Kricik... kricik... Terdengar suara koin yang jatuh ke ember itu. Seketika ia
langsung melihat orang berhati mulia yang ada di depannya. “Kakek sudah makan?”
tanya pemuda itu dengan suara yang lemah lembut. “Belum” Jawab nya. Pemuda itu
kemudian memberikan sebungkus nasi dan sebuah air mineral. “Siapakah pemuda
ini? Kenapa dia sangat baik kepada ku? Apakah dia bermaksud jahat kepadaku ?
“Tanya nya dalam hati. Wajahnya seperti ketakutan, dia takut pemuda ini punya
maksud lain, dia takut pria ini akan mengusir orang-orang seperti nya. Melihat wajah
kakek itu seperti itu pemuda itu langsung duduk bersila didepannya. Dia paham akan
ketakutan kakek itu. “Kakek kenapa ? Oh iya saya lupa memperkenalkan diri,
perkenalkan nama saya Rizki, saya adalah seorang mahasiswa yang sedang
melakukan penelitian”. Mendengar ucapan pemuda itu kakek itu langsung menghela
nafasnya, merasa lega ternyata pemuda ini sedang tidak berpura-pura.
Kakek itu melahap nasi yang tadi di berikan oleh pemuda itu, dan tak lama
kemudian dia berkata “ Tidak banyak pemuda baik hati sepertimu nak”. “Tidak kek,
saya tidak sebaik yang ka1kek pikirkan” Jawab pemuda itu. Rizki sangat kagum
melihat kakek itu, walaupun usia nya sudah tua, namun ia masih kuat menghadapi
beratnya hidup.
“Emm, bolehkah saya bertanya kek? “ Tanya pemuda itu. Dia ingin bertanya
dengan pertanyaan yang sudah ia berikan kepada beberapa orang yang menjadi
bahan penelitiannya. Namun ia belum mendapatkan jawaban yang pas, rata-rata
orang menjawab dengan ragu. Sebenarnya ia juga sedikit ragu untuk menanyakan
pertanyaan ini kepada kakek ini. Ia takut kakek ini merasa tersinggung atas apa yang
ia pertanyakan.
“Huh” kakek itu mehela nafas panjang dan berkata “ Boleh nak, apa itu?”.
“Maaf kek, bukan saya bermaksud apa-apa, saya hanya ingin tahu saja, saya ingin
bertanya kenapa kakek lebih memilih sebagai seorang peminta-minta padahal usia
kakek sudah tua?”. Kakek itu terkejut, karna bertahun-tahun dia berprofesi sebagai
peminta-minta, namun baru ini ia mendapatkan pertanyaan seperti ini.
Terbesit dibenak kakek itu apakah pemuda ini yang nantinya akan
menyelamatkan orang-orang yang tidak mendapatkan keadilan seperti ku ya Allah?.
Tapi percuma, walaupun nantinya pemuda ini akan mempublikasikan hasil
penelitiannya, pemerintah juga tidak akan perduli. Paling mereka hanya memberikan
penghargaan dan kemudian mereka sibuk dengan dunianya masing-masing. Rasanya
hal seperti ini sudah terlalu basi untuk diingat lagi. Ia sudah tidak percaya lagi
dengan harapan yang diberikan pemerintah.
Namun kakek itu itu tiba-tiba pergi begitu saja seolah dia tidak bisa
menjawab pertanyaan yang diberikan oleh rizki. “Kek? Kenapa kakek pergi begitu
saja? Saya mohon kek jawab pertanyaan saya, saya sangat membutuhkan jawaban
dari kakek” kata pemuda itu. “Maaf nak, kakek tidak bisa menjawab pertanyaan mu”
Jawab kakek itu. “Tapi saya mohon kek?”. Tiba-tiba langkah kakek itu terhenti
setelah mendengar permohonan pemuda itu yang sambil meemegang tangan kakek
itu. Kakek itu merasa luluh.
Seketika air matanya menetes, setelah mengingat semuanya. Air mata yang
sudah lama dipendamnya agar tidak menetes akhirnya menetes juga. “Baik kakek
akan menjawab dan akan menceritakan semuanya” kata kakek itu dengan mata yang
berkaca-kaca
Hari itu, Selasa, 1 Maret 1949 telah terjadi kejadian yang tak diduga-duga.
Telah terjadi serangan di Yogyakarta secara besar-besaran yang direncanakan dan
dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan
mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan
instruksi dari panglima Divisi III,Kol Bambang Sugeng untuk membuktikan kepada
dunia internasional bahwa TNI masih ada dan cukup kuat.
Kurang lebih satu bulan setelah Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan
pada bulan Desember 1948, TNI mulai menyusun strategi guna melakukan pukulan
balik terhadap tentara Belanda yang dimulai dengan memutuskan telepon, merusak
jalan kereta api, menyerang konvoi belanda, serta tindakan sabotase lainnya.
Sekitar awal Februari 1948 di perbatasan Jawa Timur, Letkol. dr. Wiliater
Hutagalung - yang sejak September 1948 diangkat menjadi Perwira Teritorial dan
ditugaskan untuk membentuk jaringan pesiapan gerilya di wilayah Divisi II dan III -
bertemu dengan Panglima Besar Sudirman guna melaporkan mengenai resolusi
Dewan Keamanan PBB dan penolakan Belanda terhadap resolusi tersebut dan
melancarkan propaganda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak
ada lagi. Melalui Radio Rimba Raya, Panglima Besar Sudirman juga telah
mendengar berita tersebut. Panglima Besar Sudirman menginstruksikan untuk
memikirkan langkah-langkah yang harus diambil guna memutarbalikkan propaganda
Belanda.
Letkol. dr. Hutagalung masih tinggal beberapa hari guna membantu merawat
Panglima Besar Sudirman, sebelum kembali ke markasnya di Gunung Sumbing.
Sesuai tugas yang diberikan oleh Panglima Besar Sudirman, dalam rapat Pimpinan
Tertinggi Militer dan Sipil di wilayah Gubernur Militer III, yang dilaksanakan pada
tanggal 18 Februari 1949 di markas yang terletak di lereng Gunung Sumbing. Selain
Gubernur Militer/Panglima Divisi III Kol. Bambang Sugeng dan Letkol Wiliater
Hutagalung, juga hadir Komandan Wehrkreis II, Letkol. Sarbini Martodiharjo, dan
pucuk pimpinan pemerintahan sipil, yaitu Gubernur Sipil, Mr. K.R.M.T.
Wongsonegoro, Residen Banyumas R. Budiono, Residen Kedu Salamun, Bupati
Banjarnegara R. A. Sumitro Kolopaking, dan Bupati Sangidi.
Letkol Wiliater Hutagalung yang pada waktu itu juga menjabat sebagai
penasihat Gubernur Militer III menyampaikan gagasan yang telah disetujui oleh
Panglima Besar Sudirman, dan kemudian dibahas bersama-sama yaitu:
Serangan dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Divisi III, yang melibatkan
Wehrkreise I, II dan III,Mengerahkan seluruh potensi militer dan sipil di bawah
Gubernur Militer III,Mengadakan serangan spektakuler terhadap satu kota besar di
wilayah Divisi III,Harus berkoordinasi dengan Divisi II agar memperoleh efek lebih
besar,Serangan tersebut harus diketahui dunia internasional, untuk itu perlu
mendapat dukungan dari:
Wakil Kepala Staf Angkatan Perang guna koordinasi dengan pemancar radio
yang dimiliki oleh AURI dan Koordinator Pemerintah Pusat, Unit PEPOLIT
(Pendidikan Politik Tentara) Kementerian Pertahanan.
Yogyakarta adalah Ibukota RI, sehingga bila dapat direbut walau hanya
untuk beberapa jam, akan berpengaruh besar terhadap perjuangan Indonesia
melawan Belanda. Keberadaan banyak wartawan asing di Hotel Merdeka
Yogyakarta, serta masih adanya anggota delegasi UNCI (KTN) serta pengamat
militer dari PBB. Langsung di bawah wilayah Divisi III/GM III sehingga tidak perlu
persetujuan Panglima/GM lain dan semua pasukan memahami dan menguasai
situasi/daerah operasi.
Selain itu sejak dikeluarkan Perintah Siasat tertanggal 1 Januari 1949 dari
Panglima Divisi III/Gubernur Militer III, untuk selalu mengadakan serangan
terhadap tentara Belanda, telah dilancarkan beberapa serangan umum di wilayah
Divisi III/GM III. Seluruh Divisi III dapat dikatakan telah terlatih dalam menyerang
pertahanan tentara Belanda.
Selain itu, sejak dimulainya perang gerilya, pimpinan pemerintah sipil dari
mulai Gubernur Wongsonegoro serta para Residen dan Bupati, selalu diikutsertakan
dalam rapat dan pengambilan keputusan yang penting dan kerjasama selama ini
sangat baik. Oleh karena itu, dapat dipastikan dukungan terutama untuk logistik dari
seluruh rakyat.
Selanjutnya dibahas, pihak-pihak mana serta siapa saja yang perlu dilibatkan.
Untuk skenario seperti disebut di atas, akan dicari beberapa pemuda berbadan tinggi
dan tegap, yang lancar berbahasa Belanda, Inggris atau Prancis dan akan dilengkapi
dengan seragam perwira TNI dari mulai sepatu sampai topi. Mereka sudah harus siap
di dalam kota, dan pada waktu penyerangan telah dimulai, mereka harus masuk ke
Hotel Merdeka guna menunjukkan diri kepada anggota-anggota UNCI serta
wartawan-wartawan asing yang berada di hotel tersebut. Kolonel Wiyono, Pejabat
Kepala Bagian PEPOLIT Kementerian Pertahanan yang juga berada di Gunung
Sumbing akan ditugaskan mencari pemuda-pemuda yang sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan, terutama yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris.
Hal penting yang kedua adalah, dunia internasional harus mengetahui adanya
Serangan Tentara Nasional Indonesia terhadap tentara Belanda, terutama terhadap
Yogyakarta, Ibukota Republik. Dalam menyebarluaskan berita ini ke dunia
internasional maka dibantu oleh Kol. T.B. Simatupang yang bermarkas di
Pedukuhan Banaran, desa Banjarsari, untuk menghubungi pemancar radio Angkatan
Udara RI (AURI) di Playen, dekat Wonosari, agar setelah serangan dilancarkan
berita mengenai penyerangan besar-besaran oleh TNI atas Yogyakarta segera
disiarkan.Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Perang, TB
Simatupang lebih kompeten menyampaikan hal ini kepada pihak AURI daripada
perwira Angkatan Darat.
Untuk pertolongan dan perawatan medis, diserahkan kepada PMI. Peran PMI
sendiri juga telah dipersiapkan sejak menyusun konsep Perintah Siasat Panglima
Besar. Dalam konsep Pertahanan Rakyat Total - sebagai pelengkap Perintah Siasat
No. 1 - yang dikeluarkan oleh Staf Operatif (Stop) tanggal 3 Juni 1948, butir 8
menyebutkan: Kesehatan terutama tergantung kepada Kesehatan Rakyat dan P.M.I.
karena itu evakuasi para dokter dan rumah obat mesti menjadi perhatian.
“Aku berjanji kek. Aku akan mempblubikasikan kisah kakek ini. Akan
kubuat mereka sadar,bahwa ada seorang pahlawan yang memerlukan perhatian
disini. Terimakasih atas jasa-jasamu selama ini.”. Rizki memeluk erat kakek itu. Dia
adalah salah satu dari sekian banyak pahlawan yang mengerahkan segenap
kemampuannya,mengorbankan diri,darah dan airmata untuk memperjuangkan Ibu
pertiwi. Namun apakah pantas jika di usia tuanya ia harus hidup meenjadi seorang
peminta-minta. Dia adalah pahlawan kita. Tanpa nya mungkin kita tidak bisa seperti
sekarang ini.Tapi mengapa jasa-jasanya sering tak dihargai? Pemerintah hanya sibuk
memperkaya kalangannya sendiri.