CHF Teori
CHF Teori
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi
struktural jantung atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan
oksigen sesuai dengan yang dibutuhkan pada metabolisme jaringan,
meskipun tekanan pengisian normal atau adanya peningkatan tekanan
pengisian (Mc Murray et al., 2012).
Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan
oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhI
kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al., 2015).
Gagal Jantung didefenisikan sebagai ketidakmampuan jantung
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
kejaringan tubuh. Sering disebut juga dengan Congestive Heart Failure (CHF)
karena umumnya pasien mengalami kongesti pulmonal dan perifer (Smeltzer
et al., 2010).
Menurut Crawford (2009) gagal Jantung adalah sindrom klinis yang
kompleks yang dikarakteristikkan sebagai disfungsi ventrikel kanan, ventrikel
kiri atau keduanya, yang menyebabkan perubahan pengaturan
neuruhormonal. Sindrom ini biasanya diikuti dengan intoleransi aktivitas,
retensi cairan dan upaya untuk bernafas normal. Umumnya terjadi pada
penyakit jantung stadium akhir setelah miokard dan sirkulasi perifer
mengalami kekurangan cadangan oksigen dan nutrisi serta sebagai akibat
mekanisme kompensasi.
B. ANATOMI FISIOLOGI KARDIOVASKULER
Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses
pengangkutan berbagai substansi dari, dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri
dari organ penggerak yang disebut jantung, dan sistem saluran yang terdiri
dari arteri yang mergalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan
darah menuju jantung.
Jantung manusia merupakan organ berongga yang memiliki 2 atrium dan 2
ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu mendorong darah
ke berbagai bagian tubuh. Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan
berukuran sebesar kepalan tangan, terletak di rongga dada sebalah kiri.
Jantung dibungkus oleh suatu selaput yang disebut perikardium. Jantung
bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran darah. Untuk mejamin
kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara periodik.
Otot jantung berkontraksi terus menerus tanpa mengalami kelelahan.
Kontraksi jantung manusia merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontraksi
yang diawali kekuatan rangsang dari otot jantung itu sendiri dan bukan dari
syaraf.
1. Ukuran dan bentuk
Ukuran jantung panjangnya kira-kira 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-
kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan
sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak
100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon
darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah
dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas
processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis
pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi
kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1
cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi
caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri
caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea
medioclavicularis.
2. Pelapis
Selaput yang membungkus jantung disebut perikardium dimana terdiri
antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang
berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara perikardium dan
epikardium. Perikardium adalah kantong berdinding ganda yang dapat
membesar dan mengecil, membungkus jantung dan pembuluh darah besar.
Kantong ini melekat pada diafragma, sternum dan pleura yang
membungkus paru-paru. Di dalam perikardium terdapat dua lapisan yakni
lapisan fibrosa luar dan lapisan serosa dalam.
3. Dinding Jantung
Terdiri dari tiga lapisan
a. Epikardium luar tersusun dari lapisan sel-sel mesotelial yang berada di
atas jaringan ikat.
b. Miokardium tengah terdiri dari jaringan otot jantung yang berkontraksi
untuk memompa darah. Kontraksi miokardium menekan darah keluar
ruang menuju arteri besar.
c. Endokardium dalam tersusun dari lapisan endotellial yang melapisi
pembuluh darah yang memasuki dan meninggalkan jantung.
4. Ruang Jantung
Ada empat ruang, atrium kanan dan kiri atas yang dipisahkan oleh septum
intratrial, ventrikel kanan dan kiri bawah dipisahkan oleh septum
interventrikular. Dinding atrium relatif tipis. Atrium menerima darah dari
vena yang membawa darah kembali ke jantung. Ventrikel berdinding
tebal. Bagian ini mendorong darah ke luar jantung menuju arteri yang
membawa darah meninggalkan jantung.
a. Atrium kanan terletak dalam bagian superior kanan jantung, menerima
darah dari seluruh jaringan kecuali paru-paru.
Vena cava superior dan inferior membawa darah yang tidak
mengandung oksigen dari tubuh kembali ke jantung.
Sinus koroner membawa kembali darah dari dinding jantung itu
sendiri.
b. Atrium kiri di di bagian superior kiri jantung, berukuran lebih kecil
dari atrium kanan, tetapi dindingnya lebih tebal. Atrium kiri
menampung empat vena pulmonalis yang mengembalikan darah
teroksigenasi dari paru-paru.
c. Ventrikel kanan terletak di bagian inferior kanan pada apeks jantung.
Darah meninggalkan ventrikel kanan melalui trunkus pulmonar dan
mengalir melewati jarak yang pendek ke paru-paru.
d. Ventrikel kiri terletak di bagian inferior kiri pada apeks jantung. Tebal
dindingnya 3 kali tebal dinding ventrikel kanan darah meninggalkan
ventrikel kiri melalui aorta dan mengalir ke seluruh bagian tubuh
kecuali paru-paru.
5. Katup Jantung
Diantara atrium kanan dan ventrikel kanan ada katup yang memisahkan
keduanya yaitu katup trikuspidalis, sedangkan pada atrium kiri dan
ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral/
bikuspidalis. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat
terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel.
a. Katup Trikuspidalis
Katup trikuspidalis berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan.
Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan
menuju ventrikel kanan. Katup trikuspidalis berfungsi mencegah
kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup
pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid
terdiri dari 3 daun katup.
b. Katup Pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam
ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis
bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan
berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal
trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun
katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila
ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari
ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.
c. Katup Bikuspidalis
Katup bikuspidalis atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium
kiri menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid
menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua
daun katup.
d. Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta.
Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga
darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup
pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk
kembali kedalam ventrikel kiri.
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013), klasifikasi
dari gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut :
1. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi,
tetapi belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa
adanya tanda dan gejala (symptom) dari gagal jantung tersebut. Pasien
yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya terjadi pada pasien
dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, atau pasien
yang mengalami keracunan pada jantungnya (cardiotoxins).
2. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan
adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda
dan gejala dari gagal jantung tersebut. Stage B pada umumnya ditemukan
pada pasien dengan infark miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel kiri
ataupun penyakit valvular asimptomatik.
3. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada
jantung bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah
terjadi kerusakan. Gejala yang timbul dapat berupa nafas pendek, lemah,
tidak dapat melakukan aktivitas berat.
4. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan
ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat
keadaan istirahat, serta pasien yang perlu dimonitoring secara ketat
3. Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja
mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
4. Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik
apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang
berat (severe CHF).
G. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa :
1. Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya
dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal
dari gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
2. Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi
kerusakan pada katup jantung.
3. Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang
menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat
menyebabkab jaringan parut yang mengakibatkanhati tidak dapat
berfungsi dengan baik.
4. Serangan jantung dan stroke.
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung
daripada di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan Anda
akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko
terkena serangan jantung atau stroke.
H. TES DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium pada pasien gagal jantung harus mencakup
evaluasi awal pada jumlah darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum
(termasuk pemeriksaan kalsium, magnesium), blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, glukosa, profil lipid puasa, tes fungsi ginjal dan hati, x-ray
dada, elektrokardiogram (EKG) dan thyroid-stimulating hormone (Yancy et
al., 2013).
EKG: Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, misalnya takikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukkan adanya aneurime ventricular.
Sonogram: Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
funsi/struktur katup atau penurunan kontraktilitas ventricular.
Skan jantung: Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
Kateterisasi jantung: Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan sisi kiri dan stenosi katup atau
insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan ke
dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas.
Rontgen dada: Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh
darah abnormal.
Echocardiography: Menunjukkan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel
kiri, pembesaran ventrikel dan abnormalitas katup mitral. Untuk memperkuat
diagnosis dilakukan pemeriksaan fisik yang biasanya menunjukkan denyut
nadi yang lemah dan cepat, tekanan darah menurun, bunyi jantung abnormal,
pembesaran jantung, pembengkakan vena leher, cairan di dalam paru-pau,
pembesaran hati, penambahan berat badan yang cepat, pembengkakan perut
atau tungkai.
Pasien yang dicurigai mengalami gagal jantung, dapat pula dilakukan
pemeriksaan kadar serum natrium peptida (NICE, 2010).
I. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Tatalaksana Terapi CHF
Tujuan terapi pada pasien gagal jantung kongestif (CHF) berdasarkan
American Heart Association (Yancy et al., 2013) antara lain sebagai
berikut :
a. Mencegah terjadinya CHF pada orang yang telah mempunyai faktor
resiko.
b. Deteksi dini asimptomatik disfungsi LV.
c. Meringankan gejala dan memperbaiki kualitas hidup.
d. Progresifitas penyakit berjalan dengan lambat.
2. AlgoritmaTerapi
a. Penggolongan obat sangat erat kaitannya dengan algoritma pada terapi
gagal jantung kongestif. Berdasarkan Pharmacoterapy Handbook edisi
9tahun 2015 (Dipiro et al., 2015), penggolongan obat pada terapi gagal
jantung kongestif (CHF) adalah sebagai berikut :
1) Angiotensin converting enzyme Inhibitor (ACE I)
Obat-obat yang termasuk ACE I mempunyai mekanisme kerja
menurunkan sekresi angiotensin II dan aldosteron dengan cara
menghambat enzim yang dapat mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II. Termasuk juga dapat mengurangi kejadian
remodeling jantung serta retensi air dan garam.
2) Beta bloker
Berdasarkan guideline dari ACC/AHA direkomendasikan
menggunakan β-blocker pada semua pasien gagal jantung kongestif
yang masih stabil dan untuk mengurangi fraksi ejeksi jantung kiri
tanpa kontraindikasi ataupun adanya riwayat intoleran pada β-
blockers. Mekanisme kerja dari β- blocker sendiri yaitu dengan
menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung, pembuluh
darah perifer sehingga efek vasodilatasi tercapai. Beta bloker dapat
memperlambat konduksi dari sel jantung dan juga mampu
meningkatkan periode refractory.
3) Angiotensin II receptor type 1 Inhibitor (ARB)
Mekanisme ARB yaitu menghambat reseptor angiotensin II pada
subtipe AT1. Penggunaan obat golongan ARB direkomendasikan
hanya untuk pasien gagal jantung dengan stage A, B, C yang
intoleran pada penggunaan ACE I. Food and Drug Approval
(FDA) menyetujui penggunaan candesartan dan valsartan baik
secara tunggal maupun kombinasi dengan ACE I sebagai pilihan
terapi pada pasien gagal jantung kongestif.
4) Diuretik
Mekanisme kompensasi pada gagal jantung kongestif yaitu dengan
meningkatkan retensi air dan garam yang dapat menimbulkan
edema baik sistemik maupun paru. Penggunaan diuretik pada terapi
gagal jantung kongestif ditujukan untuk meringankan gejala
dyspnea serta mengurangi retensi air dan garam (Figueroa dan
Peters, 2006). Diuretik yang banyak digunakan yaitu dari golongan
diuretik tiazid seperti hidroklorotiazid (HCT) dan golongan
diuretik lengkungan yang bekerja pada lengkung henle di ginjal
seperti furosemid.
5) Antagonis aldosteron
Antagonis aldosteron mempunyai mekanisme kerja menghambat
reabsorpsi Na dan eksresi K. Spironolakton merupakan obat
golongan antagonis aldosteron dengan dosis inisiasi 12,5 mg
perhari dan 25 mg perhari pada kasus klinik yang bersifat mayor.
6) Digoksin
Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang mempunyai
sifat inotropik positif yang dapat membantu mengembalikan
kontraktilitas dan meningkatkan dari kerja jantung. Digoxin
memiliki indeks terapi sempit yang berarti dalam penggunaan dosis
rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh karena itu, diperlukan
kehati-hatian pada penggunaan digoxin dan diperlukan monitoring
ketat bila dikhawatirkan terjadi toksik.
7) Nitrat dan hidralazin
Nitrat dan hidralazin mempunyai efek hemodinamik yang saling
melengkapi. Hidralazin sebagai vasodilator pembuluh darah arteri
yang dapat mengurangi resisten pembuluh darah sistemik serta
meningkatkan stroke volum dan cardiac output. Hidralazin
memiliki mekanisme yaitu dengan menghambat inositoltrifosfat
(IP3) pada retikulum sarkoplasma yang berfungsi untuk
melepaskan ion kalsium intraseluler dan terjadi penurunan ion
kalsium intraseluler. Nitrat sebagai venodilator utama (dilatasi
pembuluh darah) dan menurunkan preload (menurunkan beban
awal jantung) dengan mekanisme aktivasi cGMP (cyclic
Guanosine Monophosphate) sehingga menurunkan kadar ion
kalsium intraseluler.
3. Terapi Diit
Gagal jantung kongestif terjadi akibat menurunnya efisiensi miokard
yang disebabkan oleh infark miokard, penyakit katup jantung,
hipertensi, defisiensi tiamin dan kondisi lainnya. Laju darah menurun
dengan gangguan eksresi natrium dan air. Sering sebagai akibat adanya
edema perifer, edema paru dan asites.
Nutrisi kuratif:
a. Pengurangan natrium pada diet untuk mengurangi retensi cairan.
b. Jumlah natrium yang diizinkan berkisar 45-70 mg/kg/hari pada
bayi, 2 g untuk orang dewasa. Kotak pembatasan natrium
memberikan petunjuk untuk mencapai batasan natrium. Biasanya
natrium dibutuhkan untuk jangka panjang sehingga pasien dan
keluarganya perlu mendapatkan instruksi tentang pembatasan
natrium.
c. Pengurangan untuk pemasukan cairan membantu mengurangi
volume peredaran darah.
d. Jumlah cairan yang dianjurkan berkisar 80-160 ml/kg/hari pada
bayi dan 1,5-2 liter/hari pada orang dewasa. Ini termasuk makanan
yang berasal dari makanan serta cairan yang diberikan bersama
obat. Beberapa makanan padat pada suhu ruangan dan cair pada
suhu tubuh. Gelatin dapat dihitumg 100% air, es krim 33%, es
buah dan sherbet 50% serta custard 75%. Zat-zat gizi bila mungkin
harus dipenuhi dalam volume kecil. Bila perlu diberikan makanan
parenteral, 20% emulsi lemak (2 kkal/ml) dapat digunakan sebagai
sumber lemak
e. Tingkatkan pemasukan kalium menjadi 4-7 g/hari, kecuali bila ada
gangguan ginjal.
f. Diuretik meningkatkan kehilangan kalium dan terjadi hipokalemia
sebagai predisposisi dari toksisitas digitalis.
g. Bagi makanan yang akan dimakan dalam sehari dalam bentuk porsi
kecil.
h. Bagi pasien jantung dengan sesak napas, makan dalam 5-6 porsi
kecil sehari lebih dapat diterima dengan baik dari pada 3 porsi
besar sehari.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHF
A. PENGKAJIAN
a. Biodata Klien
Biodata klien meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat). Identitas
penanggung jawab (nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, status,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat) dan catatan
masuk (tanggal, waktu masuk, caranya, diagnosa medis, no register dan
tanggal pengkajian
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien dengan CHF biasanya mengeluh sesak napas, nyeri, kelelahan,
nyeri ulu hati, dan batuk.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan klien yang dirasakan saat ini yang berhubungan dengan keluhan
utama.
Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien
secara PQRST, yaitu :
P : Provoking incident, kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat, sesuai dengan gangguan pada jantung.
Q : Quality of pain, seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan
aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap
beraktivitas klien merasakan sesak nafas.
R : Region, apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi
keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disetai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan.
S : Severity (scale) of pain, Kaji rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam
beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
T : Time, sifat mula timbulnya, keluhan kelemahan beraktivitas
biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya kelemahan saat beraktivitas
biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami sakit sebelumnya yang tidak
berhubungan atau yang berhubungan dengan penyakit sekarang.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.
5) Riwayat Sosial Ekonomi
Meliputi pekerjaan klien saat ini, keadaan ekonomi keluarga klien saat
ini.Apakah ekonomi klien kurang, cukup, atau lebih.
Pengkajian Pola fungsi dan Pengkajian Fisik
6) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum :
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung
biasanya baik atau composmentis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan perfusi sistem saraf pusat.
b) Tanda-Tanda Vital :
TD : Nadi : Respirasi : Suhu :
Sistem pernapasan:
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dipsnea, ortopnea,
dispnea nocturnal pasroksismal, batuk dan edema pulmonal akut,
takipnea. Adanya sputum mungkin bersemu darah.
Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan
fisik dan adanya edema ektremitas. Ujung jari kebiruan, bibir pucat
abu-abu.
Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya ditemukan apabila gagal jantung adalah kelainan katup. Irama
jantung disritmia. Bunyi jantung S3 (Gallop) adalah diagnostik, S4
dapat terjadi. S1 dan S2 mungkin melemah.
Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan
adanya hipertrofi jantung (kardiomegali).
Sistem persyarafan
Kesadaran klien biasanya composmentis. Sering ditemukan sianosis
perifer apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian
objektif klien meliputi wajah meringis, menangis, merintihm meregang
dan menggeliat.
Sistem Perkemihan
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake
cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguruia karena merupakan
tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas
menunjukkan adanya retensi cairan yang parah. Penurunan berkemih,
urine berwarna gelap, berkemih malam hari (nokturia).
Sistem Pencernaan
a) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka
tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan
terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang
dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini
dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga klien dapat
mengalami distress pernapasan.
b) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat
pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga abdomen.
Sistem muskolo
Ektremitas
Pada ujung jari terjadi kebiruan dan pucat. Warna kulit pucat dan
sianosis.
a) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang
dapat dipercaya dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal
ventrikel kanan telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan tanda yang
dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi ventrikel.
b) Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi
akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat
sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energy yang digunakan untuk bernapas dan insomnia
yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan
dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat dipicu oleh
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.
DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan yang
mana didukung oleh penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada klien dengan CHF yaitu :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
retensi natrium/air.
membran kapiler-alveolus
Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
Intervensi :
Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke
stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer.
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang
d. Pantau TD.
Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan
Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering
indikasi (kolaborasi).
menurunkan kongesti.
Rasional : tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat gagal jantung
thrombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah baring,
disritmia jantung.
ginjal.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
Intervensi :
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
jantung.
kelemahan.
jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
retensi natrium/air.
tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana
diuresis terjadi.
jam.
fase akut.
gagal jantung.
e. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
membran kapiler-alveolus.
Intervensi :
pasif/aktif.
aliran darah.
kerusakan.
infeksi.
hidup/perilaku.
Intervensi :
dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat
sendiri/penatalaksanaan dirumah.
4. Pelaksanaan Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
tindakan keperawatan dengan normal atau kriteria tujuan yang sudah dibuat
analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan
perkembangan.
CHF yaitu :