PENDAHULUAN
1
meningkatnya volume hematom, cepatnya progresipitas gambaran klinik,
abnormalitas pupil, meningkatnya tekanan intra cranial (ICP), menurunya
Glasgow coma scale (GCS).3
Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan karena herniasi
uncal EDH lebih sering terjadi pada laki-laki, dengan rasio laki-laki dan wanita
4:1. EDH jarang pada usia lebih muda dari 2 tahun. EDH juga pada orang usia
lebih tua dari 60 tahun sebab dura sangat melekat pada tulang kalvaria. Pasien
dengan usia lebih kecil dari 5 tahun dan lebih tua dari 55 tahun memiliki angka
mortalitas rate yang tinggi. Pasien dengan usia lebih kecil dari 20 tahun yang
sekitar 60% dari kasus EDH.3
.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
B. Tulang Tengkorak
1. Klavarium: klavarium tipis pada daerah temporal, tertutup oleh otot-
otot temporal
2. Basis kranii : permukaanya ireguler, sehingga sangat terpengaruh pada
cedera otak dengan adanya akselerasi dan deselerasi.
Rongga tengkorak dasar dibagi 3 fossa :
a. Anterior : tempat lobus frontalis
b. Media : tempat lobus temporalis
c. Posterior : tempat batang otak bawah dan serebelum
Tulang tengkorak terdiri dari 3 lapisan:
a. Tabula Eksterna
b. Diploe
c. Tabula Interna
C. Meningen
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan
meningens adalah duramater, arachnoid, dan pia mater.
1. Dura mater
Merupakan selaput keras terdiri atas jaringan ikat fibrosa melekat pada
tabula interna/permukaan dalam cranium , namun tidak melekat pada selaput
arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial yang disebut
4
dengan ruangan subdural yang lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri
atas dua lapisan:
Diperdarahi oleh :
5
D. Otak
1. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks
serebri yaitu lipatan duramater yang berada di inferior sinus sagitalis
superior. Hemisfer kiri memiliki pusat bahasa / bicara pada orang-
orang dengan kebiasaan, tangan kanan > 85% untuk left handed,
disebut dengan hemisphere dominan. Lobus frontalis adalah tempat
emosi, fungsi motor dan pada tempat dominant merupakan motor
speech area. Lobus parietalis berfungsi sebagai pusat sensorik dan
orientasi ruang.Lobus temporalis mengatur fungsi memori. Lobus
occipital relative kecil dan berfungsi sebagai pusat penglihatan.
2. Serebelum
Berfungsi dalam koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa
posterior berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan ke-2
hemisfer serebri.
3. Batang Otak
Batang otak (brainstem) terdiri dari midbrain, pons dan medulla.
Midbrain dan upper pons terdiri dari reticuler activating system yang
bertanggung jawab atas kesadaran. Pusat cardiorespirator terdapat pada
medulla yang kemudian lanjut ke medulla spinalis. Walaupun cedera
kecil pada batang otak, dapat menimbulkan deficit neurologis yang
berat.4
E. Cairan Serebrospinal
Normal produksi cairan serebrospinal adalah 30 cc/jam. Sebagian
besar diproduksi oleh pleksus koroideus yang terdapat pada ventrikel
lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari ventrikel lateralis dan ventrikel
III pada orang sehat sekitar 20 ml dan total volume cairan serebrospinal
pada orang dewasa 120 ml.
6
Plexus Choroideus
Foramen Monroe
Ventrikel III
Ventrikel IV
f. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :
1. Supratentorial : terdiri fosa kranii anterior dan media
2. Intratentorial : berisi fosa kranii posterior4
2.1.2 FISIOLOGI
a. Tekanan Intra Kranial (TIK) / ICP intracranial pressure
Proses-proses patologis yang mengenai otak bias menyebabkan kenaikan
tekanan intracranial dimana selanjutnya hipertensi intracranial akan
mempengaruhi fungsi otak dan outcome. TIK normal 10 mmHg (136 mm
air). TIK > 20 mmHg dikatakan tidak normal dan TIK > 40 mmHg
dikategorikan kenaikan hebat / berat.
b. Doktrin Monro – Kellie
Prinsipnya volume total intracranial selalu tetap/sama. Bila ada massa
yang menyebabkan keluarnya darah dari vena dan LCS yang seimbang,
maka TIK akan bertahan normal, sampai suatu keadaan dimana
penambahan massa ini tidak terkompensasi.
7
c. CPP : Cerebral Perfusion Pressure
CPP : Mean Arterial Blood Pressure – ICP
Normal :
CPP = MBP – ICP = 90-10=80
Keterangan :
CPP : Cerebral Perfusion Pressure
MBP : Mean arterial Blood Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
2.2 Definisi
8
Gambar 2.5. Gambar Epidural Hematoma7
2.3 Epidemiologi
9
1% sampai 3% kasus.Jika hanya koma (Skor Koma Glasgow kurang dari atau
sama dengan 8), kejadian ini meningkat menjadi hampir 10%.10
10
dan biasanya timbul dari sinus vena dural yang terganggu dan garis patah. Pada
populasi anak-anak, pemindaian CT aksial dapat menyebabkan klinisi
membingungkan fosa epidural posterior dengan trombosis sinus vena, karena
perdarahan dapat mengelupas sinus dural dari bagian dalam tulang subokcital,
menekan tapi tidak menutup sinus. CT venografi atau MRV akan membantu
dalam membuat perbedaan kritis ini karena antikoagulan untuk trombosis sinus
vena dapat terbukti menghancurkan jika diagnosis sebenarnya adalah pendarahan
epidural. Patah tulang tengkorak occipital telah ditemukan pada 85% sampai 95%
epidural posterior fosfoma posterior. Mereka sering terdiam secara klinis, hanya
menghasilkan keluhan umum. Beberapa studi institusi tunggal dari semua pasien
dengan hematoma epidural menemukan bahwa antara 2,7% dan 9,8% pasien
memiliki epidural hematoma epidural posterior. Pada kelompok 65 epidural
posterior fossa posterior, 53 pasien diobati dengan pembedahan dan 12
konservatif 4 dari pasien awalnya diobati secara konservatif dekompensasi dan
diperlukan pembedahan. Keputusan untuk menjalani terapi konservatif pada
umumnya didasarkan pada pasien yang tidak memiliki tanda atau gejala kompresi
batang otak, bak air terbuka, dan tidak ada hidrosefalus. Hidrosefalus telah
ditemukan sebagai tanda yang tidak menyenangkan dan anak-anak cenderung
memiliki hasil yang lebih baik daripada orang dewasa. Biasanya, hematoma
epidural bersifat unilateral. Namun, lesi bilateral dapat diidentifikasi sampai 5%.12
2.4 Etiologi
11
Hematoma epidural biasanya terjadi akibat cedera kepala langsung. Pada
kebanyakan penelitian dari negara-negara industri, kecelakaan kendaraan
bermotor mendominasi, diikuti oleh jatuh. Serangan, kecelakaan olah raga, dan
luka lahir menyumbang sisanya. Mekanisme cedera sedikit tergantung pada usia,
dimana jatuh merupakan proporsi kasus yang relatif lebih besar pada anak kecil
dan orang tua. Meskipun jarang, penyebab epidural hematoma non trauma
meliputi: infeksi lokal (menyebabkan arteritis), malformasi vaskular, tumor ganas
dan metastasis, gangguan rheumatologis, sickle cell disease, dan pasien yang
menjalani operasi hemodialisis atau operasi jantung terbuka.5,6
12
2.5 Patofisiologi
Venous EDH ini hanya terjadi akibat suatu fraktur depress yang menekan
dura sehinga membuat suatu rongga untuk berakumulasinya darah. Pada anak-
anak terjadinya EDH sangat jarang berhubungan dengan fraktur tulang kepala
karena tulang kalvaria masih memiliki elastisitas yang baik. 13
13
Penekanan pada jaringan otak dapat mengenai syaraf karnial III, sehingga
menyebabkan dilatasi pupil ipsilateral dan kontralateral hemiparesi atau suatu
respon motorik ekstensor. EDH biasanya stabil dan mencapai ukuran maksimal
dalam hitungan menit setelah kecelakaan, Borovich mengambarkan progresipitas
EDH pada 9% pasien terjadi dalam 24 jam pertama, perdarahan yang berulang
atau perdarahan “oozing” di asumsikan sebagai penyebab pekembangan
progresivatas ini.13
Akumulasi darah
Ruptur/laserasi
Cedera kepala pada daerah
vaskular
laserasi
Pergeseran
Penekanan Gangguan pada
parenkim otak
jaringan otak saraf
(herniasi)
Hemiparese
Dilatasi pupil
Gangguan respon motorik
EDH memiliki gambaran klinis yang klasik pada sebagian kasus (10-27%)
pasien cedera kepala, gambaran klasik meliputi:
14
beberapa hari dan bahkan beberapa minggu (makin panjangnya interval sampai
terjadinya deteriorisasi biasanya karena perdarahan vena).15
EDH harus dicurigai pada setiap pasien yang mengalami cedera kepala,
Walaupun gambaran klasik lucid interval antara hilang kesadaran pada saat
kecelakaan dan suatu penurunan status mental terjadi pada 10-33% dari kasus,
alterasi dari derajat kesadaran dapat dipresentasikan secara beragam. 15
15
EDH pada fosa posterior menunjukkan progresipitas yang sangat cepat
atau lambat dari gejala yang minimal bahkan sampai terjadi kematian dalam
hitungan menit. Setelah kecelakaan, pasien bisa hilang kesadaran dan pasien dapat
sadar kembali atau bahkan tetap tidak sadar.15
2.7 Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis serta pemeriksaan penunjang
seperti foto rotgen kepala. Adanya garis fraktur menyongkong diagnosis EDH bila
sisi fraktur terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar. Garis fraktur juga dapat
menentukan lokasi hematom.1
Terkadang, riwayat trauma yang jelas tidak terjadi dalam kasus seperti itu,
perdarahan subarachnoid spontan, perdarahan intraparenchymal hipertensi /
angiopatik, infark, kejang, infeksi, dan neoplasia serebral juga harus
dipertimbangkan. Semua dapat hadir dengan penurunan kesadaran, sakit kepala,
dan berbagai derajat disfungsi neurologis fokal atau global dan oleh karena itu,
dapat meniru hematoma epidural secara klinis. Efek psikotropika tambahan dari
alkohol atau obat-obatan mungkin semakin membingungkan penilaian status
mental. Kelainan sistemik yang dapat mengubah kesadaran seperti syok hipotensi
/ hipovolemik, hipoglikemia berat, atau ketoasidosis diabetes juga harus
dipertimbangkan dalam konteks yang sesuai.16,9
16
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Schedel foto
Biasanya didapati adanya tanda fraktur pada tulang kepala, walau 40%
kasus EDH terjadi tanpa dijumpai adanya fraktur, pada keadaan ini biasanya
usia penderita dibawah 30 tahun.
2. Cervical foto
3. Head CT-Scan
17
4. CT Angiography (CTA)
18
2.10 Penatalaksanaan
Tatalaksana dilakukan dengan trepanasi untuk mengevakuasi hematoma
dan menghentikan perdarahan
A. Penanganan darurat :
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
Tidak semua kasus EDH memerlukan tindakan bedah segera, jika lesinya
kecil dan pasien dalam kondisi neurologik yang baik, mengobservasi pasien
dengan pemeriksaan neurologik yang berulang-ulang dapat dilakukan. CT scan
untuk pemantauan dapat dilakukan untuk melihat peningkatan hematom jika
sebelumnya pasien mengalami deteriorisai. Jika didapatkan peningkatan volume
dengan cepat maka operasi diindikasikan.1
B. Terapi medikamentosa
19
b. Cairan hiperosmoler.
Umumnya digunakan cairan Manitol 20% per infus untuk “menarik” air
dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian dikeluarkan
melalui dieresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol hama
diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan :1-
3mg/kg BB/hari. Cara ini berguna padakasus-kasus yang menunggu tindakan
bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound, mungkin
dapat dicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan
harinya.
c. Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa
waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa
kortikosteroid tidak/kurang ber-manfaat pada kasus cedera kepala.
Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar
darah otak.
Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi :
Dexametason dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4mg tiap 6
jam. Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg
dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
d. Barbiturat.
Digunakan untuk mengatasi tekanan intra kranial yang meningkat dan
mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis biasa
diterapkan adalah diawali 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan
dengan 5 mg/kgBB dalam setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam untuk mencapai
kadar serum 3-4 mg %.18
C. Tidakan operatif
Indikasi tindakan bedah pada EDH :
20
3. EDH pada pasien anak-anak lebih beresiko dibanding penderita dewasa
karena ruang yang terbatas untuk hematom.
EDH dengan volume >25 cc atau ketebalan >1 cm, adanya “midline shift”
>5mm, diindikasikan untuk operasi, sebab kebanyakan pasien dengan keadaan
tersebut akan makin memperburuk kesadaran dan tanda lateralisasinya. Baik pada
kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan ada gejala- gejala yang progresif
maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematom.
Tetapi sebelum diambil kepetusan untuk tindakan operasi yang harus kita
perhatikan adalah airway, breathing, dan circulation.13
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy.
Tindakan yang paling banyak diterima karena minimal komplikasi. Trepanasi atau
burr holes dimaksudkan untuk mengevakuasi EDH secara cepat dan local
anastesi. Kraniotomi dan membranektomi merupakan tindakan prosedur bedah
yang infasih dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi. 13
Tujuan tindakan bedah adalah:
2.11 Komplikasi
Hematoma epidural dapat memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana
keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian
pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial.
21
2.12 Prognosis
Prognosis epidural hematom bergantung pada
a. Lokasinya ( infratentorial lebih jelek)
b. Besarnya luka
c. Kesadaran saat masuk kamar operasi
Jika ditangani dengan cepat, prognosis epidural hematom biasanya baik,
karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Prognosis sangat buruk
pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.4
22
BAB III
KESIMPULAN
Tanda dan gejala penderita akan mengalami nyeri kepala, mual dan
muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting
adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral melebar. Dalam perjalanannya,
pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan
masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula peningkatan tekanan darah dan
bradikardia. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil
kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi merupakan tanda kematian.
23
BAB IV
LAPORAN KASUS
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. I
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Masuk : 01-05-2018
Ruang Rawat : Ruang Rawat Pria
b. Anamnesis
Keluhan utama : Luka pada kepala dan berdarah
Keluhan Tambahan : Pingsan, mata bengkak dan
berdarah
Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke IGD RSU Datu
Beru pada tanggal 01 mei 2018 14.30 WIB dengan keadaan sadar
diantar menggunakan mobil dan diterima oleh residen bedah, dokter
IGD, dokter muda dan perawat. Pasien mengeluhkan kepala sakit dan
mengeuarkan darah. Menurut keterangan ibu pasien os jatuh dari
sepeda ketika menyebrangi jembatan. Riwayat pingsan (+) selama 15
menit kemudian pasien sadar kembali. Terdapat memar pada daerah
mata sebelah kanan seluas kurang lebih 3 cm. Riwayat muntah
disangkal. Namun pasien masih dalam keadaan penurunan kesadaran
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, hipertensi,
Riwayat penyakit keluarga :
Pada keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.
Riwayat pemakaian obat :
Pasien tidak ada mengonsumsi obat sebelumnya.
24
c. Pemeriksaan fisik
Primary Survei :
GCS : E 4, M 4, V 5 : 13 , T : 36 c
Status lokalis
Secondary Survei :
- Kulit :Warna kulit sama dengan warna kulit sekitar sawo matang
- Kepala : Didapatkan adanya hematoma pada regio frontal dextra,
vulnus laceratum pada regio temporo frontalis dextra (4 x 1
x 0,5 cm)
- Mata : Hematom at palpebra dextra, reflek cahaya (+/+), sklera
ikterik (-/-), conjungtiva anemis(-/-)
- Hidung : Nafas cuping hidung (-), Deformitas (-), Septum deviasi
(-), Konka hiperemis (-), Sekret (-)
- Mulut : Lembab (-), sianosis (-), karies gigi (-), Lidah kotor (-),
hiperemis (-)
- Leher : Pemebesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar
getah bening (-), deviasi trakea (-), otot bantu pernafasan (-)
25
Tabel 4.1 Pemeriksaan Fisik Thorax :
Paru Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi Simetris, statis, dinamis Simetris,statis, dinamis
2. Palpasi Nyeritekan (-) Nyeritekan (-)
Pelebaran ICS (-) Pelebaran ICS (-)
Stem fremitus dekstra = Stem fremitus dekstra
sinistra = sinistra
3. Perkusi Sonor diseluruh lapang Sonor diseluruh lapang
paru paru
4. Auskultasi Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler
Ronki (-) Ronki (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
Belakang
1. Inspeksi Simetris, statis, dinamis Simetris,statis, dinamis
2. Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Pelebaran ICS (-) Pelebaran ICS (-)
Stem fremitus dekstra = Stem fremitus dekstra
sinistra = sinistra
3. Perkusi Sonor di seluruh lapang Sonor di seluruh lapang
paru paru
4. Auskultasi Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler
Ronki (-) Ronki (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : suara jantung : SI, SII (normal) reguler
26
- Abdomen
Inspeksi :permukaan datar,warna sama seperti kulit
Sekitar, edema diarea sekitar pinggang (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
terdapat nyeri ketok ginjal dektra/sinistra (+)
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak
teraba, ginjal tidak teraba
- Ekstremitas
Superior : Edema(-/-), Sianosis(-/-)
Inferior : Edema(+/+), Sianosis (-/-)
d. Diagnosis sementara : Susp. EDH + Cedera kepala sedang GCS E3V4M5,
vulnus laceratum regio temporofrontal dextra
e. Diagnosa Banding :
a. Hemtoma subdural
b. Hematoma subarachnoid
c. parenchymal contusion,
d. intraparenchymal hemorrhage,
e. diffuse axonal injury
f. Gangguan lain yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
f. Initial plans :
Cek darah rutin,CT-BT,Golongan darah
CT-scan brain without contras
Rx:
Head up 30 °
O2 3 lpm dengan nasal canul
IVFD Ringer Lactat 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 j
Inj. Antrain amp/8 jam
Inj. Ranitidine amp/12 j
Inj. ATS 1amp IM
27
g. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Tabel 4.2 Hasil Laboratorium darah
28
Ct-Scan Kepala Tanpa Kontras
29
Tabel 4.3 FOLLOW UP HARIAN PASIEN
30
SL Regio Frontal dextra
i : drainase
p : nyeri tekan (+)
A/Post craniotomy a/i EDH frontalis (d)
(POD H-2)
S/ nyeri pada kenyer S/ Nyeri post op pada kepala (+) P/ Diet Susu 20 cc/ 6 jam
04-05-2018 Pusing (+), Mual (-) IVFD RL 20 gtt/i
Muntah (-) Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 j
Pupil isokor (-/+) Inj. Antrain amp/8 jam
GCS E 3 M 6 V 5 = 14 Inj. Ranitidine amp/12 j
O/ KU : sedang Cloramfenicol zalf 3x1
HR : 80 x/i
RR :20 x/i
T :36,6 C
SL Regio palpebra superior
i : hematom (+)
SL Regio Frontal dextra
i : drainase
p : nyeri tekan (+)
A/Post craniotomy a/i EDH frontalis (d)
(POD H-3)
Nyeri post op pada kepala (+) S/ nyeri post op pada kepala (+) P/ Diet lunak
05-05-2018 Pusing (+), Mual (-) IFVD RL 20 gtt/i
Muntah (-) Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 j
Pupil isokor (-/+) Inj. Antrain amp/8 jam
GCS E 3 M 6 V 5 = 14 Inj. Ranitidine amp/12 j
O/ KU : sedang Cloramfenicol zalf 3x1
HR : 88 x/i P/ mobilisasi duduk
RR :20 x/i
T :36,6 C mobilisasiduduk
31
SL Regio palpebra
IVFDsuperior
RL 20 qtt/i
i : hematom
inj(+)
ceftriaxone 1g/12jam
SL Regio Frontal
injantrain
dextra
1amp/ 8 jam
i : drainaseinjranitidin 1g/12 jam
p : nyeri tekan (+)
A/Post craniotomy a/i EDH frontalis (d)
(POD H-4)
180whehj
S/ nyeri post onyeri N nyeri kepala (+) P/ Diet lunak
-05-2018 Pusing (+) IFVD RL 20 gtt/i
Pupil isokor (-/+) Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 j
GCS E 4 M 6 V 5 = 15 Inj. Antrain amp/8 jam
O/ KU : sedang Inj. Ranitidine amp/12 j
HR : 78 x/i Cloramfenicol zalf 3x1
RR :20 x/i
T :36,1 C
SL Regio palpebra superior
i : hematom (+)
SL Regio Frontal dextra
i : drainase
p : nyeri tekan (+)
A/Post craniotomy a/i EDH frontalis (d)
(POD H-5)
32
nyeri pada kepala (+) Nyeri kepala (-), Pusing (-) P/ Diet lunak
07-05-2018 Pupil isokor (-/+) IFVD RL 20 gtt/i
GCS E 4 M 6 V 5 = 15 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 j
O/ KU : sedang Inj. Antrain amp/8 jam
HR : 80 x/i Inj. Ranitidine amp/12 j
RR :22x/i Cloramfenicol zalf 3x1
T :36,1 C
SL Regio palpebra superior
i : hematom (-)
SL Regio Frontal dextra
i : drainase
p : nyeri tekan (+)
A/Post craniotomy a/i EDH frontalis (d)
(POD H-6)
Instruksi PBJ :
33