Anti Depres An
Anti Depres An
Definisi
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, bahwa Depresi adalah ganguan mental
umum yang menyajikan gangguan mood, kehilangan minat atau kesenangan, perasan bersalah
atau rendah diri, tidur tergangu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi.
Masalah ini dapat menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan ganguan besar dalam
kemampuan individu untuk mengurus tangung jawab sehari-harinya
Antidepresan sendiri adalah obat yang dikonsumsi pasien depresi untuk meningkatkan
suasana jiwa (mood), dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung.
Antidepresan tidak bekerja pada orang sehat. Antidepresan secara umum diklasifikasikan
menjadi dua kelompok utama, yaitu heterosiklik dan monoamine inhibitor oksidase (MAOI).
Heterosiklik merupakan antidepresan yang paling sering digunakan. Heterosiklik
dikelompokkan lagi menjadi beberapa jenis obat, yaitu trisiklik (terbagi atas amin tersier dan
amin sekunder) dan antidepresan generasi kedua. Trisiklik amin tersier terdiri dari imipramin,
klomipramin, dan amitripilin. Trisiklik amin sekunder terdiri dari desipramin, nortriptilin, dan
protriptilin. Sedangkan antidepresan generasi kedua terdiri dari fluoxetin, sertralin,
citalopram, fluvoxamine, mianserin, mirtazapin, dan venlafaxine.
B. Waktu Terbaik melakukan penggantian antidepresan
Sebagian besar antidepresan berpengaruh terhadap metabolisme neurotransmiter
monoamin dan reseptornya terutama norepinefrin (NE) dan serotonin (5HT). Ada tiga fase
pengobatan pasien depresi yang perlu dipahami:
1. Fase akut selama 6–10 minggu yang bertujuan mencapai remisi (sampai gejala tidak
ada lagi), merupakan fase yang sangat penting dalam pengobatan depresi.
2. Fase lanjutan selama 4–9 bulan se telah tercapai remisi bertujuan menghilangkan
gejala sisa atau men cegah relaps (relaps adalah kemunculan gejala dalam 6 bulan
setelah remisi).
3. Fase pemeliharaan selama 12–36 bulan yang bertujuan mencegah rekurensi (sudah
sembuh namun ganggu an kembali berulang).
Durasi pengobatan sangat bergantung pada resiko dan berat ringan depresi masing-
masing pasien. Ada pasien yang sampai perlu pengobatan seumur hidup. Perhatikan efek
samping masing-masing obat pada penggunaan jangka panjang. Hentikan atau ganti
pengobatan bila risiko efek samping lebih besar daripada manfaat terapinya.
Setelah 2-4 minggu pemberian antidepresan, respon terapi hendaklah dievaluasi. Bila
tidak adekuat, dosis obat harus dioptimalkan. Dibutuhkan paling sedikit sekitar 8-10 minggu
untuk menyatakan penurunan gejala. Bila terapi awal dihentikan karena efek samping yang
tidak dapat ditoleransi, penggantian ke terapi lain hendaklah segera dilakukan. (Verena
Engkel, 2008)
Mengganti terapi terlalu cepat dapat menyebabkan kesalahan mengambil simpulan,
misalnya menganggap obat tidak efektif sehingga dapat pula mengecewakan pasien.
Sebaliknya, mempertahankan terapi terlalu lama tanpa respon, dapat menyebabkan
pemanjangan penderitaan pasien dan lamanya durasi episode.
Konsensus umum adalah, bila tidak terlihat sedikit pun perbaikan setelah 2-4 minggu
terapi antidepresan sedangkan dosisnya sudah lebih tinggi dari dosis standar, kemungkinan
akan berespons dengan obat tersebut – bila terapi dilanjutkan - sangat kecil. Apabila pasien
memperlihatkan respons parsial setelah 2-4 minggu, ada kemungkinan pasien akan berespons
sempurna setelah 8-12 minggu.
Mungkin orang akan berasumsi bahwa "switch" dalam antidepresan akan terjadi dalam
depresi episode yang sama, dengan mungkin kesenjangan antara terapi tidak lebih dari 15-30
hari. Namun, dalam mendefinisikan jeda penggantian antar obat, Frederic R. Curtiss
menyatakan tidak ada persyaratan khusus jeda waktu penghentian obat lama dengan
pemakaian pertama Antidepresan baru. Jarak mengakibatkan pengobatan antidepresan bisa
saja selama 360 hari, dan kesenjangan rata-rata di terapi obat adalah 60-61 hari
Mengenai resistensi pengobatan, efek samping, atau sesuatu yang lain? Bahkan jika
semua pasien dengan penggunaan berurutan antidepresan yang berbeda golongan yang benar-
benar dilakukan switching, wajar sebenarnya jika ada keraguan mengenai sebenarnya berapa
besar adanya kemungkinan resistensi pengobatan. Efek samping memang terlibat sebagai
faktor penting yang mendorong penghentian pengobatan antidepresan atau penggantian
sekalipun. Dalam survei telepon dari 226 pasien yang menjalani penghentian pengobatan
SSRI (n = 189) atau beralih ke antidepresan yang berbeda (n = 37) dalam waktu 3 bulan
pengobatan inisiasi, 43% melaporkan bahwa perubahan perlakuan mereka adalah karena
minimal 1 efek samping yang mengganggu. Untuk memaksimalkan kemungkinan (meskipun
tanpa jaminan) beralih yang disebabkan karena efek samping yang kurang nyaman,
pendekatan yang masuk akal sebaiknya diterapkan jeda minimum terapi obat antidepresan
awal sebelum penggantian
Sebenarnya tidak mungkin bahwa seorang praktisi kesehatan akan langsung beralih
terapi setelah, misalnya, hanya 1 minggu pengobatan yang tidak menimbulkan respon. Namun
memang sebaiknya dilakukan analisa farmakokinetik obat untuk mengetahui periode wash
out berupa 5 kali waktu paruh obat dari obat sebelumnya sehingga dapat diprediksikan klirens
obat dan secara umum dapat diprediksi posisinya dalam tubuh pasien sehingga dapat diganti
obat baru.
Dalam Buku “Pharmaceutical Care untuk Penderita Gangguan Depresif” yang
diterbitkan oleh Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Kemenkes RI ditemukan kasus bahwapada penderita yang menerima suatu
SRRI dalam kombinasi dengan MAOI, telah dilaporkan reaksi serius yang terkadang fatal
termasuk hipertermia, kekakuan, mioklonus, instabilitas otonom disertai fluktuasi cepat pada
tanda vital, dan perubahan status mental termasuk agitasi hebat, yang meningkat menjadi
delirium dan koma. Reaksi ini telah terjadi pada penderita yang baru saja menghentikan SRRI
dan baru mulai menggunakan MAOI.
Bila terjadi pengalihan dari SRRI ke MAOI, maka harus ada selang 2 minggu diantara
pergantian. Setelah penghentian fluoxetin, maka harus ada selang 1 atau 2 minggu sebelum
mulai menggunakan MAOI. Jangan memberikan MAOI bersama atau segera setelah
antidepresan trisiklik. Kombinasi ini menyebabkan seizure, koma, hipereksitabilitas,
hipertermia, takhikardia, takhipnea, sakit kepala, midriasis, kemerahan kulit, kebingungan,
koagulasi intravaskular meluas, dan kematian. Beri selang paling tidak 14 hari diantara
penghentian MAOI dan mulainya antidepresan trisiklik. Pada beberapa laporan kasus, krisis
hipertensif, pendarahan serebral, dan kematian dapat terjadi karena penggantian MAOI ke
obat lain tanpa adanya periode jeda. Periode jeda selama 10-14 hari dianjurkan jika mengganti
suatu MAOI ke yang lainnya atau dari suatu senyawa dibenzazepin (misalnya amitriptilin,
perfenazin).
Jika seseorang memiliki respon minimal terhadap antidepresan setelah 3-4 minggu
pengobatan dengan dosis terapi antidepresan pertama, NICE guideline merekomendasikan
baik meningkatkan dosis sesuai dengan SPC atau beralih untuk antidepresan kedua. Switching
antidepresan harus juga harus dipertimbangkan jika ada efek samping yang signifikan
mengganggu.
Ketika penggantian antidepresan, sebagian bisa diabsorbsi dengan aman dan tidak
perlu dibersihkan sama sekali sebelum memulai obat yang baru. Namun demikian, beberapa
pengecualian penting untuk ini, untuk contoh jeda 14-hari diperlukan setelah pemberhentian
MAOI sebelum mulai antidepresan lain. Di kasus fluoxetine, di mana paruh cukup panjang,
dianjurkan untuk menunggu jangka waktu empat sampai tujuh hari sebelum memulai lagi
antidepresan baru. Ketika beralih antara antidepresan ada baiknya memeriksa apa yang
dianjurkan untuk setiap cirikhas individu (Pertimbangan Farmakogenomik) menurut
Maudsley Prescribing Guidelines dan GP Psychotropic Handbook yang keduanya
menyediakan tabel yang berguna untuk menginformasikan proses switching
4. Atypical Antidepressant
Salah satu contoh atypical antidpressant yaitu bupropion, memiliki struktur kimia mirip
amfetamin, obat ini diduga bekerja pada efek dopaminergik. Efek samping utama berupa
perangsangan sentral agitasi, ansietas dan insomnia pada 2% pasien. Efek samping lain yang dapat
terjadi ialah mulut kering, migrain, mual, muntah, konstipasi dan tremor. Bupropion tidak
memperlihatkan efek antikolinergik dan tidak mengahambat MAO.