Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Diajukan kepada :
dr. Maria Ulfa
Disusun oleh:
dr. Asih arifa .U
Dokter Pendamping
I. Identitas Pasien
Nama : An. S
Usia : 1 tahun 2 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : KedungWuni
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 26 Januari 2019
No. RM : 313496
II. Anamnesa
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien.
f. Riwayat Imunisasi
Usia Imunisasi
9 bulan Campak 1
Status Neurologi
V. Diagnosis Banding
- Kejang Demam kompleks
- Infeksi Intrakranial
- Gangguan Elektrolit
- Epilepsi
- Menginitis ensepalitis
VI. Diagnosis
Kejang Demam kompleks
VIII. Terapi
- D5 ¼ NS 8 tpm makro
- Inj. Cefotaxime 2x350mg
- Inj. Cibital 2x30 mg
- Inj. Etigenta 2x20mg
- Inj. Metil prednisolin 2x25mg
- Pct syp 3x3/4 ct
- Valeptic 2x32 mg
- Apyalis 2x0,2 cc
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAN
A. PENDAHULUAN
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering
dijumpai di bidang neurologi khususnya pada anak. Kejang merupakan
suatu peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga sebagian dokter
kita wajib mengatasinya dengan cepat dan tepat. Kejang demam pada
umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala
sisa, akan tetapi jika berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia
pada jaringan susunan saraf pusat (SSP) dapat menyebabkan adanya gejala
sisa dikemudian hari. Frekuensi dan lama kejang sangat penting untuk
diagnosis serta tatalaksana kejang, Kejang bukan suatu penyakit, tetapi
gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari
lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena
terganggu fungsinya. Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu
badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan
ekstrakranial, Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang
lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing.7
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari
jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di
Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% diantara jumlah
penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara
lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit
lebih banyak menyerang anak laki-laki. Penderita pada umumnya
mempunyai riwayat keluarga (orang tua atau saudara kandung) penderita
kejang demam.7
B. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal >38 c) akibat dari suatu proses ektra kranial. Kejang
berhubungan dengan demam tetapi tidak disebabkan infeksi intrakranial
atau penyebab lain seperti trauma kepala, gangguan keseimbangan
elektrolit, hipoksia atau hipoglikemia.1
C. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-
kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang
demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam
sedikit lebih sering pada laki-laki. Menurut IDAI, kejadian kejang demam
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Kejang demam sederhana
Kejang umum tonik, klonik atau tonik-klonik
Durasi < 15 menit
Kejang tidak berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam kompleks
Kejang fokal atau umum
Durasi>15 menit
Kejang berulang dalam 24 jam. 5
E. ETIOLOGI
Etiologi kejang demam masih belum dapat dipastikan. Pada
sebagian besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan
suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya
suhu demam lebih dari 38,oC dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan
pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama). Penyebab kejang
mencakup faktor-faktor perinatal, malformasi otak kongenital, faktor
genetik, penyakit infeksi(ensefalitis, meningitis), penyakit demam,
gangguan metabolisme, trauma, neoplasma toksin, sirkulasi, dan
penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang di sebut idiopatik bila
tidak dapat di temukan penyebabnya.4
etologi dan patogenesis tidak diketahui tetapi tampaknya ada
pengaruh genetik yang kuat karena frekunsi kejang demam meningkat
di antara anggota keluarga. Insiden pada orang tua berkisar antara 8 % -
22% dan pada saudara kandung 9 %- 17%.
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain:
infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis
media akut, bronkitis.3
F. PATOFISIOLOGI
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial, adalah
penyebab terbanyaknya infeksi bakteri yang bersifat toksik. Toksis yang
di hasilkan oleh mikro organisme dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksis ke seluruh tubuh
akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di
hipotalamus sebagai tanda tubuh dalam bahaya secara sistemik.
Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan
suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi
peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu dihipotalamus, otot, kulit, dan
jaringan tubuh yang lain akan di sertai pengeluaran mediator kimia sepeti
epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat
merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan
potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion Kalium
dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. peristiwa inilah yang
diduga dapat menaikan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga
timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak
mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun
bronkus juga dapat mengalami spasme sehingga anak beresiko
terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan
spasme bronkus.3
G. DIAGNOSIS
Dapat ditegakkan diagnosis dari hasil anamnesis, pemeriksaan,
fisik, pemeriksan penunjang
Anamnesis
1.) Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
Pemeriksaan fisik :
kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.
Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5
2) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal sangat dianjurkan
padabayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi
> 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak
perlu dilakukan pungsi lumbal.5
3) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.5
4) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil
edema.5
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Kelainan intrakranium
Meningitis
Ensefalitis
Infeksi subdural dan epidural
Trauma kepala
2. Gangguan metabolik
Hipoglikemi
Defisiensi vitamin B-6
Gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia, porfiria
Keracunan
3. Epilepsi
Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai
macam etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal
yang berkala, akibat lepas muatan listrik neuron-neuron serebral secara
eksesif.2
I. PENATALAKSANAAN
Pada Anak yang sedang mengalami kejang, penderita dimiringkan agar
jangan terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut. Jalan nafas dijaga agar
tetap terbuka, agar suplai oksigen tetap terjamin.
1. Pemberian oksigen
2. Kompres dan Pemberiaan antipiretik bertujuan untuk mencegah
demam semakin meningkat, pemberian paracetamol 10-15mg/kgbb.
Atau ibupropen 5-10 mg/kgbb.
3. Pemberian farmakoterapi awal saat terjadi kejang menggunakan
diazepam perektal bb< 10kg, usia<1 tahun (5 mg) jika bb >10 kg,
usia>1 tahun (10mg) boleh diulang 1 kali. Jika masih kejang diazepam
IV(0.3 mg/kgbb) bolus pelan. masih kejang penitoin IV (10-20
mg/kgbb) bolus dengan kecepatan kurang dari 50 mg/menit, jika
kejang berhenti lanjudkan dengan rumatan penitoin (4-8mg/kgbb/hari),
12 jam setelah dosis awal kejang tidak berhenti icu.
Profilaksis intermiten dengan diazepam 0,3 mg/kgbb/hari, 3x1 selama
48 jam pada kejang suhu tidak tinggi tetapi kejang berulang.
Profilaksis kontinu dengan penobarbital 3-5mg/kgbb/hari atau dengan
asam valproat 15-40mg/kgbb/hari diberikan selama 1 tahun jika kejang
fokal >15 menit.
4. Edukasi keluarga
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang
tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa
anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara
yang diantaranya :
J. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak
pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau
kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam
tidak pernah dilaporkan.6
BAB III
PEMBAHASAN
I. Subyektif
Pasien anak usia 1 tahun 2 bulan dirawat dibangsal RSI Pekajangan
dengan keluhan kejang 3 kali dirumah SMRS. Kejang terjadi seluruh
tubuh. Ibu pasien mengatakan saat kejang kedua tangan dan kaki pasien
kaku, mata melirik ke atas. Kejang berlangsung 3 kali berulang selama ±3
menit setiap kali kejang. Setelah kejang berhenti, pasien langsung
menangis.
Keluhan kejang disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi. Ibu
pasien mengatakan sejak 1 hari SMRS pasien mengalami demam, sudah
minum obat tetapi masih demam. Demam tidak disertai batuk, pilek,
muntah ataupun sesak napas. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Riwayat
kejang tanpa demam disangkal. Riwayat keluhan yang sama pada
keluarga dengan pasien disangkal. Riwayat epilepsi pada keluarga
disangkal.
Riwayat imunisasi pasien sudah lengkap sesuai jadwal. Riwayat makan
dan minum pasien baik. Riwayat perkembangan pasien baik.
II. Obyektif
Dilakukan pada tanggal 27 Januari 2019.
Keadaan Umum
GCS : E4M6V5
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Antropometri
Berat badan : 7,9 kg
Tinggi badan : - cm
Tanda Vital
Tekanan Darah : -
Nadi : 105kali/menit, reguler
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : 37oC
Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam, dan tidak mudah dicabut,
UUB sudah menutup
Mata : Pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, conjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya langsung (+/+)
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-/-), pernapasan
cuping hidung (-)
Telinga : Membran timpani intak (+), serumen (+/+), sekret (-/-)
Mulut : Mukosa mulut basah, lidah dalam batas normal, tidak sianosis,
tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Thorax :
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi :Batas pinggang jantung : ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan jantung : ICS III linea parasternal dextra
Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, jejas (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan dan kiri sama
Perkusi :sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi:Tampak datar, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi :Bising usus (+) normal
Palpasi :Lembut, soepel,turgor normal, tidak ada pembesaran lien dan
hepar, nyeri tekan di epigastrium (-)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, sianosis -/-, edema -/-
Inferior : Akral hangat, sianosis -/-, edema -/-
Status Neurologi
Hasil laboratorium
27-02-2019 29-02-2019
Hb 11,5 11,6
Leukosit 16,500 4000
Hematokrit 35 35
III. Assessment
Pemeriksaan pada kejang demam kompleks adalah berupa
pemeriksaan laboratorium untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah
perifer, elektrolit dan gula darah. Selain itu dapat juga dilakukan
pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit
untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal sangat
dianjurkan pada bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12-18 bulan
dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.Pemeriksaan lain seperti
elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih
dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam
fokal.Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) juga jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik
fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.
Pada pasien ini sudah dilakukan pemeriksaan Laboratorium, ada
menunjukan tanda-tanda infeksi dengan hasil leukosit yang meningkat, Oleh
karena itu perlu pemeriksaan lebih lanjut lagi. Namun diagnosis kejang
demam kompleks dapat didukung oleh anamnesis dan keadaan klinis pada
pasien.
Penatalaksanaan pasien tersebut sudah sesuai dengan indikasi
penyakitnya, baik penanganan dan terapi pada kejang demam kompleks.
Prognosa pasien secara umum ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA