Anda di halaman 1dari 9

A.

Definisi
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, bahwa Depresi adalah ganguan mental
umum yang menyajikan gangguan mood, kehilangan minat atau kesenangan, perasan bersalah
atau rendah diri, tidur tergangu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi.
Masalah ini dapat menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan ganguan besar dalam
kemampuan individu untuk mengurus tangung jawab sehari-harinya
Antidepresan sendiri adalah obat yang dikonsumsi pasien depresi untuk meningkatkan
suasana jiwa (mood), dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung.
Antidepresan tidak bekerja pada orang sehat. Antidepresan secara umum diklasifikasikan
menjadi dua kelompok utama, yaitu heterosiklik dan monoamine inhibitor oksidase (MAOI).
Heterosiklik merupakan antidepresan yang paling sering digunakan. Heterosiklik
dikelompokkan lagi menjadi beberapa jenis obat, yaitu trisiklik (terbagi atas amin tersier dan
amin sekunder) dan antidepresan generasi kedua. Trisiklik amin tersier terdiri dari imipramin,
klomipramin, dan amitripilin. Trisiklik amin sekunder terdiri dari desipramin, nortriptilin, dan
protriptilin. Sedangkan antidepresan generasi kedua terdiri dari fluoxetin, sertralin,
citalopram, fluvoxamine, mianserin, mirtazapin, dan venlafaxine.
B. Waktu Terbaik melakukan penggantian antidepresan
Sebagian besar antidepresan berpengaruh terhadap metabolisme neurotransmiter
monoamin dan reseptornya terutama norepinefrin (NE) dan serotonin (5HT). Ada tiga fase
pengobatan pasien depresi yang perlu dipahami:
1. Fase akut selama 6–10 minggu yang bertujuan mencapai remisi (sampai gejala tidak
ada lagi), merupakan fase yang sangat penting dalam pengobatan depresi.
2. Fase lanjutan selama 4–9 bulan se telah tercapai remisi bertujuan menghilangkan
gejala sisa atau men cegah relaps (relaps adalah kemunculan gejala dalam 6 bulan
setelah remisi).
3. Fase pemeliharaan selama 12–36 bulan yang bertujuan mencegah rekurensi (sudah
sembuh namun ganggu an kembali berulang).
Durasi pengobatan sangat bergantung pada resiko dan berat ringan depresi masing-
masing pasien. Ada pasien yang sampai perlu pengobatan seumur hidup. Perhatikan efek
samping masing-masing obat pada penggunaan jangka panjang. Hentikan atau ganti
pengobatan bila risiko efek samping lebih besar daripada manfaat terapinya.
Setelah 2-4 minggu pemberian antidepresan, respon terapi hendaklah dievaluasi. Bila
tidak adekuat, dosis obat harus dioptimalkan. Dibutuhkan paling sedikit sekitar 8-10 minggu
untuk menyatakan penurunan gejala. Bila terapi awal dihentikan karena efek samping yang
tidak dapat ditoleransi, penggantian ke terapi lain hendaklah segera dilakukan. (Verena
Engkel, 2008)
Mengganti terapi terlalu cepat dapat menyebabkan kesalahan mengambil simpulan,
misalnya menganggap obat tidak efektif sehingga dapat pula mengecewakan pasien.
Sebaliknya, mempertahankan terapi terlalu lama tanpa respon, dapat menyebabkan
pemanjangan penderitaan pasien dan lamanya durasi episode.
Konsensus umum adalah, bila tidak terlihat sedikit pun perbaikan setelah 2-4 minggu
terapi antidepresan sedangkan dosisnya sudah lebih tinggi dari dosis standar, kemungkinan
akan berespons dengan obat tersebut – bila terapi dilanjutkan - sangat kecil. Apabila pasien
memperlihatkan respons parsial setelah 2-4 minggu, ada kemungkinan pasien akan berespons
sempurna setelah 8-12 minggu.
Mungkin orang akan berasumsi bahwa "switch" dalam antidepresan akan terjadi dalam
depresi episode yang sama, dengan mungkin kesenjangan antara terapi tidak lebih dari 15-30
hari. Namun, dalam mendefinisikan jeda penggantian antar obat, Frederic R. Curtiss
menyatakan tidak ada persyaratan khusus jeda waktu penghentian obat lama dengan
pemakaian pertama Antidepresan baru. Jarak mengakibatkan pengobatan antidepresan bisa
saja selama 360 hari, dan kesenjangan rata-rata di terapi obat adalah 60-61 hari
Mengenai resistensi pengobatan, efek samping, atau sesuatu yang lain? Bahkan jika
semua pasien dengan penggunaan berurutan antidepresan yang berbeda golongan yang benar-
benar dilakukan switching, wajar sebenarnya jika ada keraguan mengenai sebenarnya berapa
besar adanya kemungkinan resistensi pengobatan. Efek samping memang terlibat sebagai
faktor penting yang mendorong penghentian pengobatan antidepresan atau penggantian
sekalipun. Dalam survei telepon dari 226 pasien yang menjalani penghentian pengobatan
SSRI (n = 189) atau beralih ke antidepresan yang berbeda (n = 37) dalam waktu 3 bulan
pengobatan inisiasi, 43% melaporkan bahwa perubahan perlakuan mereka adalah karena
minimal 1 efek samping yang mengganggu. Untuk memaksimalkan kemungkinan (meskipun
tanpa jaminan) beralih yang disebabkan karena efek samping yang kurang nyaman,
pendekatan yang masuk akal sebaiknya diterapkan jeda minimum terapi obat antidepresan
awal sebelum penggantian
Sebenarnya tidak mungkin bahwa seorang praktisi kesehatan akan langsung beralih
terapi setelah, misalnya, hanya 1 minggu pengobatan yang tidak menimbulkan respon. Namun
memang sebaiknya dilakukan analisa farmakokinetik obat untuk mengetahui periode wash
out berupa 5 kali waktu paruh obat dari obat sebelumnya sehingga dapat diprediksikan klirens
obat dan secara umum dapat diprediksi posisinya dalam tubuh pasien sehingga dapat diganti
obat baru.
Dalam Buku “Pharmaceutical Care untuk Penderita Gangguan Depresif” yang
diterbitkan oleh Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Kemenkes RI ditemukan kasus bahwapada penderita yang menerima suatu
SRRI dalam kombinasi dengan MAOI, telah dilaporkan reaksi serius yang terkadang fatal
termasuk hipertermia, kekakuan, mioklonus, instabilitas otonom disertai fluktuasi cepat pada
tanda vital, dan perubahan status mental termasuk agitasi hebat, yang meningkat menjadi
delirium dan koma. Reaksi ini telah terjadi pada penderita yang baru saja menghentikan SRRI
dan baru mulai menggunakan MAOI.
Bila terjadi pengalihan dari SRRI ke MAOI, maka harus ada selang 2 minggu diantara
pergantian. Setelah penghentian fluoxetin, maka harus ada selang 1 atau 2 minggu sebelum
mulai menggunakan MAOI. Jangan memberikan MAOI bersama atau segera setelah
antidepresan trisiklik. Kombinasi ini menyebabkan seizure, koma, hipereksitabilitas,
hipertermia, takhikardia, takhipnea, sakit kepala, midriasis, kemerahan kulit, kebingungan,
koagulasi intravaskular meluas, dan kematian. Beri selang paling tidak 14 hari diantara
penghentian MAOI dan mulainya antidepresan trisiklik. Pada beberapa laporan kasus, krisis
hipertensif, pendarahan serebral, dan kematian dapat terjadi karena penggantian MAOI ke
obat lain tanpa adanya periode jeda. Periode jeda selama 10-14 hari dianjurkan jika mengganti
suatu MAOI ke yang lainnya atau dari suatu senyawa dibenzazepin (misalnya amitriptilin,
perfenazin).
Jika seseorang memiliki respon minimal terhadap antidepresan setelah 3-4 minggu
pengobatan dengan dosis terapi antidepresan pertama, NICE guideline merekomendasikan
baik meningkatkan dosis sesuai dengan SPC atau beralih untuk antidepresan kedua. Switching
antidepresan harus juga harus dipertimbangkan jika ada efek samping yang signifikan
mengganggu.
Ketika penggantian antidepresan, sebagian bisa diabsorbsi dengan aman dan tidak
perlu dibersihkan sama sekali sebelum memulai obat yang baru. Namun demikian, beberapa
pengecualian penting untuk ini, untuk contoh jeda 14-hari diperlukan setelah pemberhentian
MAOI sebelum mulai antidepresan lain. Di kasus fluoxetine, di mana paruh cukup panjang,
dianjurkan untuk menunggu jangka waktu empat sampai tujuh hari sebelum memulai lagi
antidepresan baru. Ketika beralih antara antidepresan ada baiknya memeriksa apa yang
dianjurkan untuk setiap cirikhas individu (Pertimbangan Farmakogenomik) menurut
Maudsley Prescribing Guidelines dan GP Psychotropic Handbook yang keduanya
menyediakan tabel yang berguna untuk menginformasikan proses switching

C. Parameter keberhasilan terapi Antidepresan


Ada tiga fase pengobatan depresi:
1. Fase akut, biasanya berlangsung selama 6-10 minggu
2. Fase lanjutan, sering berlangsung sekitar 16-20 minggu dan dapat hingga 9-12 bulan
3. Fase rumatan; pada pasien depresi rekuren, fase ini dapat berlangsung selama hidup.
Tujuan terapi pada fase lanjutan yaitu untuk mempertahankan atau untuk
meningkatkan respons terhadap terapi akut dan mencegah relaps. Terapi rumatan bertujuan
untuk mencegah rekurensi. Depresi merupakan penyakit kronik yang cenderung rekuren.
Tujuan pengobatan depresi adalah asimptomatik atau pulih.
Ada tiga jenis luaran (outcome) terapi depresi:
1. Responsif, yaitu berkurangnya gejala depresi, bila dibandingkan dengan saat terapi
dimulai (baseline), sebanyak ≥50%, dinilai dengan HAM-D17, selama tiga minggu
berturut-turut.
2. Remisi, yaitu gejala depresi hampir atau tidak ada sama sekali. Nilai skor HAMD17
≤7 atau skor MADRS ≤3, tiga minggu berturut-turut.
3. Pulih, yaitu menetapnya remisi (asimptomatik) dalam waktu yang lebih lama (± 4-6
bulan). Fungsi pekerjaan dan sosial kembali pulih seperti semula.
Untuk menilai ada/tidaknya depresi, Structured Clinical Interview for DSM-IV
(SCID) dapat digunakan. Instrumen yang dapat digunakan untuk menilai beratnya derajat
depresi, antara lain, adalah Hamilton Depression Rating Scale (HAM-D) dan Montgomery-
Asberg Depression Rating Scale (MADRS). Ada dua gejala kunci pada GDM, yaitu mood yang sedih
dan hilangnya minat. Kedua gejala ini tidak boleh ada dalam keadaan remisi. Sebuah penelitian
naturalistik, yang mengikutsertakan 1.014 pasien rawat inap, melaporkan bahwa setelah dua minggu
pertama pengobatan, skor HAM-D21 turun sebanyak 34% dan skor MADRS sebanyak 33%
Konsensus American College of Neuropsychopharmacology (ACNP) menetapkan
kriteria remisi, yaitu bila nilai HAM-D17 ≤7 menetap dalam tiga minggu berturut-turut.
Fungsi sehari-hari bukan merupakan kriteria remisi.Kriteria lain untuk remisi adalah bila skor
HAM-D17 ≤7 atau HAM-D7 ≤3. Dikatakanremisi parsial bila skor HAM-D17 antara 7-13.
Skor 3 pada HAM-D7 ekuivalen dengan skor 7 pada HAM-D17. Skala HAM-D7 cukup
sensitif untuk menilai beratnya gejala depresi. Apabila menggunakan MADRS, skor untuk
menilai remisi bervariasi, yaitu ≤8, ≤9, ≤10, atau ≤11
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa angka remisi setelah terapi selama 8-12
minggu dengan bupropion dan SSRI, skor HAMD17 ≤7 tercatat sebanyak 47%, sedangkan
pada kelompok yang mendapat plasebo adalah 36%. Angka remisi pada praktik klinik, setelah
diterapi selama 8-12 minggu, terlapor lebih rendah, yaitu sebesar 32% (HAM-D ≤8). Angka
remisi yang dilaporkan oleh penelitian Sequenced Treatment Alternatives to Relieve
Depression (STAR*D), menggunakan citalopram setelah pengobatan 12 minggu, nilai skor
HAM-D ≤ 8 tercatat sebanyak 27,5%. Tidak ada perbedaan angka remisi antara pasien yang
diobati di perawatan primer (26,6%) dengan yang dirawat di perawatan psikiatri (28,0%)
Definisi remisi parsial adalah:
a. Beberapa gejala depresi mayor masih ada (residual), tetapi tidak lagi memenuhi
kriteria episode depresi, atau
b. Gejala depresi tidak ada lagi, tetapi lamanya kurang dari dua bulan. Remisi
parsial atau adanya gejala sisa merupakan faktor risiko relaps. Menetapnya
gejala, meskipun ringan, dapat mengurangi harapan pulihnya fungsi secara
sempurna. Karena itu, mengevaluasi gejala sisa merupakan strategi terapeutik
untuk mencapai remisi sempurna
Penelitian lain pada 11.760 pasien Gejala Depresi Mayor (GDM) rawat jalan
menunjukkan bahwa setelah dua minggu pengobatan dengan escitalopram, terjadi penurunan
skor MADRS sebanyak 30%
1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)
Anti depresan trisiklik merupakan anti depresan generasi pertama untuk mengatasi pasien depresi.
Belakangan ini kedudukan antidepresan trisiklik telah digeser oleh anti depresan baru karena
ditolerir dengan lebih baik dan faktor keamanan. Pemberian antidepresan trisiklik secara oral
diserap dengan baik dan level puncak dalam plasma dicapai setelah 2-6 jam, namun reaksi klinik
optimum setelah 2-4 minggu pemberian.
Indikasi : untuk depresi berat termasuk depresi psikotik kombinasi dengan pemberian
antipsikotik, depresi melankolik dan beberapa jenis ansietas. Klomipramin banyak
digunakan untuk gangguan obsesif kompulsif penggunaan lainnya adalah untuk
migren, sakit kepala, enuresis dan nyeri kronik.
Mekanisme kerja : Obat–obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan noradrenalin dari sela
sinaps di ujung-ujung saraf.
Farmakokinetik
Absorbsi dan distribusi: TCA mudah diabsorbsi per oral dan karena bersifat lipofilik, tersebar luas
dan mudah masuk SSP. Pelarutan lipid ini juga menyebabkan obat mempunyai waktu paruh
panjang, misalnya 4-17 jam untuk imipramin. Akibat berbagai variasi metabolisme first pass pada
hati, TCA mempunyai ketersediaan hayati yang rendah dan tidak tetap. Karena itu, respons pasien
digunakan untuk menetapkan dosis. Periode pengobatan awal biasanya 4 – 8 minggu. Dosis dapat
dikurangai perlahan kecuali bila terjadi relaps.
Metabolisme dan ekskresi: Obat-obat ini dimetabolisme oleh sistem mikrosomal hati dan
dikonjugasi dengan asam glukuronat. Akhirnya, TCA dikeluarkan sebagai metabolit non-aktif
melalui ginjal.
Cara Pemberian
Pemberian TCA dimulai dengan dosis rendah yang ditingkatkan secara bertahap setelah 7-10 hari
tidak ada reaksi. Bila setelah 2 minggu masih tidak ada reaksi, dosis boleh ditingkatkan lagi.
Reaksi klinik mungkin terlambat dan dicapai setelah 4 minggu pemberian. Pada usia lanjut dan
pasien dengan gagal ginjal dan hepar, berikan dalam dosis kecil dan titrasi yang lebih bertahap
untuk meminimalkan toksisitas. Penghentian obat secara mendadak dapat menyebabkan fenomena
rebound pada efek samping kolinergik, oleh karena itu turunkan dosis secara bertahap sebanyak
25-50 mg setiap 3-7 hari.
Efek samping :
 Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung dengan perubahan
ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia
 Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan menimbulkan antara lain mulut
kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat
 Sedasi
 Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat efek antinoradrenalin, hal
ini sering terjadi pada penderita lansia, mengakibatkan gangguan fungsi
 Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan bertambahnya nafsu
makan dan berat
 Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit
 Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul antara lain gangguan
lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala dan

2. Antidepresan Generasi ke-2


Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) merupakan grup kimia antidepresan baru yang khas,
hanya menghambat ambilan serotonin secara spesifik. Berbeda dengan antidepresan trisiklik yang
menghambat tanpa seleksi ambilan-ambilan norepinefrin, serotonin, reseptor muskarinik, H,-
histaminik dan a,-adrenergik. Dibanding dengan antidepresan trisiklik, SSRI menyebabkan efek
antikolinergik lebih kecil dan kordiotoksisitas lebih rendah.
Mekanisme kerja:
 SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini menghambat resorpsi dari
 NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat ini tidak berkhasiat selektif,
menghambat re-uptake dari serotonin dan Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih
efektif daripada SSRI.
Indikasi :
SSRI sangat efektif digunakan untuk mengobati depresi dan beberapa jenis gangguan cemas
(misalnya gangguan obsesif kompulsif, gangguan panik dan sosial fobia). SSRI juga efektif
digunakan pada komorbiditas depresi dengan gangguan fisik, misalnya penyakit jantung. Kejang
dan trauma kepala, stroke, demensia, penyakit parkinson, asma, glaukoma dan kanker.
Cara Pemberian
Pemberian SSRI dimulai dengan dosis kecil yang ditingkatkan secara bertahap 2-3 minggu. Reaksi
optimal didapat setelah 4-6 minggu. Pada pasien usia lanjut, disfungsi ginjal dan hepar, berikan
dosis rendah.puskes dimulai degan dosis tunggal 10 mg pada pagi hari. Reaksi klinis setelah
beberapa minggu pemberian. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap setelah 2 minggu pemerian
menjadi 20 mg, 40 mg dan dosis maksimal adalah 60 mg. Untuk bulimia nervosa dosis awal
60mg/hari.
Efek samping :
 Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri kepala, gangguan tidur dan
nervositas, agitasi atau kegelisahan yang sementara, disfungsi seksual dengan ejakulasi dan
orgasme
 Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan menggigil, konvulsi, dan
kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan Kebanyakan terjadi pada penggunaan kombinasi
obat-obat generasi ke-2 bersama obat-obat klasik, MAO, litium atau triptofan, lazimnya dalam
waktu beberapa jam sampai 2-
3 minggu. Gejala ini dilawan dengan antagonis serotonin (metisergida,
propanolol).
 Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang atau sama sekali tidak

3. Antidepresan MAO Inhibitor


Monoamin oksidase (MAO) adalah suatu enzim mitokondria yang ditemukan dalam jaringan saraf
dan jaringan lain, seperti usus dan hati. Dalam neuron, MAO berfungsi sebagai “katup
penyelamat”, memberikan deaminasi okidatif dan meng-nonaktifkan setiap molekul
neurotransmiter (norepinefrin, dopamin, dan serotonin) yang mengeluarkan vesikel sinaptik secara
berlebihan ketika neuron istirahat. Inhibitor MAO dapat meng-nonaktifkan enzim secara
ireversibel atau reversibel, sehingga molekul neurotransmiter tidak mengalami degradasi dan
karenanya keduanya menumpuk dalam neuron presinaptik dan masuk ke ruang sinaptik. Hal ini
menyebabkan aktivasi reseptor norepine dan serotonin, dan menyebabkan aktivasi antidepresan
obat, Tiga inhibitor MAO yang ada untuk pengobatan depresi sekarang:, isokarboksazid,
dan tranilsipromin; tidak ada satu obat-pun sebagai prototip. Penggunaan inhibitor MAO sekarang
terbatas karena harus disertai pembatasan diet yang dibutuhkan pasien pengguna inhibitor MAO.
Mekanisme Kerja
Sebagian besar inhibitor MAO, seperti isokarboksazidmembentuk senyawa kompleks yang stabil
dengan enzim, menyebabkan inaktivasi yang ireversibel. Ini mengakibatkan peningkatan depot
norepinefrin, serotonin dan dopamin dalam neuron dan difusi selanjutnya sebagai neurotransmiter
yang berlebih ke dalam ruang sinaptik. Obat ini menghambat bukan hanya MAO dalam obat, tetapi
oksidase yang mengkatalisis deaminasi oksidatif obat dan substansi yang mungkin toksik seperti
tiramin yang ditemukan pada makanan terlentu. Karena itu, inhibitor MAO banyak berinteraksi
dengan obat ataupun obat-makanan.
Indikasi
Depresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi atipikal (eksogen) dan
pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap terapi antidpresif lainnya atau alergi dengan
antidepresan trisiklik atau yang menderita ansietas hebat.. MAOI jarang dipakai sebagai obat
pilihan. Pasien dengan aktivitas psikomotor lemah dapat memperoleh keuntungan dari sifat
stimulasi MAOI ini. Obat ini juga digunakan dalam pengobatan fobia. Demikian pula subkategori
depresi yang disebut depresi atipikal. Depresi atipikal ditandai dengan pikiran yang labil, menolak
kebenaran dan ganguan nafsu makan.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap senyawa ini; feokromositoma; gagal jantung kongestif; riwayat penyakit
liver atau fungsi liver abnormal; gangguan ginjal parah; gangguan serebrovaskular; penyakit
kardiovaskular; hipertensi; riwayat sakit kepala; pemberian bersama dengan MAOI lainnya;
senyawa yang terkait dibenzazepin termasuk antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan
siklobenzaprin; bupropion; SRRI; buspiron; simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan;
senyawa anestetik; depresan SSP; antihipertensif; kafein; keju atau makanan lain dengan
kandungan tiramin tinggi.
Efek samping
Efek samping yang hebat dan sering tidak diramalkan membatasi penggunaan MAOI. Misalnya,
tiramin, terdapat dalam makanan tertentu, seperti keju tua, hati ayam, bir dan anggur merah
biasanya diinaktifkan oleh MAO dalam usus. Orang-orang yang menerima MAOI tidak dapat
menguraikan tiramin yang diperoleh dalam makanan ini. Tiramin menyebabkan lepasnya
katekolamin dalam jumlah besar, yang tersimpan di ujung terminal syaraf, sehingga terjadi sakit
kepala, takikardia, mual, hipertensi, aritmia jantung dan stroke. Karena itu, pasien harus di
beritahu menghindarkan makanan yang mengandung tiramin. Fentolamin atau prazosin berguna
dalam pengobatan hiperensi akibat tiramin. [catatan: Pengobatan dengan MAOI dapat berbahaya
terutama pasien depresi dengan tendensi bunuh diri. Ada kemungkinan pasien tersebut
menggunakan makanan yang mengandung tiramin secara sengaja]. Efek samping lain dalam
pengobatan MAOI termasuk mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut kering,
disuria dan konatipasi. MAOI dan SSRI jangan diberikan bersamaan karena bahaya “sindrom
serotinin” yang dapat mematikan. Kedua obat memerlukan periode pencucian 6 minggu sebelum
memberikan obat lain.

4. Atypical Antidepressant
Salah satu contoh atypical antidpressant yaitu bupropion, memiliki struktur kimia mirip
amfetamin, obat ini diduga bekerja pada efek dopaminergik. Efek samping utama berupa
perangsangan sentral agitasi, ansietas dan insomnia pada 2% pasien. Efek samping lain yang dapat
terjadi ialah mulut kering, migrain, mual, muntah, konstipasi dan tremor. Bupropion tidak
memperlihatkan efek antikolinergik dan tidak mengahambat MAO.

Anda mungkin juga menyukai