonesia yang belajar diberbagai negara di
Eropa, Amerika Serikat dan lain-lain. Seperti yang
diketahui, sistem persekolahan dikenalkan oleh pemerintah
kolonial Belanda di Indonesia, sebelum masa itu
pendidikan di Indonesia terutama oleh keluarga dan oleh
masyarakat (kelompok belajar, lembaga
keagamaan/pesantren dan lain-lain).
1. Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruh terhadap
Pelaksanaan di Indonesia
a. Pengajaran Alam Sekitar
Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan
sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar, perintis
gerakan ini antara lain: Fr. A. Finger (1808-1888) di
Jerman dengan heimatkunde (pengajaran alam disekitar),
dan J. Ligthart (1859-1916) di Belanda dengan Het
Volleleven (kehidupan senyatanya). Beberapa prinsip
gerakan Heimatkunde adalah:
1) Dengan pengajaran alam sekitar itu guru dapat
meragakan secara langsung.
2) Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan
sebanyak-banyaknya agar anak aktif.
3) Pengajaran alam sekitar memugkinkan untuk
memberikan pengajaran totalitas, yaitu suatu bentuk
pengajaran dengan ciri-ciri dalam garis besarnya
sebagai berikut:
a) Suatu pengajaran yang tidak mengenai
pembagian mata pelajaran dalam daftar pengajaran,
tetapi guru memahami tujuan pengajaran dan
mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan.
b) Suatu pengajaran yang menarik minat.
c) Suatu pengajaran yang memungkinkan segala
bahan pengajaran itu berhubung-hubungan satu
sama lain seerat-eratnya secara teratur.
d) Pengajaran alam sekitar memberi kepada anak
bahan apersepsi intelektual yang kukuh.
e) Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi
emosional.
Sedangkan J. Lingthart mengemukakan pegangan
dalam Het Volle Leven sebagai berikut:

1. Anak harus mengetahui barangnya terlebih dahulu


sebelum mendengar anaknya, tidak kebalikanya.
2. Pengajaran sesungguhnya harus mrndasarkan pada
pengajaran selanjutnya.
3. Pengajaran alam sekitar.
b. Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat
Decroly (1871-1932) dari Belgia dengan pengajaran
melalui pusat minat (Centre d’interet) disamping
pendapatnya tentang pengajaran global. Pendidikan
menurut Decroly berdasarkan pada semboyang : sekolah
untuk hidup dan oleh hidup. Dua hal yang khas dari
Decroly, yaitu:
1) Metode Global (keseluruhan). Anak-anak
mengamati dan mengingat secara global.
Mengingat keseluruhan lebih dulu dari pada
bagian-bagian.
2) Centre d’interet (pusat-pusat minat).
Pengajaran harus disesuaikan dengan minat-
minat spontan. Anak mempunyai minat-minat
spontan terhadap diri sendiri dan minat spontan
terhadap diri sendiri itu dapat kita bedakan
menjadi:
a) Dorongan mempertahankan diri
b) Dorongan mencari makan dan minum
c) Dorongan memelihara diri
Sedangakan minat terhadap masyarakat (biososial)
ialah:
1) Dorongan sibuk bermain-main
2) Dorongan menoru orang lain
Dorongan-dorongan inilah yang digunakan sebagai
pusat-pusat minat. Sedangkan pendidikan dan pengajaran
harus selalu dihubungkan dengan minat pusat-pusat minat
tersebut.

c. Sekolah Kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik
kulminasi dari pandangan-pandangan yang mementingkan
pendidikan keterampilan dalam pendidikan. Sebagai bapak
sekolah kerja adalah G. Kerschensteiner (1854-1932)
dengan Arbeitschule-nya (sekolah kerja) di jerman. Perlu
dikemukakan bahwa sekolah kerja itu bertolak dari
pandangan bahwa pendidikan tidak hanya demi
kepentingan individu tetapi juga kepentingan masyarakat.
Kerschensteiner berpendapat bahwa kewajiban utama
sekolah adalah mempersiapkan anak-anak untuk dapat
bekerja.banyaknya macam pekerjaan yang menjadi pusat
pelajaran, maka sekolah kerja dibagi menjadi tiga golongan
besar:
1) Sekolah-sekolah perindustrian
2) Sekolah perdangangan
3) Sekolah-sekolah rumah tangga
d. Pengajaran Proyek
Khusus dalam bidang pengajaran, Dewey menegaskan
pengajaran proyek yang dilanjutkan oleh Kilpatrick dan
kawan-kawan bebas menentukan pilihanya. Pengajaran
proyek biasa digunakan sebagai salah satu metode pengajar
di Indonesia yang prlu ditekankan bahwa pengajaran
proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang
dan memecahkan persoalan yang komprehensif.
e. Pengaruh Gerakan Baru dalam Pendidikan Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan di Indonesian.
Gerakan baru dalam pendidikan berkaitan dengan kegiatan
belajar mengajar di sekolah namun dasar-dasar pemikiranya
tentulah menjangkau semua segi dari pendidikan baik aspek
konseptual maupu oprasonal. Sebab itu mungkin gerakan-
gerakan itu tidak diadopsi seutuhnya disuatu masyarakat
atau negara tertentu, namun asas pokoknya menjiwai
kebijakan-kebijakan pendidikan dalam masyarakat atau
negara itu.

2. Dua “Aliran” Pokok Pendidikan di Indonesia


Dua “aliran” pokok pendidikan di indonesia dimaksudkan
adalah perguruan kebangsaan Taman Siswa dan Ruang
Pendidikan INS Kayu Tanam kedua aliran ini di pandang
sebagai suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan di
Indonesia. Secara historis, pendidikan yang melembaga telah
dikenal sebelum Belanda menjajah Indonesia.

a. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa


Didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1932
di Yogyakarta
1) Asas dan Tujuan Taman Siswa
Perguruan kebangsaan Taman Siswa mempunyai tujuh asas
perjuangan untuk menghadapi pemerintah kolonial Belanda
serta sekaligus untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Ketujuh asas tersebut sebagai berikut:
a) Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya
sendiri dengan mengingat terbitnya persatuan dalam peri
kehidupan umum.
b) Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang
berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat
memerdekakan diri.
c) Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan
kebangsaan sendiri.
d) Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat
mencangkau kepada seluruh rakyat.
e) Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang
sepenuhnya lahir maupun batin.
f) Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri
maka mutlak membelanjai sendiri segala usaha yang
dilakukan.
g) Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keiklasan
lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan
pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
2) Upaya-upaya Pendidikan yang Dilakukan Taman
Siswa
Dilingkungan perguruan untuk mencapai tujuannya Taman
Siswa berusaha dengan jalan antara lain :
1. Menyelenggarakan tugas pendidikan dalam bentuk
perguruan dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi
2. Mengikuti, mempelajari perkembangan dunia diluar Taman
Siswa yang ada hubungannya dengan bidang kegiatan
Taman Siswa.
3. Menumbuhkan dan memasakkan lingkungan hidup
keluarga Taman Siswa
4. Meluaskan kehidupan ke-Taman Siswa diluar lingkungan
masyarakat perguruan, sehingga dapat terbentuk wadah
yang nyata bagi jiwa Taman Siswa.
3) Hasil-hasil yang Dicapai
Yayasan Perguruan Kebangsaan Taman Siswa yang
didirikan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) pada
tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta sampai kini telah mencapai
berbagai hal seperti: gagasan/pemikiran tentang pendidikan
nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman Indria
sampai dengan Sarjana Wiyata, dan sejumlah besar alumni
perguruan (banyak yang menjadi tokoh nasional,antara lain Ki
Hajar Dewantara, Ki Mangunsarkoro,dan Ki Suratman). Ketiga
pencapaian itu merupakan pencapaian sebagai suatu yayasan
pendidikan, yang juga mungkin dicapai oleh yayasan
pendidikan lainnya.

2. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam


Didirikan oleh Muhammad Sjafei pada tanggal31 Oktober
1926 di Kayu Tanam ( Sumatra Barat). INS pada mulanya
dipimpin oleh bapaknya, kemudian diambil oleh Muhammad
Sjafei. Pada tahun 1952 INS mendirikan percetakan Sri Dharma
yang menerbitkan adalah bulanan sendi dengan sasaran khalayak
adalah anak-anak.

a. Asas dan Tujuan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam


1. Berfikir logis dan rasional
2. Keaktifan atau kegiatan
3. Pendidikan masyarakat
4. Memperhadikan pembawaan anak
5. Menentang intelektualisme
Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam adalah sebagai
berikut :
1. Mendidik rakyat kearah kemerdekaan
2. Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
3. Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
4. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani
beranggungjawab
5. Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan
b. Usaha-usaha Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam
Terdapat berbagai usaha yang dilakukan oleh
Muhammad Sjafei dkk. Dalam mengembangkan gagasan dan
berupaya mewujudkannya, baik yang berkaitan dengan Ruang
Pendidk INS maupun tentang pendidikan dan perjuangan
bangsa Indonesia pada umumnya. Beberapa hal yang perlu
dikemukakan adalah memantabkan dan menyebarluaskan
gagasannya tentang pendidikan nasional, pengembangan Ruang
Pendidik INS (kelembagaan, sarana/prasarana,dll), uaya
pemberantasan buta huruf penerbitan majalah anak-anak dll.

c. Hasil-hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam


Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengalami masa
pasang surut seirama dengan pasang surutnya perjuangan
bangsa indonesia, seperti yang dikemukakan bahwa akibat
bumi hangus pada penyerangan Belanda, praktis kegiatan nyata
dari INS Kayu Tanam terhenti dan baru dimulai kembali tahun
1950. Perkambangannya berlangsung lambat, tetapi tidak mati
seperti beberapa perguruan kebangsaan lainnya. Sebagaimana
Taman Siswa, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam juga
mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan
naional(utamanya pendidikan keterampilan atau kerajinan),
beberapa Ruang Pendidikan (jenjang persekolahan), dan
sejumlah alumni. Seperti harapan kepada Taman Siswa, Ruang
Pendidik INS Kayu Tanam juga diharapka melakukan
penyegaran dan dinamisasi, seiring dengan perkembangan
masyarakat dan iptek. Upaya-upaya pengembangan Ruang
Pendidik INS tersebut seyogyanya dilakukan dalam kerangka
pengembangan Sisdiknas, sebagai bagian dari usaha
mewujudkan cita-cita Ruang Pendidik INS, yakni
mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia.
3. Perencanaan Tradisional dan Modern
1) Perencanaan Tradisional
Pendidikan di Indonesia dari zaman pemerintahan Belanda dan
Jepang. Kegiatan pada waktu lampau Jepang mempengaruhi
terbentuknya Undang-undang Pokok Pendidikan No. 4/1950jo. No.
12/1954.
a. Pendidikan pada waktu pemerintahan Belanda
Perkembangan pendidikan di Indonesia sejak penjajahan
Belanda sampai merdeka diwarnai oleh bermacam-macam
tantangan dan hambatan-hambatan sebagai suatu taktik
memperlambat kemajuan bangsa Indonesia utuk masa yang
akan datang. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun
pada waktu dijajah Inggris, usaha untuk mencerdaskan bangsa
Indonesia sangat terbatas sekali dan tujuan pada saat itu hanya
sekedar untuk menjadi buruh kasar dan pegawai kelas dua.
Pemerintah Belanda menjadikan negara jajahan sumber
kekayaan alam yang harus dikuras demi kepentingan penjajah.
1. Landasan Pendidikan Sebelum Tahun 1900
a. Tidak memihak kepada satu aliran/agama tertentu.
Ini memberikan kesempatan kepada semua orang yang
berbeda agama untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini
berkaitan erat dengan kedatangan bangsa Portugis dan
Spanyol sebelumnya ke Indonesia yang menganut agama
Rome Katholik dan telah tersebar di Kepulauan Maluku dan
sekitarnya.
b. Pendidikan diarahkan untuk membentuk elite sosial
dalam masyarakat. Ini dimaksudkan oleh Belanda untuk
membentuk suatu golongan aristokrat dari putra Indonesia
sendiri yang akan dapat memperkuat kedudukan Belanda
sebagai penjajah di Indonesia.
c. Sekolah disusun dengan memperhatikan lapisan sosial
dalam masyarakat. Atau dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa ada suatu pembatasan untuk memasuki suatu
lembaga pendidikan yang ada pada waktu itu dengan
memperhatikan kelas sosial dari anggota masyarakat. Anak
kaum ningrat atau sekurang-kurangnya anak demanglah
yang dapat masuk HIS, sedangkan anak rakyat jelata
dengan kemampuan yang baik tidak mungkin untuk
menikmati pendidikan.
d. Pendidikan pada waktu itu juga dimaksudkan tidak untuk
membentu kepribadian yang harmonis, tetapi adalah untuk
mendapatkan pekerjaan dikemudian hari, demi kepentingan
kolonial Belanda bukan untuk Indonesia.
2. Landasan Pendidikan sesudah Tahun 1900
Keadaan pendidikan sesudah 1900,jauh lebih baik
dibandingkan dengan sebelumnya. Hal itu muncul karena
timbulnya aliran di kalangan orang Belanda sendiri yang
merasakan bahwa telah tiba waktunya untuk
mengembangkan negara yang dijajah. Aliran terkenal
dengan nama Ethis, yang diprakarsaioleh Van Deventer
tahun 1899. Hal itu dimaksudkan untuk memajukan
penduduk Bumiputera melalui pendidikan yang
diorientasikan dengan Barat. Politik Ethis mencakup
Educatie (pendidikan), Irigatie (irigasi), dan Emigratie
(emigrasi)

3. Jenis-jenis Sekolah yang ada


Sebelum tahun 1900 sekolah yang ada boleh dikatakan SD 5
tahun saja, tetapi sesudah tahun 1900 berkembang sedikit lebih
baik. Sekolah yang ada ialah :
a. Pengajaran Rendah (Loger Onderwijs)
1) Sekolah Rendah Eropa dengan Bahasa Pengantar
bahasa Belanda yaitu
a) Sekolah Rendah Eropa
Sekolah ini diperuntukkan untuk keturunan eropa
atau anak keturunan timur asing atau anak bumi
putra dari tokoh terkemuka. Lama sekolah tujuh
tahun. Pertama kali didirikan tahun 1818.
b) Sekolah bumi putera
kelas satu terdiri dari :
i) Sekolah cina belanda
Didirikan pertama kali tahun 1908 untuk anak
keturunan china dengan masa belajar 7 tahun.
ii) Sekolah bumi putera belanda
Lama pendidikan 7 tahun disediakan untuk anak
indonesia asli keturunan bangsawan, tokoh
terkemuka atau pegawai negeri. Pertama kali
didirikan tahun 1914.

2) Sekolah Rendah Dengan Bahasa Pengantar Bahasa


Daerah
a) Sekolah Bumi Putera Kelas Dua
Sekolah ini untuk anak Bumi Putera. Lama pendidikan
Lima tahun
b) Sekolah Desa
Untuk anak Bumi Putera. Lama pendidikan 5 tahun.
Pertama kali didirikan tahun 1907
c) Sekolah Lanjutan
Lanjutan sekolah desa 3 tahun dengan lama
pendidikan 2 tahun. Didirikan tahunn 1914
3) Sekolah sambungan
Sekolah ini merupakan peralihan dari sekolah desa 3
tahun ke sekolah dasar dengan bahasa pengantar bahasa
belanda. Lama belajar 5 tahun.
b. Pendidikan Lanjutan
Sekolah lanjutan pertama adalah MULO. Lama pendidikan
3 atau 4 tahun dengan bahasa pengantar Bahasa belanda.
Pertama kali didirikan tahun 1914.
Sebagai kelanjutannya adalah :
a) AMS (Algemene Middlebaar School)
Dipertuntukkan untuk penduduk bumi putra dan umum.
Pertama kali didirikan tahun 1915 dengan dua jurusan
yaitu bagian A (pengetahuan kebudayaan) dan bagian
B (pengetahuan alam)
b) Hoogere Burgerschool (Sekolah warga negara tinggi)
Sebagai kelanjutan ELS. Sekolah ini khusus untuk
keturunan eropa dan bangsawan golongan bumi putra
atau tokoh terkemuka. Lama pendidikan 3 atau 5 tahun.
c. Pendidikan Kejuruan
Kelompok pendidikan kejuruan dapat dibagi atas:
1) Sekolah Pertukangan
Sekolah ini ada yang diperuntukan khusus bumi putera
sebagai kelanjutan dari sekolah Bumi putera kelas dua
dengan bahasa pengantar bahasa belanda sebagai
kelanjutan dari HBS dan HCS.
2) Sekolah Tekhnik
Sebagai kelanjutan dari Ambachschool, lama
pendidikan 3 tahun. Yang pertama didirikan tahun 1906
di jakarta
3) Pendidikan Dagang
4) Pendidkan Kejuruan Kewanitaan
5) Pendidikan Pertanian
6) Pendidikan Guru
a) Normal School
b) Kweekschool
c) Hollandschool
d. Pendidikan Tinggi
Perkembangan pendidikan tinggi di Indonesia pada saat
pemerintahan Hindia Blanda sangat lambat dnegan jenjang
pendidikan yang sangat terbatas pula bahkan lulusan yang
dapat memasuki pendidikan tingi pun sangat rendah pula.
Pendidikan tinggi yang ada yaitu :
1) Pendidikan tinggi kedokteran
2) Pendidikan tinggi hukum
3) Pendidikan tinggi tekhnik

b. Pendidikan Pada Waktu Pemerintahan Jepang


Pada waktu pemerintahan Jepang banyak membawa perubahan
terhadap pendidikan Indonesia. Pada waktu pemerintahan
Jepanglah semua sekolah dasar yang bermacam macam itu
diubah menjadi sekolah rakyat 6 tahun, dan bahasa pengantar
adalah bahasa Indonesia, sedangkan bahasa jepang hanya
diajarkan sebagai sebuah mata pelajaran. Sekolah yang ada
yaitu sekolah rakyat, sekolah menengah pertama, sekolah
menengah tinggi dan perguruan tinggi.

2) Perencanaan Modern
a. Pendidikan Awal Merdeka
Pada waktu Proklamasi Kemerdekaan diproklamirkan yang
menjadi Menteri PP dan K ialah Ki Hajar Dewantoro. Maka di
saat itu dikeluarkan berbagai-bagai pengumuman sesuai dengan
pemerintahan yang baru. Pedoman dalam melakukan pelajaran
masih berdasarkan pada yang lama, merupakan warisan
kolonial. Hal ini dapat kita maklumi, karena bangsa kita pada
waktu itu sedang berada dalam taraf revolusi fisik.
Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang berkenaan
dengan pendidikan dan pengajaran maka pasal 31 menetapkan:
1) Bahwa tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
2) Bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan
undang-undang .
Pendidikan tidak hanya terpengaruh oleh tekanan ekonomi dan
sosial, tetapi juga memiliki perkembangan sendiri secara
otonom. Pengaturan dan teknologi baru perlu disesuaikan
untuk mengembangkan sumber-sumber dan meningkatkan
usaha. Inilah yang dimaksudkan dengan teknologi baru. Mesin,
televisi, radio, film, semuanya dalam berbagai kombinasi
dengan cepat muncul ke depan sebagai alat-alat umum untuk
mengajar. Gaya pendidikan yang berbeda-beda yang
dijalankan di berbagai negara akan cenderung menuju
persamaan. Sebagaimana disebutkan di atas sudah tentu
mungkin akan diperlukan perhatian terhadap banyak faktor
dalam mengembangkan teknik mengajar yang baru. Tak dapat
diragukan lagi bahwa ada unsur ketiga yaitu perkembangan
pengetahuan tentang belajar dan tentang mengajar dua faktor
yang berbeda-beda namun merupakan penekanan yang erat
hubungannya dan penggunaan teknologi (dalam hubungannya
dengan hasil-hasil riset) di dalam pendidikan itu sendiri. Suatu
contoh yang paling banyak menyolok dari hal ini adalah
pelajaran yang direcanakan (program learning) dan produksi
mesin-mesin pengajar. Sebuah program adalah suatu rangkaian
tindakan yang logis dalam memperoleh ilmu, dan kecakapan
yang disusun menurut susunan yang efisien bagi seorang
pelajar untuk mempelajarinya. Dengan studi yang teliti
tindakan-tindakan ini dapat disusun dalam suatu bentuk
dimana tidak lagi dibutuhkan adanya seorang guru atau orang
lain sebagai perantara langsung. Hal ini yang senantiasa
merupakan prinsip bagi sebuah buku, terlebih bagi sebuah
textbook tetapi ide baru yang dijelmakan dalam bentuk mesin
pengajar adalah suatu penyusunan berbagai tindakan yang
dilakukan secara sadar berdasarkan penyelidikan ilmiah
tentang proses belajar itu sendiri.
Dalam perkembangan dunia pendidikan dewasa ini dapat
dikatakan sedang ngetrend-ngetrendnya penggunaan model-
model pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM. Sehingga
pendidikan cara klasik dianggap sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kondisi zaman saat ini. Dengan demikian
otomatis setiap elemen pendidikan termasuk guru harus dapat
menyesuaikan dengan trend pendidikan modern saat ini.
Pengembangan perangkat pembelajaran seperti RPP, Media,
Model pembelajaran semuanya diubah dan disesuaikan dengan
standar pendidikan modern yang ’katanya” akan mampu
meningkatkan kualitas peserta didik.
Harapan yang begitu tinggi terlebih lagi dengan penerapan
kurikulum yang dianggap paling mutakhir yaitu KTSP ternyata
belum cukup memberikan jawaban yang memuaskan bagi
kondisi pendidikan di indonesia. Problematika yang
berkembang justru semakin kompleks dan terasa tiada
ujungnya.

No Faktor Pendidikan Modern Pendidikan Klasik


Pembanding
1 Pendidikan Moral Penanaman Humanisme Penanaman Humanisme
dengan cara Anti dengan menggunakan
Kekerasan Kekerasan dalam taraf
wajar.
2 Fungsi Guru Sebagai Motivator dan Pusat segala aktivitas
Fasilitator. pendidikan baik di
lingkungan sekolah
maupun luar sekolah.
3 Penerapan Etika Tergantung pada masing- Wajib diterapkan di
masing individu peserta dalam maupun luar
didik. lingkungan sekolah.
4 Punishment and berupa himbauan dan Berupa himbauan dan
Reward. apresiasi sesuai dengan apresiasi sesuai dengan
kompetensi peserta didik. kompetensi peserta didik.

Pembelajaran tradisional merupakan pembelajaran dimana secara umum,


pusat pembelajaran pada guru, dan menempatkan siswa sebagai objek
dalam belajar. Jadi, disini guru berperan sebagai orang yang serba bisa dan
sebagai satu-satunya sumber belajar. Sedangkan pembelajaran modern
adalah seorang pelajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Mereka
yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pengajar
atau orang lain. Mereka harus bertanggung jawab terhadap hasil belajar.
Itulah yang menjadi tolak ukur perbedaan antara pembelajaran tradisional
dan pembelajaran modern.
Pembelajaran modern adalah salah satu hasil dari pesatnya perkembangan
teknologi dan informasi yang mengubah konsepsi dan cara berpikir belajar
manusia. Semakin meningkatnya perkembangan teknologi dan informasi
tersebut mengakibatkan teori pembelajaran behavioristik dipandang
kurang cocok lagi untuk dikembangkan bagi anak didik di sekolah. Oleh
karena itu, munculah sebuah teori pembelajaran konstruktivisme sebagai
jawaban atas berbagai persoalan pembelajaran dalam masa kontemporer.
Teori kontruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh
masing-masing individu. Pengetahuan juga bukan merupakan sesuatu yang
sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus.
Dalam proses itu, keaktifan peserta didik sangat menentukan dalam
mengembangkan pengetahuannya. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif
berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang
dipelajari.1[4] Disisi lain, kenyataannya masih banyak peserta didik yang
salah menangkap apa yang diberikan oleh gurunya. Hal ini menunjukkan
bahwa pengetahuan tidak begitu saja dipindahkan, melainkan harus
dikontruksikan sendiri oleh peserta didik tersebut.
Peran guru dalam pembelajaran bukan pemindahan pengetahuan, tetapi
hanya sebagai fasilitator yang menyediakan stimulus baik berupa strategi
pembelajaran, bimbingan dan bantuan ketika peserta didik mengalami
kesulitan belajar, atau menyediakan media dan materi pembelajaran agar
peserta didik itu merasa termotivasi dan tertarik untuk belajar sehingga
pembelajaran menjadi bermakna hingga akhirnya peserta didik tersebut
mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuannya.
Strategi dan metode yang digunakan dirancang sesuai degan tujuan dan
sasaran Program Studi yang mengacu pada sistem antara lain:
a. Adanya keterlibatan antara siswa dan guru dalam proses belajar
mengajar,
b. Terdapat pelaksanaan dan format kegiatan belajar mengajar.
c. Bahan-bahan pelajaran yang diberikan selalu menarik bagi para siswa
d. Kesiapan alat bantu kegiatan pembelajaran,
e. Metode dan teknik penyajian yang baik
Proses pembelajaran menggunakan komunikasi 2 (dua) arah sehingga
memungkinkan siswa untuk berdiskusi dengan guru. Peluang untuk
melakukan diskusi cukup besar karena rasio guru dan siswa sudah
mencukupi (1:10) dan guru selalu berusaha menciptakan suasana yang
kondusif untuk proses diskusi. Untuk meningkatkan pemahaman materi
sebagian besar guru memberikan tugas untuk dikerjakan secara mandiri
dan kelompok yang disertai dengan penerapan teknologi seperti mencari
informasi di media elektronik, cetak dan internet.

B. Prinsip-prinsip Umum dan Jenis-jenis Pendekatan dalam Perencanaan


Pendidikan
1. Prinsip-prinsip Perencanaan Pendidikan
Perencanaan pendidikan mengenal prinsip-prinsip yang dapat dijadikan
pegangan, baik dalam proses penyusunan maupun dalam
implementasinya. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
a. Perencanaan itu Interdisiplinair
b. Perencanaan itu Fleksibel. Meskipun berbagai hal yang
terkait dengan pelaksanaan rencana telah dipertimbangakan
sebai-baiknya, masih mungkin terjadi hal-hal di luar
perhitungan perencanaan ketika rencana itu dilaksanakan.
Oleh karena dalam pembuatan perencanaan, hendaknya
disediakan ruang gerakbagi kemungkinan
penyimpangan dari rencana ssebagai antisipasi terhadap
hal-hal yang terjadi diluar perhitungan perencanaan.
c. Perencanaan itu Objektif rasional
d. Perencanaan itu tidak dimulai dari nol tetapi dimulai dari
apa yang dimiliki
e. Perencanaan itu merupakan wahana untuk menghimpun
kekuatan-kekuatan secara terkoordinir
f. Perencanaan itu disusun dengan data
g. Perencanaan itu mengendalikan kekuatan ssendiri, tidak
berdasarkan pada kekuatan orang lain.
h. Perencanaan itu komprehansif dan ilmiah.
i. Perncanaan itu hendaknya mempunyai dasar yang jelas dan
mantap. Nilai yang menjadi dasar berupa nilai budaya, nilai
moral, nilai relegius, maupun gabungan nilai ketiganya.
Acuan nilai yang jelas dan mantap akan memberikan
motivasi yang kuat untuk menghasilakan rencana yang
sebaik-baiknya.
j. Perencanaan hendaknya berangkat dari tujuan umum.
Tujuan umum itu dirinci menjadi khusus, kemudian bila
masih bisa dirinci menjadi tujuan khusus, itu dirinci
menjadi lebih rinci lagi. Adanya rumusan tujuan umum dan
khusus yang terinci akan menyebabkan berbagai unsur di
dalam perencanaan memiliki relevansi yang tingggi dengan
tujuan yang akan dicapai.
k. Perencanaan hendaknya relitis. Perencanaan hendaknya
disesuaikan dengan sumber daya dan dana yang tersedia.
Dalam hal sumber daya hendaknya dipertimbangakan
kualitas maupun kuantitas manusia dan perangkat
penunajangnya.
l. Perencanaan hendaknya mempertimbangkan kondisi sosio
budaya masyarakat, baik yang mendukung maupun
menghambat perencanaan nanti. Kondisi sosio budaya
tersebut misalnya system nilai, adat istiadat, keyakinan
sertacita-cita. Terhadap kondidi sosio budaya yang yang
mendukukng pelaksaan rencana. Hendaknya telah
direncanakan memanfaatkan secaramaksimal factor
pendukung itu.
Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa untuk
mencapai setiap tujuan dalam kegiatan pendidikan, kita perlu
menyusun rencana dan strategi yang baik dan matang. Untuk itu kita
harus berpegang pada prinsip-prinsip perencanaan pendidikan baik
dalam prosen penyusunannya maupun dalam proses
implementasinya. Dengan prinsip-prinsip perencanaan pendidikan
diharapakan pembangunan manusia seutuhnya yang menjadi tekad
pemerintah dapat tercapai dengan maksimal sesuai dengan yang
diharapkan.
Pembangunan pendidikan tidak hanya ditujukan untuk
mengembangkan aspek intelektualnya saja melainkan juga watak,
moral, social dan fisik peserta didik.

2. Jenis-jenis Pendekatan dalam Perencanaan Pendidikan


a. Pendekatan Permintaan Masyarakat
Menurut Enoch (1986) istilah permintaan masyarakat terhadap
pendidikan paling tidak digunakan dalam tiga bentuk perencanaan
pendidikan, yaitu pertama bila sasaran rencana pendidikan
ditekankan pada factor kependudukan; kedua, bila sasaran rencana
pendidikan didasarkan pada tujuan nasional suatu bangsa sesuai
dengan aspirasi sosial dan kemauan politik pemerintah, dan ketiga,
bila proyrk rencana didasarkan pada analisis kebuthan individu
terhadap pendidikan.
Menurut bentuknya perencanaan pendidikan berdasarkan
permintaan masyarakat yang paling sederhana, target rencana
pendidikan disusun berdasarkan kelompok populasi atau proyeksi
calon peserta didik (umur dan jenis kelamin). Bila peserta didik
didasarkan pada analisis mekanisme, kecenderungan pendekatan
yang dilakukan dapat bersifat bebas atau criteria normatif(etika,
tujuan sosial, dan standar) selalu mendasari bentuk pendekatan ini.
Perencanaan pendidikan didasarkan pada analisis dan proyeksi
himpunan permintaan individu dapat dipengaruhi oleh nilai budaya
dan social yang berbeda. Perencanaan pendidikan berdasarkan
permintaan masyarakat digunakan dalam penelitian-penelitian di
mana factor penentu target jumlah peserta didik pada masa
mendatang adalah terbatasnya ruang kelas, standar mutu yang
dikombinasi dengan jatah penerimaan, kebijakan besiswa dan
beban uang kuliah, jangkauan geografi, karakteristik kepercayaan
calon peserta didik, standar mutu yang diterima, ujian dan
kebijakan khusus, ataupun kebijakan umum dalam system
penerimaan terbuka atau penerimaan seleksi.
b. Pendekatan Berdasarkan Kebutuhan Tenaga Kerja
Davis (1980) mengemukakan bahwa pada dasarnya lembaga
pendidikan bertujuan untuk membentuk sikap, memberikan
pengetahuan dan meningkatkan keterampilan. Disamping tujuan-
tujuan ini ada beberapa jenjang dan jenis pendidikan dan pelatihan
yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didiknya siap kerja
pada berbagai lapangan yang menghasilkan barang dan jasa.
Jusuf (1980) mengemukakan bahwa bila pendidikan diarahkan
berdasarkan persyaratan kebutuhan tenaga kerja, cara
perhitungannya didasarkan pada perkiraan pendapatan nasional.
Proses perhitungannya melalui enam tahapan yaitu :
1. Proyeksi produksi persektor.
2. Taksiran perkembangan produktivitas tenaga kerja persektor.
3. Perkembangan produksi dan perubahan produktivitas sector
industri.
4. Perincian seluruh tenaga kerja yang diperlukan berbagai jenis
pekerjaan.
5. Jenis dan tingkat pendidikan yang diperlukan.
6. Jumlah tenaga kerja yang harus dihasilkan oleh lembaga
pendidikan.

c. Pendekatan Nilai Balik Dalam Perencanaan Pendidikan


Pendekatan rate of return di dalam perencanaan pendidikan
didasarkan pada model ekonomi. Pendekatan ini digunakan untuk
memungkinkan mengadakan perbandingan secara ekonomis secara
investasi yang diberikan kepada sektor-sektor ekonomi lainnya.
Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menjamin bahwa
alokasi sumber-sumber daya diantara sektor-sektor ekonomi yang
berbeda disesuaikan dengan manfaat yang diharapkan.
Menurut Barrios dan Davis (1980) kesulitan utama dalam
menggunakan pendekatan ini yaitu tingkat maksimal keuntungan
sosial yang diperoleh dari pendidikan di universitas atau jenis
pendidikan lainnya pada saat ini dan yang akan datang tidak selalu
sama. Melalui berbagai studi para ahli ekonomi berusaha untuk
membuktikan bahwa nilai keuntungan (rate of return) mempunyai
kaitan yang signifikan antara peningkatan pendapat dengan
peningkatan pendidikan. Para ahli pendidikan dapat menerima
walaupun tidak keseluruhan prinsip rate of return bahwa investasi
dalam pendidikan disusun berdasarkan suatu keuntungan baik
keuntungan yang diperoleh masyarakat maupun keuntungan yang
diperoleh perseorangan dalam bentuk peningkatan produktivitas
yang tercermin dalam peningkatan pendapatan.
d. Pendekatan Sistem Terpadu
Pendekatan sistem merupakan suatau kerangka ilmu pengetahuan
(skelton of science) yang dapat memadukan berbagai pendekatan
yang sifatnya parsial menjadi suatu pendekatan yang bersifat
menyeluruh dan terpadu. Pendekatan perencanaan sistem
pendidikan yang secara teoritik selama ini ada yaitu:
1. Pendekatan perencanaan pendidikan berdasarkan permintaan
masyarakat.
2. Pendekatan perencanaan pendidikan berdasarkan kebutuhan
tenaga kerja dan,
3. Pendekatan perencanaan pendidikan berdasarkan nilai balik.
Untuk dapat memadukan ketiga pendekatan dalam perencanaan
pendidikan diperlukan suatu pendekatan perencanaan yang memiliki
karakteristik sistemik, analitik, dan sistematik. Sistemik dalam arti
permasalahan dilihat dari konteks keseluruhan. Analitik dalam arti
setiap permasalahan dianalisis sebab dan akibatnya dikaitkan dengan
berbagai masalah yang ada baik di dalam maupun di luar sistem.
Sistematik dalam arti cara kerjanya beraturan atau runtut. Hal ini dapat
dilihat dari proses kegiatannya yaitu perumusan masalah, penelitian,
penilaian, penelaahan,. Pemeriksaan, dan pelaksanaan.
Karakteristik model kerangka perencanaan pendidikan berdasarkan
pendekatan sistem yaitu :
1. Proses perencanaan bersifat terbuka, faktor lingkungan
termasuk yang diperhitungkan ditujukan untuk melakukan
perubahan internal dan eksternal dan mengarah pada
penyesuaian sistem dan lingkungannnya.
2. Kemajuan sistem ditujukan untuk mengadakan perubahan
terhadap yang ada dan seharusnya ada.
3. Permasalahan didekati secara normatif dan mengacu ke masa
depan.
4. Pemilihan alternatif berada pada tingkat pengambilan
keputusan.
5. Bersifat futuristik.
6. Bersifat akomodatif.
7. Dalam memecahkan masalah disekati secara sistemik, analitik,
dan sistematik,
8. Norma penilaian rencana dan keputusan dilakukan melalui
proses sosialisasi.
Dari uraian tersebut dapat disajikan :
a) Kerangka Dasar Model Sistem Pendidikan. Pada garis besarnya
kerangka dasar model sistem pendidikan terdiri atas input, yang
berupa calon peserta didik, instrumental input yaitu sumber daya
pendidikan. Environmental input meliputim aspek kehidupan
bangsa, proses merupakan kegiatan mengubah masukan (peserta
didik) menjadi keluaran (output). Dalam sistem pendidikan,
masukan (peserta didik) diproses melalui kegiatan proses belajar
mengajar ditunjang oleh sumber daya pendidikan. Mengingat
sistem pendidikan merupakan sistem terbuka yang berada pada
suatu lingkungan masukan dari lingkungan luar sistem pendidikan
perlu diperhatikan. Walaupun masukan dari lingkungan luar sistem
pendidikan itu tidak seluruhnya berkaitan langsung dengan proses
belajar mengajar dalam sistem pendidikan namun interaksi,
interrelasi, dan dinamika aspek kehidupan yang berada di luar
lingkungan sistem pendidikan berdampak luas terhadap sistem
pendidikan.
b) Substansi dan Aspek Perencanaan Sistem Pendidikan. Pada garis
besarnya substansi perencanaan sistem pendidikan meliputi tiga
tuntutan terhadap sistem pendidikan yaitu permintaan masyarakat
terhadap pendidikan berwujud berapa besar, tuntutan agar hasil
pendidikan bermutu dan relevan secara proporsional dengan
kebutuhan tenaga kerja , dan sistem pendidikan dituntut agar
dilaksanakan secara efisien yang dapat memberikan nilai balik
antara sumber daya yang digunakan sistem pendidikan
dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dari hasil pendidikan
baik untuk individu maupun untuk masyarakat.
c) Kerangka Model Perencanaan Sistem Pendidikan Terpadu. Peserta
Didik merupakan masukan utama yang akan diproses dikaitkan
dengan tiga aspek perencanaan pendidikan yaitu kuantitas,
relevansi, dan mutu pendidikan. Dari hasil proses tersebut
ditujukan untuk menghasilkan sejumlah lulusan secara
proporsional dengan kualitas tertentu yang relevan dengan
berbagai kebutuhan. Salah satu jembatan penghubung antara
kualitas lulusan dengan proporsi kuantitas lulusan adalah
kebutuhan tenaga kerja di berbagai sektor baik sektor formal
maupun informal. Dalam proses sistem pendidikan diperlukan
masukan instrumental yaitu sumber daya pendidikan meliputi
kurikulum, prasarana pendidikan, sarana pendidikan, sumber
belajar, tenaga non kependidikan.
a. Aspek Perencanaan Pendidikan
1. Aspek Kuantitatif
Adalah aspirasi dan permintaan masyarakat terhadap
pendidikan. Perencanaan sistem pendidikan dilakukan
berdasarkan sosial demand aproach dan pendekatan sistem
dilakukan melalui kegiatan berikut. Perumusan proyeksi
jumlah kelompok usia peserta didik menurut jenjang
pendidikan didasarkan pada proyeksi jumlah penduduk secara
keseluruhan proyeksi bersumber dari instansi yang berwenang.
Perumusan kebijakan arus peserta didik biasanya ditentukan
oleh kebijakan politik. Misalnya untuk kurun waktu tertentu
sebesar berapa persen anak usia tertentu harus mengikuti
pendidikan. Di dalam proses perumusan kebijakan arus peserta
didik selain kebijaksanaan politik perlu dikembangkan berbagai
alternatif dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal
dalam pendidikan. Faktor internal perlu dikaji antara lain
jumlah satuan, peserta didik, tenaga kependidikan pada semua
satuan, jenjang dan jenis pendidikan, susunan program
pengajaran, jumlah angka partisipasi murni dan partisipasi
kasar penduduk SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Faktor
eksternal yaitu berkenaan dengan pertumbuhan penduduk, letak
geografis,, infrastruktur, dan trasnportasi kurang memadai, dan
kemampuna ekonomi orang tua dan masyarakat perlu
diperhatikan.
2. Aspek Kualitatif
Merencanakan kualitas pendidikan berarti merencanakan
kemampuan berfikir, mengubah sikap, dan meningkatkan
keterampilan peserta didik. Suatu pendidikan dikatakan
berkualitas apabila Proses belajar mengajar berjalan efektif,
peserta didik mengalami proses pembelajaran bermakna
ditunjang oleh sumber daya pendidikan dan lingkungan yang
kondusif. Dalam proses pendidikan peserta didik menunjukkan
tingkat kemampuan prestasi belajar, mengetahui sesuatu dan
dapat melakukan sesuatu secara fungsional serta hasil
pendidikan sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
3. Aspek Relevansi
Relevansi pendidikan melekat inherent dengan perkembangan
kemajuan dan aspirasi masyarakat dalam berbagai aspek
kehidupan di suatu tempat tertentu dalam kurun waktu tertentu.
Aspek relevansi menyusun rencana pendidikan yang dilakukan
pada hari ini sebenarnya hasilnya diperuntukkan untuk masa
depan. Kaitan masa kini dan masa depan dalam perencanaan
aspek relevansi merupakan pangkal tolak perencanaan aspek
relevansi. Karakteristik perencanaan aspek relevansi harus
bersifat futuristik. Konsep relevansi sebenarnya lebih
mendasari konsep peningkatan peningkatan mutu pendidikan.
4. Aspek Efisiensi
Dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu edfisiensi internal
dan eksternal sistem pendidikan. Fisiensi internal ditandai oleh
tinggi rendahnya angka putus sekolah dan angka mengulang
kelas. Efisiensi eksternal merujuk kepada efektivitas
manajemen sistem pendidikan secara keseluruhan yang
disebabkan oleh kelambanan dalam manajemen sistem
pendidikan. Kelembanan ini disebabkan oleh profesionalisme,
mekanisme proses pengambilan keputusan dsb. Untuk
mengefesienkan dan mengefektifkan sistem pendidikan
diperlukan rencana terpadu yang mengaitkan masukan
instrumental dan masukan lingkungan dalam proses
perencanaan peningkatan efesiensi manajemn sistem
pendidikan guna menghasilkan lulusan bermutu dan relevan
dengan berbagai kebutuhan melalui pendayagunaan sumber
daya pendidikan secra efisien.
e. Pendekatan Kebutuhan Sosial (Social Demand)
Pendidikan ini menitikberatkan pada tujuan pendidikan yang
mengandung misi pembebasan terutama bagi negara-negara
berkembang yang kemerdekaannya baru saja diperoleh setelah
melalui perjuangan pembebasan yang amat lama. Pendidikan
membebaskan rakyat dari ketakutan, dari penjajahan, dari
kebodohan dan dari kemiskinan. Misi pembebasan yang menjiwai
tuntutan terhadap pendidikan merupakan aspirasi politik rakyat,
karena itu tuntutan sosial ini merupakan tekanan keras bagi
penyelenggara pendidikan. Dengan melihat karakteristik tuntutan
ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan ini lebih
menekankan pemerataan kesempatan atau kuantitatif,
dibandingkan aspek kualitatif. Contoh dari penerapan pendekatan
ini adalah “ Wajib Belajar Sekolah Dasar “.
Ada tiga kelemahan pendekatan kebutuhan social, yaitu:
1. Pendekatan ini mengabaikan masalah alokasi dalam skala
nasional, dan secara samar tidak mempermasalahkan
besarnya sumber daya pendidikan yang dibutuhkan karena
beranggapan bahwa penggunaan sumber daya pendidikan
yang terbaik adalah untuk segenap rakyat Indonesia.
2. Pendekatan ini mengabaikan kebutuhan perencanaan
ketenagakerjaan yang diperlukan masyarakat sehingga
dapat menghasilakan lulusan yang sebenarnya kurang
dibutuhkan oleh masyarakat.
3. Pendekatan ini cenderung hanya menjawab pemerataan
pendidikan saja sehingga kuantitas lulusan lebih
diutamakan ketimbang kualitasnya
f. Pendekatan Efisiensi Biaya
Menurut Guruge ( 1972 ) , pendekatan efisiensi ini mengandung
pengertian yaitu penentuan besarnya investasi dalam dunia
pendidikan sesuai dengan hasil, keuntungan atau efektivitas yang
akan diperoleh. Pendekatan ini bersifat ekonomi dan berpangkal
dari konsep Investment in Human Capital atau investasi pada
sumber daya manusia. Setiap investasi harus mendatangkan
keuntungan yang dapat diukur dengan nilai moneter. Pendidikan
memerlukan investasi yang besar dan karena itu keuntungan dari
investasi tersebut harus dapat diperhitungkan bilamana pendidikan
itu memang mempunyai nilai ekonomi. Pendidikan ini
menitikberatkan pemanfaatan biaya secermat mungkin untuk
mendapatkan hasil pendidikan yang seoptimal mungkin, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Kelemahan pendekatan ini
adalah pengelolaan dana pendidikan terutama di Negara
berkembang masih sangat lemah.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Asal Usul Perencanaan Pendidikan

Perencanaan pendidikan yang saat ini dijalankan di seluruh dunia tak luput
dari peran tokoh tokoh pelopor pendidikan pada jaman dahulu dari dalam negri
maupun luar negri. Sebelum pendidikan se-modern seperti sekarang ini, para
tokoh jaman dahulu juga berusaha bagaimana membuat rakyatnya cerdas atau
pandai dalam menangani berbagai masalah kemasyarakatan. Awalnya pendidikan
dibentuk dengan sangat sederhana karena bertujuan hanya untuk tujuan militer,
sosial, dan ekonomi, namun seiring berjalannya waktu pendidikan tersebut
semakin berkembang dan tidak hanya meliputi aspek militer, ekonomi dan sosial
saja, tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan. Dulu, perencanaan pendidikan
yang direncanakan oleh tokoh tokoh hanya berlaku bagi sebagian rakyat saja,
lebih diutamakan rakyat bangsawan, begitupun juga di Indonesia. Seperti yang
telah diceritakan oleh Xenephon pada bukunya yang berjudul Lacademonian
Constitution bahwa sekitar 2500 tahun yang lalu orang orang spartan
merencanakan dengan baik pendidikan mereka untuk tujuan militer, sosial, dan
ekonomi. Tokoh lainnya yaitu Plato yang mengusulkan suatu rencana pendidikan
yang dapat memenuhi kebutuhan pemimpin dan kebutuhan politih Athena.
Perencanaan Pendidikan juga telah mulai dirancang pada Jaman Dinasti Han di
China dan orang orang Inca di Peru dengan tujuan untuk memajukan masyarakat
mereka.

Berbeda dengan pendidikan saat ini yang mulai teratur dan bahkan sangat
baik di berbagai negara maju, pendidikan jaman dulu dianggap kasar dan belum
terintegrasi dengan baik. Tidak sedikit pula perencanaan pendidikannya bersifat
tidak dinamis, tidak mengalami kemajuan setiap tahunnya. Namun, sebuah usaha
jangan dilihat dari satu tahun atau dua tahun saja tapi lihatlah menuju taun tahun
selanjutnya. Seperti di Uni Soviet, mereka membutuhkan waktu 50 tahun untuk
mengubah penduduknya yang semula dua pertiga buta huruf menjadi salah satu
negara di dunia yang paling maju pendidikannya. Selain orientasi ideologinya,
pengalaman perencanaan Soviet ini menjadi pelajaran yang berguna bagi negara
negara lain.

Dari jaman penjajahan pun Indonesia telah menunjukkan aktivitas


perencanaan pendidikan yang semakin maju seiring perkembangan jaman.
Namun, perencanaan pendidikan di Indonesia tak luput dari peran para penjajah
seperti Belanda dan Jepang yang memulai untuk merencanakan suatu pendidikan
dengan di bangunnya berbagai sekolah. Meskipun pendidikan tersebut hanya
diperuntukkan untuk keturunan dari golongan bangsawan, namun lambat laun
rakyat kecilpun dapat mengikuti pendidikan tersebut. Sekolah pertama di
Indonesia di buka di Ambon dan diperuntukkan bagi anak anak Indonesia, karena
dulu belum ada anak Belanda. Namun, pendirian sekolah tersebut mempunyai
maksud lain, yaitu menyingkirkan agama katolik dan menyebar luaskan agama
protestan. Pada jaman itu, sekolah cepat bertambah. Pada tahun 1963 terdapat 16
sekolah di Ambon, dan pada tahun 1964 meningkat menjadi 33 sekolah dengan
1300 murid.

Sekolah pertama di Jakarta dibuka pada tahun 1630 untuk mendidik anak
anak Belanda dan Jawa agar menjadi pekerja yang kompeten pada V.O.C. Dari 3
sekolah pada tahun 1636 menjadi 34 seklah pada tahun 1706 dengan 4873 murid.
Memang semula, pada masa Belanda, pendidikan digunakan untuk menyebarkan
agama protestan, namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya jaman
pendidikan dijadikan jalan untuk membentuk pekerja dan generasi yang unggul
dan dapat memajukan bangsa. Dulu juga belum ada kurikulum seperti sekarang
ini, seperti yang saya jelaskan di atas tadi, pendidikan digunakan untuk
menyebarkan agama protestan, dikarenakan sekolahnya diadakan di gereja dan di
isi dengan kegiatan bernyanyi, menulis, menggambar, dan keagamaan. Namun,
setelah agama katholik habis dilenyapkan Belanda, Belanda sudah tidak berminat
untuk mempengaruhi orang Islam menjadi Kristen, dan mungkin saat itulah
pendidikan berada dijalur yang benar dan tidak digunakan untuk menyebarkan
agama protestan lagi.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Asal usul perencanaan pendidikan di dunia masa kini berasal dari zaman
kuno yang tidak terputus putus. Pada zaman dahulu orang orang
melakukan perencanaan pendidikan mereka dengan baik untuk tujuan
militer, sosial, dan ekonomi. Sedangkan asal usul perencanaan pendidikan
di Indonesia bukanlah hasil dari suatu perencanaan menyeluruh melainkan
langkah demi langkah melalui eksperimentasi dan didorong olehh
kebutuhan praktis dibawah pengaruh kondisi sosial, ekonomi, dan politik
di Nederland maupun Hindia-Belanda
2. Aliran-aliaran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena
setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda
keturunanya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang
tuanya. Aliran di Indonesia juga muncul gagasan tentang pendidikan, yang
dapat dikategorikan sebagai aliran pendidikan yakni : taman siswa dan
INS Kayu Tanam.
3. Perencanaan pendidikan di Indonesia secara tradisional dari zaman
pemerintahan Belanda dan Jepang. Pada masa pemerintahan Hindia
Belanda maupun pada waktu dijajah Inggris, usaha untuk mencerdaskan
bangsa Indonesia sangat terbatas sekali dan tujuan pada saat itu hanya
sekedar untuk menjadi buruh kasar dan pegawai kelas dua. Pemerintah
Belanda menjadikan negara jajahan sumber kekayaan alam yang harus
dikuras demi kepentingan penjajah. Sedangkan, Pada waktu pemerintahan
Jepang banyak membawa perubahan terhadap pendidikan Indonesia. Pada
waktu pemerintahan Jepanglah semua sekolah dasar yang bermacam
macam itu diubah menjadi sekolah rakyat 6 tahun, dan bahasa pengantar
adalah bahasa Indonesia, sedangkan bahasa jepang hanya diajarkan
sebagai sebuah mata pelajaran. Pada masa awal setelah kemerdekaan
pedoman dalam melakukan pelajaran masih berdasarkan pada yang lama
dan merupakan warisan kolonial. Hal ini dapat kita maklumi, karena
bangsa kita pada waktu itu sedang berada dalam taraf revolusi fisik.
Pendidikan tidak hanya terpengaruh oleh tekanan ekonomi dan sosial,
tetapi juga memiliki perkembangan sendiri secara otonom. Pada
perencanaan pendidikan modern dan semakin meningkatnya
perkembangan teknologi dan informasi, mengakibatkan teori
pembelajaran behavioristik dipandang kurang cocok. Oleh karena itu,
munculah sebuah teori pembelajaran konstruktivisme untuk menggantikan
sistem pembelajaran kontemporer. Teori kontruktivisme beranggapan
bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja, melainkan harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing individu. Sehingga, keaktifan
peserta didik sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.
4. Untuk mencapai setiap tujuan dalam kegiatan pendidikan, kita perlu
menyusun rencana dan strategi yang baik dan matang. Untuk itu kita harus
berpegang pada prinsip-prinsip perencanaan pendidikan baik dalam proses
penyusunannya maupun dalam proses implementasinya. Prinsip-prinsip
perencanaan pendidikan disusun sebagai acuan agar pembangunan
manusia seutuhnya yang menjadi tekad pemerintah dapat tercapai dengan
maksimal sesuai dengan yang diharapkan.
5. Terdapat 6 jenis pendekatan perencanaan pendidikan, antara lain :
a. Pendekatan Permintaan Masyarakat
b. Pendekatan Berdasarkan Kebutuhan Tenaga Kerja
c. Pendekatan Nilai Balik Dalam Perencanaan Pendidikan
d. Pendekatan Sistem Terpadu
e. Pendekatan Kebutuhan Sosial (Social Demand)
f. Pendekatan Efisiensi Biaya
DAFTAR PUSTAKA

Nasution. 1983. Sejarah Pendidikan Indonesia. Bandung : Jemmars.


Coombs, Philip H. 1982. Apakah Perencanaan Pendidikan Itu. Jakarta
Bhratara Karya Aksara dan UNESCO.
Vembriarto. 1975. Pengantar Perencanaan Pendidikan. Yogyakarta
Yayasan Pendidikan Paramitha.
Frina, Methia. 2012. Prinsip-prinsip Perencanaan Pendidikan.
http://methiafarina.blogspot.co.id/2012/05/prinsip-prinsip-perencanaan-
pendidikan.html ( di akses tanggal 14 September 2015)
Soenarya, Endang, 2000. Teori Perencanaan Pendidikan. Adicita Karya
Musa : Yogyakarta.
Sa’ud, Syamsudin. Abin. 2005. Perencanaan Pendidikan. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Sulo, La. Umar Tirtaraharja. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai