Anda di halaman 1dari 10

kewenangan dan legitimasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap negara haruslah mempunyai kekuasaan yang jelas. Sejak dulu teori-teori yang menggolongkan
negara-negara berdasarkan legitimasi kekuasaannya sudah berkembang. Meskipun Indonesia telah
menganut sistem pemerintahan yang demokratis, akan tetapi perlu juga dianalisa berdasarkan
sejarah-sejarahdan teori-teori yang ada. Hubugan kekuasan, kewenagan dan legitimasi adalah
kekuasaan digunakan pemerintah untuk lebih menakut-nakuti masyarkat agar tunduk pada
pemerintah. Dengan menggunakan sumber-sumber kekuasaan untuk membuat keputusan dan
pelaksanaan kebijakan public , sehingga kekuasaan ini bersifat memaksa. Sedangkan kewenangan
merupan bagian dari kekuasaan yang berfungsi untuk membuat keputusan atau kebijakan public
atau sebuah hak yang dimiliki oleh penguasa yang diberi wewenang untuk melaksanakan dan
mebuat kebijakan public yang bersifat top down. Legitimasi adalah pengakuan atau penerimaan dari
masyarakat atau rakyat terhadap pemimpinnya untuk membuat kebijakan public dan
melaksanaknnya. Jadi ini tetang sebuah kepercayaan dari rakyat atau dukungan terhadap pemimpin.
Sehingga keputusan tersebut dapat berjalan dengan baik.

B. Tujuan

C. Rumusan Masalah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kewenangan dan Legitimasi

Ada beberapa pengertian yang erat kaitannya dengan kekuasaan,yaitu otoritas,wewenang


(authority) dan legitimilasi (legitimacy atau keabsahan).seperti dengan konsep kekuasaan,di sini pun
bermacam-macam perumusan ditemukan.Perumusan yang mungkin paling mengenai sasaran
adalah definisi yang dikemukakan oleh Robert Bierstedt dalam karangnya An Analysis Of Social
Power yang mengatakan bahwa wewenang (Authority)adalah institutionalized power (kekuasaan
yang dilembagakan).dengan nada yang sama dikatakan oleh Harold D.Laswell dan Abraham Kaplan
dalam buku Power and Society bahwa wewenang (authority) adalah kekuasaan formal (Formal
Power).Dianggap bahwa yang mempunyai wewenang (authority).berhak untuk mengeluarkan
perintah dan membuat peraturan-peraturan serta berhak untuk mengharapkan kepatuhan terhadap
peraturan-peraturannya.

Selain konsep wewenang juga dikenal konsep legitimilasi (legitimacy atau keabsahan)yang terutama
penting dalam suatu sistem politik .Keabsahan adalah keyakinan anggota-anggota masyarakat
bahwa wewenang yang ada pada seorang kelompok,atau penguasa adalah wajar dan patut
dihormati.kewajaran ini berdasarkan persepsi bahwa pelaksanaan wewenang itu sesuai dengan
asas-asas dan prosedur yang sudah diterima secara luas dalam masyarakat dan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dan prosedur yang sah.jadi,mereka yang diperintah menganggap bahwa sudah
wajar peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh
penguasa dipatuhi.Dalam hubungan ini dikatakan oleh David Easton bahwa keabsahan adalah
:”Keyakinan dari pihak anggota(masyarakat) bahwa sudah wajar baginya untuk menerima baik dan
menaati penguasa dan memenuhi tuntutan- for him to accept and obey the authorities and to abide
by the requirements of the regime).”tuntutan dari rezim itu.(The conviction on the part of the
member that it is right and proper

Dilihat dari sudut penguasa,dapat disebut di sini ucapan A.M.Lipset:”legitimilasi mencangkup


kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga-lembaga atau
bentuk-bentuk politik yang ada adalah yang paling wajar untuk masyarakat itu (Legitimacy includes
the capacity to produce and maintain a belief,that the existing political institutions or forms are the
most appropriate for the society).

Jika dalam suatu sistem politik terdapat konsensus mengenai dasar-dasar dan tujuan-tujuan
masyarakat, keabsahan dapat tumbuh dengan kukuh,sehingga unsur paksaan serta kekerasan yang
dipakai oleh setiap rezim dapat ditetapkan sampai minimun.Maka dari hal pimpinan dari suatu
sistem politik akan selalu mencoba membangun dan mempertahankan keabsahan di kalangan rakyat
karena hal itu merupakan dukungan yang paling mantap.

Kewenangan merupakan kekuasaan yang mendapatkan keabsahan atau legitimasi. Dalam kekuasaan
terdapat 2 sumber mengapa orang dapat tunduk atau mengitui kekuasaan tersebut. Yaitu formal
dan informal. Dalam kewenangan pasti terdapat kekuasaan, tapi dalam kekuasaan belum tentu
terdapat kekuasaan.

Legitimasi :Adalah prinsip yang menunjukkan penerimaan keputusan pemimpin pemerintah dan
pejabat oleh (sebagian besar) publik atas dasar bahwa perolehan para pemimpin 'dan pelaksanaan
kekuasaan telah sesuai dengan prosedur yang berlaku pada masyarakat umum dan nilai-nilai politik
atau moral. Legitimasi mungkin akan diberikan kepada pemegang kekuasaan dalam berbagai cara
dalam masyarakat yang berbeda, biasanya melibatkan ritual formal serius yang bersifat religius atau
non-religius, misalnya kelahiran kerajaan dan penobatan di monarki, pemilihan umum dan "sumpah"
dalam demokrasi dan seterusnya .

B. Sumber Kewenangan di Indonesia

a) Sumber kewenangan tradisional yang merupakn sumber kewenangan yang diperoleh dari
sebuah tradisi adat istiadat secara turun-terun yang diberikan oleh nenek moyang dan tetap diikuti
dan dipatuhi oleh masyrakatnya. Contohnya kewenangan yang diperoleh oleh para raja jaman
dahulu. Para raja mendapatkan kekuasaan dan kewenangan dari garis keturunan raja dan
mendapatkan legitimasi yang sangat baik. Contoh nyata pada dewasa ini tetang pemilihan gubernur
DIY Yogjakarta. Dalam pemilihan gubernur DIY Yogyakarta tidak dengan pemilu langsung. Tapi
diteruskan oleh keturan Sultan Jogja. Anehnya sebagian besar atau mayoritas masyrakat sangat
mendukung kebijakan tersebut. Sultan mendapatkan legitimasi dari masyarakat sangat baik.
Walaupun pemerintah pernah merencanakan bahwa system pemilihan guburnur akan diganti
dengan pemilihan umum yang demokrasi, masyrakat menolak tegas dengan keputusan tersebut.
Mereka sangat loyal dengan Sultan.

b) Sumber kewenangan Kharismatik merupakan sumber kewenangan yang terdapat dalam diri
manusia tersebut, yaitu tetang kecapkan dalam bicara, pengetahuan intelektualnya, kepopuleranya
dll. Tapi biasanya yang paling mencolok adalah bentuk fisik. Para pemimpin yang berkharismatik
mempunyai cara tertentu dalam menghimpun masa. Contohnya Bung Karno merupakan salah satu
pemimpin besar yang sangat berkharismatik di dunia ini. Bung Karno mempunyai kahrisma yang
sangat besar. Beliau pandai berpidato yang didukung dengan pengetahuan intelektual yang
sangat bagus serta fisik yang baik. Semua orang akan seperti tersihir jika mendengarkan pidaton.
Contoh lainya adalah para ulama atau kyai, biasanya orang lebih mempercayai keputusan kyai
daripada pemerintah yang mempunyai kekuasaan formal.

Kewenangan merupakan kekuasaan yang mendapatkan keabsahan atau legitimasi. Dalam kekuasaan
terdapat 2 sumber mengapa orang dapat tunduk atau mengitui kekuasaan tersebut. Yaitu formal
dan informal. Dalam kewenangan pasti terdapat kekuasaan, tapi dalam kekuasaan belum tentu
terdapat kekuasaan.

Kekuasan formal didapat dari organisasi yang legal yang ditandai dengan turunya surat keterangan
kewenangan. Organisasi formal merupakan organisasi yang sudah disah kan oleh pemerintah.
Contohnya Ketua Dinas Sosial yang mendapatkan surat keterangan tugas dari pemerintah. Dia sudah
memiliki kekuasaan dan wewenang untuk mengatur permasalahan dalam dinas sosial di masyarakat.
Dia mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan mengenai masalah sosial dalam
masyarakat.

Kekuasaan informal bukan berasal dari surat keputasan dari pemerintah, dan juga buakn berasal dari
lembaga resmi pemerintah. Dalam kekuasan informal, para pemimpin ini mempunyai kharisma atau
kepandain bercakap yang akhirnya dipercayai oleh masyrakat sekitarnya. Contohnya adalah para
kyai yang mempunyai banyak pengikut, mereka mematuhi kyai karena kyai dianggap orang yang
sangat berkharismatik dan mempunyai kekuasaan untuk dipatuhi. Jadi biasnya para santri mereka
memilih keputusan atau mengikuti para kyai daripada pemerintah. Kita sering mengalami hari raya
agama Islam tersebut jatuh pada hari yang tidak sama dalam Negara kita. Itu disebabkan terdapat
bnyak sumber dalam menentukan hari raya tersebut. Walaupun pemerintah sudah menetukan dan
memutuskan hari raya pada waktu tertentu, tapi masyarakt masih banyak tidak mematuhi
keputusan pemerintah dan lebih mempercayai kyai mereka yang mempunyai perhitungan
yang tidak sesuai dengan pemerintah. Ini menandakan para kyai mempunyai kekuasaan yang
informal, beliau dapat memberikan keputusan sesuai keyakinannya dan para pengikutnya akan
mengikuti dan menjalankan keputusan mereka.

Kewenangan tidak bersifat dinamis, tapi bersifat statis. Yaitu terdapat pasang surut pengikutnya.
Kewenangan ini lebih menjurus pada legitimisai. Legitimasi merupakan pengakuan atau penerimaan
masyarakat kepada pemimpin untuk memimpin, memerintah dan megeluarkan kebijakan politik

C. Hubungan Kekuasan, Kewenagan dan Legitimasi

Hubugan kekuasan, kewenagan dan legitimasi adalah kekuasaan digunakan pemerintah untuk lebih
menakut-nakuti masyarkat agar tunduk pada pemerintah. Dengan menggunakan sumber-sumber
kekuasaan untuk membuat keputusan dan pelaksanaan kebijakan public , sehingga kekuasaan ini
bersifat memaksa. Sedangkan kewenangan merupan bagian dari kekuasaan yang berfungsi untuk
membuat keputusan atau kebijakan public atau sebuah hak yang dimiliki oleh penguasa yang diberi
wewenang untuk melaksanakan dan mebuat kebijakan public yang bersifat top down. Legitimasi
adalah pengakuan atau penerimaan dari masyarakat atau rakyat terhadap pemimpinnya untuk
membuat kebijakan public dan melaksanaknnya. Jadi ini tetang sebuah kepercayaan dari rakyat
atau dukungan terhadap pemimpin. Sehingga keputusan tersebut dapat berjalan dengan baik

D. Bentuk - bentuk legitimasi kekuasaan

Bentuk-bentuk legitimasi kekuasaan menurut para ahli filsuf

a) Niccolo Machiavelli

Saat Niccolo menulis pemikirannya tentang filsafat politik, ia menyaksikan terpecahnya kekuasaan di
Italia dengan muncul banyak negara-negara kota yang rapuh, sehingga dapat dipahami bahwa
ajarannya mengandung sinisme yang keras terhadap moralitas di dalam kekuasaan. Ia sesungguhnya
merindukan suatu keadaan dimana negara merupakan pusat kekuasaan yang didukung sepenuhnya
oleh rakyat banyak sehingga roda pemerintahan berjalan lancar. Untuk itu pemimpin harus punya
kekuatan dalam mempertahankan kekuasaannya. Kaidah etika politik yang dianut oleh Machiavelli
ialah bahwa apa yang baik adalah sesuatu yang mampu menunjang kekuasaan negara.. namun
Machiavelli bergerak terlalu jauh ketika mengatakan bahwa tindakan yang jahat pun dapat
dimaafkan oleh masyarakat asal penguasa mencapai sukses. Tampak bahwa Niccolo ingin
mengadakan pemisahan yang tegas antara prinsip moral dan prinsip ketatanegaraan. Selain itu, ia
tidak memperhitungkan bagaimana sikap-sikap masyarakat terhadap legitimasi kekuasaan. Namun
demikian, ia telah berhasil menyuarakan penderitaan rakyat yang tercerai-berai karena intrik politik
yang berkepanjangan.

b) Jean-Jacques Rousseau

Ditinjau dari titik tolak ajaran yang dikemukakannya Rousseau termasuk pemikir utopis, seperti
Plato, yang berusaha menggambrkan negara ideal dengan tujuan mengajarkan perbaikan cita-cita
rakyat. Rousseau memandang ketertiban dihasilkan sebagai akibat dari hak-hak yang sama.
Rousseau berangkat dari asumsi bahwa pada dasarnya manusia itu baik. Negara dibentuk karena
adanya niat-niat baik untuk melestarikan kebebasan dan kesejahteraan individu. Dia mengandaikan
bahwa keinginan umum dan semua kesejahteraan individu akan muncul bersamaan. Menurutnya
segala bentuk kepentingan individu yang menyimpang dari kepentingan umum adalah salah, karena
justru orang harus melihat kebebasan itu pada kesamaan yang terbentuk dalam komunitas.
Rousseau terlalu idealis dalam memandang manusia, ia lupa bahwa tidak setiap individu mempunyai
iktikad baik serta bersedia menyerahkan kebebasan individu demi kebaikan umum. Selain itu dia
mengatakan bahwa kepentingan publik kolektif senantiasa memperkuat kebebasan individu sambil
menguraikan bahwa setiap pribadi bukan sebagai kesatuan melainkan bagian dari kesatuan yang
disebut komunitas. Namun pada dasarnya Rousseau sangat mencintai kesamaan dan ketenangan
yang dijamin oleh negara melalui keutuhan masyarakat yang organis.

c) Thomas Hobbes

Dasar dari ajaran Hobbes adalah tinjauan psikologi terhadap motivasi tindakan manusia. Dia
menemukan bahwa manusia selalu memiliki harapan dan keinginan yang terkadang licik dan
emosional. Semua itu akan berpengaruh apabila seorang manusia menggenggam kekuasaan. Hobbes
mengaitkan masalah tersebut dengan legitimasi kekuasaan politik. Hobbes mengatakan bahwa
untuk menertibkan tindakan manusia, negara harus membuat supaya manusia itu takut dan
perkakas utama yang harus digunakan adalah tatanan hukum. Negara harus benar-benar kuat agar
mampu memaksakan hukum melalui ancaman yang paling ditakuti manusia., yaitu hukuman mati.
Pembentukan undang-undang digariskan dengan tujuan untuk mencegah anarki. Oleh karena itu,
negara harus berkuasa jika tidak ingin keropos karena banyaknya anarki.

Hobbes adalah orang pertama yang menyatakan paham positivisme hukum, bagi dia hukum di atas
segala-galanya. Namun Hobbes lupa bahwa tindakan manusia tidak hanya ditentukan oleh emosi,
karena manusia dikaruniai akal budi. Dan pendirian suatu negara juga bukan hanya atas
pertimbangan emosional tapi juga pemikiran rasional. Kesimpulan dari Hobbes bahwa pembatasan
konflik dilakukan melalui saran hukum,

d) Plato

Plato adalah pemikir yang pertama berbicara mengenai negara ideal. Dia bermaksud membangun
suatu masyarakat dimana orang banyak menyumbang kepada kemakmuran komunitas tanpa adanya
kekuasaan kolektif yang merusak.

Dalam model distribusi kekuasaan antara penguasa dan yang dikuasai, Plato mengandaikan bahwa
para penguasa memperoleh hak memakai kekuasaan untuk mencapai kebaikan publik dari
kecerdasan mereka. Oleh sebab itu, dengan merujuk pada sistem monarki yang lazim pada waktu
itu, Plato merumuskan bahwa pemerintahan akan adil jika raja yang berkuasa adalah seorang yang
bijaksana. Kebijaksanaan kebanyakan dimiliki oleh seorang filsuf. Maka konsepsi tentang “filsuf raja”
atau “raja filsuf” banyak disebut sebagai inti dari teori Plato mengenai kekuasaan negara.selain itu
Plato mengatakan bahwa kebaikan publik akan tercapai jika setiap potensi individu terpenuhi.

Teori Plato memang masih mengandung banyak kelemahan karena adanya beberapa pertanyaan
mendasar yang belum terjawab. Jika dibandingkan dengan kondisi negara-negara modern sekarang
ini, model Plato terasa sangat utopis. Untuk menerima model ini kita perlu menerima pemikiran
bahwa kualitas dasar individu secara alamiah berbeda. Pemikiran Plato sudah mampu menjadi
peletak dasar sistem kenegaraan modern. Legitimasi negara tidak harus selalu dikaitkan dengan hal-
hal supernatural dan masalah-masalah sakral yang ada di luar jangkauan pemikiran manusia.

e) Thomas Aquinas

Masalah keadila diterjemahkan oleh pemikir ini ke dalam dua bentuk, yaitu pertama, keadilan yang
timbul dari transaksi-transaksi seperti pembelian penjualan yang sesuai dengan asas-asas distribusi
pasar, dan kedua, menyangkut pangkat bahwa keadilan yang wajar terjadi bila seorang penguasa
atau pemimpin memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya berdasarkan pangkat.
Kemudian Thomas Aquinas membahas tentang hukum melalui pembedaan jenis-jenis hukum
menjadi tiga, yaitu:

· Hukum Abadi (Lex Externa)

Kebenaran hukum ini ditunjang oleh kearifan Ilahi yang merupakan landasan dari segala ciptaan.
Manusia merupakan salah satu makhluk yang mencerminkan kebijaksanaan Sang Pencipta. Makhluk
itu ada, berbentuk/berkodrat sebagaimana yang dikehendakinya. Oleh sebab itu, manusia sebagai
makhluk yang berakal wajib memenuhi setiap kehendak Tuhan dan mempertanggungjawabkannya.

· Hukum Kodrat (Lex Naturalis)

Hukum ini dijadikan dasar dari semua tuntutan moral. Tampak dia bukan hanya membuat
pembahasan yang berkaitan dengan etika religius tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang
mengapa Tuhan menghendaki keadilan. Menurut

Aquinas, Tuhan menghendaki agar manusia hidup sesuai kodratnya. Itu berarti bahwa manusia
hidup sedemikian rupa sehingga ia dapat berkembang, membangun dan menentukan identitasnya,
serta mencapai kebahagiaan.

· Hukum Buatan Manusia (Lex Humana)

Hukum ini untuk mengatur tatanan sosial sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan keadilan. Norma
hukum berlaku karena adanya perjanjian antara penguasa dengan rakyatnya. Di dalamnya tersirat
rakyat akan taat pada penguasa, dan penguasa berjanji akan mempergunakan kekuasaannya demi
kepentingan masyarakat umum. Namun Aquinas menekankan bahwa isi hukum buatan manusia
hendaknya sesuai dengan hukum kodrat.kekuasaan harus memiliki legitimasi etis. Dia menegaskan
bahwa hukum yang bertentangan dengan hukum kodrat merupaka “penghancur hukum”. Untuk itu
Aquinas menggolongkan dua corak pemerintah, yaitu: pemerintahan berdasarkan kekuasaan
(despotik), dan pemerintahan yang sesuai dengan kodrat masyarakat sebagai individu yang bebas
(politik).

E. Objek legitimasi

1. Masyarakat politik - krisis identitas

2. Hukum - krisis konstitusi

3. lembaga politik - krisis kelembagaan

4. pemimpin politik - krisis kepemimpinan

5. kebijakan - krisis kebijakan

krisis ini terjadi secara berurutan ketika sudah mencapai krisis kebijakan maka sebenarnya sudah
terlewati krisis identitas, krisis konstitusi, krisis kelembagaan dan krisis kepemimpinan. Maka bila
semuanya sudah mengalami krisis disebutlah krisis legitimasi.

F. Cara mendapat legitimasi

1. Simbolis, yaitu memanipulasi kecenderungan moral, emosional, tradisi, kepercayaan dilakukan


secara ritualistik seperti upacara kenegaraan, parade tentara atau pemberian penghargaan.
2. Materiil/instumental yaitu menjanjikan dan memberikan kebutuhan dasar masyarakat (basic
needs) seperti sembako, pendidikan, kesehatan dll.

3. Pemilu untuk memilih orang atau referendum untuk menentukan kebijakan umum.

G. Tipe legitimasi

1. Tradisional – tradisi yang dipelihara dan dilembagakan contoh kerajaan

2. Ideologi – penafsir dan pelaksana ideologi, untuk mendapat dan mempertahankan legitimasi
bagi kewenangannya juga menyingkirkan pihak yang membangkan terhadap
kewenangannya.

3. Kualitas pribadi – kharisma, penampilan pribadi, atau prestasi

4. Prosedural – peraturan perundang-undangan

5. Instrumental – menjanjikan dan menjamin kesejahteraan materiil.

Pemimpin yang mendapatkan legitimasi berdasarkan prinsip tradisional, ideologi dan kualitas pribadi
menggunakan metode simbolis. Sedangkan pemimpin hasil dari prinsip prosedural dan instrumental
menggunakan metode prosedural dan metode intrumental.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam rangka pembahasan mengenai wewenang perlu disebut pembagian menurut sosiolog
terkenal Max Weber (1864-1922) dalam tiga macam wewenang yaitu tradisional,kharismatik,dan
rasional-legal.Wewenang tradisional berdasarkan kepercayaan diantara anggota masyarakat bahwa
tradisi lama serta kedudukan kekuasaan yang dilandasi oleh tradisi tradisi itu adalah wajar dan patut
dihormati.Wewenang kharismatik berdasarkan kepercayaaan anggota masyarakat pada kesaktian
dan kekuatan mistikatau religius seorang pemimpin.Hitler dan Mao Zedong sering dianggap sebagai
pemimpin kharimatik,sekalipun tentu mereka juga memiliki unsur wewenang rasional-
legal.Wewenang rasional-legal berdasarkan kepercayaan pada tatanan hukum rasional yang
melandasi kedudukan seorang pemimpin.yang ditekankan bukan orangnya akan tetapi aturan-
aturan yang mendasari tingkah lakunya.

Berdasarkan analisa teori-teori yang ada, kami menyimpulkan negaraIndonesia menganut teori
kedaulatan rakyat, karena teori ini menggambarkan bahwa kekuasaan ada pada rakyat yang
diwalkan oleh seseorang yang dipilihlangsung oleh rakyat. Adapun struktur lembaga negara di
Indonesia sepertiDPR bersifat menampung setiap aspirasi dari masyarakat dan bertujuan
untuk kebaikan masyarakat itu sendiri. Hal ini sesuai d
engan teori yang dikemukakanoleh J.J. Rousseau bahwa kedaulatan rakyat itu adalah cara atau
sistemyang bagaimana pemecahan suatu soal memenuhi kehendak umum.

DAFTAR PUSTAKA

Noer, Deliar. Pengantar Ke pemikiran Politik. Medan: Dwipa, 1965.

Isjwara, F. Pengantar Ilmu Politik. Bandung : Dhiwantara, 1964.

Anda mungkin juga menyukai