Anda di halaman 1dari 91

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH

NOMOR: 142/SK-DIR/RSAQ/VII/2018
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN

Menimbang : a. Bahwa keliru pasien di rumah sakit dapat terjadi pada semua aspek
diagnosis dan pengobatan yang akan berdampak buruk terhadap
pelayanan dan pengobatan pasien.
b. Bahwa pasien berhak mendapatkan pelayanan atau pengobatan
yang efektif dan efisien sehingga terhindar dari kerugian fisik dan
materi maka rumah sakit harus menetapkan identifikasi pasien yang
terpercaya (reliable).
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Direktur tentang
Pemberlakuan Panduan Identifikasi Pasien.

Mengingat : 1. Undang-Undang RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.


2. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 147/MENKES/PER/II/2008 tentang
Perizinan Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008
tentang Rekam Medis.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 755/MENKES/PER/IV/2011
tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
8. Keputusan Menteri Kesehatan No. 772/MENKES/SK/VI/2002
tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : PEMBERLAKUAN PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN RUMAH SAKIT
AQIDAH .

KEDUA : Panduan identifikasi pasien sebagaimana dimaksud Diktum Pertama agar


digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan identifikasi pasien di
Rumah Sakit Aqidah.

1
KETIGA : Direksi beserta jajarannya di lingkungan Rumah Sakit Aqidah melakukan
pembinaan dan pengawasan tentang pelaksanaan identifikasi pasien
dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien Rumah Sakit Aqidah.
KEEMPAT : Panduan identifikasi pasien ini akan dievaluasi secara berkala sekurang-
kurangnya satu kali dalam tiga tahun.
KELIMA : Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KEENAM : Apabila dikemudian hari terjadi kekeliruan dalam Surat Keputusan ini
maka akan diadakan perubahan atau perbaikan seperlunya.

Ditetapkan di : TANGERANG
Tanggal : 16 Juli 2018
DIREKTUR RS AQIDAH

dr. Adlan Fariz

2
BAB I
DEFINISI

1. Pasien adalah orang yang memperolah layanan kesehatan di rumah sakit.


2. Identifikasi adalah proses pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang bukti –
bukti dari seseorang sehingga dapat menetapkan dan menyamakan keterangan dengan individu
seseorang.
3. Identifikasi Pasien adalah suatu proses untuk menentukan kesesuaian antara individu yang akan
menerima pelayanan atau pengobatan dengan pelayanan atau pengobatan yang akan diterimanya.
4. Proses Identifikasi Pasien adalah proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien saat
pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis atau memberikan pengobatan atau tindakan lain.
5. Identifikasi pasien sebelum pengambilan specimen adalah suatu proses menetapkan identitas
pasien dengan benar pada saat akan melakukan pengambilan specimen (darah, urine, faces,
specimen lain) untuk pemeriksaan klinis.
6. Pemberian obat dengan 7 benar adalah suatu proses yang harus dilakukan pada saat pemberian
obat, baik oral atau injeksi dengan tetap menjalankan pengontrolan 7 benar.
7. Identifikasi pasien sebelum pemeriksaan radiologi adalah suatu proses memastikan identitas pasien
dengan benar sebelum pemeriksaan radiologi.
8. Mengantarkan bayi kepada ibu adalah kegiatan yang dilakukan perawat atau bidan untuk
mengantarkan bayi kepada ibu sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan sesuai dengan
kebutuhan minum bayi yang bersangkutan.
9. Tranfer pasien antar ruang perawatan adalah memindahkan pasien dari satu ruangan ke ruang
perawatan atau ruang tindak lain di dalam Rumah Sakit.
10. Verifikasi adalah memeriksa atau memastikan tentang kebenaran identitas pasien yang dilakukan
pada saat kegiatan identifikasi pasien.
11. Gelang identitas adalah gelang yang akan dipasang oleh perawat pada pergelangan tangan pasien
rawat inap disesuaikan dengan warna gelang, warna merah muda untuk wanita, biru untuk laki-laki.
12. Pemasangan gelang identitas adalah proses kegiatan memasang gelang identitas pasien rawat
inap pada pergelangan tangan kiri atau kanan, atau tempat lain yang mencantumkan nama pasien,
tanggal lahir dan nomor rekam medis.
13. Pin risiko adalah pin yang akan dipasang oleh perawat pada pergelangan tangan pasien yang
memiliki resiko tertentu dengan ketentuan sebagai berikut: pin warna kuning untuk risiko jatuh, pin
warna merah resiko alergi, pin warna ungu untuk DNR (Do Not Resuscitate).
14. Pemasangan pin resiko adalah kegiatan memasang pin resiko pada pasien yang memiliki resiko
tertentu setelah dilakukan pengkajian risiko.
15. Melepas gelang pasien adalah kegiatan melepaskan gelang pasien , baik gelang identitas maupun
pin resiko, saat pasien pulang atau keluar dari rumah sakit, atau pada kondisi yang memerlukan
pelepasan gelang identitas sementara oleh primary nurse dengan cara menggunting.

3
16. Kesalahan Identifikasi Pasien adalah kesalahan atau keliru pada saat identifikasi pasien yang dapat
terjadi di semua aspek diagnosis dan pengobatan.
17. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error atau kesalahan dalam mengidentifikasi pasien
adalah pasien yang dalam keadaan terbius atau tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar
sepenuhnya, mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam rumah sakit, mungkin
mengalami disabilitas sensori atau akibat dari situasi yang lain.
18. Penandaan pada pasien dengan nama yang sama adalah pemberian tanda berupa bintang merah
di ujung kanan atas berkas rekam medis.

4
BAB II
RUANG LINGKUP

Untuk menghindari terjadinya kesalahan disegala aspek diagnostik maupun pengobatan dan dapat
mengarah terjadinya error atau kesalahan dalam mengidentifikasi pasien antara lain dilakukan
identifikasi dengan tepat untuk mengurangi kejadian/ kesalahan yang berhubungan dengan salah
identifikasi kesalahan dapat berupa : salah pasien, kesalahan prosedur, kesalahan medikasi,
kesalahan transfusi dan kesalahan pemeriksaan diagnostik dan kesalahan mengantar bayi ke orang
tua pasien.
A. Seluruh pasien rawat jalan, rawat inap dan pasien Gawat Darurat dilakukan identifikasi.
1. Proses identifikasi seluruh pasien baru di unit rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat
dilakukan di unit pendaftaran / bagian informasi.
2. Identifikasi menggunakan tiga parameter identias yaitu nama pasien , tanggal lahir dan
nomor rekam medik pasien.
3. Identifikasi pasien tidak menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
4. Seluruh pasien baru mengisi data dasar sesuai dengan ketentuan rumah sakit yaitu kartu
identitas e.KTP atau KTP jika tidak ada dapat menggunakan SIM atau Paspor dll.
B. Kewajiban dan tanggung jawab rumah sakit :
1. Seluruh staf rumah sakit.
2. Perawat yang bertugas (perawat penanggung jawab pasien).
3. Kepala instalasi atau kepala perawat.
4. Kepala Bagian Pelayanan.
C. Prosedur pemakaian gelang identitas.
D. Jenis – jenis gelang dan pin risiko.
E. Prosedur yang membutuhkan identifikasi pasien dengan benar antara lain : pemberian obat, darah
atau komponen darah, pengambilan darah dan specimen untuk pemeriksaan klinis, pemberian
pengobatan, tindakan atau prosedur, transfer pasien dan mengantar bayi.
F. Verifikasi identitas pasien bahwa pasien berhak mendapatkan pelayanan atau pengobatan yang
efektif dan efisien sehingga terhindar dari kerugian fisik dan materi maka pasien harus
menetapkan identifikasi pasien yang terpercaya (reliable).
G. Prosedur pengambilan dan pemberian produk atau komponen darah.
H. Prosedur identifikasi pada bayi baru lahir atau Neonatus.
I. Pasien rawat jalan.
J. Pasien dengan nama yang sama di ruang rawat.
K. Pasien yang identitasnya tidak diketahui.
L. Pasien yang tidak mungkin dipasang gelang identitas atau tidak kooperatif.
M. Pasien yang tidak sadar atau koma.
N. Pasien yang meninggal.
O. Melepas gelang pasien.

5
BAB III
TATA LAKSANA

A. SELURUH PASIEN RAWAT JALAN, RAWAT INAP DAN PASIEN GAWAT DARURAT
DILAKUKAN IDENTIFIKASI.
1. Semua pasien rawat inap atau rawat jalan, IGD dan yang akan menjalani suatu prosedur /
tindakan harus diidentifikasi dengan benar, untuk seluruh pasien baru identifikasi dilakukan di
unit pendaftaran dengan mengisi data dasar sesuai dengan kartu identitas e KTP atau KTP jika
tidak ada atau SIM atau Paspor dll selanjutnya akan dilakukan input pada komputer untuk
mendapatkan nomor rekam medis. Untuk pasien lama maka proses identifikasi dilakukan
dengan melakukan verifikasi menanyakan nama dan tanggal lahir pasien kemudian dicocokan
dengan data rekam medis yang ada di komputer.
2. Identitas pasien berisi : nama pasien, tanggal lahir dan nomor rekam medis.
3. Pasien rawat inap harus menggunakan gelang identitas dengan 3 (tiga) identitas (nama
lengkap pasien, tanggal lahir dan nomor rekam medis), untuk verifikasi dilakukan minimal
dengan 2 (dua) data identitas pasien (nama lengkap pasien dan tanggal lahir).
4. Identifikasi pasien tidak menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien, lokasi kamar atau
nomor kamar dapat menimbulkan kesalahan karena pasien sering berpindah – pindah kamar
atau bed.

B. KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB


1. Seluruh Staf Rumah Sakit
a. Memahami dan menerapkan prosedur identifikasi pasien.
b. Memahami fungsi dan tujuan pemasangan gelang identitas pasien.
c. Memahami tentang jenis gelang identitas pasien.
d. Memastikan identifikasi pasien yang benar ketika pemberian obat, darah atau produk
darah : pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, pemberian
pengobatan, tindakan lain dan mengantar bayi.
e. Melaporkan kejadian salah identifikasi; termasuk terlepas dan hilangnya gelang identitas.
2. Perawat yang bertugas (perawat penanggung jawab pasien).
a. Bertanggung jawab terhadap kepastian ketepatan pemasangan gelang identitas pasien
b. Memastikan kebenaran data yang tercatat di gelang identitas dan data rekam medis
pasien yang terdiri dari nama pasien , tanggal lahir dan nomor rekam medis.
c. Jika terdapat kesalahan nama atau tulisan segera ganti yang baru.
d. Jika gelang identitas hilang maka gelang segera dipasang dan cari penyebabnya.
e. Dokumen rekam medis pasien sesuai dengan identitas pasien.

6
3. Kepala Instalasi atau Kepala perawat
a. Memastikan seluruh staf di Instalasi memahami prosedur identifikasi pasien dan
menerapkannya.
b. Mengintegrasi semua insiden kejadian salah identifikasi pasien dan memastikan
terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali insidens tersebut.
c. Memahami dan menerapkan tentang kebijakan, panduan, SPO tentang ketepatan
identifikasi pasien serta mensosialisasikan kepada jajarannya.
4. Kepala Bagian Pelayanan
a. Memantau dan memastikan tentang kebijakan, panduan dan SPO tentang ketepatan
identifikasi pasien dikelola dengan baik oleh Kepala Instalasi atau Kepala Perawat dan
diseluruh pelayanan .
b. Menjaga standarisasi dalam menerapkan panduan identifikasi pasien.
c. Memantau dan melakukan tindak lanjut jika terjadi permasalahan yang berhubungan
dengan tatalaksana identifikasi pasien.

C. PROSEDUR PEMAKAIAN GELANG IDENTITAS


1. Semua pasien rawat inap dipasang gelang identitas pasien yang mencakup nama pasien,
tanggal lahir dan nomor rekam medis pasien.
2. Jelaskan kepada pasien tentang tujuan dan fungsi dari pemasangan gelang identitas.
3. Pasangkan gelang identitas di pergelangan tangan atau kaki pasien yang dominan atau tempat
lain sesuai dengan keadaan atau kondisi pasien, pastikan gelang identitas benar dan
terpasang dengan baik, nyaman untuk pasien.
4. Gelang identitas hanya boleh dilepas saat pasien keluar atau pulang, pasien meninggal dunia
dan jika pada lokasi pemasangan gelang akan dilakukan tindakan, selanjutnya akan dipasang
kembali.
5. Gelang identitas pasien sebaiknya mencakup tiga detail wajib yang dapat mengidentifikasi
pasien, yaitu :
a. Nama pasien dengan minimal dua suku kata, jika nama pasien hanya satu suku kata
maka ditambahkan nama orang tua, ayah atau ibu kandung, untuk bayi baru lahir
menggunakan nama ibu. Nama tidak boleh disingkat. Nama harus sesuai dengan yang
tertulis di rekam medis Jangan pernah mencoret dan menulis ulang di gelang identitas.
Ganti gelang identitas jika terdapat kesalahan penulisan data.
b. Tanggal lahir pasien (tanggal/bulan/tahun) sesuai dengan tanggal, bulan dan tahun lahir
pasien (e-KTP, SIM, Paspor, dll).
c. Nomor Rekam Medis pasien sesuai dengan kebijakan rumah sakit.
6. Jika gelang identitas terlepas, segera berikan gelang identitas yang baru.
7. Gelang identitas harus dipakai oleh semua pasien selama perawatan di rumah sakit.

7
8. Jelaskan prosedur identifikasi seluruh petugas rumah sakit yang akan melakukan tindakan,
pemeriksaan, pengobatan, prosedur akan selalu menanyakan nama dan tanggal lahir pasien
untuk menghindari terjadinya kesalahan.
9. Saat melakukan verifikasi kepada pasien, petugas meminta pasien untuk menyebutkan nama
dan tanggal lahir.
10. Jika pasien tidak mampu memberitahukan nama dan tanggal lahir (misalnya pasien tidak
sadar atau koma, bayi, disfasia, gangguan jiwa, gawat darurat), verifikasi identitas pasien
dilakukan kepada keluarga atau pengantarnya. Jika pasien tidak didampingi oleh keluarga
(pasien HCU-ICU, kamar operasi) verifikasi dengan cara mencocokan gelang identitas dengan
berkas rekam medis dan gelang identitas pasien secara visual.
11. Pengecekan gelang identitas dilakukan tiap kali pergantian jaga perawat.
12. Sebelum pasien ditransfer ke unit lain, lakukan identifikasi pasien dengan benar dan pastikan
gelang identitas terpasang dengan baik.
13. Unit yang menerima transfer pasien harus menanyakan ulang identitas pasien dan
membandingkan data yang diperoleh dengan yang tercantum di gelang identitas.
14. Pasien harus diinformasikan akan resiko yang dapat terjadi jika gelang identitas tidak dipakai.
Alasan pasien harus dicatat pada Rekam Medis

D. JENIS – JENIS GELANG DAN PIN RESIKO SEBAGAI BERIKUT :


1. Gelang merah muda : Untuk pasien berjenis kelamin perempuan.
2. Gelang biru muda : Untuk pasien berjenis kelamin laki-laki.
3. Pin merah : Untuk pasien yang risiko alergi.
4. Pin Kuning : Untuk pasien risiko jatuh.
5. Pin Ungu : Untuk pasien DNR(Do Not Resusitation).

E. PROSEDUR YANG MEMBUTUHKAN IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR


1. Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan identifikasi pasien :
a. Identifikasi pasien.
b. Pemberian darah atau produk darah.
c. Pengambilan darah dan specimen untuk pemeriksaan klinis.
d. Sebelum pemeriksaan radiologi.
e. Pemberian obat dengan 7 (Tujuh) Benar.
f. Pemasangan gelang identitas pasien rawat inap.
g. Transfer pasien.
h. Mengantar bayi.
2. Para staf rumah sakit harus mengkonfirmasi identifikasi pasien dengan nama dan tanggal lahir
pasien, kemudian mencocokan atau membandingkannya dengan yang tercantum direkam
medis dan gelang identitas. Gunakan pertanyaan terbuka “mohon Bapak atau Ibu untuk
menyebutkan nama dan tanggal lahir“.

8
3. Jangan melakukan prosedur apapun jika pasien tidak memakai gelang identitas untuk pasien
rawat inap, untuk pasien rawat jalan verifikasi dengan data rekam medis pasien. Segera pasang
gelang identitas pasien untuk pasien rawat inap sebelum melakukan tindakan atau
pemeriksaan dengan sebelumnya melakukan verifikasi kepada pasien dan cocokan dengan
rekam medis pasien.
4. Identifikasi pasien yang menjalani prosedur pemeriksaan radiologi :
a. Operator harus memastikan identitas pasien dengan benar sebelum
melakukan prosedur, dengan cara:
 Meminta pasien atau keluarga untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal lahirnya.
 Periksa dan bandingkan data pada gelang identitas dengan rekam medis atau pasien
rawat jalan dengan data rekam medis pasien.
 Jika data yang diperoleh sama, lakukan prosedur pemeriksaan.
 Jika terdapat ≥ 2 pasien di instalasi radiologi dangan nama yang sama, periksa ulang
identitas (nama pasien, tanggal lahir dan nomor RM)
b. Jika data pasien tidak lengkap, informasi lebih lanjut harus diperoleh sebelum pajanan
radiasi (exposure) dilakukan.
5. Identifikasi pasien yang menjalani tindakan operasi :
a. Petugas di kamar operasi harus mengkonfirmasi identitas pasien sebelum masuk kamar
operasi dengan menggunakan formulir time out (sign in, time out dan sign out).
b. Jika diperlukan untuk melepas gelang pengenal selama dilakukan operasi, tugaskanlah
seorang perawat di kamar operasi untuk bertanggungjawab melepas dan memasang
kembali gelang pengenal pasien.
c. Gelang pengenal yang dilepas harus didokumentasikan diberkas RM pasien.

F. VERIFIKASI IDENTITAS PASIEN


1. Verifikasi identitas pasien dengan cara menanyakan secara aktif kepada pasien atau keluarga
tentang nama dan tanggal lahir pasien.
2. Verifikasi identitas pasien bahwa pasien berhak mendapatkan pelayanan atau pengobatan
yang efektif dan efisien sehingga terhindar dari kerugian fisik dan materi maka pasien harus
menetapkan identifikasi pasien yang terpercaya (reliable).

G. PROSEDUR PENGAMBILAN DAN PEMBERIAN DARAH ATAU PRODUK DARAH.


1. Identifikasi, pengambilan, pengiriman, penerimaan dan penyerahan produk darah transfusi
merupakan tanggung jawab petugas yang melakukan pengambilan dan pemberian darah atau
produk darah.
2. Minimal dua orang staf rumah sakit yang kompeten harus memastikan kebenaran : mencocokan
labu darah dengan nama pasien, golongan darah, nomor labu darah, tanggal pengambilan,
tanggal kadaluarsa dan jenis komponen darah antara kartu labu darah, label labu darah,

9
formulir permintaan serta status pasien (minimal 2 orang petugas) menggunakan check list
pemberian tranfusi darah.
a. Staf rumah sakit harus meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal
lahirnya.
b. Jika staf rumah sakit tidak yakin atau ragu akan kebenaran identitas pasien, jangan
lakukan transfusi darah sampai diperoleh kepastian identitas pasien dengan benar.

H. PROSEDUR IDENTIFIKASI PADA BAYI BARU LAHIR ATAU NEONATUS


1. Identitas bayi baru lahir, gunakan warna gelang identitas sesuai dengan jenis kelamin, (bayi laki-
laki menggunakan gelang biru, bayi perempuan menggunakan gelang merah muda atau pink).
2. Bayi baru lahir menggunakan 2 (dua) gelang identitas yaitu identitas pertama menggunakan
data nama ibu, tanggal lahir dan rekam medis ibu , dan gelang kedua menggunakan data bayi
nama ibu, tanggal lahir bayi dan nomer rekam medis bayi, dipasang pada lokasi yang sama.
3. Pada saat bayi diantar ke ibu atau orang tua pasien verifikasi menggunakan data identitas ibu
yaitu : nama ibu , tanggal lahir ibu dan nomor rekam medis ibu.
4. Untuk bayi lahir dengan kembar ditambahkan dengan gelang identitas bayi G1, G2, G3 dan
seterusnya dengan nomor rekam medis masing-masing.
5. Data bayi kembar harus diyakinkan kebenarannya, pemasangan di depan orang tua atau
keluarga pasien dan jika ada tanda khusus maka harus didokumentasikan (misalkan ada tahi
lalat dipipi dan tanda yang lain yang diketemukan).

I. PASIEN RAWAT JALAN


1. Tidak perlu menggunakan gelang identitas untuk pasien Rawat Jalan.
2. Sebelum melakukan suatu prosedur atau terapi, tenaga medis harus menanyakan identitas
pasien berupa nama dan tanggal lahir pasien. Data ini harus dikonfirmasi dengan yang
tercantum pada rekam medis pasien.
3. Jika pasien adalah rujukan dari dokter umum, puskesmas atau layanan kesehatan lainnya, surat
rujukan harus berisi identitas pasien berupa nama lengkap, tanggal lahir dan alamat. Jika data
tidak ada maka harus dilakukan konfirmasi terhadap pasien atau pengantar.
4. Jika pasien rawat jalan tidak dapat mengidentifikasi dirinya sendiri, verifikasi data dengan
menanyakan keluarga atau pengantar pasien.

J. PASIEN DENGAN NAMA YANG SAMA DI RUANG RAWAT


1. Jika terdapat pasien dengan nama yang sama, harus diinformasikan kepada perawat yang
bertugas setiap kali pergantian jaga dan diberikan tanda bintang warna merah pada berkas
rekam medis.
2. Perawat pemegang pasien (Primary Nurse) dibedakan untuk mengantisipasi terjadinya
kesalahan jika memungkinkan.

10
3. Jika salah satu pasien dengan nama yang sama sudah pulang maka tanda bintang merah
dilepas pada kedua berkas rekam medis pasien.

K. PASIEN YANG IDENTITASNYA TIDAK DIKETAHUI


1. Pasien akan dilabel menurut prosedur setempat sampai pasien dapat diidentifikasi dengan
benar. Contoh pelabelan yang diberikan berupa : Pria atau Wanita tidak dikenal maka diberi
gelang atau label dengan nama Tn.X1 / Tn.X2 / Ny.X1/ Ny.X2 / Nn.X1 / Nn.X2 / An.X1 / An.X2.
2. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, pasang gelang identitas baru dengan identitas yang
benar.
3. Bila pasien datang tidak mengetahui tanggal dan bulan lahir dan hanya mengetahui usia saja,
maka tanggal dan bulan lahir mengikuti tanggal pada saat berobat pertama kali.

L. PASIEN YANG TIDAK MUNGKIN DIPASANG GELANG IDENTITAS ATAU TIDAK


KOPERATIF
Identitas pada pasien yang tidak mungkin atau tidak kooperatif untuk dipasang gelang identitas
(contohnya pada pasien yang tidak memiliki extremitas, pasien dengan luka bakar ,atau pasien
dengan gangguan psikiatri) untuk di pasang gelang identitas, identitas dikalungkan dengan tali pada
leher atau bagian tubuh lainnya.

M. PASIEN YANG TIDAK SADAR/ KOMA


1. Pada pasien yang tidak sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa dan kondisi lainnya dimana
pasien tidak mampu memberitahukan namanya, verifikasi dilakukan dengan menanyakan
identitas pasien kepada keluarga atau pengantarnya.
2. Jika pasien tidak didampingi oleh keluarga (pasien ICU) identitas pasien diverifikasi dengan
cara mencocokkan gelang identitas dengan berkas rekam medis dan disaksikan oleh petugas
yang berbeda.

N. PASIEN YANG MENINGGAL


1. Pasien yang meninggal di ruang rawat rumah sakit harus dilakukan konfirmasi terhadap
identitasnya dengan gelang pengenal dan rekam medis (sebagai bagian dari proses verifikasi
kematian).
2. Kartu identitas jenazah diikat di jari kaki pasien jika jenazah dibawa keruang jenazah, jika
langsung dibawa pulang kartu identitas jenazah tidak perlu dipasangkan .
3. Semua pasien yang telah meninggal harus dibuatkan surat keterangan meninggal / kematian.
4. Pasien yang meninggal di ruang rawat rumah sakit harus dilakukan konfirmasi terhadap
identitasnya dengan gelang pengenal dan rekam medis. Kartu identitas jenazah diikat di jari
kaki pasien jika jenazah dibawa ke kamar jenazah. Surat keterangan meninggal / kematian
satu salinan harus diletakkan di kain penutup atau berdekatan dengan jenazah, salinan kedua
ke keluarga untuk mengurus pemakaman, salinan ketiga disimpan di rekam medis pasien.

11
O. MELEPAS GELANG PASIEN
1. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan.
2. Lakukan verifikasi dengan meminta pasien / keluarga untuk menyebutkan nama dan tanggal
lahir, kemudian mencocokan dengan gelang identitas dan berkas rekam medis.
3. Melepas gelang pasien, baik gelang identitas maupun pin resiko oleh perawat yang
bertanggung jawab terhadap pasien / Primary Nurse yang bertugas dengan menggunakan
gunting gelang dan ucapkan terima kasih pada pasien.
4. Selanjutnya gelang pasien baik gelang identitas maupun pin resiko dapat dibuang ke tempat
sampah atau dibawa pulang jika pasien menghendaki.
5. Pada bayi, gelang disertakan saat pulang bersama dengan data-data lain.
6. Pada kondisi yang memerlukan pelepasan gelang pasien sementara, segera setelah prosedur
selesai dilakukan, gelang pasien dipasang kembali.
7. Untuk pelepasan pin resiko jatuh, dilakukan saat didapatkan skoring resiko tinggi telah berubah
menjadi resiko sedang atau rendah .

12
BAB IV
DOKUMENTASI

A. IDENTIFIKASI PASIEN TERDOKUMENTASI PADA :


1. Identifikasi pasien, data identitas yang diperoleh dari pasien atau keluarga dengan mengisi data
di bagian pendaftaran yang meliputi nama, tanggal lahir , sesuai dengan data identitas pasien
(KTP, SIM, Pasport dll).
2. Data yang telah diisi oleh pasien / keluarga diinput pada komputer untuk mendapatkan nomor
rekam medis.
3. Jika ada pasien yang tidak dapat dipasang gelang identitas sesuaikan dengan kondisi atau
keadaan pasien

B. PELAPORAN INSIDEN / KEJADIAN KESALAHAN IDENTIFIKASI PASIEN


1. Setiap petugas yang menemukan adanya kesalahan dalam identifikasi pasien harus segera
melapor kepada petugas yang berwenang di ruang rawat atau instalasi tersebut, kemudian
melengkapi laporan insidens.
2. Petugas harus berdiskusi dengan Kepala Instalasi atau Kepala Jaga mengenai solusi atau
pemberitahuan tentang kesalahan atau masalah yang disebabkan salah identifikasi kepada
keluarga atau pasien.
3. Kesalahan juga termasuk insiden yang terjadi akibat adanya salah identifikasi, dengan atau
tanpa menimbulkan bahaya, dan juga insiden yang hampir terjadi di mana salah identifikasi
terdeteksi sebelum dilakukan suatu prosedur.
4. Beberapa penyebab umum terjadinya kesalahan identifikasi adalah:
a. Kesalahan pada administrasi atau tata usaha
1) Salah memberikan label.
2) Kesalahan mengisi formulir.
3) Kesalahan memasukkan nomor atau angka pada rekam medis.
4) Penulisan alamat yang salah.
5) Pencatatan yang tidak benar atau tidak lengkap atau tidak terbaca.
b. Kegagalan verifikasi
1) Tidak adekuatnya atau tidak adanya protokol verifikasi.
2) Tidak mematuhi protokol verifikasi.

c. Kesulitan komunikasi
1) Hambatan akibat penyakit pasien, kondisi kejiwaan pasien, atau keterbatasan bahasa.
2) Kegagalan untuk pembacaan kembali.
3) Kurangnya kultur atau budaya organisasi.
5. Jika terjadi insiden akibat kesalahan identifikasi pasien, lakukan hal berikut ini :
a. Pastikan keamanan dan keselamatan pasien

13
b. Pastikan bahwa tindakan pencegahan cedera telah dilakukan
c. Staf yang terkait dengan insiden (ditempat terjadinya insiden), membuat kronologis dalam
waktu 1 x 24 jam.
d. Kronologis dilaporkan ke atasan langsung untuk dilakukan Risk Grading dan pembuatan
laporan IKP (Insiden Keselamatan Pasien).
e. Selanjutnya dilakukan investigasi setelah itu ditentukan apakah dibuat RCA (Root Cause
Analysis) atau AAM (Analisa Akar Masalah).
f. Tindakan terakhir adalah pembuatan laporan ke tim KPS (Kualifikasi & Pendidikan Staf).

14
ALGORITMA IDENTIFIKASI PASIEN

Pasien masuk rumah sakit

Poliklinik / Rawat Jalan


Melalui IGD Melalui VK / OK
Dirawat untuk menjalani
Untuk Rawat Inap +
operasi elektif , cyto / Rawat
Tindakan operasi elektif / cito
Inap

Apakah terdapat rekam Apakah terdapat rekam


medis sebelumnya? medis sebelumnya?

Ya Tidak Ya Tidak

· Identitas pasien · Lengkapi identitas


· Identitas pasien
· Lengkapi identitas
diperiksa dari rekam diperiksa dari rekam
pasien pasien
medis medis
· Gelang pengenal dibuat · Gelang pengenal dibuat
· Buatlah gelang pengenal dan diperiksa ulang pada
· Buatlah gelang pengenal
dan diperiksa ulang pada
berisi nama depan dan berisi nama depan dan
pasien pasien
tengah, tanggal lahir, tengah, tanggal lahir,
nomor rekam medis nomor rekam medis
· Data di gelang pengenal · Data di gelang pengenal
diperiksa ulang pada diperiksa ulang pada
pasien pasien

Gelang pengenal dipakaikan ke pergelangan tangan kiri/kanan pasien (tidak terpasang infus)

· Gelang pengenal pasien diperiksa, pasien diminta untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal
lahirnya sebelum menjalani prosedur, seperti:
o Pengambilan darah/sampel cairan tubuh lainnya
o Transfusi darah
o Pemberian obat-obatan
o Intervensi pembedahan dan prosedur invasive lainnya
o Trasnsfer pasien
o Prosedur pemeriksaan radiologi (rontgen, MRI, dan sebagainya)
o Menyusui bayi / saat mengantarkan bayi

· Gelang pengenal harus diperiksa setiap pergantian jaga oleh


perawat berikutnya untuk memastikan gelang terpasang dengan Lepas gelang pengenal
baik dan terbaca saat pasien pulang /
· Ganti gelang pengenal jika terdapat kesalahan data keluar dari rumah sakit
· Jangan mencoret atau menimpa tulisan sebelumnya dengan

15
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH
NOMOR: 143/SK-DIR/RSAQ/VII/2018
TENTANG
KEBIJAKAN KOMUNIKASI EFEKTIF
Menimbang : a. Bahwa pimpinan rumah sakit harus memahami dinamika
komunikasi antar anggota kelompok profesional dan antara kelompok
profesi, unit struktural, antara kelompok profesional dan non profesional,
antara kelompok profesional kesehatan dengan manajemen, antara
profesional kesehatan dan keluarga serta dengan pihak luar rumah
sakit.
b. Bahwa kegagalan dalam berkomunikasi merupakan salah satu akar
masalah yang paling sering menyebabkan insiden keselamatan pasien
atau kejadian yang tidak diharapkan.
c. Bahwa asuhan pasien adalah suatu upaya yang kompleks dan sangat
tergantung pada komunikasi dari informasi untuk memberikan,
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan pelayanan.
d. Bahwa pimpinan rumah sakit harus memberi perhatian terhadap akurasi
dan ketepatan waktu informasi di rumah sakit, perlu dikembangkan
prosedur secara kolaboratif yang ditetapkan dengan kebijakan melalui
keputusan Direktur Rumah Sakit.
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, b, c dan d, perlu menetapkan Keputusan Direktur tentang Kebijakan
Komunikasi Efektif.

Mengingat : 1. Undang-Undang RI No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.


2. Undang- Undang RI No. 14 tahun 2008 tentang Informasi Publik.

3. Undang – Undang No. RI 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.


4. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.269/MENKES/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 290/MENKES/PER/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1171/MENKES/PER/VI/2011
tentang Sistem Informasi Rumah Sakit.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1333/MENKES/SK/XII/1999

16
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
11. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien, Konsil Kedokteran Indonesia ( KKI )
tahun 2006

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TENTANG KEBIJAKAN
KOMUNIKASI EFEKTIF DI RUMAH SAKIT AQIDAH.
KEDUA : Kebijakan Komunikasi Efektif pada diktum kesatu, sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan komunikasi dan pemberian informasi untuk
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan pelayanan di rumah sakit.
KETIGA : Pimpinan menjamin terjadinya proses untuk mengkomunikasikan informasi
yang relevan di seluruh rumah sakit dengan tepat waktu.
KEEMPAT : Komunikasi Efektif dalam pelayanan di Rumah Sakit dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Pimpinan rumah sakit menjamin terjadinya proses untuk
mengkomunikasikan informasi yang relevan diseluruh rumah sakit
dengan tepat, akurat, lengkap, jelas dan mudah dipahami, meliputi :
a. Pemberi pelayanan ( dokter, perawat, tenaga kesehatan lain dan
tenaga non kesehatan ) dengan pasien.
b. Antar pemberi pelayanan ( dokter, perawat, tenaga kesehatan lain
dan tenaga non kesehatan)
c. Dalam rangka Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
2. Informasi dapat berisi tentang status kesehatan pasien, ringkasan
asuhan yang diberikan dan respon terhadap asuhan paien.
3. Sistem pelaporan pasien dilakukan menggunakan teknik SBAR (
Situasi, Background, Assesment, Recommended )
4. Dapat dilakukan melalui media elektronik ( telepon, handphone,
komputer), lisan, atau tertulis.
KELIMA : Komunikasi efektif antar pemberi pelayanan pada perintah lisan melalui
telepon, pelaporan hasil pemeriksaan klinis, pelaporan nilai kritis hasil
pemeriksaan penunjang, harus dilakukan komunikasi dengan metode
CABAK ( Catat, Baca dan Konfirmasi ) yaitu :
1. CATAT secara lengkap oleh penerima perintah/ informasi.
2. BACA kembali oleh penerima perintah/ informasi.
3. KONFIRMASI dilakukan verifikasi oleh pemberi perintah dan ditanda
tangani dalam waktu 24 jam.

KEENAM : Dalam melaksanakan komuikasi efektif dengan metode CABAK :

17
1. Apabila terdapat perintah/ informasi yang kurang jelas, gunakan kode
alfabet internasional untuk mengeja huruf, terutama pada obat LASA (
Look Alike Sound Alike )
2. Pada kondisi gawat darurat pembacaan ulang boleh tidak dilakukan
dengan eja huruf dan atau dapat dilakukan eja kata.
KETUJUH : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di: Tangerang


Tanggal : 16 Juli 2018
DIREKTUR RS AQIDAH

dr. Adlan Fariz

18
BAB I
DEFINISI

Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian informasi atau pesan dari seorang
pengirim atau pemberi informasi kepada penerima informasi melalui suatu cara tertentu sehingga
penerima informasi tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh pemberi informasi.
Komponen komunikasi adalah unsur-unsur yang ada dalam komunikasi, meliputi :
komunikator, komunikan, media, informasi atau pesan, dan feedback (umpan balik).
Komunikator (pemberi informasi atau pesan) adalah orang yang mengkomunikasikan atau
menghubungkan suatu pesan kepada orang lain.
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya luas
dan dalam tentang informasi yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang
baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan).
Komunikan (penerima informasi atau pesan) adalah orang yang menerima pesan.
Informasi adalah pemberitahuan kabar atau berita tentang sesuatu hal tertentu, dapat berupa
lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus.
Pesan adalah perintah, nasihat, permintaan, atau amanat yang disampaikan lewat orang lain.
Media adalah alat komunikasi yang berperan sebagai jalan yang dilalui informasi yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima, media dapat berupa cetak
maupun elektronik. Pada kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pemberi informasi
yaitu pada saat komunikasi langsung atau tatap muka.
Media cetak adalah alat komunikasi yang dicetak seperti surat kabar, majalah, booklet, leaflet,
brosur, dan sebagainya.
Media elektronik adalah alat komunikasi yang mempergunakan alat elektronik modern,
seperti radio, televisi, telepon, email, faximili, film, dan sebagainya.
Feedback (umpan balik) adalah respon dari penerima terhadap pesan yang diterimanya.
Encoding adalah kegiatan menulis dengan menggunakan kode atau sandi. Decoding adalah
hal menguraikan isi kode atau sandi.
Komunikasi efektif adalah penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan secara
tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami oleh komunikan, dan tidak ada hambatan komunikasi,
sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.
a. Hambatan komunikasi adalah sesuatu hal yang menghambat proses komunikasi meliputi :
gangguan fisik, masalah semantik (struktur bahasa dan makna kata), perbedaan budaya,
ketiadaan feedback, dan sebagainya.
b. Komunikasi efektif via telepon adalah penyampaian pesan lisan melalui telepon yang
dilakukan tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, tidak duplikasi dan mudah dipahami oleh
penerima informasi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.

19
c. Pelaporan nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang adalah proses melaporkan hasil
pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, dll) yang nilainya memiliki resiko besar akan
menimbulkan masalah dan harus segera dilaporkan.

TUJUAN
1. Tujuan komunikasi efektif adalah untuk mewujudkan komunikasi yang tepat waktu, akurat,
jelas dan mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(kesalah pahaman).
2. Komunikasi efektif juga untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah
sakit, dengan melaksanakan komunikasi efektif yang baik dan benar tentang kondisi pasien.
3. Pasien segera memperoleh tatalaksana pengobatan segera sesuai dengan indikasi yang
tepat.
4. Petugas dari Unit terkait segera waspada dan memberikan laporan berjenjang kepada dokter
yang bertugas / DPJP.

20
BAB II
RUANG LINGKUP

Komunikasi sangatlah penting dalam hubungannya dengan profesional kesehatan. Tanpa adanya
komunikasi sesuatu bisa dipersepsikan dan diinterpretasikan berbeda dengan yang seharusnya. Apalagi
orang yang berhadapan dengan kita (tenaga kesehatan) mempunyai pengetahuan dan pemahaman
yang tidak sama dengan tenaga kesehatan.
Komunikasi yang sering digunakan di rumah sakit adalah komunikasi verbal. Komunikasi yang
efektif kepada pasien harus disampaikan dengan bahasa yang sesederhana mungkin, mudah dipahami,
tidak menggunakan istilah medis yang tidak dipahami oleh pasien dan disampaikan secara langsung.

Ruang lingkup komunikasi dalam pelayanan di rumah sakit meliputi :


1. Komunikasi Efektif antar Pemberi Layanan (Dokter, perawat, tenaga kesehatan lain)
a. Komunikasi langsung.
b. Komunikasi melalui telepon atau lisan.
c. Komunikasi tidak langsung.
2. Pelaksanaan Teknik Komunikasi SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommended).
3. Pelaksanaan Verifikasi Komunikasi Lisan Dengan Cara CaBaK (Catat, Baca Ulang, Konfirmasi)
4. Panduan ini diterapkan kepada Pelaksana yang terkait yaitu semua tenaga kesehatan (medis,
perawat, farmasi, dan tenaga kesehatan lainnya); staf di ruang IGD, rawat inap, rawat jalan,
ICU/ICCU, unit medik terkait, dengan prinsip :
a. Terlaksananya proses pelaporan nilai-nilai yang perlu di waspadai (alert values interpretasi
laboratorium, kardiologi, dan radiologi untuk tenaga kesehatan).
b. Mencegah keterlambatan penatalaksanaan pasien dengan hasil kritis.
c. Hasil kritis dapat diterima oleh DPJP yang merawat dan diinformasikan pada pasien sesuai
waktu.

21
BAB III
TATA – LAKSANA

A. KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PEMBERI PELAYANAN.


1. Komunikasi langsung
a. Pertemuan antar dokter dalam rapat/ pembahasan kasus
Apabila ada kasus yang sulit/ complicated atau bermasalah maka kasus tersebut harus
didiskusikan/ dibahas bersama dalam rapat yang dihadiri oleh :
1) Kepala Bagian Pelayanan
2) Kepala Keperawatan
3) DPJP terkait
4) Perawat yang melakukan asuhan pasien
5) Tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam asuhan pasien
6) Komite medik bila diperlukan
Dalam pertemuan tersebut dibuat kesimpulan untuk menentukan solusi yang terbaik dalam
melakukan kepada pasien tersebut.
b. Komunikasi lisan atau melalui telepon
1) Komunikasi ini dapat terjadi antar dokter, baik melalui telepon atau diskusi langsung.
2) Instruksi langsung dari DPJP kepada perawat melalui komunikasi efektif.
3) Informasi hasil pemeriksaan dari analis kepada dokter spesialis patologi klinik.
4) Konfirmasi dari apoteker atau asisten apoteker kepada DPJP saat melakukan telaah
resep.
5) Informasi hasil pemeriksaan penunjang dari perawat kepada DPJP
c. Komunikasi tidak langsung
1) Surat konsultasi
Apabila dalam kurun waktu 3 (tiga) hari diagnosis pasien rawat inap belum ditemukan
atau apabila pasien (baik rawat jalan maupun rawat inap) memerlukan pemeriksaan
atau perawatan dari bidang spesialis lain, maka pasien dikonsultasikan pada dokter
spesialis lain dengan membuat surat konsultasi dan dapat ditentukan rawat bersama,
alih rawat, atau saran penatalaksanaan saja.

2) Surat rujukan pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, farmasi)


a) Apabila DPJP memerlukan informasi data melalui pemeriksaan penunjang, maka
DPJP membuat surat permintaan pemeriksaan penunjang (laboratorium atau
radiologi) dengan mencantumkan alasan dan indikasi klinis dilakukannya
pemeriksaan
b) Apabila saat telaah resep, apoteker atau asisten apoteker menemukan ada
tulisan dokter yang kurang jelas atau dosis, cara pemberian, jumlah, frekuensi
pemberian obat kurang sesuai maka apoteker atau asisten apoteker

22
menghubungi dokter untuk melakukan konfirmasi mengenai pemberian obat
tersebut.
3) Surat rujukan keluar
Apabila pasien membutuhkan sumber daya manusia/ fasilitas lain yang tidak tersedia
di rumah sakit atau apabila tempat tidur penuh maka pasien di rujuk ke rumah sakit /
pusat pelayanan kesehatan lain dengan dibuatkan surat rujukan.
4) Pencatatan perkembangan kondisi pasien pada catatan terintegrasi
a) Setiap melakukan asesmen terhadap pasien, DPJP maupun tenaga kesehatan
lain harus menuliskan hasil asesmen tersebut dalam catatan medis terintegrasi,
yang dapat digunakan sebagai media komunikasi/ informasi bagi antar profesi.
b) DPJP dan perawat/ bidan menuliskan setiap rencana asuhan medis dan
keperawatan yang akan diberikan kepada pasien dalam catatan medis
terintegrasi
B. HAND OVER (TIMBANG TERIMA)
Timbang terima pasien yang dilakukan antar perawat/bidan pada setiap pergantian shift jaga.
Tujuan hand over (timbang terima) :
a. Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus).
b. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan keperawatan kepada
klien.
c. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya.
d. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya

Pelaksanaan hand over (timbang terima) :


1. Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima kepada masing-masing penanggung jawab :
1) Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift atau operan.
2) Dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima dengan mengkaji
secara komprehensif yang berkaitan tentang masalah keperawatan klien, rencana tindakan
yang sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya yang perlu dilimpahkan.
3) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap sebaiknya dicatat
secara khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada perawat yang berikutnya.
2. Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah :
1) Identitas klien dan diagnosa medis.
2) Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul.
3) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan.
4) Intervensi kolaborasi dan dependen.
5) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan selanjutnya,
misalnya operasi, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang
lainnya, persiapan untuk konsultasi atau prosedur lainnya yang tidak
dilaksanakan secara rutin.

23
3. Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan
validasi terhadap hal-hal yang kurang jelas. Penyampaian pada saat timbang terima secara
singkat dan jelas
4. Lama timbang terima untuk setiap klien tidak lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi khusus dan
memerlukan penjelasan yang lengkap dan rinci.
5. Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada formulir timbang terima
(handover)
6. Timbang terima memiliki 4 tahapan yaitu:
1. Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan tanggung jawab. Meliputi
faktor informasi yang akan disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya.
2. Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang melakukan
pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan itu sendiri yang berupa pertukaran informasi
yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara perawat yang shift sebelumnya
kepada perawat shift yang datang.
3. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung jawab dan tugas
yang dilimpahkan. Merupakan aktivitas dari perawat yang menerima operan untuk melakukan
pengecekan data informasi pada medical record atau pada pasien langsung.
4. Melakukan monitoring secara bersamaan keliling ruangan rawat inap sesuai divisi masing-
masing antara petugas sebelum dan selanjutnya kepada pasien secara langsung setelah
dilakukan hand over (timbang terima).
7. Perawat mengucapkan salam kepada pasien dan keluarganya.
8. Perawat memperkenalkan diri saat kontak pertama kepada pasien.
9. Perawat menanyakan nama pasien dan mengecek identitas pada gelang identitas pasien.
10. Perawat memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya.
11. Perawat memberi sentuhan ringan saat menanyakan keluhan
12. kepada pasien.
13. Perawat menimbang terimakan pasien kepada shift jaga berikutnya dengan teknik SBAR dan
ditulis pada catatan perkembangan terintegrasi dengan SOAP dan ditandatangani oleh
kedua belah pihak
1. Situation/S (keadaan pasien dan Background/B (data pendukung dan riwayat
pendukung berkaitan dengan kondisi pasien saat ini termasuk tindakan yang telah
dilakukan.
2. Asesment/A (kemungkinan masalah yang sedang terjadi pada pasien.
3. Recomendation/R (alternatif tindakan yang mungkin dilakukan.
14. Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikkasi tanya jawab, melakukan
validasi terhadap hal-hal yang ditimbang terimakan dan berhak menanyakan mengenai hal-
hal yang kurang jelas.
15. Lama timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari lima menit, kecuali pada kondisi
khusus yang memberikan penjelasan yang lebih lengkap dan rinci.
16. Perawat mengakhiri dengan salam dan do’a bersama

24
C. PELAKSANAAN TEKNIK SBAR
1. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak , antar pemberi
layanan komunikasi yang terjadi menggunakan tekhnik SBAR (Situation, Background,
Assessment, Recomendation)
2. SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam melakukan identifikasi
terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi antara perawat dan
dokter. Dengan komunikasi SBAR ini maka perawat dapat memberikan laporan mengenai
kondisi pasien lebih informatif dan terstruktur.
3. SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan
perhatian dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri dari unsur kondisi (situation), latar
belakang (background), pengkajian (assessment), rekomendasi atau saran tindakan
(recommendation).
4. Pada prinsipnya SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan, yaitu
apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang dihubungi dan kapan
dokter harus mengambil tindakan.
5. Empat (4) Unsur SBAR
a. Situation (kondisi)
Menjelaskan kondisi terkini yang terjadi pada pasien.
b. Background (latar belakang)
Berisi informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien saat ini.
c. Assessment (pengkajian)
Hasil pengkajian kondisi pasien terkini.
d. Recommendation (rekomendasi / saran tindakan)
Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini.

Contoh laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR


(Haig, K.M, dkk, 2006)
Situation (S) · Sebutkan nama anda dan unit
· Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar pasien
· Sebutkan masalah pasien tersebut
(misalnya sesak nafas, nyeri dada, dll)
Background (B) · Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai
kebutuhan
· Status kardiovaskuler (Nyeri dada, tekanan darah,EKG,
dsb)
· Status respirasi (Frekuensi pernafasan, SpO2, analisa gas
darah, dsb)
· Status gastrointestinal (Nyeri perut, perdarahan,dsb)
25
· Neurologis (GCS, Pupil)
· Hasil laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya
Assessment (A) · Sebutkan problem pasien tersebut
· Problem kardiologi
· Problem gastro-intestinal
Recommendation (R) Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan)
· Saya meminta dokter untuk :
 Memindahkan pasien ke HCU
 Segera datang melihat pasien
 Mewakilkan dokter lain untuk datang
 Konsultasi ke dokter lain
· Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan :
 Foto rontgen
 Pemeriksaan analisa gas darah
 Pemeriksaan EKG
 Pemberian oksigenasi
 Beta 2 agonis nebulizer

D. PELAKSANAAN VERIFIKASI KOMUNIKASI LISAN DENGAN CARA TUBAK


Dalam berkomunikasi di rumah sakit petugas dan tenaga medis harus melakukan proses verifikasi
terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan Catat, Baca kembali dan Konfirmasi ulang (TUBAK)
yaitu :
1. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan.
2. Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon.
Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan suara,
jelas, singkat dan padat.
3. Penerima pesan mencatat isi pesan (TULIS)
4. Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus mencatat pesan
yang diberikan secara jelas.
5. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh petugas penerima pesan (BACA)
6. Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan tersebut kepada
pemberi pesan dan melakukan eja kata dengan aplhabet internasional agar tidak terjadi
kesalahan dan pesan dapat diterima dengan baik. Lampikan alphabet internasional terlampir.
7. Penerima pesan mengkonfirmasikan kembali isi pesan kepada pemberi pesan (KONFIRMASI)
8. Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan kembali oleh penerima pesan dan
memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang kurang atau salah.
9. Setelah pelaporan selesai dokumentasikan pada catatan perkembangan catatan teritergrasi,
wajib dilakukan dalam waktu 24 jam disertai tanda tangan penerima perintah dan pemberi
perintah dan stempel konfirmasi.
26
Sistem CABAK dapat diilustrasikan dengan skema sebagai berikut:
Jadi isi pesannya ini
Yah…benar yah pak…

Dikonfirmasikan

Komunikator Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan

E. PANDUAN PELAPORAN HASIL NILAI KRITIS LABORATORIUM


1. Pengertian
Hasil pemeriksaan laboratorium merupakan informasi yang berharga untuk membedakan,
mengkonfirmasikan diagnosis, menilai status klinik pasien, mengevaluasi efektivitas terapi dan
munculnya reaksi obat yang tidak diinginkan. Dalam melakukan uji laboratorium diperlukan
bahan, seperti : darah lengkap (vena, arteri), plasma, serum, urine, feses, sputum, keringat,
saliva, sekresi saluran cerna, cairan vagina, cairan serobrospinal dan jaringanyang didapat
melalui tindakan invansif atau non invansif.
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dinyatakan sebagai angka kuantitatif, kualitatif atau
semi kuantitatif. Angka kuantitatif yang dimaksud berupa angka pasti atau rentang nilai,
sebagai contoh nilai hemoglobin pada wanita adalah 12 – 16 g/dL. Sedangkan angka kualitatif
dinyatakan sebagai nilai positif atau negatif tanpa menyebut angka pasti, sedangkan angka
semikuantutatif dinyatakan sebagai contoh +1, +2, +3.
Nilai kritis dari suatu hasil pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan kelainan atau
gangguan yang mengancam jiwa, memerlukan perhatian atau tindakan. Nilai abnormal suatu
hasil pemeriksaan tidak selalu bermakna secara klinik, sebaliknya nilai normal dianggap tidak
normal pada kondisi klinik tertentu. Oleh karena itu perlu diperhatikan nilai rujukan sesuai
kondisi khusus pasien.Karena nilai kritis merupakan gambaran keadaan patofisiologis yang
mengancam jiwa dan harus segera mendapat tindakan, maka RS Aqidah menetapkan
pelaporan hasil kritis pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu indikator utama di rumah
sakit.

2. Tujuan
a. Pasien segera memperoleh tatalaksana pengobatan segera sesuai dengan indikasi yang
tepat.
b. Petugas dari Unit terkait segera waspada dan memberikan laporan berjenjang kepada
dokter yang bertugas/DPJP

3. Pelaporan hasil nilai kritis

27
Nilai kritis merupakan gambaran keadaan patofisiologis yang mengancam jiwa dan harus
segera mendapat tindakan, maka Rumah Sakit Aqidah menetapkan pelaporan hasil nilai kritis
pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu indikator utama di rumah sakit. Dokter yang
dilaporkan tentang hasil nilai kritis yang perlu diwaspadai tersebut, bertanggung jawab
terhadap interpretasi hasil dan pengambilan tindakan terhadap pasien. Adapun hasil nilai –
nilai kritis yang dilaporkan telah terlampir dalam lampiran.

E. PANDUAN PELAPORAN NILAI KRITIS RADIOLOGI


1. Pengertian
Hasil pemeriksaan radiologi merupakan informasi yang berharga untuk mendiagnosa suatu
klinis yang terdapat pada pasien. Diawali dengan pemeriksaan radiologi beberapa penyakit
dapat diketahui dengan baik serta dapat menunjang untuk tindakan-tindakan selanjutnya yang
sesuai dengan klinis yang diderita oleh pasien.
Hasil pemeriksaan radiologi sangat dibutuhkan oleh dokter lain untuk menentukan tindakan-
tindakan selanjutnya yang tepat guna untuk mempercepat proses penyembuhan pasien.
Nilai kritis dari hasil pemeriksaan radiologi yang mengindikasikan kelainan atau gangguan
yang mengancam jiwa ( Life Saving ), memerlukan perhatian atau tindakan. Sehingga RS
Aqidah menetapkan pelaporan hasil kritis pemeriksaan radiologi sebagai salah satu indikator
utama di rumah sakit. Adapun hasil nilai – nilai kritis yang dilaporkan telah terlampir dalam
lampiran.

2. Tujuan
Panduan ini diterapkan kepada pelaksana yang terkait yaitu semua tenaga kesehatan (medis,
perawat, farmasi,, dan tenaga kesehatan lainnya), staf di ruang IGD, rawat inap, rawat jalan,
ICU, unit medik terkait dengan prinsip :
a. Terlaksananya proses pelaporan nilai nilai yang perlu diwaspadai (alert values interpretasi
laboratorium, kardiologi, dan radiologi untuk tenaga kesehatan).
b. Mencegah keterlambatan penatalaksanaan pasien dengan hasil kritis.
c. Hasil kritis dapat diterima oleh dokter jaga yang merawat dan diinformasikan pada pasien
suatu waktu.

F. TATALAKSANA
1. Dokter/ petugas laboratorium, radiologi dan perawatan yang melakukan perekaman EKG
menyampaikan hasil kritis ke DPJP. Bila DPJP tidak bisa dihubungi, dokter/petugas
laboratorium, radiologi dan perawatan yang melakukan perekaman EKG langsung
menghubungi dokter/ perawat unit rawat inap, rawat jalan dan unit gawat darurat.
2. Dokter/ petugas yang melaporkan hasil kritis mencatat TANGGAL dan WAKTU
menelpon, NAMA LENGKAP PETUGAS KESEHATAN YANG DIHUBUNGI dan NAMA
LENGKAP YANG MENELEPON.

28
3. Dokter/ perawat ruangan yang menerima hasil kritis menggunakan sistem pelaporan nilai
hasil kritis dilakukan menggunakan teknik CABAK (CATAT, BACA ULANG,
KONFIRMASI), proses pelaporan ini ditulis di dalam rekam medis (form catatan
perkembangan terintegrasi).
4. Dokter/ perawat ruangan yang menerima laporan hasil kritis langsung menghubungi
DPJP yang merawat pasien.
5. Dokter/ perawat ruangan yang menerima laporan hasil kritis dan menghubungi DPJP
yang merawat pasien harus mencatat tindakan yang diambil untuk pasien atau informasi
lain terkait klinis.
6. Semua nilai kritis/ interpretasi selanjutnya disampaikan melalui formulir hasil
pemeriksaan.
7. Untuk pasien rawat jalan, hasil kritis harus dilaporkan kepada dokter yang meminta
pemeriksaan dan harus menyampaikan hasil kritis ke pasien.
8. Dokter/ perawat di ruangan yang menerima hasil kritis menerapkan mekanisme pelaporan
hasil kritis sebagai berikut:
a. 15 menit pertama: harus segera melaporkan pada DPJP, bila belum berhasil
menghubungi, ke langkah berikut:
b. 15 menit ke dua: harus melaporkan pada DPJP, bila belum berhasil menghubungi, ke
langkah berikut:
c. 15 menit ke tiga: Bila hari kerja dapat menghubungi: Divisi departemen terkait, Bila di luar
jam kerja/ hari libur menghubungi konsulen jaga yang bertugas, bila belum berhasil
menghubungi ke langkah berikut:
d. 15 menit ke empat: menghubungi konsulen jaga yang bertugas, bila belum berhasil juga
maka dapat menghubungi urutan pimpinan sebagai berikut:
1. Kepala IGD, jika tidak dapat dihubungi
2. Kepala ICU, jika tidak dapat dihubungi
3. Direktur Medik Keperawatan

Dokter yang dilaporkan tentang hasil kritis yang perlu diwaspadai tersebut,
bertanggungjawab terhadap interpretasi hasil dan pengambilan tindakan terhadap pasien.

29
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Komunikasi efektif yang sudah dilakukan didokumentasikan dalam berkas rekam medis di lembar
catatan terintegrasi, catatan asuhan keperawatan, resume rapat pembahasan kasus, formulir
permintaan pemeriksaan laboratorium atau radiologi, formulir rujukan, lembar Komunikasi Informasi
dan Edukasi (KIE), asesmen awal pasien rawat inap, dan di buku kesehatan pasien.
2. Komunikasi via telephone atau lisan didokumentasikan pada formulir catatan terintegrasi rawat
inap.
3. Hasil kegiatan yang terkait dengan komunikasi efektif dilaporkan secara berkesinambungan dengan
kegiatan pendidikan pasien dan keluarga serta assesment pasien.
4. Penyediaan media pendukung komunikasi, yaitu media cetak seperti lembar balik (flipchart), lembar
lipat (leaflet), poster, selebaran (flyer), buklet dan media elektronik (vcd) akan sangat membantu
efektivitas komunikasi.

30
5. Penjelasan dalam panduan ini terbatas pada pengertian umum tentang komunikasi efektif dan nilai
kritis sehingga masih diperlukan cara lain agar dokter dan staf di rumah sakit benar-benar dapat
melakukan komunikasi efektif dalam menjalankan profesinya.

ALPHABET SESUAI STANDART INTERNASIONAL


A ALFA N NOVEMBER 1 ONE
B BRAVO O OSCAR 2 TWO
C CHARLIE P PAPA 3 THREE
D DELTA Q QUEBEC 4 FOUR
E ECHO R ROMEO 5 FIVE
F FANTA S SIERRA 6 SIX
G GOLF T TANGGO 7 SEVEN
H HOTEL U UNIFORM 8 EIGHT
I INDIA V VICTOR 9 NINE
J JULIET W WHISKEY 0 ZERO
K KILO X XRAY
L LIMA Y YANKE
M MIKE Z ZULU
31
Lampiran. 1 Panduan Komunikasi Efektif

NO JENIS PEMERIKSAAN NILAI RENDAH NILAI TINGGI


LABORATORIUM
HEMATOLOGI DAN HEMOSTASIS
1. Hemoglobin ≤ 7.0 g/dL ≥ 20.0 g/dL
2. Hemoglobin Neonatus ≤ 9 g/dL ≥ 30 g/dL
3. Hematokrit ≤ 20 ≥ 60
4. Lekosit ≤1000/μL ≥ 50.000/μL
5. Trombosit ≤ 30.000/μL ≥ 1.000.000/μL
6. Bleeding time ≥ 15 menit
NILAI KLINIK
7. Ureum ≤ 4 mg/dL ≥ 160 mg/dL
8. Creatinin ≤ 0,4 mg/dL ≥ 2,8 mg/dL
9. Bilirubin dewasa - ≥ 12 mg/dL
10. Bilirubin Neonatus - ≥ 15 mg/dL
32
11. Glukosa Darah Dewasa ≤ 50 mg/dL ≥ 500 mg/dL
12. Glukosa darah bayi ≤ 45 mg/dL ≥ 300 mg/dL
13. Albumin ≤ 1.5 g/dL ≥ 15 g/dL
14. Trigliserida - ≥ 1000 mg/dL
15. Natrium ≤ 125 umol/dL ≥ 160 umol/dL
16. Kalium ≤ 2,5 umol/dL ≥ 8,0 umol/dL
17. Kalium (≤ 3 Bulan ) ≤ 2,7 umol/dL ≥ 7.6 umol/dL
18. Klorida ≤ 70 umol/dL ≥ 120 umol/dL
Lampiran. 2 : Daftar nilai kritis yang wajib di laporkan segera

JENIS PEMERIKSAAN
NO LABORATORIUM NILAI RENDAH NILAI TINGGI

NILAI KLINIK
1. Kalsium Total ≤ 4,4 mg/dL ≥ 13 mg/dL
2. Kalsium ion ≤ 2,0 mg/dL ≥ 7,0 mg/dL
3. Lipase - ≥ 80 IU/L
4. Amilase - ≥ 250 IU/L
5. Magnesium ≤ 1 mg/dL ≥ 3,5 mg/dL
6. Fosfor ≤ 2,5 mg/dL -
7. Laktat - ≥ 4,0 mmol/L
8. Troponin T - ≥ 1,5 ng/mL
9. Imunologi
10. D. dimer - ≥ 500 ng/dL

33
Mikrobiologi dan Parasit
11. Kultur darah - Positif
12. Kultur MRSA - Positif
13. BTA - Positif+++/3

Hematologi dan Hemostasis

14. PT (bukan terapi anti koagulan) - ≥ 30 detik


15. INR (bukan terapi anti koagulan) - INR : > 5,0
16. APTT (bukan terapi heparin) - ≥ 70 detik
17. APTT (terapi heparin) - ≥ 120 detik
18. Fibrinogen ≤ 100 mg/dL ≥ 800 mg/dL
19. TT - ≥ 60 detik
Analisa Gas Darah Arteri
20. pH ≤ 7,20 ≥ 7,60
21. pCO2 ≤ 20 mm Hg ≥ 77 mm Hg
22. pO2 ≤ 40 mm Hg -
23. HCO3 ≤ 10 mEq/L ≥ 40 mEq/L
24. O2 Saturation ≤ 40 % ≥ 85 %
Analisa Gas Darah Vena
sa
25. pH ≤ 7,20 ≥ 7,60
26. pCO2 ≤ 20 mm Hg ≥ 77 mm Hg
27. HCO3 ≤ 10 mEq/L ≥ 40 mEq/L
28. O2 Saturation ≤ 40 % ≥ 85 %

Lampiran. 3sa: Daftar nilai kritis laborotorium rujukan

34
NO NILAI KRITIS
1. Fraktur tulang belakang cervical
2. Fraktur depresi pada tengkorak
3. Udara bebas di abdomen ( bila tanpa riwayat pembedahan dalam waktu dekat )
4. Perlukaan organ dalam traumatic
5. Obstruksi usus
6. Fraktur costae
7. Fraktur tulang
Lampiran. 4 : Daftar nilai kritis pemeriksaan radiologi yang wajib dilaporkan di rumah sakit aqidah.

35
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH
NOMOR: 144/SK-DIR/RSAQ/VII/2018
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN KEWASPADAAN OBAT HIGH ALERT

Menimbang : a. Bahwa Untuk Memastikan Keselamatan Pasien Penerapan Manajemen


atau Pengelola Obat Harus Dilaksanakan Dengan Benar Dan Optimal.
b. Bahwa Obat – Obatan Yang Perlu Di Waspadai (High Alert Medications)
Adalah Obat Yang Persentasenya Tinggi Dalam Menyebabkan
Kesalahan / Error Dan / Atau Kejadian Sentinel.
c. Bahwa Obat – Obatan Yang Beresiko Tinggi Dan Obat – Obatan Yang
Tampak Mirip atau Ucapan Mirip (Nama Obat, Rupa Dan Ucapan Mirip
atau NORUM Atau Look–Alike Sound–Alike / LASA) dapat menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome).
d. Bahwa World Health Organization (WHO) telah membuat daftar obat
yang perlu diwaspadai yang dapat mengganggu keamanan pasien
(seperti larutan konsentrat). Bila perawat tidak mendapatkan orientasi
atau diklat yang baik akan berdampak buruk pada pasien.
e. Bahwa untuk mengeleminasi kejadian tersebut diatas, di perlukan suatu
keputusan direktur melalui kebijakan tentang Pemberlakuan Paduan
Kewaspadaan Obat High Alert.
Mengingat : 1. Undang-undang RI No. 3 Tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan,
pemusnahan dan pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi
2. Undang-undang RI No. 34 tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit
3. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
4. Undang-undang RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
5. PP RI No. 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan
Alkes.
6. PP RI No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaaan Kefarmasian
7. Permenkes RI No. 889/MENKES/PER/V/2011.
8. Permenkes RI No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan
Pasien.
9. Permenkes RI No. 2406/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Pedoman
Umum Penggunaan Antibiotik
10. Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit.

36
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : PEMBERLAKUAN PANDUAN KEWASPADAAN OBAT HIGH ALERT RUMAH
SAKIT AQIDAH .
KEDUA : Panduan kewaspadaan obat high alert sebagaimana dimaksud Diktum
Pertama agar digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan identifikasi
pasien di Rumah Sakit Aqidah .
KETIGA : Direksi beserta jajarannya di lingkungan Rumah Sakit Aqidah melakukan
pembinaan dan pengawasan tentang pelaksanaan kewaspadaan obat high
alert dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit.
KEEMPAT : Panduan kewaspadaan obat high alert ini akan dievaluasi secara berkala
sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga tahun.
KELIMA : Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KEENAM : Apabila dikemudian hari terjadi kekeliruan dalam Surat Keputusan ini maka
akan diadakan perubahan atau perbaikan seperlunya.
Ditetapkan di : TANGERANG
Tanggal : 16 Juli 2018
DIREKTUR RS AQIDAH

dr. Adlan Fariz

37
BAB I
DEFINISI

Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert Medications) adalah sejumlah obat-obatan yang
memiliki resiko tinggi menyebabkan bahaya yang besar pada pasien jika tidak digunakan secara tepat
(drugs that bear a heightened risk of causing significant patient harm when they are used in error ISMP -
Institute for Safe Medication Practices).
Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert Medications) merupakan obat yang persentasinya
tinggi dapat menyebabkan terjadinya kesalahan atau error dan atau kejadian sentinel (sentinel event),
obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) termasuk obat-obat yang tampak mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip atau NORUM,
atau Look-Alike Sound-Alike / LASA), termasuk pula obat dengan konsentrasi tinggi.
Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dan tidak merusak mutu obat.
Label adalah tulisan pada wadah/kemasan suatu produk dengan cara ditempelkan/dicetak.
Obat LASA (look alike sound alike) merupakan obat dengan rupa dan nama yang mirip.

38
BAB II
RUANG LINGKUP

A. KEBIJAKAN PENYIMPANAN OBAT HIGH ALERT DI INSTALASI FARMASI


1. Penyimpanan harus dapat menjamin stabilitas, keamanan, dan mutu sediaan farmasi.
2. Apoteker perlu melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan farmasi yang diterima dan
disimpan.
3. Penyimpanan obat keras harus dilakukan diluar jangkauan pasien.
4. Obat yang perlu penanganan khusus seperti Narkotika, Psikotropika, obat yang memerlukan
suhu tertentu, obat yang mudah terbakar, Sitostatika dan disimpan pada tempat yang khusus.
5. Jika ada obat yang expired/rusak disimpan terpisah dengan obat lainnya.
6. Obat dengan kemasan,nama dan penyebutan yang mirip (Look alike, sound alike, LASA)
harus diberi penandaan khusus.

B. KEBIJAKAN PELABELAN OBAT HIGHT ALERT DI INSTALASI FARMASI


1. Tempelkan stiker obat Hight Alert pada setiap dus obat.
2. Beri stiker Hight Alert pada setiap ampul obat Hight Alert yang akan diserahkan kepada
Perawat.
3. Pisahkan obat Hight Alert dengan obat lain dalam tempat khusus.
4. Simpan Obat Narkotika dan psikotropika secara terpisah dalam lemari terkunci double, setiap
pengeluaran harus diketahui penanggung jawabnya dan dicatat, setiap ganti sift dalam buku
dan serah terima lengkap dengan jumlahnya serta di tanda tangani.
5. Sebelum perawat memberikan obat Hight Alert cek kepada perawat lain untuk memastikan
tidak ada salah pasien dan kesalahan pada pemberian dosis (double check).
6. Obat Hight Alert dalam infuse : cek selalu kecepatan dan ketepatan pompa infuse, tempel
stiker label dengan nama obat pada botol infuse dan di tulis dengan catatan sesuai ketentuan.

C. OBAT YANG PERLU DIWASPADAI DAPAT DIBEDAKAN MENJADI:


1. Kelompok obat yang memiliki rupa mirip (Look-Alike)
2. Kelompok obat yang memiliki nama mirip (Sound-Alike)
3. Kelompok obat konsentrasi tinggi (Elektrolit Konsentrat)

39
BAB III
TATA LAKSANA

A. IDENTIFIKASI OBAT HIGH ALERT


Identifikasi obat high alert dilakukan pada terutama pada :
1. Kelompok obat yang memiliki rupa mirip (Look-Alike).
2. Kelompok obat yang memiliki nama mirip (Sound-Alike).
3. Kelompok obat konsentrasi tinggi (Elektrolit Konsentrat).
Setelah dilakukan identifikasi kemudian obat yang tergolong High Alert diberi label untuk mencegah
terjadinya insiden keselamatan pasien.

B. PELABELAN OBAT HIGH ALERT


Pelabelan pada kemasan sedemikian rupa dibuat sehingga tidak mudah lepas dari
kemasannya,tidak mudah luntur atau rusak serta terletak pada bagian kemasan yang mudah untuk
dilihat dan dibaca dengan jelas.
1. Ketentuan umum pelabelan
a. Harap digunakan huruf latin dalam tulisan label.
b. Semua persyaratan atau peringatan yang memuat ketentuan yang ditetapkan wajib
menggunakan huruf latin.
c. Seluruh peringatan atau keterangan harus ditulis dengan lengkap dan mudah
dibaca.
d. Pada label tidak boleh dicantumkan gambar atau apapun yang dapat mengakibatkan
salah penafsiran pada produk itu sendiri.
e. Pada label dilarang mencantumkan referensi.
2. Pada label informasi yang harus dan wajib dicantumkan adalah :
a. Label identitas pasien
b. Cairan infuse
c. Botol ke……..
d. Ruang perawatan……….
e. Obat yang ditambahkan dan jumlah………
f. Tanggal pemberian per-jam
g. Diberikan oleh ……….

3. Label untuk obat yang perlu diwaspadai dapat dibedakan menjadi dua jenis :
a. “HIGH ALERT” untuk elektrolit konsentrasi tinggi, jenis injeksi atau infuse tertentu, mis.
Heparin, Insulin, dll.
· Apabila obat dikemas dalam paket untuk kebutuhan pasien, maka diberikan tanda
HIGH ALERT pada kemasan primer obat.
b. “LASA” untuk obat-obat yang termasuk kelompok LASA atau NORUM.

40
· Obat kategori Look Alike Sound Alike (LASA) diberikan penanda dengan label
LASA pada tempat penyimpanan obat.

C. PENYIMPANAN OBAT HIGH ALERT DAN NARKOTIKA PSIKOTROPIKA.


1. Tujuan penyimpanan obat :
a. Untuk memelihara mutu obat.
b. Menghindari penggunaan yg tidak bertanggung jawab.
c. Menjaga kelangsungan persediaan.
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.
2. Pengaturan penyimpanan obat :
a. Penyimpanan harus dapat menjamin stabilitas, keamanan dan mutu sediaan Farmasi.
b. Apoteker perlu melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan farmasi yang diterima dan
disimpan.
c. Penyimpanan obat keras harus dilakukan diluar jangkauan pasien
d. Obat yang perlu penanganan khusus seperti narkotika, psikotropika, obat yang memerlukan
suhu tertentu, obat yang mudah terbakar, sitostatika disimpan pada tempat khusus.
e. Obat yg expired atau rusak disimpan terpisah dengan obat lainnya.
f. Obat dengan kemasan, nama dan penyebutan yg mirip (Look Alike, Sound Alike, LASA)
harus diberi penandaan khusus.
g. Menurut bentuk sediaan dan alphabet.
h. Menerapkan sistem First In First Out dan First Expired First Out.
i. Menggunakan lemari, rak dan pallet.
j. Menggunakan lemari khusus (DOUBLE LOCK) untuk menyimpan obat narkotika dan obat
psikotropika. Kunci dipegang oleh yang sedang dinas, apabila yang sedang dinas berdua
maka kunci dipegang oleh masing-masing petugas farmasi kecuali yang sedang dinas
sendiri. Ketika saat pengambilan obat narkotika atau obat psikotropika maka harus
dipastikan petugas farmasi melakukan (DOUBLE CHECK).
k. Menggunakan lemari khusus untuk perbekalan farmasi yang memerlukan penyimpanan
pada suhu tertentu.
l. Dilengkapi dengan kartu stok obat.
3. Penyimpanan obat dengan Konsentrasi Tinggi
a. Petugas farmasi yang menerima obat segera memisahkan obat yang termasuk kelompok
obat yang “High Alert” sesuai Daftar Obat High Alert.
b. Tempelkan stiker merah bertuliskan “High Alert” pada setiap kemasan obat dan obatnya.
4. Penyimpanan Obat LASA (Look Alike Sound Alike)
a. LASA (Look Alike Sound Alike) merupakan sebuah peringatan (warning) untuk keselamatan
pasien (patient safety) : obat-obatan yang bentuk / rupanya mirip dan pengucapannya atau
namanya mirip TIDAK BOLEH diletakkan berdekatan.

41
b. Walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama harus diselingi dengan minimal 2 (dua)
obat dengan kategori LASA diantara atau ditengahnya.
c. Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA saat memberi atau menerima
instruksi.

D. PEMBERIAN OBAT
1. Pemberian Obat Perlu Diwaspadai
a. Penyiapan Obat yang Perlu Diwaspadai (High Alert) di Ruang Perawatan
Penyiapan dan pemberian obat kepada pasien yang perlu diwaspadai termasuk elektrolit
konsentrasi tinggi harus memperhatikan kaidah berikut :
1) Setiap pemberian obat menerapkan PRINSIP 7 BENAR.
2) Pemberian elektrolit pekat harus dengan pengenceran dan penggunaan label khusus.
3) Pastikan pengenceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang yang berkompeten.
4) Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori LASA.
5) Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi di meja dekat pasien tanpa
pengawasan.
6) Biasakan mengeja nama obat dengan kategori obat LASA atau NORUM (Look Alike
Sound Alike = Nama Obat Rupa Mirip), saat memberi atau menerima instruksi.
b. Cek 7 (Tujuh) Benar Obat Pasien
Setiap penyerahan obat kepada pasien dilakukan verifikasi 7 (tujuh) benar untuk mencapai
medication safety :
1) Benar nama pasien.
2) Benar obat.
3) Benar tidak kadaluarsa.
4) Benar dosis.
5) Benar waktu pemberian.
6) Benar cara pemberian.
7) Benar dokumentasi.
c. Pemberian Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert) di Ruang Perawatan
1) Sebelum perawat memberikan obat high alert kepada pasien maka perawat lain harus
melakukan pemeriksaan kembali (double check) secara independen :
a) Kesesuaian antara obat dengan rekam medik/instruksi dokter.
b) Ketepatan perhitungan dosis obat.
c) Identitas pasien.
2) Obat high alert infus harus dipastikan :
a) Ketepatan kecepatan pompa infus (infuse pump).
b) Jika obat lebih dari satu, tempelkan label nama obat pada syringe pump dan
disetiap ujung jalur selang.

42
3) Obat high alert elektrolit konsentrasi tinggi harus diberikan sesuai perhitungan standar
yang telah baku, yang berlaku di semua ruang perawatan.
4) Setiap kali pasien pindah ruang rawat, perawat pengantar menjelaskan kepada perawat
penerima pasien bahwa pasien mendapatkan obat high alert, dan menyerahkan formulir
pencatatan obat.
5) Dalam keadaan emergency yang dapat menyebabkan pelabelan dan tindakan
pencegahan terjadinya kesalahan obat high alert dapat mengakibatkan tertundanya
pemberian terapi dan memberikan dampak yang buruk pada pasien, maka dokter dan
perawat harus memastikan terlebih dahulu keadaan klinis pasien yang membutuhkan
terapi segera (cito) sehingga double check dapat tidak dilakukan, namun sesaat sebelum
memberikan obat, perawat harus menyebutkan secara lantang semua jenis obat yang
diberikan kepada pasien sehingga diketahui dan didokumentasikan dengan baik oleh
perawat yang lainnya.
d. Pengecekan Ganda terhadap High Alert Medications
Perawat harus selalu melakukan pengecekan ganda (double-check) terhadap semua high
alert medications sebelum diberikan kepada pasien.
1) Tujuan :
Identifikasi obat-obatan yang memerlukan verifikasi atau pengecekan ganda oleh
petugas kesehatan lainnya (sebagai orang kedua) sebelum memberikan obat dengan
tujuan meningkatkan keselamatan dan akurasi.
2) Kebijakan :
Pengecekan ganda atau diperlukan sebelum memberikan high alert medicationstertentu
atau spesifik dan di saat pelaporan pergantian jaga atau saat melakukan transfer
pasien. Pengecekan ganda ini akan dicatat pada rekam medis pasien atau pada catatan
pemberian medikasi pasien.
3) Pengecekan pertama harus dilakukan oleh petugas yang berwenang untuk
menginstruksikan, meresepkan, atau memberikan obat-obatan, antara lain: perawat,
ahli farmasi, dan dokter.
4) Pengecekan kedua akan dilakukan oleh petugas yang berwenang, atau perawat
lainnya. (petugas tidak boleh sama dengan pengecek pertama).
5) Kebutuhan minimal untuk melakukan pengecekan ganda /verifikasi oleh orang kedua
dilakukan pada kondisi-kondisi seperti berikut:
a) Setiap akan memberikan injeksi obat
b) Untuk infuse :
- Saat terapi inisial.
- Saat terdapat perubahan konsentrasi obat.
- Saat pemberian bolus.
- Saat pergantian jaga perawat atau transfer pasien.
c) Setiap terjadi perubahan dosis obat.

43
d) Pengecekan tambahan dapat dilakukan sesuai dengan instruksi dari dokter.
6) Petugas kesehatan mempersiapkan obat dan hal-hal di bawah ini untuk menjalani
pengecekan ganda oleh petugas kedua :
a) Obat-obatan pasien dengan label yang masih baru.
b) Rekam medis pasien, catatan pemberian medikasi pasien, atau resep / instruksi
tertulis dokter.
c) Obat yang hendak diberikan lengkap dengan labelnya.
7) Petugas kedua akan memastikan hal-hal berikut ini :
a) Obat telah disiapkan dan sesuai dengan instruksi.
b) Perawat pasien harus memverifikasi bahwa obat yang hendak diberikan telah
sesuai dengan instruksi dokter.
c) Obat memenuhi 7 persyaratan.
- Obat tepat.
- Dosis atau kecepatannya tepat, termasuk pengecekan ganda mengenai
penghitungan dan verifikasi pompa infuse.
- Rute pemberian tepat.
- Frekuensi / interval tepat.
- Diberikan kepada pasien yang tepat.
- Informasi tepat.
- Benar dokumentasi.
d) Membaca label dengan suara jelas.
e) Perawat untuk memverifikasi ketujuh persyaratan

E. PENYIAPAN OBAT HIGH ALERT


1. Apoteker atau Asisten Apoteker memverifikasi resep obat high alert sesuai pedoman
Pelayanan Farmasi penanganan High Alert.
2. Jika apoteker tidak ada di tempat, maka penanganan obat high alert dapat didelegasikan pada
asisten apoteker yang sudah ditentukan.
3. Dilakukan pemeriksaan kedua oleh petugas farmasi yang berbeda sebelum obat diserahkan
kepada perawat.
4. Petugas farmasi pertama dan kedua, membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di bagian
belakang resep sebagai bukti telah dilakukan double check.
5. Obat diserahkan kepada perawat/pasien disertai dengan informasi yang memadai dan
menandatangani buku serah terima obat rawat inap

F. OBAT – OBAT NARKOTIKA


Obat-obat narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka
yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh manusia. Pengaruh tersebut berupa

44
pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat, halusinasi atau timbulnya khayalan-
khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya.
Istilah “narkotika” ada hubungannya dengan kata “narkan” (bahasa Yunani) yang berarti menjadi
kaku. Dalam dunia kedokteran dikenal juga istilah narkose atau narkosis yang berarti dibiuskan.
Obat narkose yaitu obat yang dipakai untuk pembiusan dalam pembedahan.
Di dalam Undang-Undang RI. Nomor 22 Tahun 1997 tanggal 1 September 1997 tentang Narkotika,
menyatakan bahwa “Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan Ilmu Pengetahuan termasuk kepentingan Lembaga Penelitian/PEndidikan saja, sedangkan
pengadaaan impor/ekspor, peredaran dan pemakaiannya diatur oleh Pemerintah, dalam hal ini
Departemen Kesehatan. Akan tetapi kenyataannya zat-zat tersebut banyak yang datang dan
masuk ke Indonesia secara Ilegal sehingga menimbulkan permasalahan. Pedredaran zat terlarang
secara gelap itu dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang ingin memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya.”

G. DAFTAR OBAT HIGH ALERT DAN NARKOTIKA


NO GOLONGAN (KELAS TERAPI) NAMA OBAT

1 Narkotika CODEIN TAB 10 MG


CODIPRONT SYR
CODIPRONT CUM EXPEC SYR
PETHIDIN INJ
FENTANYL 2 ML
DUROGESIC PATCH 25

2 Psikotropika ALGANAX 0,5 MG TAB


ALGANAX 1 MG TAB
ALPRAZOLAM 0,5 MG TAB
ALPRAZOLAM 1 MG TAB
ANALLSIK TAB
BRAXIDIN TAB
CLOBAZAM 10 MG TAB
MILOZ INJ 5 MG
PHENOBARBITAL 30 MG TAB
PHENOBARBITAL INJ
STESOLID RECTAL 5 MG
STESOLID RECTAL 10 MG
STESOLID INJ 10 MG
VALISANBE 2 MG TAB

45
VALISANBE 5 MG TAB

3 Anti diabetika/ insulin NOVOMIX


NOVORAFID
LANTUS

4 Adrenergik agonis EPINEPHRINE INJ


(Vasokonstriksi) N-EPI INJ

5 Adrenergik Antagonis EPHEDRINE INJ


EPHEDRINE TAB
PROPANOLOL TAB

6 Anestesi Agent BUPIVACAIN INJ


(Obat Anestesi) REGIVEL INJ
KTM INJ
PROANES INJ
NOTRIXUM INJ
PROSTIGMIN INJ
SEVORANE

7 Anti Aritmia LIDOCAIN INJ


PEHACAIN INJ

8 Anti Thrombotic Agent CLOPIDOGREL 75 MG CAP

10 Elektrolit Konsentrat SALIN 3% 500 CC


KCl 7,46% 25 CC
DEXTROSE 40% 25 CC
MgSO4 40% 25 CC
MgSO4 20% 25 CC
MANITOL 20% INFUS 500 CC
MEYLON 25 CC
CALCII GLUCONAS INJ

11 Oxytocin (Hormon) OXYTOCIN INJ


OXYLA INJ

46
12 Inotropik (Obat Jantung) DIGOXIN INJ
DIGOXIN TAB
DOPAMIN INJ
DOBUTAMIN INJ

13 Hypoglicemics Oral GLIBENCLAMID 5 MG TAB


METFORMIN 500 MG
METFORMIN XR 850 TAB
GLIMEPIRIDE 1 MG TAB
GLIMEPIRIDE 2 MG TAB
GLIMEPIRIDE 3 MG TAB
ACARBOSE 50 MG TAB
GLUDEPATIC 500 MG TAB

G. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


1. Instalasi farmasi, ruang perawatan, poliklinik harus memiliki daftar obat High alert
2. Setiap tenaga kesehatan harus mengetahui penanganan khusus untuk obat high alert
3. Prosedur peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai dilakukan mulai dari
peresepan, penyimpanan, penyiapan di farmasi dan ruang perawatan dan pemberian obat
4. Obat high alert disimpan ditempat terpisah, diberi label High alert
5. Pengecekan dengan 2 (dua) orang petugas yang berbeda untuk menjamin kebenaran
obat high alert yang digunakan.

47
BAB IV
DOKUMENTASI

- Daftar Obat High Alert


- Bukti Pelabelan Obat High Alert
- Bukti Penyimpanan Obat High Alert
- Kartu Stok Obat High Alert

48
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH
NOMOR: 145/SK-DIR/RSAQ/VII/2018
TENTANG
KEPASTIAN TEPAT LOKASI, TEPAT PROSEDUR DAN TEPAT PASIEN

Menimbang : a. Bahwa ketepatan lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien adalah proses
yang umum dan merupakan prosedur yang kompleks di rumah sakit.
b. Bahwa dalam pelayanan klinis pada asesmen pasien dibutuhkan ketepatan
lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien.
c. Bahwa ketepatan lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien membawa resiko
tinggi, sehingga pemberiannya harus dilaksanakan dengan seksama.
d. Bahwa untuk mengurangi risiko yang terjadi akibat ketepatan lokasi, tepat
prosedur dan tepat pasien yang tertuang dalam Keputusan Direktur
Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Bedah.
Mengingat : 1. Undang-Undang RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
2. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan No.290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran.
5. Peraturan Menteri Kesehatan No.1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 519/MENKES/PER/III/2011 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di
Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : MEMBERLAKUKAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH
TENTANG KEBIJAKAN TEPAT LOKASI, TEPAT PROSEDUR DAN TEPAT
PASIEN DI RUMAH SAKIT AQIDAH.
KEDUA : Rumah sakit harus menyediakan pelayanan anestesi (termasuk sedasi
moderat dan dalam) yang dibutuhkan pasien selama 24 jam termasuk
keadaan darurat di luar jam kerja.
KETIGA : Pelayanan anestesi harus dipimpin oleh orang yang kompeten
(bersertifikat).
KEEMPAT : Setiap pasien dengan post anestesi harus dimonitor dan didokumentasikan
dengan menggunakan kriteria baku.

49
KELIMA : Rumah sakit harus menyediakan pelayanan bedah yang dibutuhkan oleh
pasien.
KEENAM : Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan bedah harus di asesmen untuk
menentukan : pemberian prosedur yang tepat, melaksanakan prosedur
yang aman, menginterpretasikan temuan dalam monitoring.
KETUJUH : Setiap pasien yang akan dilakukan pembedahan harus dilakukan check list
keselamatan pasien.
KEDELAPAN : Setiap tindakan anestesi dan bedah yang akan dilakukan harus
diinformasikan dan mendapat persetujuan dari pasien dan keluarga
(informed consent).
KESEMBILAN : Pelayanan anestesi harus melaksanakan asesmen premedikasi, monitoring
status fisiologis pasien secara terus – menerus selama pembedahan dan
segera sesudahnya bersama dengan penanggung jawab anestesi atau
DPJP.
KESEPULUH : Setiap asuhan bedah pasien, asesmen pasien post bedah, laporan operasi
dan check list keselamatan pasien bedah harus didokumentasikan dalam
rekam medis pasien.

KESEBELAS : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : TANGERANG
Tanggal : 16 Juli 2018

DIREKTUR RS AQIDAH

dr. Adlan Fariz

50
BAB I
DEFINISI

Asesmen Pra Anestesi / Sedasi merupakan asesmen yang dilakukan untuk mengetahui kondisi
pasien sebelum dilakukan tindakan anestesi/sedasi.
Penandaan lokasi operasi adalah Proses kegiatan untuk Penandaan Area Operasi (mark site).
Check list keselamatan operasi adalah daftar kegiatan yang harus dilakukan untuk mengurangi
angka kesakitan, kematian dan sentinel sehubungan dengan kegiatan operasi dengan cara
pengecekan pasien dan kondisinya sebelum, selama dan sesudah operasi, alat kesehatan, obat-
obatan, kesiapan perlengkapan operasi sampai serah terima pasien diruang pemulihan.
Tepat lokasi menggunakan tanda yang mudah dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan.
Tepat prosedur dengan menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yang
tepat, prosedur yang tepat, dan pasien yang tepat sebelum operasi, dan seluruh dokumen serta
peralatan yang dibutuhkan tersedia, benar dan berfungsi.
Tepat pasien seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat
sebelum prosedur operasi dimulai.
Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi
tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan
tersedia, tepat, dan fungsional.
Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi atau time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur atau tindakan pembedahan.
Surgical safety checklist (SSCL) WHO diterapkan di bagian bedah dan anestesi untuk
meningkatkan kualitas dan menurunkan kematian dan komplikasi akibat pembedahan. Tindakan
pembedahan memerlukan persamaan persepsi antara ahli bedah, anestesi, dan perawat.

51
BAB II
RUANG LINGKUP

Salah lokasi, salah-prosedur dan salah pasien operasi, adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan
tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari :
1. Komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah.
2. Kurang atau tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi.
3. Asesmen pasien yang tidak adekuat.
4. Penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat.
5. Budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah.
6. Permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca.
7. Pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur
yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek
berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009),
juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong
Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat
dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dengan ketentuan.
1. Harus dibuat oleh operator atau orang yang akan melakukan tindakan.
2. Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan.
3. Harus terlihat sampai saat akan disayat.
Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi)
atau multipel level (tulang belakang).
Tahapan proses verifikasi yang ada pada Surgical Safety Checklis adalah :
1. Verifikasi Pre Anestesi (Sign In)
a. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar.
b. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia,
diberi label dengan baik, dan dipampang.
c. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan atau implant yang dibutuhkan.
2. Verifikasi Pre Incisi Kulit (Time Out)
a. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
b. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi atau time-out’
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur atau tindakan pembedahan.

52
d. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental
yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
3. Verifikasi Post Operasi (Sign Out)
a. Memverifikasi tepat pasien melakukan komunikasi verbal.
b. Memastikan apakah ada masalah peralatan yang harus ditangani.
c. Memperhatikan keluhan utama pada pasien diruang pemulihan.

53
BAB III
TATA LAKSANA

A. TEKHNIK PENANDAAN LOKASI OPERASI


Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atau satu pada tanda
yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten dan harus dibuat oleh
operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi
ditandai pada organ yang mempunyai Lateralisasi (kanan, kiri, atau bilateral) dan pada dua lokasi
operasi dengan tindakan operasi yang berbeda.
Langkah-langkah penandaan lokasi operasi
1. Berikan salam pada pasien dan perkenalkan diri.
2. Lakukan identifikasi dengan meminta pasien menyebutkan nama lengkap (sesuai e-KTP)
dan tanggal lahir sambil mencocokan dengan gelang identitas.
3. Memberikan penjelasan kepada pasien maksud dan tujuan pemberian tanda pada lokasi
yang akan dioperasi.
4. Lakukan Penandaan (Mark Site) daerah operasi/ tindakan invasif :
a. Penandaan daerah operasi/ tindakan invasif dilakukan di ruang perawatan kecuali
operasi cito/emergency, penandaan dilakukan di ruang persiapan operasi oleh operator.
Bila operator berhalangan, dapat digantikan oleh residen senior yang diberi
kewenangan.
b. Penandaan daerah operasi/ tindakan invasif menggunakan marker permanen/ tinta
marker/ gentian violet dengan memberi tanda Panah () oleh dokter operator, yang
apabila berhalangan hadir, dapat dilakukan oleh residen yang diberikan kewenangan.
c. Penandaan area operasi dilakukan kepada seluruh jenis pembedahan/tindakan, kecuali
pada kasus yang sulit/tidak memungkinkan seperti endoskopi saluran cerna, ada
trauma, luka bakar.
d. Pemberian tanda lokasi operasi dilakukan pada : Dua lokasi operasi dengan tindakan
operasi yang berbeda.
e. Penandaan menggunakan tinta yang tidak mudah dihapus, sehingga dapat dilihat
sampai saat akan drapping.
f. Jangan memberi tanda pada bukan area operasi.
g. Pemberin tanda dengan melibatkan pasien jika memungkinkan.
h. Jika pasien menolak pemberian tanda pada lokasi/ sisi operasi harus didokumentasikan
pada rekam medik pasien.
i. Jika lokasi/sisi operasi tidak memungkinkan diberi tanda maka akan ditandai pada area
dekat lokasi atau di cast (gips) jika terpasang.

54
j. Pada neonates, mengingat bahwa kulitnya sangat sensitive dan sering mengalami
pengelupasan, maka penandaan area dilakukan dengan mengggambar area/ sisi
operasi pada berkas rekam medik pasien.
k. Jika terjadi tanda hilang/terhapus sebelum dilakukan operasi harus diberi tanda ulang
sesuai hasil verifikasi oleh dokter operator.
l. Validasi lokasi/ sisi operasi dengan ijin tindakan operasi, hasil pemeriksaan diagnostik,
dan rekam medik pasien sebelum pasien diantar ke ruang operasi.
m. Verifikasi akhir oleh dokter operator sebelum “ Time Out”.
n. Pendokumentasian pada format verifikasi dan pada gambar penandaan area operasi.

B. SEBELUM INDUKSI ANESTESI


Pemilihan pelayanan anestesi dan merencanakan anestesi, pemberian layanan
anestesi yang aman dan tepat pada pasien.
Proses asesmen pra anestesi dijalankan dalam kerangka waktu yang lebih singkat
pada pasien emergensi atau obstetri yang membutuhkan anestesi. Sebagaimana asesmen pra
anestesi dikerjakan sebelum prosedur pembedahan, pasien dire-evaluasi sesaat sebelum
induksi anestesi.
Asesmen pra induksi terpisah dari asesmen pra anestesi, karena fokus pada stabilitas
fisiologis dan kesiapan pasien untuk anestesi dan terjadi segera sebelum induksi anestesi.
Bila anestesi yang harus diberikan pada keadaan darurat, asesmen pra anestesi dan
asesmen pra induksi dapat segera dilaksanakan secara berurutan atau secara serempak tetapi
didokumentasikan secara independen.
Langkah-langkah yang harus dilakukan ditahap ini :
1. Identifikasi pasien, prosedur, sisi operasi, informed consent sudah dicek.
2. Sisi operasi sudah ditandai.
3. Mesin anestesi berfungsi, alat dan obat-obatan lengkap.
4. Pulse oxymeter terpasang dan berfungsi.
5. Riwayat alergi
6. Kemungkinan kesulitan jalan nafas atau aspirasi.
7. Risiko kehilangan darah >= 500ml (IV Line harus sudah terpasang dan Informed Consent
untuk transfusi darah sudah di tandatangani).
Sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya harus sudah ditandatangani oleh dokter/ahli
anestesi.
C. SEBELUM MENYAYAT KULIT
Pelayanan bedah yang direncanakan bagi pasien didokumentasikan dalam status pasien,
termasuk diagnosis pra operatif. Nama dari prosedur bedah saja tidak bisa untuk menegakkan
suatu diagnosis

55
Sebelum pelaksanaan tindakan, dokter yang bertanggung jawab mendokumentasikan
informasi asesmen yang digunakan untuk mengembangkan dan mendukunng tindakan invasif yang
direncanakan.
Setiap pasien untuk tindakan bedah dibuat rencana berdasarkan informasi asesmen.
Sebelum tindakan, diagnosis pra operatif dan rencana tindakan didokumentasikan dalam rekam
medis pasien oleh dokter yang bertanggung jawab.
Langkah-langkah yang harus dilakukan di tahap ini :
1. Konfirmasi anggota tim (nama dan peran)
2. Konfirmasi nama pasien, prosedur dan lokasi incisi
3. Antisipasi kejadian kritis :
a. dr. Bedah reiview : Keadaan kritis atau langkah- langkah yang tidak diharapkan, lama
operasi, antisipasi kehilangan darah
b. dr. Anestesi review : Apakah ada keadaan pasien yang perlu diperhatikan.
c. Perawat review : Sterilitas, Instrumen.
4. Antibiotik profilaksis sudah diberikan dalam 60 menit sebelumnya.
5. Imaging yang diperlukan sudah dipasang (bila ada).
Pada saat operasi telah selesai pada bagian time-out ditandatangani oleh dokter operator.

D. SEBELUM MENINGGALKAN KAMAR OPERASI


Pada saat operasi telah selesai pada bagian sign-out akan ditandatangani oleh dokter operator,
dokter anestesi dan perawat sirkuler.
Sebelum pasien meninggalkan lokasi pemulihan pasca anestesi, suatu catatan singkat
tindakan bedah digunakan sebagai pengganti laporan tertulis tindakan bedah. Laporan singkat
operasi tersebut minimum memuat :
1. Diagnosa pasca operasi
2. Nama dokter bedah dan asisten
3. Nama prosedur
4. Spesimen bedah untuk pemeriksaan
5. Catatan spesifik komplikasi atau tidak adanya komplikasi selama operasi, termasuk jumlah
kehilangan darah.
6. Tanggal, waktu, dan tandatangan dokter yang bertanggung jawab
Langkah-langkah yang harus dilakukan di tahap ini :
1. Perawat melakukan konfirmasi secara verbal, bersama dokter operator dan anestesi
a. Nama prosedur
b. Instrumen, kasa, jarum dihitung harus lengkap
c. Speciment telah di beri label dengan tepat
d. Apa ada masalah peralatan yang harus ditangani
2. Dokter kepada perawat dan anestesi, apa yang harus diperhatikan dalam recovery dan
manajemen pasien.

56
Sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya harus sudah ditandatangani oleh Operator.
Monitoring selama anestesi adalah dasar dari monitoring selama periode pemulihan pasca
anestesi. Pengumpulan data secara sistematik dan analisis data terhadap status pasien,
mendukung keputusan untuk memindahkan pasien ke setting pelayanan lain dan yang kurang
intensif. Memindahkan dari ruang pulih pasca anestesi memakai salah satu cara alternatif
berikut ini :
a. Pasien dipindahkan oleh seorang anestesiolog yang berkualifikasi memadai penuh atau
petugas lain yang diberi otorisasi oleh petugas yang bertanggung jawab untuk mengelola
pelayanan anestesi.
b. Pasien dipindahkan oleh seorang perawat atau seorang petugas yang staf dan
berkualifikasi memadai sesuai dengan kriteria pasca anestesi yang dikembangkan oleh
pimpinan rumah sakit dan pemindahan ini didokumentasikan dalam rekam medis.
c. Pasien dipindahkan ke suatu unit yang telah ditetapkan sebagai tempat yang tepat untuk
pelayanan pasca anestesi atau pasca sedasi terhadap pasien tertentu, antara lain seperti
pada unit pelayanan intensif (HCU).
d. Waktu tiba dan pemindahan dari ruang pulih dicatat.

57
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Formulir penandaan lokasi operasi


B. Ceklist Keselamatan Operasi dimasukkan dalam dokumen rekam medis (DMR)

58
FORMULIR PENANDAAN Nomor RM : …………….……………

LOKASI OPERASI Nama : …………………………

Tanggal Lahir : …………………………

Jenis Kelamin : L / P

(Label Pasien / Affix Patient Identification Label)

Prosedur : ……………………………. Jam : ……………….. Tanggal Prosedur :

59
Saya menyatakan bahwa lokasi operasi yang telah ditetapkan pada diagram adalah benar.

Tangerang,....................................

Nama Pasien/Keluarga Dokter Operator

(…………………….………….) (………………….)

Tanda tangan dan nama lengkap Tanda tangan dan nama lengkap

*Berikan tanda panah (→) pada lokasi operasi

60
Nama pasien : .........................................................................

Ceklist Keselamatan Operasi Tanggal lahir : ........................................................................


(Surgical safety checklist)
SIGN IN, TIME OUT DAN SIGN OUT No. RM : ........................................................................

Perempuan Laki-laki
Sebelum Anestesi (SIGN IN) Sebelum Insisi (TIME OUT) Sebelum Pasien meninggalkan Ruang Operasi (SIGN OUT)
Masuk Ruang Operasi Tanda tangan Time Out Tanda tangan Keluar Ruang Operasi Tanda tangan
Pasien sudah dipastikan : Pastikan semua anggota tim memperkenalkan nama dan perannya masing-masing. Perawat sirkuler komfirmasi dengan tim.
 Identitas Nama prosedur yang tercatat.
 Sisi operasi Kebenaran jumlah instrumen,kassa, jarum.
 Prosedur Bagaimana spesimen diberi label (termasuk nama pasien)
 Informed Consent Apakah ada masalah pada alat ?
Apakah ada penandaan lokasi operasi ? Dokter bedah, anastesi, dan perawat konfirmasi secara verbal mengenai : Ya
Ada  Pasien Tidak
 Sisi Dokter
Tidak  Prosedur Operator
Cek keselamatan anastesi. Mesin anestes Antisipasi keadaan kritis Dokter bedah, anastesi dan perawat review hal-hal penting
berfungsii dan obat-obatan lengkap. Dokter bedah review :Keadaan kritis atau langkah- langkah yang tidak diharapkan, lama operasi, untuk pemulihan pasien.
antisipasi kehilangan darah.
Tim anastesi review : Apakah ada keadaan pasien yang perlu diperhatikan.
Tim perawat riview : Sudah steril(termasuk indikator hasil), adakah masalah alat.
Oximeter siap dan berfungsi.
Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan 60 menit sebelum tindakan ?
Apakah pasien alergi ?
Ya
Ya
Tidak Dokter/ Ahli
Tidak Anastesi
Apakah ada hasil imaging ?

58
Adakah resiko aspirasi? Ya
Ya Tidak
Tidak
Adakah resiko pendarahan ?
Tidak
Ya (sudah disiapkan Dokter/ Ahli Dokter Operator Perawat

transfusi) anestesi Sirkuler

59
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH
NOMOR: 146/SK-DIR/RSAQD/VII/2018
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN HAND HYGIENE

Menimbang : a Bahwa dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien


maka diperlukan penurunan angka infeksi di Rumah Sakit.
b Bahwa untuk menurunkan angka infeksi di Rumah Sakit salah
satunya dengan melakukan Cuci Tangan secara benar.
c Bahwa sehubungan dengan butir a dan b tersebut diatas perlu
ditetapkan Keputusan Direktur Rumah Sakit tentang Panduan Hand
Hygiene.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, 2009.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN HAND HYGIENE DI RUMAH SAKIT
AQIDAH .
KEDUA : Pemberlakuan Panduan Hand Hygiene Rumah Sakit Aqidah
sebagaimana dimaksud Diktum Kesatu terlampir dalam keputusan ini.
KETIGA : Panduan ini akan dievaluasi secara berkala sekurang-kurangnya satu kali
dalam tiga tahun.
KEEMPAT : Panduan ini menjadi acuan bagi Rumah Sakit untuk melaksanakan
Program Hand Hygiene.
KELIMA : Surat Keputusan ini berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan.
KEENAM : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan
diadakan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : TANGERANG
Tanggal : 16 Juli 2018

DIREKTUR RS AQIDAH

dr. Adlan Fariz

59
BAB I
DEFINISI

Hand Hygiene / kebersihan tangan adalah proses membersihkan kotoran dari mikroorganisme
pada tangan yang di dapat melalui kontak dengan pasien petugas kesehatan lain dan permukaan
lingkungan (flora transient) dengan menggunakan sabun antiseptik dibawah air mengalir atau
menggunakan handrub yang berbasis alkohol
Air bersih adalah air yang secara alami atau kimiawi di bersihkan dan di saring sehingga aman
untuk diminum karena memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan.
Sabun adalah produk-produk pembersih yang dapat menurunkan tegangan permukaan
sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme yang menempel sementara pada
tangan, sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepaskan mikroorganisme secara mekanik,
sementara sabun antiseptik selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan dan
hampir sebagian besar mikroorganisme.
Handwash adalah mencuci tangan dengan sabun/antiseptik dibawah air mengalir.
Handrub adalah mencuci tangan menggunakan larutan antiseptik berbasis alkohol tanpa
menggunakan tissue/ handuk untuk mengeringkan tangan. Handrub antiseptik tidak menghilangkan
kotoran atau zat organik sehingga tangan yang terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien harus
dicuci tangan menggunakan sabun atau antiseptic dibawah air mengalir atau handwash.
Cuci tangan bedah adalah kegiatan mencuci tangan menggunakan sabun antimicrobial sebelum
operasi untuk menghilangkan kuman transient dan menurunkan jumlah kuman resident flora di tangan.

60
BAB II
RUANG LINGKUP

A. PERSIAPAN KEBERSIHAN TANGAN


1. Air mengalir
Sarana utama untuk mencuci tangan adalah air mengalir dengan saluran
pembuangan/wastafel, dengan guyuran air mengalir tersebut maka mikroorganisme akan
terhalau dan terlepas dari permukaan kulit. Air mengalir harus yang sudah teruji secara
laboratorium.
2. Sabun
Sabun ini tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan mengurangi jumlah
mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroorganisme
terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air.
3. Larutan antiseptik
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topical di pakai pada kulit atau jaringan hidup
lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit.
4. Tissue atau lap pengering tangan
Pengering tangan yang digunakan pasca mencuci tangan dengan handsoap atau sabun
antiseptic dibawah air mengalir dapat berupa tissue sekali pakai atau lap kain yang bersih dan
kering namun satu kali pakai.

B. INDIKASI KEBERSIHAN TANGAN

1. Sebelum kontak dengan pasien


2. Sebelum melakukan tindakan aseptic
3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan pasien

61
C. HAL-HAL YANG PERLU DIINGAT SAAT MEMBERSIHKAN TANGAN
1. Jari tangan
Penelitian membuktikan bahwa daerah dibawah kuku (ruang subungual) mengandung jumlah
mikroba tertinggi (McGinley,Larson dan Leydon 1988) beberapa penelitian menunjukan kuku
yang panjang dapat berperan sebagai reservoir untuk gram negative (P.Aeruginosa) jamur,
dan pathogen lain (Hedderwick et al. 2000). Kuku petugas harus pendek.
2. Kuku buatan
Kuku buatan (pembungkus kuku, pemanjang kuku, kuku palsu) yang di pakai oleh petugas
kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosokomial (Hedderwick et al.2000), oleh karena itu
petugas kesehatan tidak boleh menggunakan kuku buatan saat bertugas.
3. Cat kuku
Petugas yang melayani pasien tidak di perbolehkan memakai cat kuku, karena cat kuku
mempunyai cela di antara kuku sehingga kuman dapat berkembang biak.
4. Perhiasan
Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperbolehkan karena perhiasan ditangan salah
satu media tempat berkembang biaknya kuman gram negatif.

62
BAB III
TATA LAKSANA

Prosedur cuci tangan di lakukan oleh semua petugas, pasien dan pengunjung sesuai dengan prosedur
cuci tangan yang distandarkan oleh WHO yang sudah diakui oleh umum, adalah sebagai berikut :
A. Handwash menurut WHO :
1. Basahi tangan dengan air mengalir, tutup kran air.
2. Tuangkan 3-5 cc sabun cair untuk menyabuni seluruh permukaan tangan
3. Ratakan kedua telapak tangan hingga merata.
4. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan lakukan kembali
sebaliknya.
5. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
6. Kaitkan kedua jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
7. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan kembali sebaliknya.
8. Gosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak tangan kiri dan lakukan kembali
sebaliknya.
9. Buka kran air, bilas kedua tangan dengan air mengalir.
10. Keringkan dengan handuk /tissue towel sekali pakai sampai benar-benar kering.
11. Gunakan handuk atau tissue towel tersebut untuk menutup kran.
12. Dan tangan anda sudah bersih dan bebas kuman , kegiatan mencuci tangan dengan air
mengalir dilakukan selama 40-60 detik.

B. HANDRUB MENURUT WHO:


1. Tuangkan 3-5 cc cairan antiseptic berbasis alkohol ke dalam tangan
2. Gosok kedua telapak tangan hingga merata
3. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan lakukan kembali
sebaliknya
4. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
5. Kaitkan kedua jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
6. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan kembali sebaliknya
7. Gosok memutar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak tangan kiri dan sebaliknya
8. Keringkan tangan tanpa menggunakan tissue towel/handuk pengering
9. Kini tangan anda bebas kuman dan sudah bersih, kegiatan ini dilakukan dalam waktu 20-30
detik
Penggunaan antiseptik handrub pada tangan yang bersih lebih efektif menurunkan jumlah
mikroorganisme pada tangan (Girou et al.2002). Untuk mengurangi penumpukan emolien pada
tangan setelah pemakaian handrub yang berulang sebanyak 5-10 kali, tetap diperlukan mencuci
tangan dibawah air mengalir.

63
C. CUCI TANGAN BEDAH
Cuci tangan bedah adalah kegiatan mencuci tangan menggunakan sabun antimicrobial sebelum
operasi untuk menghilangkan kuman transient dan menurunkan jumlah kuman resident flora di
tangan. Setiap petugas yang akan melakukan cuci tangan bedah ;
1. Persiapan :
a. Persiapan alat :
 Air kran yang mengalir
 Sikat tangan steril / spon halus steril
 Sabun cair chlorhexidine 4%.
b. Persiapan tim bedah :
 Kuku tangan harus pendek, tidak memakai cat kuku, dan tidak memakai kuku palsu
 Melepaskan aksesoris yang ada ditangan (cincin, jam, gelang)
 Memakai APD :
· Sepatu boot
· Apron plastic
· Masker bedah + kaca mata (face shield)
2. Tutup kepala Gunakan sikat hanya untuk membersihkan kuku, sedangkan bagian spon hanya
untuk bagian kulit.
3. Gulung lengan baju sampai di atas siku.
4. Buka kran air dan basahi tangan sampai siku.
5. Tuangkan cairan chlorhexidine 4% lalu usapkan pada kedua tangan dimulai dari jari-jari,
pungung tangan, dan lengan sampai 5 cm di atas siku dengan cara memutar.
6. Lakukan tehnik cuci tangan biasa (spo cuci tangan mengunakan sabun antiseptic dan air) pada
kedua tangan masing-masing 1 menit.
7. Bilas dengan air mengalir, dimulai dari jari-jari tangan sampai lengan diatas siku secara
bergantian pada kedua tangan (posisi tangan selalu lebih tinggi dari siku).
8. Lakukan tehnik cuci tangan biasa (Spo cuci tangan mengunakan sabun antiseptic dan air) pada
kedua tangan masing-masing 30 detik.
9. Bilas dengan air mengalir, dimulai dari jari-jari tangan sampai lengan diatas siku secara
bergantian pada kedua tangan (posisi tangan selalu lebih tinggi dari siku).
10.Keringkan kedua tangan dengan menggunakan handuk steril.

Hal-hal yang harus diperhatikan :


1. Pengunaan sikat untuk membersihkan kulit dapat menyebabkan iritasi dan resiko membawa
mikroorganisme).
2. Selama mencuci tangan jaga agar tangan lebih tinggi dari siku.
3. Jangan sentuh wastafel, gaun dan schort.
4. Lakukan prosedur tersebut selama 3 - 5 menit.

64
D. KAPAN MELAKUKAN TINDAKAN CUCI TANGAN :
Kegiatan mencuci tangan dilakukan pada saat :
1. Bila tangan jelas terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein,
tangan harus dicuci dengan sabun/antiseptik dan air mengalir.
2. Bila tangan tidak jelas terlihat kotor atau terkontaminasi harus menggunakan antiseptik berbasis
alkohol untuk dekontaminasi rutin dan selalu pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan,
3. Bila akan melakukan tindakan operasi lakukan prosedur cuci tangan bedah atau cuci tangan
steril.

E. Penggunaan Cairan Antiseptik berdasarkan jenis cairan, penggunaan dan prosedur


I. Penggunaan antiseptik di kamar operasi :
1. Jenis cairan : Chlorhexidine 4 % dan Alkohol 60 % - 90 %
2. Penggunaan : Untuk mencuci tangan bedah ( Fubringer ) bagi dokter dan
perawat bedah.
3. Prosedur : Sesuai SPO cuci tangan bedah.
II. Penggunaan antiseptik di Kamar Bersalin :
1. Jenis cairan : Chlorhexidine 4 %
2. Penggunaan : Untuk mencuci tangan biasa bagi dokter dan perawat.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air dan SPO
Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol.
III. Penggunaan antiseptik di Ruangan Perawatan Anak dan Ibu :
1. Jenis Cairan : Hand Soap dan Hand Rub
2. Penggunaan :
a. Handsoap diletakkan di setiap wastafel yang digunakan untuk mencuci tangan biasa
bagi perawat, dokter, pasien dan pengunjung.
b. Hand Rub diletakkan setiap luar kamar pasien, di lorong dan NS untuk kegiatan
mencuci tangan diantara dua pasien bagi perawat dan dokter.
c. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air dan SPO
Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol.
IV. Penggunaan antiseptik di Poliklinik :
1. Jenis Cairan : Hand Soap dan Hand Rub
2. Penggunaan :
a. Handsoap digunakan untuk mencuci tangan biasa yang diletakkan di setiap wastafel
yang bagi perawat, dokter, pasien dan pengunjung.
b. Hand Rub diletakkan di Nurse Station poliklinik, digunakan untuk kegiatan mencuci
tangan bagi petugas kesehatan pada saat menerima pasien baru dan melakukan
tindakan menimbang, mengukur panjang badan, lingkar kepala, suhu dan diantara dua
pasien

65
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air dan SPO
Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol.
V. Penggunaan antiseptik di HCU – ICU :
1. Jenis cairan : Chlorhexidine 4 % dan Hand Rub
2. Penggunaan :
a. Chlorhexidine 4 % digunakan untuk kegiatan mencuci tangan biasa yang diletakkan di
setiap wastafel bagi petugas kesehatan, dokter, pasien dan pengunjung
b. Hand Rub diletakkan di setiap tempat tidur pasien digunakan untuk kegiatan mencuci
tangan diantara dua pasien bagi petugas kesehatan dan dokter
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air dan SPO
Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol
VI. Penggunaan antiseptik di Ruang Bayi :
1. Jenis cairan : Chlorhexidine 4 % dan Hand Rub
2. Penggunaan :
a. Chlorhexidine 4 % digunakan untuk kegiatan mencuci tangan biasa yang diletakkan
disetiap wastafel bagi petugas kesehatan dan dokter.
b. Hand Rub diletakkan disetiap tempat tidur pasien digunakan untuk kegiatan mencuci
tangan diantara dua pasien bagi petugas kesehatan dan Ibu pasien pada saat
menyusui.
c. Bila saat pasien pulang masih ada sisa hand rub, maka petugas wajib memberikan
sisanya kepada pasien.
d. Bila sudah menggunakan hand rub sebanyak 10 kali maka petugas wajib mencuci
tangan dibawah air mengalir dengan chlorhexidin 4%.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air dan SPO
Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol
VII. Penggunaan antiseptik di dapur atau Instalasi Gizi :
1. Jenis cairan : Hand Soap
2. Penggunaan : Hand Soap digunakan untuk kegiatan mencuci tangan biasa yang
diletakkan disetiap wastafel bagi petugas dapur.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan
Air.
VIII. Penggunaan antiseptik di administrasi :
1. Jenis cairan : Hand Rub
2. Penggunaan : Hand Rub diletakkan di tempat administrasi digunakan untuk kegiatan
mencuci tangan bagi petugas administrasi.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air dan SPO Kebersihan
Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol.
IX. Penggunaan antiseptik di Laboratorium :
1. Jenis cairan : Chlorhexidine 4 % dan Hand rub

66
2. Penggunaan : untuk mencuci tangan biasa bagi dokter dan petugas laboratorium.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air dan SPO
Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol.
X. Penggunaan antiseptik di IGD :
1. Jenis cairan : Chlorhexidine 4 % dan hand rub
2. Penggunaan : Untuk mencuci tangan biasa bagi dokter dan petugas kesehatan.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan
Air dan SPO Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol.
XI. Penggunaan antiseptik di Farmasi :
1. Jenis cairan : Hand Soap
2. Penggunaan : untuk mencuci tangan biasa bagi dokter dan
petugas kesehatan.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air.

XII. Penggunaan antiseptik di Fisioterapi :


1. Jenis cairan : Hand Soap
2. Penggunaan : untuk mencuci tangan biasa bagi dokter dan
petugas kesehatan.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan
Air
XIII. Penggunaan antiseptik di Radiologi :
1. Jenis cairan : Hand Soap
2. Penggunaan : untuk mencuci tangan biasa bagi dokter dan
petugas kesehatan.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan
Air.

67
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Pelaporan dan kesimpulan hasil kegiatan survey dan audit kebersihan tangan dilaporkan ke Ka.Tim
PPI RS dan diteruskan ke direktur.
2. Kesimpulan yang telah diketahui oleh direktur di informasikan ke tiap instalasi.
3. Formulir audit terlampir.

68
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH
NOMOR: 147/SK-DIR/RSAQ/VII/2018
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN RISIKO PASIEN JATUH

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien, salah


satunya mengurangi kejadian pasien risiko jatuh di lingkungan Rumah
Sakit Aqidah.
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a perlu menetapkan Keputusan Direktur tentang Pemberlakuan
Panduan Asesmen Risiko Pasien Jatuh.
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran
2. Undang-Undang RI Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 10 tahun 2015 tentang standar
pelayanan keperawatan di rumah sakit khusus.
4. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
5. Peeraturan Menteri Kesehatan RI No. 10 tahun 2018 tentang
Pengawasan dibidang kesehatan.
6. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
7. Peraturan Pemerintah RI No. 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 129/MENKES/SK/II/2008 tentang
Pelayanan Minimal RS
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien RS
10. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta 2008
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN RISIKO PASIEN JATUH
RUMAH SAKIT AQIDAH.
KEDUA : Panduan asesmen risiko pasien jatuh sebagaimana dimaksud Diktum
Pertama agar digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan identifikasi
pasien di Rumah Sakit Aqidah .
KETIGA : Direksi beserta jajarannya di lingkungan Rumah Sakit Aqidah melakukan
pembinaan dan pengawasan tentang pelaksanaan asesmen risiko pasien
jatuh dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit.
KEEMPAT : Panduan asesmen risiko pasien jatuh ini akan dievaluasi secara berkala
sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga tahun.

69
KELIMA : Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KEENAM : Apabila dikemudian hari terjadi kekeliruan dalam Surat Keputusan ini maka
akan diadakan perubahan atau perbaikan seperlunya.

Ditetapkan di : TANGERANG
Tanggal : 16 Juli 2018

DIREKTUR RS AQIDAH

dr. Adlan Fariz

70
BAB I
DEFINISI

Jatuh adalah kejadian seseorang secara tidak sengaja meluncur ke bawah dengan cepat
karena gravitasi bumi dan tiba-tiba terjatuh dari posisi berdiri, duduk atau berbaring ke tempat yang
rendah di kecualikan dari definisi tersebut adalah perubahan posisi tersebut di sebabkan oleh kekuatan
besar, misalnya di dorong.
Resiko jatuh adalah potensi untuk terjadinya jatuh yang berakibat pada situasi kurang
menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan.
Penilaian risiko pasien jatuh adalah mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh untuk menilai
kemungkinan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk jatuh dengan formulir risiko jatuh yang sudah di
tetapkan.
Skala humpty dumpty adalah suatu skala yang di gunakan untuk melakukan skoring risiko
jatuh pada pasien anak dengan menggunakan parameter sebagai berikut : umur, jenis kelamin,
diagnosa, gangguan kognitif, faktor lingkungan, respon tubuh terhadap operasi/obat penenang/efek
anestesi dan penggunaan obat.
Skala morse fall adalah suatu skala yang digunakan untuk melakukan skoring risiko jatuh pada
pasien dewasa dengan menggunakan parameter : riwayat jatuh yang baru atau 3 bulan terakhir,
diagnosa medis >1, alat bantu jalan, memakai terapi heparin lock/IV, cara berjalan/berpindah, status
mental.
Evaluasi Harian Penilaian Pasien Resiko Jatuh adalah suatu kegiatan untuk menilai kondisi
pasien yang berisiko jatuh setiap shift, apakah masih berisiko tinggi atau telah berubah menjadi risiko
rendah dan menggunakan asesmen harian risiko jatuh anak,dewasa dan geriatri.
Edukasi adalah kegiatan menyampaikan materi atau informasi kepada pasien dan atau
keluarga. Pemberian edukasi untuk mengurangi resiko jatuh adalah pemberian materi atau informasi
yang perlu diketahui pasien dan atau keluarga untuk mengurangi potensi terjadinya jatuh.

71
BAB II
RUANG LINGKUP

A. ASESMEN RESIKO JATUH


Asesmen risiko jatuh dilakukan pada seluruh pasien rawat inap dengan menggunakan skala
Humpty Dumpty pada pasien anak dan skala Morse Fall pada pasien dewasa.
Asesmen awal risiko jatuh dilakukan oleh perawat atau bidan di unit kamar bersalin dan instalasi
gawat darurat sebelum pasien di transfer ke ruang rawat inap. Apabila dalam asesmen awal di
temukan adanya risiko jatuh tinggi maka pasien dipasang gelang berwarna kuning.

B. ASESMEN ULANG RESIKO JATUH


Asesmen ulang risiko jatuh dilakukan ketika pasien sudah berada di ruang perawatan. Asesmen
ulang dilakukan pada :
a. pasien yang berisiko jatuh tinggi
b. pasien paska tindakan
c. pasien dengan perubahan kondisi
d. pasien yang mendapatkan obat yang berpengaruh pada risiko jatuh

72
BAB III
TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA UMUM MANAJEMEN RESIKO PASIEN JATUH


1. Anjurkan pasien meminta bantuan yang diperlukan.
2. Sediakan alas kaki anti slip dan anjurkan pasien untuk memakai alas kaki anti slip.
3. Pasang alat pegangan pasien di dinding ruangan sepanjang jalur yang sering dilalui pasien
(sedang dalam usulan)
4. Pemasangan handle kamar mandi (sedang dalam rencana pemasangan)
5. Pastikan kamar mandi selalu dalam keadaan kering. Tanggung jawab cleaning service dan
diawasi oleh perawat atau penanggung jawab shift.
6. Pastikan bahwa jalur ke kamar kecil bebas dari hambatan dan terang.
7. Pastikan lorong bebas hambatan.
8. Tempatkan alat bantu seperti walkers/tongkat dalam jangkauan pasien.
9. Pasang Bedside rel.
10. Evaluasi kursi dan tinggi tempat tidur. Sediakan tangga kecil untuk injakan untuk tempat
tidur yang tinggi.
11. Pertimbangkan efek puncak obat yang diresepkan yang mempengaruhi tingkat kesadaran.
12. Jangan biarkan pasien berisiko jatuh tanpa pengawasan.
13. Pastikan pasien yang diangkut dengan brandcard / tempat tidur / kursi roda, roda dan
penguncinya dalam kondisi baik dan berfungi baik, dan bedside rel dalam keadaan
terpasang.
14. Informasikan dan edukasi pasien atau anggota keluarga mengenai rencana perawatan
untuk mencegah pasien jatuh.
15. Edukasikan kepada pasien atau keluarga untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan
pasien (Pemenuhan kebutuhan dasar manusia)

B. ASESMEN RESIKO JATUH PADA PASIEN RAWAT INAP


1. Seluruh pasien rawat inap dilakukan asesmen risiko pasien jatuh rawat inap menggunakan
asesmen awal rawat inap sesuai dengan kelompok usia pasien (skoring Humpty Dumpty untuk
pasien anak dan Morse Fall untuk pasien dewasa ).
2. Untuk pasien rawat inap, setelah dilakukan skoring pasien yang berisiko jatuh tinggi akan di
pasang gelang risiko jatuh warna kuning.
3. Semua pasien bayi dan anak umur < 3 tahun dikategorikan pasien berisiko jatuh dan
dipasangkan pin resiko jatuh.
4. Asesmen risiko jatuh pasien anak dengan skala Humpty Dumpty, kriteria yang dinilai anatara
lain :
a. Umur (dikelompokan 3-7 tahun, 7-13 tahun , > 13 tahun)
b. Jenis kelamin (laki-laki / perempuan)

73
c. Diagnosis (terkait neurologi, masalah saluran nafas, dehidrasi, anemi, anoreksia, sinkop
atau sakit kepala, dll)
d. Gangguan kognitif (tidak sadar keterbatasan, lupa keterbatasan, mengetahui kemampuan
diri)
e. Faktor lingkungan ( tempat tidur, pasien menggunakan alat bantu / box, mebel, pasien
berada di tempat tidur, diluar ruang rawat)
f. Respon terhadap operasi / obat penenang/ efek anestesi (dalam 24 jam, dalam 48 jam, >
48 jam)
g. Penggunaan obat yang berpengaruh pada risiko jatuh.
h. Skoring risiko digolongkan menjadi :
a) Skore 0-6 : risiko rendah / tidak berisiko ,
b) Skore 7-11 : risiko sedang
c) Skore ≥ 12 : risiko tinggi

SKALA RISIKO JATUH PASIEN ANAK (HUMPTY DUMPTY )


Skor
Parameter Kriteria
Standar Hasil
Umur Dibawah 3 tahun 4
3-7 tahun 3
7-13 tahun 2
>13 tahun 1
Jenis kelamin Laki-laki 2
Perempuan 1
Diagnosis Perubahan dalam oksigenisasi (masalah 3
saluran nafas, dehydrasi,anemia,anoreksia,
sinkop/sakit kepala dll)
Kelainan psikis / perilaku 2
Diagnosis lain 1
Gangguan kognitif Tidak sadar terhadap keterbatasan 3
Lupa keterbatasan 2
Mengetahui kemampuan diri 1
Faktor lingkungan Riwayat jatuh dari tempat tidur saat bayi / 4
anak
Pasien menggunakan alat bantu atau box 3
atau mebel
Pasien berada di tempat tidur 2
Pasien diluar ruang rawat 1
Respon terhadap Dalam 24 jam 3

74
operasi/obat Dalam 48 jam 2
penenang/efek > 48 jam 1
anestesi
Penggunaan obat Bermacam-macam obat yang digunakan : 3
obat sedative, hipnotik, barbiture, fenotiazin,
anti depresan,laksan/deuretika, narkotik.
Salah satu dari pengobatan di atas 2
Pengobatan lain 1
TOTAL

NAMA PETUGAS YANG MELAKUKAN ASESMEN

5. Asesmen risiko jatuh pasien dewasa dengan skala Morse Fall, risiko yang dinilai antara lain :
a. riwayat jatuh dalam waktu 3 (tiga) bulan terakhir
b. diagonis lebih dari satu
c. menggunakan alat bantu jalan
d. menggunakan terapi IV/ heparin lock
e. cara berjalan
f. status mental
g. Skoring :
a) Skore 0-24 : risiko rendah / tidak berisiko
b) Skore 25-50 : risiko sedang
c) Skore ≥ 51 : risiko tinggi

SKALA RISIKO JATUH DEWASA ( MORSE FALL)


SKOR
NO. RISIKO
Standar Hasil
1 Riwayat jatuh yang baru atau dalam 3 bulan terakhir 25
2 Diagnosis medis >1 15
3 Alat bantu jalan
 Bed-rest / dibantu perawat 0
 Penopang , tongkat / walker 15
 Furnitur 30
4 Memakai terapi heparin lock/IV 25
5 Cara berjalan / berpindah
 Normal / bed-rest / imolisasi 0
 Lemah 15
 Terganggu 30

75
6 Status mental
 Orientasi sesuai kemampuan diri 0
 Lupa keterbatasan diri 15
TOTAL SKOR

NAMA PETUGAS YANG MELAKUKAN ASESMEN

C. ASESMEN ULANG PASIEN RISIKO JATUH


1. Dilakukan bila ditemukan terjadi perubahan kondisi
a. Dilakukan asesmen ulang pada pasien dengan perubahan kondisi antara lain : kondisi ke
perburukan / kondisi antara lain:
 Yang berhubungan dengan aktifitas
 Kelemahan otot
 Ketergantungan / ketidak mandirian pasien dll
b. Dilakukan evaluasi setiap shift dengan menggunakan formulir asesmen ulangan .
2. Pemberian obat yang berpengaruh pada risiko jatuh
a. Dilakukan jika pasien mendapatkan perubahan pengobatan antara lain :
 Diuretik
 Antihipertensi
 Opioid ( golongan narkotika)
 Hipnotik
 Vasodilator
 Anti-aritmia
 Obat hipoglikemik
 Laksatif
 Anti-ansietas
 Obat kardiovaskuler dll
b. Dievaluasi setiap shift

3. Dilakukan pada pasien yang berisiko tinggi jatuh


a. Dari hasil scoring jatuh sesuai dengan kelompok usia dan kondisi.
b. Dilakukan setiap shift menggunakan formulir asesmen harian / lanjutan sesuai pasien risiko
jatuh untuk anak dan dewasa.
c. Hentikan setelah pasien tidak berisiko jatuh / pasien pulang / meninggal dunia.
4. Dilakukan pada pasien paska tindakan
a. Asesmen risiko jatuh paska tindakan indikator risiko yang dinilai antara lain :
 Usia > 70 tahun.
 Lingkungan asing.
 Gangguan ambulasi/transfer.

76
 Mengalami jatuh dalam 2 minggu terakhir.
 Delirium/disorientasi.
 Gaya berjalan tidak stabil.
 Inkontinensia urine.
 Adanya pingsan.
 Gangguan pola tidur.
 Gangguan penglihatan atau pendengaran.
 Berjalan dibantu orang lain.
 Keterbatasan aktifitasi atau post operasi.
 Pusing.
 Konsumsi obat- obat berisiko jatuh.
 Kategori risiko : 0-4 risiko ringan , 5-8 risiko sedang dan ≥ 9 risiko tinggi.

D. ASESMEN HARIAN PASIEN RISIKO JATUH PASKA TINDAKAN


Isi sesuai dengan hasil skor dengan angka, apabila tidak ditemukan risiko isi dengan angka
0
SKOR
FAKTOR RISIKO
Standar Hasil
Usia > 70 tahun 1
Lingkungan asing (tidak familiar) 1
Gangguan penilaian dalam ambulasi/transfer 3
Mengalami kejadian jatuh dalam 2 minggu terakhir 3
Delirium/disorientasi 2
Gaya berjalan tidak stabil / keterbatasan gerak 3
Inkontinensia urin ( terpasang catheter / infuse dll ) 3
Adanya pingsan atau hipotensi ortostatik 2
Riwayat gangguan pola tidur 1
Gangguan penglihatan / pendengaran 1
Berjalan dibantu orang lain 3
Keterbatasan aktivitas / post operasi 1
Pusing 3
Mengkonsumsi obat-obatan di bawah ini: 2
TOTAL SKOR
Beri tanda cek (√) mengenai obat yang dikonsumsi:
Diuretic
Antihipertensi
Opioid ( Golongan Narkotik )
Berhubungan dengan kardiofaskuler

77
Anti-ansietas
Laksatif
Kebutuhan alat: (beri tanda cek (√) pada alat yang
dibutuhkan)
Tongkat penyangga
Kursi roda
Walker / cane
Alas kaki anti licin
Kategori Risiko Jatuh (R, S, T)

NAMA PETUGAS YANG MELAKUKAN ASESMEN

E. TATA LAKSANA MANAJEMEN RESIKO JATUH PASIEN RAWAT JALAN


Assesment Resiko Jatuh Pasien rawat Jalan dengan menggunakan tekhnik Get Up and Go :
1. Pengkajian
a. Perhatikan cara berjalan pasien :
 Tidak seimbang / sempoyongan / limbung
 Jalan dengan menggunakan alat bantu ( Kruk, tongkat, kuri roda, atau bantuan orang
lain
 Menopang saat akan duduk : Tampak memegang pinggiran kursi / meja / perabotan
lainnya sebagai penopang saat akan duduk
2. Hasil
a. Tidak beresiko : Tidak ditemukan a dan b
b. Resiko rendah : Ditemukan salah satu dari a atau b
c. Resiko tinggi : Ditemukan a dan b
3. Tindakan
a. Tidak beresiko : Tidak ada tindakan
b. Resiko rendah : Lakukan edukasi
c. Resiko tinggi : Pasang pin kuning, edukasi dan lakukan upaya pencegahan resiko
jatuh.
4. Tindaklanjut pasien rawat jalan dan IGD yang resiko tinggi jatuh
a. Tidak beresiko
- Tidak ada tindakan
b. Resiko jatuh rendah
- Lakukan edukasi
c. Resiko jatuh tinggi
- Sediakan kursi roda untuk diantar menuju poliklinik yang dituju

78
- Lakukan edukasi
- Pasang pin kuning
- Pasang bedside rel

79
BAB IV
DOKUMENTASI
- Formulir Skala Humpty Dumpty
- Formulir Skala Morse Fall
- Formulir Asesmen Harian Pasien Paska Tindakan
- Formulir asesmen resiko jatuh pasien rawat jalan dan ugd

80
Nama pasien : ..................................................................

ASESMEN RISIKO JATUH HARIAN Tanggal lahir : ................................................................


PASIEN DEWASA
(Morse Fall) No. RM : ................................................................

Perempuan Laki-laki
NO RISIKO TGL
Skor P S M P S M P S M P S M
1. Riwayat jatuh yang baru atau dalam 3 bulan terakhir ? 25
2. Diagnosis >1 15

3. Alat bantu
- Bedrest / dibantu perawat atau bidan 0

- Penopang, tongkat, / walker 15

- Furnitur 30

4. Memakai terapi heparin lock / iv 25

5. Cara berjalan / berpindah


- Normal / bed rest / imobilisasi 0

- Lemah 15

- Terganggu 30

6. Status mental
- Orientasi sesuai kemampuan diri 0

- Lupa keterbarasan diri 15

TOTAL

NAMA PETUGAS YANG MELAKUKAN ASESMEN

81
Tidak beresiko : Skor 0-24
Risiko sedang : Skor 25-50
Risiko tinggi : Skor  51

Nama pasien : ............................................................

ASESMEN RISIKO JATUH HARIAN Tanggal lahir : ............................................................


PASIEN ANAK
(Humpty Dumpty) No. RM : ............................................................

Perempuan Laki-laki
Parameter Criteria TGL
Skor P S M P S M P S M P S M
Umur Dibawah 3 tahun 4

3-7 tahun 3

7-13 tahun 2

 13 tahun 1

Jenis kelamin Laki-laki 2

Perempuan 1

82
Perubahan dalam oksigenisasi (masalah
saluran nafas, dehydrasi, anemia, 3
anoreksia, sinkop/sakit kepala dll)
Diagnosa Kelainan psikis / prilaku 2

Diagnosis lain 1

Gangguan Tidak sadar terhadap keterbatasan 3


kognitif
Lupa keterbatasan 2

Mengetahui kemampuan diri 1

Faktor Riwayat jatuh dari TT saat bayi / anak 4


lingkungan
Pasien menggunakan alat bantu atau box 3
atau mebel
Pasien berada ditempat tidur 2

Pasien diluar ruang rawat 1

Respon terhadap Dalam 24 jam 3


operasi/obat
penenang/ efek Dalam 48 jam 2
anestesi
 48 jam 1

Penggunaan obat Bermacam-macam obat yang digunakan;


obat sedative (kecuali pasien ICU yang
menggunakan sedasi dan paalisis) 3
Hipnotik, barbiturate, fenotiazin,
antidepresan, laksans, duiretika, narkotik
Salah satu pengobatan diatas 2

Pengobatan lain 1

TOTAL

NAMA PETUGAS YANG MELAKUKAN ASESMEN

Tidak beresiko : Skor 0-6


Risiko sedang : Skor 7-11
Risiko tinggi : Skor  12

83
Nama pasien : .................................................................

ASESMEN RISIKO JATUH HARIAN PASIEN Tanggal lahir : ................................................................


PASKA TINDAKAN
No. RM : .................................................................

Perempuan Laki-laki
FAKTOR RISIKO Standar Tanggal
Skor
P S M P S M P S M P S M
Usia > 70 tahun 1
Lingkungan asing (tidak familiar) 1
Gangguan penilaian dalam ambulasi/transfer 3
Mengalami kejadian jatuh dalam 2 minggu terakhir 3
Delirium/disorientasi 2
Gaya berjalan tidak stabil / keterbatasan gerak 3
Inkontinensia urin ( terpasang catheter / infuse dll ) 3
Adanya pingsan atau hipotensi ortostatik 2
Riwayat gangguan pola tidur 1
Gangguan penglihatan / pendengaran 1
Berjalan dibantu orang lain 3
Keterbatasan aktivitas / post operasi 1
Pusing 3
Mengkonsumsi obat-obatan di bawah ini: 2
Total skor
Beri tanda cek (√) mengenai obat yang dikonsumsi:
Diuretic
Antihipertensi
Opioid ( golongan narkotik )
Berhubungan dengan kardiofaskuler
Anti-ansietas
Laksatif
Kebutuhan alat: (beri tanda cek (√) pada alat yang
dibutuhkan)
Tongkat penyangga
Kursi roda
Walker / cane
Alas kaki anti licin
Kategori Risiko Jatuh (R, S, T)

NAMA PETUGAS YANG MELAKUKAN ASESMEN

Kategori risiko jatuh


Kategori risiko : 0-4 risiko ringan , 5-8 risiko sedang dan ≥ 9 risiko tinggi

84
Nama pasien : ................................................................

ASESMEN RISIKO JATUH PASIEN RAWAT Tanggal lahir : ................................................................


JALAN DAN IGD
No. RM : ................................................................

Perempuan Laki-laki

Tanggal pengkajian :

TD : mmHg

Suhu : oC

HR : X / Menit

RR : X / Menit

SpO2 : %

A. Pengkajian
No Penilaian / Pengkajian Ya Tidak
a. Cara berjalan pasien ( salah satu atau lebih )
1. Tidak seimbang/ sempoyongan/ Limbung
2. Jalan dengan menggunakan alat bantu ( kruk, tripot, kursi roda, orang lain)
b. Menopang saat akan duduk: tampak memegang pinggiran kursi atau meja/ benda lain sebagai
penopang saat akan duduk
B. Hasil
No Hasil Penilaian/ pengkajian Keterangan

85
1 Tidak berisiko Tidak ditemukan a & b
2 Risiko rendah Ditemukan salah satu dari a / b
3 Risiko tinggi Ditemukan a & b
C. Tindakan
No Hasil kajian Tindakan Tindak lanjut
1 Tidak berisiko Tidak ada tindakan Tidak ada tindakan

2 Risiko rendah Edukasi Diberitahukan kepada keluarga


untuk menunggu disebelah pasien
3 Risiko tinggi Pasang pin kuning Pasang pin kuning

Edukasi 1. Diberitahukan kepada keluarga


untuk menunggu disebelah
pasien.
2. Sediakan kursi roda untuk diantar
menuju poliklinik yang dituju
3. pasang Bedside rel

Beri tanda cek (√) mengenai assesmen yang didapat

Nama dan Tanda Tangan Petugas

ALGORITMA PASIEN MASUK RUMAH SAKIT


Pasien masuk Rumah Sakit

Asesmen Risiko Jatuh


Humpty Dumpty, Morse
Skrining farmasi Fall, dilakukan saat
dan atau pasien masuk RS Rawat
fisioterapi pada Inap bersamaan dengan
pasien dengan asesmen awal
faktor risiko
· Orientasi kamar inap
kepada pasien Asesmen Risiko
· Tempat tidur posisi rendah,
Jatuh Harian
roda terkunci, pegangan di
kedua sisi tempat tidur Humpty Dumpty,
terpasang baik Morse Fall
· Ruangan rapi
· Barang pribadi dalam · Dilakukan
jangkauan (telepon, lampu setiap shift
Tindakan panggilan, air minum, · Saat transfer ke
kacamata, pispot) unit lain
pencegahan
· Pencahayaan adekuat · Saat terdapat
umum (semua
· Alat bantu86
dalam perubahan
pasien) jangkauan (walker, cane,
kondisi pasien
crutch)
· Optimalisasi penggunaan · Adanya
kacamata dan alat bantu kejadian jatuh
dengar
· Pantau efek obat-obatan
· Sediakan dukungan
Tindakan pencegahan umum,
Pencegahan ditambah:
kategori risiko · Penanda berupa pin
tinggi kuning di pergelangan
tangan
· Alas kaki anti-licin
· Tawarkan bantuan ke
kamar mandi/penggunaan
pispot
· Kunjungi dan amati pasien
setiap 1-2 jam
· Nilai kebutuhan akan:
o Fisioterapi dan terapi
okupasi
o Untuk pemanggilan
petugas/bel

87

Anda mungkin juga menyukai