Laporan Peta Kemiringan Lereng
Laporan Peta Kemiringan Lereng
Puji dan syukur kami haturkan kepada Allah SWT. Yang telah memberikan
kesehatan, kesempatan, dan kemampuan sehingga penulis dapat menyusun laporan
“Penyusunan Peta Kemiringan Lereng” ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Geologi Lingkungan dengan tepat waktu.
Diharapkan laporan ini dapat menjadi tambahan referensi bagi pembaca dan
pribadi penulis sendiri. Penulis menyadari akan ketidaksempurnaan laporan ini, untuk
itu diharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki laporan ini
sehingga dapat menjadi referensi yang baik bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG......................................................................... 4
1.2. TUJUAN.............................................................................................. 5
1.3. MANFAAT.......................................................................................... 5
2
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. HASIL PERHITUNGAN..................................................................... 33
4.2. PEMBAHASAN HASIL PERHITUNGAN........................................ 56
BAB V PENUTUP
5.1. KESIMPULAN.................................................................................... 57
5.2. SARAN................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 58
LAMPIRAN................................................................................................. 59
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Planologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perencanaan suatu
kota atau wilayah. Dalam merencanakan wilayah membutuhkan pertimbangan
dari berbagai disiplin ilmu yang salah satunya adalah ilmu geologi. Geologi
sendiri adalah ilmu yang mempelajari planet bumi termasuk komposisi,
keterbentukan, serta sejarahnya.
Dari berbagai cabang ilmu geologi, geologi lingkungan dan
geomorfologi merupakan cabang ilmu yang informasinya begitu diperlukan
dalam perencanaan sebuah wilayah.
Berdasarkan konsep dasar geologi lingkungan yang dikemukakan oleh
Killer (1982), dapat ditarik kesimpulan bahwa informasi geologi sangantlah
penting dalam melakukan perencanaan. Informasi tersebut terdiri atas
komponen sumberdaya dan kendala geologi yang data dasarnya tersaji dalam
bentk peta digital maupun analog.
Terdapat setidaknya sembilan informasi peta yang salah satunya
adalah peta kelerengan. Peta kelerengan sendiri dihasilkan dari perhitungan
peta kontur yang memberi informasi derajat kemiringan lereng sehingga dapat
3
diketahui tingkat kemiringan suatu lereng. Dari inforasi inilah dapat diketahui
peruntukan suatu dataran dalam perencanaan tata guna lahan suatu wilayah.
Maka dari itu, untuk mengetahui perhitungan kemiringan lereng dan
membaca peta kemiringan lereng sangatlah penting bagi seorang perencana
dalam melakukan/menyusun rencana tata guna lahan suatu kawasan.
1.2.TUJUAN
Adapun laporan ini disusun dengan beberapa tujuan, antara lain untuk :
1) Memahami bentuk-bentuk informasi geologi yang berkaitan dengan
perencanaan wilayah.
2) Mengetahui cara menghitung kemiringan lereng berdasarkan peta kontur.
3) Dapat menentukan fungsi suatu kawasan berdesarkan tingkat kemiringan
lerengnya.
1.3.MANFAAT
Adapun manfaat dari penyusunan laporan ini adalah :
1) Memberi pengetahuan mengenai ilmu geologi dan hubungannya dengan
perencanaan wilayah.
2) Menjadi tambahan referensi bagi pembaca.
3) Memberi informasi perhitungan kemiringan lereng dan penentuan fungsi
kawasan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2. Bumi adalah satu-satunya tempat kehidupan manusia namun
sumberdaya alamnya terbatas.
3. Proses-proses alam yang terjadi sekarang merubah bentang alam
yang telah tersusun elama periode geologi baik secara alami maupun
buatan.
4. Selalu ada proses alam yang membahayakan dan mengancam
kehidupan manusia.
5. Perencanaan tata guna lahan dan penggunaan air harus diusahakan
agar mendapatkan keseimbangan antara pertimbangan ekonomi dan
penilaian estetika.
6. Efek dari penggunaan tanah sifatnya kumulatif, oleh karena itu
manusia memiliki kewajiban menerima dan menanggunganya.
7. Komponen dasar dari setiap lingkungan manusia adalah faktor
geologi, dan pemahaman terhadap lingkungannya membutuhkan
wawasan dan penafsiran yang luas terhadap ilmu kebumian dan
disiplin ilmu yag berkaitan.
6
2) Peta citra penginderaan jauh;
3) Peta kelerengan;
4) Peta geologi;
5) Peta sumberdaya mineral dan energi;
6) Peta hidrologi/hidrogeologi;
7) Peta geologi teknik; dan
8) Peta bahaya geologi.
7
Beberapa citra satelit sumberdaya bumi beresolusi tinggi yang
biasa digunakan dalam penginderaan jauh antara lain ; Ikonos (RS=1m),
SPOT-5 HRG (RS=2,5cm), Quickbird (RS=60cm). World View-1
(RS=50cm), IRS (RS=5m), Terra ASTER (RS=15m), dan lain-lain.
Suatu studi citra inderaja secara sistematik biasanya melibatkan
interpretasi berdasarkan 9 unsur karakteristik citra yaitu: bentuk, ukuran,
bayangan, rona, tekstur, situs, asosiasi,dan konvergensi bukti.
2.2.1.Pengertian
Teori tektonik adalah suatu konsep yang mengkaji sifat-sifat dinamika
bumi yang menyebabakan dan menghasilkan deformasi kerak bumi.
8
Teori apungan benua (continental drift)
Teori paleomagnetisme
Pemekaran lantai samudra (sea floor spreading)
Teori konveksi (convection theory)
2.2.3.Deformasi Batuan
Deformasi batuan adalah perubahan bentuk dan ukuran pada batuan
akibat kerja tektonik di dalam bumi. Dari pengertian ini lahirlah ilmu
geologi struktur, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk, unsur, dan proses
pembentukan batuan sebagai hasil dari proses deformasi.
Spencer (1988) berpendapat bahwa studi pada geologi struktur
meliputi struktur primer dan struktur sekunder batuan.
a. Jenis-Jenis Struktur Geologi
1) Kekar/retakan (joint)
2) Lipatan (folds)
3) Sesar/patahan (fault)
9
Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan antara
bidang perlapisan batuan dengan bidang horizontal, dinyatakan terhadap
arah utara searah jarum jam ke timur.
Kemiringan adalah sudut terbesar (dinyatakan dalam derajat)
antara bidang miring lapisan batuan denan bidang horizontal yang
arahnya tegak lurus dari garis/arah lurus. Bidang horizontal tidak
mempunyai kemiringan (0°) dan bidang tegak lurus=90°.
2.3.GEOMORFOLOGI
2.3.1.Pengertian
Geomorfologi adalh ilmu yagn mempelajari bentuk-betuk bentang
alam (landscape) dan proses-proses uamh berlangsung di permukaan bumi
sejak terbentuk sampai sekarang.
Katili (1959), mendefinisikan geomorfologi sebagai ilmuyang
mempelajari permukaan bumi yang terjasi karena kekuatan-kekuatan yang
bekerha di atas dan di dalam bumi.
10
Ilmu kebumian yang berhubungan erat dengan geomorfologi
terutama adalah fisiografi, geologi, meteorologi dan klimatologi,
hidrologi, serta geografi.
2.3.3.Proses-Proses Geomorfologi
Proses-proses geomorfologi yang mengakibatkan perubahan bentuk
bentang alam adalah semua aktivitas yang terjadi di bumi baik yang berasal
dari dalam bumi (proses endogen) maupun yang berasal dari luar bumi
(proses eksogen), dimana proses-proses tersebut terjadi secara kimia, fisika,
dan biologi.
2.3.5.Pemetaan Geomorfologi
Peta geomorfologi pada hakekatnya memberi informasi secara visual
mengenai bentuk, geometri, dan proses-proses geomorfologi sebagai suatu
proses alamiah yang berjalab sepanjang waktu geologi.
11
Citra penginderaan jauh sumberdaya bumi berjenis citra foto dan
non foto (citra satelit dan radar).
Untuk tujuan analisis geomorfologi, ada 7 karakteristik dasar
interpretasi yang bisa digunakan yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan,
rona (tone), tekstur, dan situs.
2.4.SUMBERDAYA GEOLOGI
2.4.1.Pengertian
Sumberdaya alam menurut Soerianegara (1977) adalah unsur-unsur
lingkungan alam, baik fisik maupun hayati yang diperlukan manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna meningkatkan kesejahteraan hidup.
Berdasarkan sifatnya sumberdaya alam dibagi dalam tiga kelompok
utama, yakni :
a. Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources).
b. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewable
resources).
c. Sumberdaya alam tidak terbatas (unlimited resources).
2.4.2.Sumberdaya Air
Air merupakan senyawa yang mutlak diperlukan oleh berbagai jenis
makhluk hidup, oleh karena tidak satupun kehidupan di bumi dapat
berlangsung tanpa air. Terdapat beberapa bidang kajian ilmu yang berkaitan
dengan sumberdaya air, yakni hidrometeorologi, hidrologi, dan
12
hidrogeologi, dimana kajian sumberdaya air memerlukan integrasi antara
ketiganya.
Sumberdaya air di bumi dapa berasal dari air permukaan, air tanah, dan
air angkasa. Ketersediaan air di bumi jumlahnya relatif tetap karena terus
terjadi siklus hidrologi yang dimulai dari peristiwa evaporasi/transpirasi,
presipitasi, inflimasi, lalu aliran air permukaan, dan akan terus berputar
seperti itu.
2.4.3.Sumberdaya Mineral
Sumberdaya mineral diperole dari hasil ekstraksi batuan atau
pelapukan batuan karena batuan merupakan kumpulan dari satu atau lebih
mineral.
Batuan penyusun kerak bumi berdasarkan kejadiannya (genesa) dibagi
menjadi 3, yaitu batuan beku (igneous rocks), batuan sedimen (sedimentary
rocks), dan batuan metamorf (metamorphic rocks).
2.4.4.Sumberdaya Energi
Sumberdaya energi adalah potensi geologi yang menghasilkan bahan
galin yang diolah dan dimanfaatkan menjadi energi untuk memenuhi
kebutuhan manusia.
Secara umum dumberdaya energi dapat dibedakan mejadi sumberdaya
senergi tidak terbarukan (konvensional), sumberdaya energi nuklir, dan
sumberdaya energi terbarukan (inkonvensional).
Ketersediaan sumberdaya energi ditinjau dari beberapa macam aspek,
yaitu keberadaan sumberdaya (cadangan terukur), tersebut di alam,
ketersediaan teknologi untuk mengeksploitasi dan memanfaatkan
sumberdaya tersebut, evaluasi dalam aspek ekonomi, evaluasi dampak
lingkungan dan sosial, serta kompetisi dengan penggunaan penting lainnya.
2.4.5.Sumberdaya Lahan
13
Lahan adalah bagian dari bentang lahan (landscape) yang meliputi
ruang dan lingkungan fisik (iklim, topografi/relief, hidrologi, geologi, flora
dan fauna) yang secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunanya.
Sumberdaya lahan terbentuk dan berkembang oleh pengaruh faktor
yang meliputi faktor biotik (flora dan fauna), faktor abiotik (iklim, tanah,
batuan, air, dan bentuk lahan), serta faktor manusia.
2.5.BAHAYA GEOLOGI
2.5.1.Pengertian
Bahaya (hazard) adalh keadaan atau fenomena alamiah maupun karena
ulah manusia yang berpotensi menimbulkan kerugian dan kerusakan tatanan
kehidupan.
Bahaya geologi (geological hazard) adalah kerentanan/kerawanan
yang ditimbulkan oleh proses-proses geologi. Adapun bencana alam geologi
(geological disaster) adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa alam
beraspekvgeologi (faktor-faktor geologi sangat dominan menjadi penyebab)
yang menimbulkan penderitaan/korban jiwa, kehilangan harta benda dan
merusak lingkungan hidup.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang dilalui busur “The Pasific
Ring of Fire)”, berada pada pertemuan tiga lempeng besar dunia dan sangat
aktif, menempatkan wilayah in sebagai jalur aktivitas kegunungapian dan
kegempaan yang sangat tinggi. Interaksi antarlempeng yang cukup intensif
membentuk pula sebagian besar relief yang bentang alamnya bergelombang
membentuk lembah-lembah, deretang pegunungan lipatan dengan
perbukitan berlereng-lereng sedang hingga terjal, hal ini berindikasi potensi
kerentanan gerakan tanah. Sementara di sebagian besar kawasan pesisir dan
pulau-pulau rawan terlanda gelombang tsunami.
14
Gempa bumi adalah wujud dari pelepasan energi secara mendadak di
dalam bumi kemudian berubah menjadi gelombang getaran yang dapat
dirasakan oleh manusia.
Bahaya gempa bumi adalah bahaya beraspek geologi paling dahsyat
dan sangat potensial mengakibatkan kerugian yang besar, terjadi secara
mendadak tanpa dapat diperhitungkan atau diperkirakan kapan waktunya,
dimana terjadinya, serta tingkat skala magnitudanya.
15
Besarnya magnitude gempa bumi dinyatakan dalam dua cara, yaitu :
a) Skala Richter (SR) : satuan yang dipakai untuk mengukur
magnitude gempa dengan menggunakan indeks angka latin yang
menerangkan besaran gempa dari skala 1 – 10.
b) Skala Modifet Mercalli Intensity (MMI) : mengukur intensitas
kekuatan gempa dengan dampak kerusakan yang
ditimbulkannya. Skalanya dinyatakan dalam angka romawi I –
XII.
3) Penentuan Lokasi Sumber Gempa
Pusat gempa dapat diketahui dengan cara menghitung selisih
waktu tiba dari gelombang P dan gelombang S (P = Kompres :
merubah volume batuan, S = Shear : mampu merubah bentuk
batuan).
16
permukaan bumi dengan melalui lubang kepundan atau rekahan yang
menghubungkan ke permukaan bumi.
Bahaya letusan gunung api adalah bahaya yang ditimbulkan oleh aktivitas
dan semburan material-material padat, cair dan gas dari gunung api yang
mengancam jiwa dan harta benda serta lingkungan sekitarnya.
17
Erupsi gunung api membawa dampak terhadap lingkungan, baik negatif
maupun positif. Dampak negatifnya berupa awan panas, lontaran batu
pijar, hujan abu, aliran lava, gas vulknik, lahar letusan, tsunami, lahar
hujan, banjir bandang, hingga longsoran vulkanik. Adapun dampak
positif letusan gunung api terhadap lingkungan menghasilkan
sumberdaya bahan galian, energi panas bumi, air panas, lahan, air,
geowisata dan cagar alam.
2.5.4.Bahaya Tsunami
Tsunami adalah rangkaian gelombang laut dengan amplitudo dan
kecepatan tinggi yang datangnya secara tiba-tiba melanda daerah pantai.
Tsunami merupakan bahaya geologi yang dahsyat, terjadi secara mendadak
menyusul setelah terjadinya gempa yang secara signifikan berpotensi
meporak-porandakan wilayah pantai, pulau-pulau besar bahkan dapan
menenggelamkan pulau-pulau kecil.
a. Perbedaan Tsunami dengan Gelombang Biasa dan Gelombang Pasang
1) Gelombang laut biasa, adalah gelombang yang dibangkitkan energi
kinetik dari hembusan angin (wind generated waves), yang
menggerakkan partikel airvpada lintasan yang sama puncak, lembah,
panjang dan periode gelombang bervariasi setiap waktunya
2) Gelombang pasang-surut, adalah gelombang yang dibangkitkan oleh
pengaruh gaya gravitasi bulan terhadap bumi dan gaya sentrifugal
oleh rotasi bumi dan bulan pada porosnya, mengakibatkan
perpindahan volume air laut, membentuk gelombang dengan periode
sangat panjang.
18
4) Jatuhnya benda angkasa berukuran besar
d. Intensitas Tsunami
Intensitas tsunami menggambarkan tinggi gelombang di darat dan
tingkat kerusakan yang diakibatkannya,diperkenalkan oleh G.
Papadopoulos dan F. Imamura (2001) yang membagi intensitas tsunami
dalam skala - XXI.
19
kelongsoran, dengan ‘tegangan geser’ (shear strees) yang bekerja
mendorong kelongsoran.
2) Analisis faktor eksternal, dilakukan untuk mengukur keseimbangan
lereng berdasarkan gaya-gaya yang bekerja di luar lereng yang
berpengaruh dan memicu terjadinya gerakan tanah.
20
d) Lereng tersusun dari tanah lapukan yang gembur (ketebalan
tanah >4m.
e) Lereng tersusun oleh perlapisan batuan yang searah kemiringan
lereng.
2) Gejala awal gerakan tanah :
a) Munculnya retakan lengkung memanjang pada lereng/bangunan
yang sejajar arah tebing
b) Terjadi amblesan tanah
c) Air sumur tiba-tiba keruh atau tidak berair akibat bergeser
d) Muncul mata air baru/rembesan air lumpur secara tiba-tiba pada
lereng
e) Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
f) Pohon-pohon tumbuh tidak normal (melengkung) dan tiang-tiang
listrik miring
g) Ada perubahan pada elemen bagnunan rumah, misalnya pintu
tidak bisa ditutup
h) Terdengar suara gemuruh dari atas lereng disertai getaran
i) Air sungai tiba-tiba keruh dan permukaan agak naik (gejal banjir
bandang)
21
hewan atau dari sumber suatu proses alam yang kehadirannya tidak
dikehendaki lingkungan, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang
negatif karena dalam penangannya untuk membuang atau membersihkannya
membutuhkan biaya yang cukup besar.
Sampah dapat berupa zat padat, cair, atau gas. Secara kimiawi terdiri
dari bahan senyawa orgnik dan senyawa anorganik.
TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) didefinisikan sebagai sarana fisik
untuk berlangsungnya pemrosesan akhir sampah dalam bentuk
pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke
media lingkungan secara aman. Proses dari mata rantai pengolahan sampah
itu sendiri diawali dari timbulnya di sumber, pengumpulan, pemindahan atau
pengangkutan, serta pengisolasian dan pengolahan atau penimbunan.
Selain itu di tempat pemrosesan akhir tidak hanya ada proses
penimbunan sampah tetapi juga wajib terdapat empat aktivitas utama
penanganan sampah, yaitu (Litbang PU, 2009) :
a. Pemilahan sampah
b. Daur-ulang sampah non hayati (anorganik)
c. Pengomposan sampah hayati (organik)
d. Pengurungan/penimbunan sampah sampah residu dari proses di atas-di
lokasi
e. Pengurugan/penimbunan (landfill).
22
1) Berdasarkan sumbernya, dibagi menjadi dua yaitu sampah domestik
dan non-domestik.
2) Berdasarkan komposisinya, dibedakan menjadi dua yaitu sampah
organik dan anorganik.
3) Berdasarkan bentuk fisiknya sampah terdiri dari tiga wujud yaitu
sampah padat, sampah cair, dan sampah gas.
4) Berdasarkan sifat biologis dan kimianya terdiri atas tujuh jenis yaitu
sampah mudah membusuk, tidak membusuk, hasil pembakaran,
mudah meledak, reaktif/mudah terbakar, bahan berbahaya dan
beracun (B3), serta sampah korosif.
b. Permasalahan Sampah
Permasalahan klasik dari penanganan sampah perkotaan di
Indonesia adalah :
1) Rendahnya tingkat pelayanan kebersihan (kurang dari 50% sampah
yang terangkut)
2) Masih bertumpuhnya pada paradigma 3P, yakni pengumpulan,
pengangkutan, dan pembuangan, sehingga umur suatu TPA sampah
menjadi sangat singkat
3) TPA dikelola seadanya dengan cara terbuka tanpa ada monitoring
bahan masuk, gas yang timbul maupun pengolahan air lindi.
23
2.6.3.Penentuan TPA Sampah
a. Pemilihan Lahan
1) Prinsip Pemilihan Lahan Lokasi TPA
Prinsip pemilihan lahan adalah mencari dan menentukan lokasi
yang paling menguntungkan dengan memperhitungkan faktor
kerugian yang sekecil-kecilnya.
2) Pertimbangan Pemilihan Lahan Lokasi TPA
Pemilihan lahan didasarkan atas pertimbangan berbagai aspek,
(Oki, PLG, 2008) :
a) Aspek kesehatan masyarakat
b) Aspek lingkungan hidup
c) Aspek biaya
d) Aspek sosio-ekonomi
e) Aspek politis dan legal
24
ialah komponen litologi, muka air tanah, jarak terhadap pemanfaatan
air, kemiringan lereng, curah hujan, potensi gerakan tanah,
penggunaan lahan (tumbuh-tumbuhan), dan kemudahan material
linear.
25
lingkungannya menjadi dasar perencanaan penataan ruang berbasis mitigasi
bencana.
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU No. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana).
2.7.2.Fungsi Penataan Ruang
Adapun fungsi penataan ruang dapat diketahui sebagai berikut :
a. Pengaturan penatagunaan ruang
b. Pengendalian pemanfaatan ruang dan lingkungan
c. Pengendalian resiko bencana
26
Mitigasi bencana geologi merupakan suatu tindakan memperkecil
dampak dari suatu bencana beraspek geologi sebelum terjadi bencana. Istilah
mitigasi mencakup segala bentuk perlindungan mulai dari perlindungan
fisik, prosedur penilaian bahaya dalam rencana penggunaan lahan, sampai
kepada penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana.
Manajemen bencana (disaster management) dilaksanakan melalui tiga
tahapan mitigasi, sebagai berikut :
a. Tahap pra bencana : upaya pencegahan (preventive), mitigasi
(mitigation), dan kesiapsiagaan (preparedness).
b. Tahap tanggap darurat : penyelamatan atau evakuasi korban,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengungsi, dan identifikasi
cepat-tepat cakupan bencana.
c. Tahap pasca bencana : rehabilitasi dan pembangunan kembali
(reconstruction).
BAB III
27
METODOLOGI PENELITIAN
1.2.PROSEDUR PENYELESAIAAN
Adapun prosedur penyelesaian dalam pembuatan laporan ini yaitu:
1) Foto copy peta gude, ukuran A4 untuk peta kerja.
2) Diatas peta kerja, tarik garis-garis grid ( 2cm x 2cm ), gunakan pensil.
3) Membuat garis bantu dalam menghitung kemiringan lereng dimana dalam
menarik garis bantu harus memperhatikan garis kontur yang searah. Garis
kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang memiliki
ketinggian yang sama. Dan apabila terdapat dua garis kontur yang
berlawanan arah dalam satu grid ( 2cm x 2cm ) maka terdapat 2 garis
bantu dalam satu grid. Pada penarikan garis bantu tidak boleh melewati
aliran sungai dan penarikan garis bantu diusahakan mengenai semua garis
kontur dalam satu grid ( 2cm x 2cm ).Beberapa contoh lereng dan
bagaimana menentukan cara mengukur kelerengan berdasarkan pola-pola
kontur. Contoh penarikan garis bantu:
D
D D
B 640
800 800
C
20 0
i
sunga
80 0
C 40 0 C
30 0 30 0
B
865
A A A
B
1)
28
4) Hitung % kemiringan lereng setiap kotak grid, dengan meletakkan nilai
hasil hitungan didalam masing-masing kotak grid, sampai seluruh kotak
grid selesai dihitung kemiringannya. Prosentase Lereng dapat diukur
berdasarkan perbedaan tinggi dua titik dengan jarak datar dari kedua titik
tersebut atau secara matematis :
∆t (n−1)IC
∆𝑡 S % Kemiringan Lereng = dt = dt×Skala (%)
∆𝑡
dt Sudut Lereng = Arc tg 𝑑𝑡
Keterangan :
dt = Jarak datar
∆t = Beda tinggi
S = Slope
n =Jumlah garis kontur
IC = Interval kontur
80 0
40 0
865
A
29
( Σ K – 1 ) x I K x 100
% Sudut lereng =
dt x Skala
( 8 – 1 ) x 25 m x 100
=
(2,3 x 50.000)cm
= 15,2 %
5) Dari hasil perhitungan kemiringan lereng, tarik garis kesamaan besar sudut
lereng (kontur kelerengan). klasifikasi besaran % sudut lereng, tentukan
sendiri dengan memilih salah satu dari klasifikasi lereng oleh : Mabery,
Van Zuidan, atau Sampurno.
30
Klasifikasi Lereng oleh Van Zuidan (1983)
Dataran
0–8 Datar
Perbukitan berelief halus
8 – 15 Landai
Perbukitan berelief sedang
15 – 25 Agak Curam
Perbukitan berelief kasar
25 – 45 Curam
Perbukitan berelief sangat
> 45 Sangat Curam
kasar
88 81 73 56 74 63 66 58 82 76 29
79 80 61 48 55 64 47 74 72 70 25
69 80 64 46 17 24 44 51 60 30 27
64 52 28 43 16 22 37 28 18 21 14
17 19 22 23 14 12 29 27 12 13 12
15 18 16 15 13 14 12 14 4 5 11
13 11 26 14 12 9 2 5 4 0 12
12 10 15 11 3 2 0 0 0 0 0
31
Dari
12 klasifikasi
10 15 lereng
11 3tersebut
2 masing-masing
0 0 0 kelas
0 lereng
0 dibedakan
berdasarkan simbol warna atau simbol garis, seperti gambar berikut :
0 - 3 %
3 - 5 %
5 - 10 %
10 - 15 %
15 - 30 %
30 - 70 %
> 70 %
32
BAB IV
PEMBAHASAN
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(13 – 1) 25 (12 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2 x 250 2,2 x 250
30000 27500
= = 60 % = = 67 %
500 550
2.Kotak 1G 4. Kotak 1I
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(13 – 1) 25 (15 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,8 x 250 2,2 x 250
30000 35000
= = 67 % = = 67 %
450 550
33
5.Kotak 1J 8. Kotak 1M
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(7 – 1) 25 (7 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,3 x 250 1,2 x 250
15000 15000
= = 46 % = = 32 %
325 475
6.Kotak 1K 9. Kotak 1N
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(7 – 1) 25 (9 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,2 x 250 2 x 250
15000 20000
= = 50 % = = 40 %
300 500
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(6 – 1) 25 (6 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1 x 250 1,8 x 250
12500 12500
= = 50 % = = 38 %
250 325
34
11. Kotak 2B 14. Kotak 2E
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(6 – 1) 25 (8 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,7 x 250 1,1 x 250
12500 17500
= = 29 % = = 67 %
425 275
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(9 – 1) 25 (14 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2 x 250 2 x 250
20000 32500
= = 40 % = = 65 %
500 500
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(6 – 1) 25 (10 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,1 x 250 1,6 x 250
12500 22500
= = 45 % = = 56 %
275 400
35
17. Kotak 2H 20. Kotak 2K
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(9 – 1) 25 (9 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,2 x 250 1,7 x 250
20000 20000
= = 36 % = = 47 %
550 425
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(16 – 1) 25 (6 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,1 x 250 1,6 x 250
37500 12500
= = 71 % = = 31 %
525 400
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(14 – 1) 25 (11 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,1 x 250 1,6 x 250
32500 25000
= = 70 % = = 62 %
525 400
36
23. Kotak 2N 26. Kotak 3C
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(11 – 1) 25 (7 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,9 x 250 1,3 x 250
25000 15000
= = 53 % = = 46 %
475 325
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(6 – 1) 25 (11 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,8 x 250 1,9 x 250
12500 25000
= = 28 % = = 53 %
450 475
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(5 – 1) 25 (8 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,4 x 250 1,6 x 250
10000 17500
= = 29 % = = 44 %
350 400
37
29. Kotak 3F 32. Kotak 3I
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(6 – 1) 25 (11 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,6 x 250 1,5 x 250
12500 25000
= = 31 % = = 67 %
400 375
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(10 – 1) 25 (5 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,6 x 250 1,3 x 250
22500 10000
= = 56 % = = 31 %
400 325
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(16 – 1) 25 (10 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2 x 250 2,1 x 250
37500 22500
= = 75 % = = 43 %
500 525
38
35. Kotak 3L 38. Kotak 4A
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(8 – 1) 25 (4 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,7 x 250 0,9 x 250
17500 7500
= = 41 % = = 33 %
425 225
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(10 – 1) 25 (9 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,9 x 250 1,7 x 250
22500 20000
= = 47 % = = 47 %
475 425
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(12 – 1) 25 (5 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,2 x 250 1,6 x 250
27500 10000
= = 75 % = = 25 %
550 400
39
41. Kotak 4D 44. Kotak 4G
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(8 – 1) 25 (4 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,8 x 250 1,6 x 250
17500 7500
= = 38 % = = 19 %
450 400
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(10 – 1) 25 (13 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,5 x 250 2,4 x 250
22500 30000
= = 36 % = = 50 %
625 600
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(8 – 1) 25 (10 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,9 x 250 1,5 x 250
17500 22500
= = 37 % = = 60 %
475 375
40
47. Kotak 4J 50. Kotak 4M
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(10 – 1) 25 (8 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,7 x 250 1,1 x 250
22500 17500
= = 53 % = = 64 %
425 275
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(4 – 1) 25 (11 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,3 x 250 2,2 x 250
7500 25000
= = 23 % = = 45 %
325 550
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(11 – 1) 25 (3 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,4 x 250 0,5 x 250
25000 5000
= = 71 % = = 40 %
350 125
41
53. Kotak 5B 56. Kotak 5E
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(5 – 1) 25 (9 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,7 x 250 1,6 x 250
10000 20000
= = 24 % = = 50 %
425 400
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(7 – 1) 25 (12 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,7 x 250 1,7 x 250
15000 27500
= = 35 % = = 65 %
425 425
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(9 – 1) 25 (13 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,8 x 250 1,4 x 250
20000 30000
= = 44 % = = 86 %
450 350
42
59. Kotak 5H 62. Kotak 5K
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(5 – 1) 25 (7 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,4 x 250 1,5 x 250
10000 15000
= = 29 % = = 40 %
350 375
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(12 – 1) 25 (7 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,3 x 250 1,7 x 250
27500 15000
= = 48 % = = 35 %
575 425
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(14 – 1) 25 (5 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,2 x 250 0,8 x 250
32500 10000
= = 59 % = = 50 %
550 200
43
65. Kotak 5N 68. Kotak 6C
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(8 – 1) 25 (13 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,6 x 250 1,9 x 250
17500 30000
= = 44 % = = 63 %
400 475
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(10 – 1) 25 (13 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,9 x 250 1,8 x 250
22500 30000
= = 47 % = = 67 %
425 450
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(11 – 1) 25 (10 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,5 x 250 1,9 x 250
25000 22500
= = 67 % = = 47 %
375 475
44
71. Kotak 6F 74. Kotak 6I
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(13 – 1) 25 (9 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,7 x 250 1,7 x 250
30000 20000
= = 71 % = = 47 %
425 425
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(9 – 1) 25 (9 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,8 x 250 1,4 x 250
20000 25000
= = 44 % = = 57 %
450 350
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(10 – 1) 25 (10 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,3 x 250 1,9 x 250
22500 22500
= = 69 % = = 47 %
325 475
45
77. Kotak 6L 80. Kotak 7A
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(9 – 1) 25 (5 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,4 x 250 0,9 x 250
20000 10000
= = 57 % = = 44 %
350 225
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(5 – 1) 25 (10 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,5 x 250 2 x 250
10000 22500
= = 27 % = = 45 %
375 500
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(9 – 1) 25 (14 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2 x 250 1,9 x 250
20000 32500
= = 40 % = = 68 %
500 475
46
83. Kotak 7D 86. Kotak 7G
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(15 – 1) 25 (10 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,5 x 250 1,9 x 250
35000 22500
= = 93 % = = 47 %
375 475
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(17 – 1) 25 (9 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,7 x 250 1,9 x 250
40000 20000
= = 94 % = = 42 %
425 475
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(15 – 1) 25 (5 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,2 x 250 1,5 x 250
55000 10000
= = 64 % = = 27 %
550 375
47
89. Kotak 7J 92. Kotak 7M
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(12 – 1) 25 (10 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,2 x 250 1,9 x 250
27500 22500
= = 50 % = = 47%
550 475
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(13 – 1) 25 (11 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,2 x 250 2,3 x 250
30000 25000
= = 55 % = = 43 %
550 575
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(11 – 1) 25 (8 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,4 x 250 2,6 x 250
15000 17500
= = 67 % = = 27 %
225 650
48
95. Kotak 8B 98. Kotak 8E
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(10 – 1) 25 (17 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,2 x 250 2,5 x 250
22500 40000
= = 41 % = = 64 %
550 625
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(6 – 1) 25 (11 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,6 x 250 1,3 x 250
12500 25000
= = 31 % = = 77 %
400 325
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(15 – 1) 25 (7 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,3 x 250 1,1 x 250
35000 15000
= = 61 % = = 55 %
575 275
49
101. Kotak 8H 104. Kotak 8K
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(14 – 1) 25 (5 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,3 x 250 1,1 x 250
32500 10000
= = 57 % = = 36 %
575 275
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(9 – 1) 25 (8 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,8 x 250 1,6 x 250
20000 17500
= = 44 % = = 44 %
450 400
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(14 – 1) 25 (8 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,3 x 250 1,6 x 250
32500 17500
= = 57 % = = 44 %
575 400
50
107. Kotak 8N 110. Kotak 9C
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(10 – 1) 25 (8 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,8 x 250 1,9 x 250
25000 17500
= = 50 % = = 37 %
575 475
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(9 – 1) 25 (11 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2 x 250 2,1 x 250
20000 25000
= = 40 % = = 48 %
500 525
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(9 – 1) 25 (7 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2,2 x 250 1,6 x 250
20000 15000
= = 36 % = = 37 %
550 400
51
113. Kotak 9F 116. Kotak 9I
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(13 – 1) 25 (10 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,7 x 250 1,9 x 250
30000 22500
= = 71 % = = 47 %
425 475
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(13 – 1) 25 (11 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,5 x 250 2 x 250
30000 25000
= = 80 % = = 50 %
375 500
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(8 – 1) 25 (7 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,4 x 250 0,9 x 250
17500 15000
= = 50 % = = 67 %
350 225
52
119. Kotak 9L 122. Kotak 10A
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(11 – 1) 25 (5 – 1) 25
= x 100% = x 100%
2 x 250 2,2 x 250
25000 10000
= = 50 % = = 18 %
500 550
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(8 – 1) 25 (9 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,6 x 250 1,8 x 250
17500 20000
= = 44 % = = 44 %
400 450
400
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(8 – 1) 25 (9 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,6 x 250 1,6 x 250
17500 20000
= = 44 %
= = 50 %
400
400
53
125. Kotak 10D 128. Kotak 10G
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(12 – 1) 25 (9 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,8 x 250 1,6 x 250
27500 20000
= = 61 % = = 50 %
450 400
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(10 – 1) 25 (7 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,4 x 250 0,8 x 250
22500 15000
= = 64 % = = 75 %
350 200
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(3 – 1) 25 (9 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1 x 250 1,9 x 250
5000 20000
= = 20 % = = 42 %
250 475
54
131. Kotak 10J 134. Kotak 10M
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(8 – 1) 25 (4 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,6 x 250 1,5 x 250
17500 7500
= = 44 % = = 20 %
400 375
(n – 1) IC (n – 1) IC
% kelerengan = x 100% % kelerengan = x 100%
dt x skala dt x skala
(9 – 1) 25 (12 – 1) 25
= x 100% = x 100%
1,5 x 250 1,8 x 250
20000 27500
= = 53 % = = 61 %
375 450
(n – 1) IC
% kelerengan = x 100%
dt x skala
(11 – 1) 25
= x 100%
1,6 x 250
25000
= = 62 %
400
55
4.2. PEMBAHASAN HASIL PERHITUNGAN
Jadi pada peta keiringan lembar 2 terdapat dua fungsi kawasan yaitu
kawasan lindung dan kawasan budidaya. Dimana kemiringan lereng 15-45%
peruntukan lahannya yaitu sebagai kawasan budidaya terbatas dan terkendali, dan
kemiringan lereng >45% peruntukan lahannya sebagai kawasan lindung.
56
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Dalam melakukan perencanaan wilayah dibutuhkan pertimbngan ilmu
geologi yang umumnya berbentuk peta baik digital maupun analog sebagai
informasi dasar. Salah satu jenis peta yang dibutuhkan adalh peta kelerengan
yang memberi informasi derajat kemiringan lereng suatu wilayah.
Peta kelerengan dibuat berdasarkan perhitungan peta kontur yang mana
dari hasil perhitungan tersebut dilakukan pengelompokkan derajat
kemiringan lereng dengan standarisasi tertentu. Hasil dari perhitungan
tersebutlah yang kemudian dijadikan acuan penentuan fungsi kawasan
berdasarkan aspek geologi.
5.2. SARAN
a. Bagi para pembaca, jadikan laporan ini sebagai acuan dengan
memperhatikan isi dari laporan ini dengan baik dan tidak meng-copypaste
laporan ini tanpa izin penulis.
b. Bagi saya sendiri selaku penulis, laporan ini harus menjadi pembelajaran
saya dalam menyusun laporan-laporan selanjutnya, juga menjadikan
laporan ini sebagai bahan pembelajaran saya untuk menambah ilmu
pengetahuan.
57
DAFTAR PUSTAKA
http://documents.tpis/documents/aspek-geologi-dalam-perencanaan-wilayah.html
58