Anda di halaman 1dari 46

SMF/Bagian Rehabilitasi Medik LAPORAN KASUS

RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Oktober 2019


Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana

SKOLIOSIS

Disusun Oleh:
Yustina Nada Jon Putri, S.Ked (1508010005)
Yolanda Yasinta Ina Tuto, S.Ked (1508010035)

Pembimbing:
dr. Yusni Sinatra, Sp.RM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN REHABILITASI MEDIS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skoliosis adalah deviasi garis vertikal normal tulang belakang, yang terdiri
dari kelengkungan lateral dengan rotasi tulang belakang di dalam kurva. Pada kasus
skoliosis dipertimbangkan harus ada setidaknya 10° dari kelengkungan tulang
belakang pada pemeriksaan foto polos posterior-anterior berhubungan dengan rotasi
vertebra. Mayoritas kasus skoliosis yang akan dihadapi oleh dokter umum adalah
idopatik tanpa penyebab yang jelas.1
Angka kejadian skoliosis adalah kira-kira dua kali lebih sering pada perempuan
daripada laki-laki. Hal ini dapat dilihat pada semua umur, namun sering terlihat pada
usia lebih dari 10 tahun. Seringkali seseorang dengan skoliosis telah mengalami
kondisi ini sejak masa kanak-kanak, namun karena skoliosis berkembang sangat
cepat, kebanyakan kasus skoliosis tidak terdiagnosa sampai usia 10-14 tahun. Sekitar
80% skoliosis bersifat idiopatik, dan merupakan bentuk paling umum deformitas
tulang belakang di masa kanak-kanak dan remaja. Tidak banyak penelitian yang
menyediakan data dengan relevansi tinggi mengenai prevalensi skoliosis, data dari
studi di beberapa negara menunjukkan prevalensi 0,47 - 5,2% untuk scoliosis
idiopatik remaja. Hasil penelitian di Amerika, Eropa, dan Asia menunjukkan bahwa
sekitar 1,5%-3% dari populasi mengalami skoliosis. Di Indonesia insiden skoliosis
diperkirakan sebanyak 2% dari total populasi penduduk. Prevalensi skoliosis di
Indonesia, di wilayah Jakarta, sekitar 4 – 4,5% dan lebih banyak diderita oleh
perempuan daripada laki-laki. Prevalensi skoliosis pada kelompok remaja belum
diketahui secara pasti. Hasil skrinning pada siswa umur 9-16 tahun di Surabaya
didapatkan prevalensi scoliosis dengan kurva lebih dari 10 derajat sebesar 2,93% dan
juga lebih banyak diderita oleh perempuan.2,3
Dari aspek rehabilitasi medik, skoliosis dapat menyebabkan nyeri pada tulang
belakang/punggung (impairment), keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
(disabilitas), dan keterbatasan dalam melakukan pekerjaan dan aktivitas sosial
(handicap). Sehingga diperlukan penanganan dari segi rehabilitasi medik dengan
tujuan yaitu agar penderita dapat kembali kepada kondisi semula atau mendekati
keadaan sebelum sakit, menghindari semaksimal mungkin timbulnya cacat sekunder,
mengusahakan sedapat mungkin penderita cepat kembali ke pekerjaan semula atau
pekerjaan baru, serta psikologi penderita menjadi lebih baik.4

1.2 Tujuan
1. Untuk memenuhi syarat dalam Kepanitraan Klinik di bidang Rehabilitasi Medik
2. Untuk menambah wawasan ilmiah dan pengetahuan dokter muda tentang kasus –
kasus Skoliosis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vertebrae


Tubuh bagian belakang terdiri dari ruas-ruas tulang yang disebut vertebrae.
Masing-masing dari keempat vertebrae (cervical, thoracal, lumbal dan sacral)
memiliki lengkung curvature tersendiri bila dilihat dari lateral. Columna vertebrae
bentuknya tidak lurus seperti tiang, tetapi terdapat pembengkokan-pembengkokan.
Pada gambar, tampak tulang belakang dalam posisi lateral dan menunjukkan
gambaran kurva tulang belakang yang: poin A mewakili daerah cervical dan
menunjukkan sedikit lordotic, poin B mewakili torakal dan menunjukkan kifosis
normal, poin C merupakan daerah lumbal dan poin D merupakan daerah sakral, yang
masing-masing menunjukkan masing-masing kurva normalnya.5
Bentuk kolumna vertebralis tidak lurus, pada beberapa tempat membentuk
lengkungan, yaitu:6
• Lordosis servikalis : melengkung ke anterior didaerah servical
• Kifosis torakalis : melengkung ke dorsal didaerah torakal
• Lordosis lumbalis : melengkung ke anterior daerah lumbal
• Kifosis sakralis : melengkung ke daerah sakral

2.2 Definisi Skoliosis


Skoliosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti “lengkungan” dan merupakan
suatu kondisi patologik. Vertebra servikal, torakal, dan lumbal membentuk kolumna
vertikal dengan pusat vertebra berada pada garis tengah. Skoliosis adalah deformitas
tulang belakang yang menggambarkan deviasi vertebra ke arah lateral dan rotasional.7
Bentuk skoliosis yang paling sering dijumpai adalah deformitas tripanal dengan
komponen lateral, anterior posterior dan rotasional.8
Skoliosis juga dapat diartikan sebagai kelainan tulang belakang dimana tulang
belakang mengalami pembengkokan ke arah samping (lateral curvature) membentuk
huruf ‘S’ atau ‘C’, dapat dilihat ketika kelengkungannya semakin parah dan juga
mengakibatkan ketidaknyamanan. Skoliosis dapat juga disertai dengan pemutaran
atau rotasi dari tulang belakang.9 Pada kasus skoliosis dipertimbangkan harus ada
setidaknya 10° dari kelengkungan tulang belakang pada pemeriksaan foto polos
posterior-anterior berhubungan dengan rotasi vertebra.
2.3 Epidemiologi
Angka kejadian Skoliosis adalah kira-kira dua kali lebih sering pada perempuan
daripada laki-laki. Hal ini dapat dilihat pada semua umur, namun sering terlihat pada
usia lebih dari 10 tahun. Seringkali seseorang dengan Skoliosis telah mengalami
kondisi ini sejak masa kanak-kanak, namun karena Skoliosis berkembang sangat
cepat, kebanyakan kasus skoliosis tidak terdiagnosa sampai usia 10-14 tahun.2
Sekitar 80% skoliosis bersifat idiopatik, dan merupakan bentuk paling umum
deformitas tulang belakang di masa kanak-kanak dan remaja. Tidak banyak penelitian
yang menyediakan data dengan relevansi tinggi mengenai prevalensi skoliosis, data
dari studi di beberapa negara menunjukkan prevalensi 0,47 - 5,2% untuk scoliosis
idiopatik remaja.2
Hasil penelitian di Amerika, Eropa, dan Asia menunjukkan bahwa sekitar
1,5%-3% dari populasi mengalami skoliosis. Di Indonesia insiden skoliosis
diperkirakan sebanyak 2% dari total populasi penduduk. Prevalensi skoliosis di
Indonesia, di wilayah Jakarta, sekitar 4 – 4,5% dan lebih banyak diderita oleh
perempuan daripada laki-laki. Hasil skrinning pada siswa umur 9-16 tahun di
Surabaya didapatkan prevalensi scoliosis dengan kurva lebih dari 10 derajat sebesar
2,93% dan juga lebih banyak diderita oleh perempuan.2,3
2.4 Etiologi
Walaupun penyebab skoliosis adalah idiopatik, namun beberapa perbedaan
teori yang menunjukkan penyebabnya yaitu seperti faktor genetik, hormonal,
abnormalitas pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot
dan jaringan fibrosa.10,11
 Faktor genetik
Dilaporkan bahwa adanya peningkatan insiden pada keluarga pasien dengan
skoliosis idiopatik dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai riwayat
keluarga dengan skoliosis.
 Faktor hormonal
Hormon pertumbuhan juga diduga mempunyai peranan pada perkembangan
skoliosis. Kecepatan progresivitas skoliosis pada umumnya dilaporkan pada pasien
dengan gangguan hormone pertumbuhan.
 Perkembangan spinal dan teori biomekanik
Abnormalitas dari mekanisme pertumbuhan spinal juga menunjukkan penyebab
dari perkembangan dan progresivitas skoliosis. Dimana dihubungkan dengan waktu
kecepatan pertumbuhan pada remaja.
 Abnormalitas jaringan
Beberapa teori menyatakan bahwa komponen struktural pada komponen tulang
belakang (otot, tulang, ligamentum dan atau discus) bila terdapat kelainan maka bisa
menjadi penyebab skoliosis. Beberapa teori didasari atas observasi pada kondisi
seperti Marfan syndrome (gangguan fibrillin), duchenne muscular dystrophy
(gangguan otot) dan displasia fibrosa pada tulang.

2.5 Faktor Resiko


Ada beberapa hal yang termasuk dalam faktor resiko yang mengakibatkan
terjadinya skoliosis, yaitu:5
a. Jenis kelamin : Lengkung curvature tulang belakang pada anak perempuan
progresivitasnya cenderung cepat memburuk daripada anak laki-laki.
b. Usia : Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar kemungkinannya
menjadi lebih parah lengkung curvaturenya.
c. Sudut kurva : Semakin besar sudut, semakin besar kemungkinan akan memburuk
keadaan tulang belakangnya.
d. Lokasi : Skoliosis di tulang belakang bagian atas lebih besar kemungkinannya
menjadi buruk daripada skoliosis di tulang belakang bagian bawah.

2.6 Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari derajat kurva skoliosis :9
a. Skoliosis ringan : kurva kurang dari 20º
b. Skoliosis sedang : kurva 20º – 40º/50º. Mulai terjadi perubahan struktural
vertebra dan costa.
c. Skoliosis berat : lebih dari 40º /50º. Berkaitan dengan rotasi vertebra yang
lebih besar, sering disertai nyeri, penyakit sendi degeneratif, dan pada sudut
lebih dari 60º - 70º terjadi gangguan fungsi kardiopulmonal bahkan
menurunnya harapan hidup.
Menurut bentuknya dapat diklasifikasikan menjadi:12
a. Kurva C : umumnya di thoracolumbal, tidak terkompensasi, kemungkinan
karena posisi asimetri dalam waktu lama, kelemahan otot, atau sitting
balance yang tidak baik.
b. Kurva S : lebih sering terjadi pada skoliosis idiopati, di thoracal kanan dan
lumbal kiri, umumnya structural.
Skoliosis pada klasifikasi berdasarkan usia penderita terdiri atas tipe;
Infantile terjadi pada usia 0 hingga 3 tahun, Juvenile muncul di antara usia 4
hingga 9 tahun, dan Adolescent kelainannya muncul di antara usia 10 tahun
hingga akhir masa pertumbuhan tulang (16-17 tahun).
Kalsifikasi scoliosis berdasarkan penyebabnya, antara lain: 10
a. Nonstruktural
Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk semula)
dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang belakang
1) Skoliosis postural : disebabkan oleh kebiasaan postur tubuh yang
buruk
2) Spasme otot dan rasa nyeri yang dapat berupa:
 Nyeri pada spinal nerve roots : skoliosis skiarik
 Nyeri pada tulang belakang : dapat disebabkan oleh inflamasi
atau keganasan
 Nyeri pada abdomen : dapat disebabkan oleh
apendisitis
3) Perbedaan panjang antara tungkai bawah
 Actual shortening
 Apparent shortening
 Kontraktur adduksi pada sisi tungkai yang lebih pendek
 Kontraktur abduksi pada sisi tungkai yang lebih
panjang
b. Struktural
Skoliosis tipe ini bersifat irreversibel dan dengan rotasi dari tulang
belakang
1) Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) : 80% dari seluruh
skoliosis
2) Osteopatik
 Kongenital (didapat sejak lahir)
 Terlokalisasi :
 Kegagalan pembentukan tulang belakang
(hemivertebrae)
 Kegagalan segmentasi tulang belakang
(unilateral bonny bar)
 General
 Osteogenesis imperfecta
 Arachnodactily
 Didapat
 Fraktur dislokasi dari tulang belakang, trauma
 Rickets dan Osteomalasia
 Emfisema, Thoracoplasty
3) Neuropatik
 Congenital
 Spina bifida
 Neurofibromatosis
 Didapat
 Poliomielitis
 Paraplegia
 Cerebral palsy
 Friedreich’s ataxia
 Syringomielia
Sedangkan menurut letaknya, dapat diklasifikasikan menjadi thoracal,
lumbal, atau kombinasi.13
2.7 Patofisiologi
Skoliosis diakibatkan salah satunya dari posisi tubuh yang salah misalnya
duduk dengan berulang-ulang, punggung terlalu membungkuk, kepala terlalu
terangkat, menyandarkan tubuh pada posisi yang salah pada satu sisi tubuh, maka hal
tersebut kerja otot tidak akan pernah seimbang. Sikap tubuh yang tidak natural atau
tidak baik bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara lain peralatan kerja,
lingkungan kerja, jenis pekerjaan atau ketidaktahuan seseorang tentang sikap tubuh
yang optimal baik dalam pengertian statis maupun dinamis.12
Skoliosis merupakan kelainan postur dimana sekilas penderita tidak mengeluh
sakit atau yang lain, tetapi suatu saat dalam posisi yang dibutuhkan suatu kesiapan
tubuh membawa beban tubuh misalnya berdiri, duduk dalam waktu yang lama maka
kerja otot tidak akan pernah seimbang.14
Hal ini akan mengakibatkan suatu mekanisme proteksi dari otot-otot tulang
belakang untuk menjaga keseimbangan, manifestasinya yang terjadi justru overuse
pada salah satu sisi otot yang dalam waktu terus menerus dan hal yang sama terjadi
ketidak seimbangan postur tubuh ke salah satu sisi tubuh. Jika hal ini berlangsung
terus-menerus pada sistem musculoskeletal tulang belakang akan mengalami
bermacam-macam keluhan antara lain nyeri otot, keterbatasan gerak, dari tulang
belakang, back pain, kontraktur otot, dan menumpuknya masalah yang lebih serius
seperti gangguan pada sistem pernapasan, sistem pencernaan dan system
kardiovaskuler.2
Pembengkokan yang disebabkan karena salah sikap terjadi pada masa anak-
anak antara umur 6-17 tahun dan dapat disebabkan karena kebiasaan yang salah,
terutama dalam sikap duduk di sekolah. Ketegangan otot pada vertebra salah satu sisi
dapat meningkatkan derajat lengkungan ke arah lateral atau skoliosis.12

2.8 Manifestasi Klinis


Berikut ini merupakan gejala-gejala klinis yang dapat dijumpai pada penderita
scoliosis:15
a. Badan condong ke lateral flexion
b. Salah satu bahu lebih tinggi dari yang lain
c. Salah satu hip lebih tinggi dari yang lain
d. Terdapat penonjolan salah satu scapula (shoulder blade)
e. Payudara yang asimetris pada wanita
f. Rib cage menonjol di satu sisi
g. Kepala tidak sejajar langsung dengan panggul
Ketidaklurusan tulang belakang ini akhirnya akan menyebabkan nyeri
persendian di daerah tulang belakang pada usia dewasa dan kelainan bentuk
dada, hal tersebut mengakibatkan:14
a. Penurunan kapasitas paru, pernafasan yang tertekan, penurunan level
oksigen akibat penekanan rongga tulang rusuk pada sisi yang cekung.
b. Pada skoliosis dengan kurva kelateral atau arah lengkungan ke kiri, jantung
akan bergeser kearah bawah dan ini akan dapat mengakibatkan obstruksi
intrapulmonal atau menimbulkan pembesaran jantung kanan, sehingga
fungsi jantung akan terganggu.
Di bawah ini adalah efek skoliosis terhadap paru dan jantung meliputi :
 Efek Mild skoliosis (kurang dari 20o tidak begitu serius, tidak memerlukan
tindakan dan hanya dilakukan monitoring)
 Efek Moderate skoliosis (antara 25 – 40o ), tidaklah begitu jelas , namun
suatu study terlihat tidak ada gangguan, namun baru ada keluhan kalau
dilakukan exercise.
 Efek Severe skoliosis (> 400 ) dapat menimbulkan penekanan pada paru,
pernafasan yang tertekan, dan penurunan level oksigen, dimana kapasitas
paru dapat berkurang sampai 80%. Pada keadaan ini juga dapat terjadi
gangguan terhadap fungsi jantung.
 Efek Very Severe skoliosis (Over 1000 ). Pada keadaan ini dapat terjadi
trauma pada pada paru dan jantung, osteopenia and osteoporosis .

3.9 Diagnosa
 Anamnesis
Pada anamnesis akan didapatkan keluhan sepeti pada manifestasi klinis
skoliosis.
 Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi
Terdapat ciri- ciri penting, yaitu:14
1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping.
2. Bahu kanan dan bahu kiri tidak simetris. Salah satu bahu ada yang letaknya
lebih tinggi.
3. Pinggang yang tidak simetris, salah satu pinggul lebih tinggi atau lebih
menonjol daripada yang lain.
4. Ketika membungkuk ke depan, terlihat dadanya tidak simetris.
5. Badan miring ke salah satu sisi
6. Untuk skoliosis yang Idiopatik kemungkinan terdapat kelainan yang
mendasarinya, misalnya neurofibromatosis yang harus diperhatikan adalah
bercak “café au lait” atau Spina Bifida yang harus memperhatikan tanda
hairy patches (sekelompok rambut yg tumbuh di daerah pinggang).
7. Pasien berjalan dengan kedua kaki lebar.
8. Sedangkan pada kasus yang berat dapat menyebabkan :
 Kepala agak menunduk ke depan
 Punggung lurus dan tidak mobile
 Pangggul yang tidak sama tinggi
 Palpasi
Pada palpasi dapat kita raba apakah terdapat krepitasi, adanya tanda-tanda
inflamasi dan ada tidaknya gibus.
 Pemeriksaan Penunjang
 X-Ray
Foto polos harus diambil pada posisi posterior dan lateral penuh terhadap tulang
belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva
dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser.
Kurva structural akan memperlihatkan rotasi vertebra ; pada proyeksi posterior-
anterior, vertebra yang mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang
kegaris tengah; ujung atas dan bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat
simetri vertebra diperoleh kembali.5
 Pemeriksaan Spesifik
a. “The Adam’s Forward Bending test”
Pemeriksaan dilakukan dengan melihat pasien dari belakang yaitu dengan
menyuruhnya membungkuk 90° ke depan dengan lengan menjuntai ke bawah
dan telapak tangan berada pada lutut.. Temuan abnormal berupa asimetri
ketinggian iga atau otot-otot paravertebra pada satu sisi, menunjukan rotasi
badan yang berkaitan dengan kurvatura lateral. Skoliosis torakalis kanan akan
menunjukkan lengkung konveks ke kiri pada daerah torak yang merupakan tipe
kurva idiopatik yang umum. Deformitas tulang iga dan asimetri garis pinggang
tampak jelas pada kelengkungan 30° atau lebih.
Jika pasien dilihat dari depan asimetri payudara dan dinding dada
mungkin terlihat. Tes ini sangat sederhana, hanya dapat mendeteksi
kebengkokannya saja tetapi tidak dapat menentukan secara tepat kelainan
bentuk tulang belakang. Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk
menilai kekuatan, sensasi atau reflex.16
b. Metode Cobb
Test ini digunakan untuk mengukur sudut kelengkungan dari tulang belakang .
Caranya:
1. Cari ruas tulang yang paling miring di bagian atas kurva dan menarik garis
sejajar dengan ujung ruas tulang belakang.
2. Cari ruas tulang yang paling miring di bagian bawah kurva dan menarik
garis sejajar dengan ujung ruas tulang belakang.
3. Buat garis siku dari garis yang dibuat pada point pertama dan point kedua.
4. Sudut yang terbentuk antara dua garis paralel tersebut adalah sudut Cobb.
Sudut Cobb adalah ukuran kelengkungan tulang belakang yang membantu
dokter untuk menentukan jenis pengobatan diperlukan. Sudut Cobb sebesar 10
derajat dianggap sebagai sudut minimum untuk menentukan angulasi Skoliosis.
Sebuah kurva skoliosis 10 sampai 15 derajat biasanya tidak memerlukan
pengobatan/ perawatan kecuali pemeriksaan rutin dengan dokter ortopedi
sampai pasien telah melalui pubertas dan kelengkungan tulang belakang tidak
bertambah parah setelah pubertas.
Jika kurva scoliosis adalah 20 sampai 40 derajat, dokter ortopedi
umumnya akan menganjurkan pemakaian brace untuk menjaga tulang belakang
dari pertambahan sudut lengkungan. Ada beberapa jenis brace yang ditawarkan,
di antaranya untuk dipakai selama 18 sampai 20 jam sehari, yang lain hanya
pada saat malam hari. Brace yang dianjurkan untuk dipakai akan tergantung
pada gaya hidup pasien, dan tingkat keparahan dari kurva.
Interpretasi kurva :
1. Mild: Curve <10-15 derajat
2. Moderate: Curve 20-50 derajat
3. Severe: Curve >45-50 derajat
c. Metode Risser
Resiko terjadinya progresivitas kurva ditentukan oleh jenis kelamin,
umur (skeletal maturity) dan besar sudut awal serta bentuk kurva itu sendiri.
Semakin muda umur pasien saat ditemukannya deformitas (time of onset),
semakin tinggi terjadinya progresivitas kurva.
Skeletal maturity dapat dilihat dari sudah menutupnya growth plate,
sedangkan growth plate pada spine ini tidak mudah untuk dilihat dari gambaran
radiologi. Joseph C. Risser (1958) pertama kali menjelaskan tentang risser sign,
merupakan tanda untuk menggambarkan tingkat ossifikasi iliac apophysis.
Risser menembukan bahwa ossifikasi iliac apophysis terjadi bersamaan dengan
spinal skeletal maturity, sehingga tingkat ossifikasi iliac apophysis dapat
digunakan sebagai indikasi bahwa pertumbuhan spine telah berhenti atau
belum. Tanda ini merupakan informasi penting dalam menejemen scoliosis.
Risser sign merupakan ukuran radiologi berdasarkan ossifikasi iliac
apophysis, dimana dibagi menjadi empat kuadran. Osifikasi dimulai dari bagian
lateral iliac apophysis dan berkembang ke bagian medial. Risser sign dimulai
dari grade 0 yang artinya belum ada ossifikasi sampai grade 4 dimana pada
semua keempat kuadran apofisis memperlihatkan ossifikasi “capping”. Ketika
iliac apophysis sudah fusi secara lengkap (grade 5) artinya skeletal maturity
pada pasien sudah lengkap.

d. Scoliometer (inclinometer)
Scoliometer (inclinometer) adalah sebuah alat untuk mengukur sudut
kurva pada tulang belakang pada procesus spinosus yang asimetris. Cara
pengukuran dengan inclinometer dilakukan pada pasien dengan posisi
membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah
tergantung pada lokasi kurvatura scoliosis, sebagai contoh kurva dibawah
vertebra lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding
kurvapada thorokal.Kemudian letakkan inclinometer pada apeks kurva, biarkan
inclinometer tanpa ditekan, kemudian baca angka derajat kurva. Pada
screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang diperoleh labih besar
dari 5 derajat, hal ini biasanya menunjukkan derajat adanya rib hump. Ini
disebabkan karna adanya rotasi pada daerah vertebra thorakal, dan ini juga
dapat menunjukan kelengkungan vertebra. Perlu dicatat hal ini hanya
menunjukan adanya kelainan pada spine akan tetapi tidak menunjukan tingkat
keparahan dan deformitas tersebut.17

2.10 Terapi
Jenis terapi yang dibutuhkan untuk skoliosis tergantung pada banyak faktor.
Sebelum menentukan jenis terapi yang digunakan, dilakukan observasi terlebih
dahulu. Terapi disesuaikan dengan etiologi, umur skeletal, besarnya lengkungan, dan
ada tidaknya progresivitas dari deformitas. Keberhasilan terapi sebagian tergantung
pada deteksi dini dari skoliosis.
Fisioterapi
1. Modalitas Fisik misalnya Cotrel traction

2. Terapi Latihan
Prinsip terapi latihan pada skoliosis adalah:18
 Mengembangkan mobilitas sendi-sendi yang telah hilang
 Meregangkan otot yang kontraktur
 Meningkatkan kekuatan otot
 Memutar balik dari rotasi deformitas vertebra
 Mengembangkan muscular seluruh badan supaya mampu memelihara curve
yang telah dikoreksi
 Memelihara keseimbangan dan keindahan sikap yang telah dikoreksi
semaksimal mungkin
 Membuat kompensasi apabila koreksi tidak mungkin
Latihan peregangan sisi concave, Latihan elongasi trunk Latihan
peregangan otot leher, bahu atau hip, Latihan penguatan otot sisi convex,
Latihan deep breathing untuk meningkatkan fungsi paru, dapat dilakukan
bersamaan dengan latihan penguatan abdominal, stretching trunk, dan saat
stretching otot pectoralis , Latihan derotasi trunk, Sambil deep breathing
exercise dan lateral fleksi trunk (untuk meregangkan sisi concave), Latihan
Yoga disarankan melakukan derotasi vertebra.19
Macam-macam gerakan terapi latihan pada skoliosis adalah sebagai berikut:
 Metode Klapp, Metode Woodcock, Metode X
Latihan dengan metode Klapp meliputi latihan peregangan dan penguatan
otot-otot punggung dengan menggunakan posisi kucing dan posisi berlutut
yang menyerupai hewan berkaki empat. Latihan ini merupakan bentuk terapi
dimana digunakan postur peregangan asimetris. Berbeda halnya dengan
latihan metode Woodcock yang menekankan latihan pada koreksi derotasi dan
perbaikan otot intrinsic tulang punggung. Menurut woodcock, tanpa latihan
derotasi, pertambahan kurva sulit dicegah. Latihan metode X merupakan
kombinasi latihan woodcock dan klapp. Latihan ini mudah digunakan, dapat
dikerjakan setiap hari, dan tidak memerlukan tempat latihan khusus. Pada
metode X latihan dilakukan dengan posisi berdiri disertai fleksi trunkus, sudut
fleksi trunkus tergantung pada puncak kurvatura.
Orthotik
Alat penyangga, digunakan untuk skoliosis dengan kurva 25°-40° dengan
skeletal yang tidak matang (immature). Alat penyangga tersebut antara lain :
 Penyangga Milwaukee
Milwaukee brace atau Cervico Torakal Lumbo Sacral Orthosis (CTLSO)
merupakan brace yang memberikan sanggahan pada pelvis dan koreksi dengan
deformitas rotatorik secara statik. Indikasi penggunaan Milwaukee Brace meliputi
skoliosis tahap awal yang sedang berkembang dan mendekati sudut kurvatura 20o .
Kurvatura yang melebihi 50o bukan merupakan kandidat yang tepat untuk
penggunaan Milwaukee Brace
Alat ini tidak hanya mempertahankan tulang belakang dalam posisi lurus, tetapi
alat ini mendorong pasien agar menggunakan otot-ototnya sendiri untuk menyokong
dan mempertahankan proses perbaikan tersebut. Penyangga harus dipakai 23 jam
sehari. Alat penyangga ini harus terus digunakan terus sampai ada bukti objektif yang
nyata akan adanya kematangan rangka dan berhentinya pertumbuhan tulang belakang
selanjutnya.12

 Penyangga Boston
Suatu penyangga ketiak sempit yang memberikan sokongan lumbal atau
torakolumbal yang rendah. Penyangga ini digunakan selama 16-23 jam sehari sampai
skeletalnya matur. Terapi ini bertujuan untuk mencegah dan memperbaiki deformitas
yang tidak dikehendaki oleh pasien.12
Pemakaian Boston brace paling efektif pada skoliosis dengan puncak kurva di
T6 sampai L3. Boston brace merupakan bentuk ortosis yang fleksibel, dengan tujuan
untuk mengurangi hambatan fisik dan meningkatkan tingkat kepatuhan pasien
menggunakan ortosis tersebut.20

2.11 Komplikasi
Skoliosis adalah penyakit 3 dimensi yang sangat komplek walaupun prinsipnya
berasal dari kurva ke arah lateral yang kemudian membuat vertebra berputar.
Perputaran vertebra merubah bentuk dan volume dari rongga thorak maupun rongga
abdominal. Sehingga berujung pada organ di dalamnya misalnya berkurangnya
sistem kerja kardiopulmonal dan dapaat menimbulkan nyeri.15
Komplikasi-komplikasi yang dapat timbul antara lain :
a. Gangguan jantung dan paru karena adanya perubahan struktur rib cage
b. Gangguan punggung terkait dengan struktur terlibat misalnya spasme otot, saraf
terjepit yang menyebabkan nyeri, fatigue, ataupun muscle weakness.
c. Deformitas berat
d. Memperburuk penampilan
e. Penyakit sendi degeneratif

2.12 Prognosis
Prognosis tergantung atas besarnya derajat kurva, deformitas dan maturitas.
Derajat kurva yang ringan dengan skeletal yang sudah matur umumnya tidak
mengalami progresif.12 Pada umumnya skoliosis tidak akan memburuk dalam waktu
yang singkat. Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar kemungkinan
menjadi lebih parah, sebab waktu perkembangan skoliosis juga menjadi lebih lama.
Semakin besar sudut, semakin besar skoliosis kemungkinan akan memburuk.21
Adapun kondisi yang dapat memperburuk scoliosis adalah:
a. Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperberat beban terhadap tulang belakang
disamping memengaruhi keberhasilan pemakaian brace dan latihan.
b. Usia
Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar kemungkinan gangguan
ini akan menjadi semakin parah jika tidak diperbaiki.
c. Sudut kurva
Semakin besar sudut, semakin besar kemungkinan akan mengalami perburukan
apabila tidak dilakukan tindakan.
e. Lokasi
Skoliosis di bagian tengah atau bawah tulang punggung kemungkinan menjadi
buruk ketimbang skoliosis di bagian atas karena beban berat badan di bagian
bawah lebih besar.
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. PT
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 14 tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Katholik
Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Naikoten

ANAMNESIS

Keluhan Utama
Bahu kanan dan kiri tidak sama tinggi.

Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis
Pasien datang dengan keluhan bahu kanan dan kiri tidak sama tinggi. Awalnya orang
tua pasien yang menyadari bahwa bahu anak sebelah kiri dan kanan terlihat tidak
sama tinggi (bahu kanan lebih tinggi) baik saat duduk maupun berjalan sejak sekitar 5
bulan yang lalu, tetapi dibiarkan karena tidak mengganggu. Orang tua pasien baru
membawa pasien ke RS saat ini karena pasien mulai mengeluhkan adanya gangguan
aktivitas sejak kurang lebih 1 bulan terakhir. Pasien juga mengatakan badannya
cenderung miring ke kanan. Keluhan tersebut menetap dan bertambah berat. Pasien
mengeluhkan bahwa ada keterbatasan gerak, seperti membungkuk, jongkok-berdiri,
berjalan jauh, maupun duduk lama. Pasien juga kadang merasakan nyeri di punggung
bawah pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat trauma
(-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ditemukan keluarga yang menderita keluhan serupa seperti pasien.
Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan menulis dengan posisi duduk sedikit menunduk
dan sedikit miring ke kiri. Pasien juga memiliki kebiasaan ke sekolah dengan
membawa tas jinjingan di bahu kiri yang berat setiap harinya.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
• Kesadaran : CM, GCS E4V5M6
• Tinggi Badan : 150 cm
• Berat Badan : 48 kg
• IMT : 21,3 (normoweight)

Tanda Vital
• Tekanan Darah : 120 / 80 mmHG
• Frekuensi nadi : 76 x/menit, reguler, kuat angkat
• Frekuensi napas : 20 x/menit, reguler
• Suhu aksiler : 36⁰C
• VAS skor :3
Kepala / leher
• Anemis (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-), pembengkakan KGB (-/-) trakea tepat di
tengah (+)
Toraks
Jantung : S1S2 reguler, bising jantung(-)
Paru : Gerakan pernafasan simetris kiri=kanan, suara pernafasan
vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Flat (+), nyeri tekan (-), timpani (+), bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), edema (-)

STATUS LOKALIS DAN NEUROLOGIS

Inspeksi
Thorax : deviasi prosessus spinosus v.thorakolumbal (+) ke arah kanan,
tampak bahu kanan lebih tinggi, asimetris skapula (skapula kanan tampak lebih
tinggi)
Pelvis : pelvis tampak asimetris (hip kiri lebih tinggi)
Ekstremitas bawah : panjang tungkai simetris kanan dan kiri
Anggota gerak atas
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan : (+) (+)
Kekuatan : 5-5-5 5-5-5
Tonus : N N
Refleks Kanan Kiri
Refleks biceps : (+) (+)
Refleks triceps : (+) (+)
Refleks radius : (+) (+)
Refleks ulna : (+) (+)
Refleks Hoffmann : (-) (-)
Refleks Tromner : (-) (-)
Sensibilitas Kanan Kiri
Sensibilitas : (+) (+)
Perasaan nyeri : (+) (+)
Termal : (+) (+)
Diskriminasi dua titik : (+) (+)
Perasaan lokalis : (+) (+)
Posisi : (+) (+)
Anggota gerak bawah
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan : (+) (+)
Kekuatan : 5-5-5 5-5-5
Tonus : N N
Refleks Kanan Kiri
Refleks Patella : (+) (+)
Refleks Achilles : (+) (+)
Refleks Babinsky : (-) (-)
Refleks Chaddock : (-) (-)
Refleks Schaefer : (-) (-)
Refleks Oppenheim : (-) (-)
Refleks Gordon : (-) (-)
Refleks Gonda : (-) (-)
Refleks Bing : (-) (-)
Refleks Mendel-Bechterew : (-) (-)
Refleks Rosolimo : (-) (-)
Klonus paha : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)
Tes Laseque : >70 >70
Sensibilitas Kanan Kiri
Sensibilitas : (+) (+)
Perasaan nyeri : (+) (+)
Termal : (+) (+)
Diskriminasi dua titik : (+) (+)
Perasaan lokalis : (+) (+)
Posisi : (+) (+)
Koordinasi, Gait dan Keseimbangan
Cara berjalan : normal gait
Test Romberg : normal
Ataxia : negatif
Gerakan – gerakan abnormal
Tremor : (-)
Athetose : (-)
Myocloni : (-)
Chorea : (-)
Alat Vegetatif
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
STATUS LOKALIS
Regio Lumbosakral
Inspeksi : Alignment vertebra deviasi, edema (-), kemerahan (-),
deformitas (-)
Palpasi : Nyeri tekan paravertebral (+), nyeri tekan sacroiliaca (-),
nyeri tekan piriformis (-)/(-), spasme otot paravertebral lumbal
(+),

Lingkup Gerak Sendi


LGS Trunkus Hasil Pemeriksaan Normal

Fleksi 0° – 80° 0° – 80°

Ekstensi 0° – 45° 0° – 45°


Rotasi D/S 0° – 60° 0° – 60°

LGS Hip Dekstra Sinistra Normal

Fleksi – Ekstensi 100°– 0 – 30° 100°– 0 – 30° 120°–0– 30°

Abduksi – Adduksi 45°– 0 – 35° 45°– 0 – 35° 45°-0-35°

Internal Rotasi – Eksternal Rotasi 45°– 0 – 45° 45°– 0 – 45° 45°-0-45°

Pemeriksaan neuromuskular
Ekstremitas Inferior
Pemeriksaan
Dekstra Sinistra

Gerakan Normal Normal

Kekuatan Otot (miotom) 5/5/5 5/5/5

Tonus Otot Normal Normal

Atrofi Otot - -

Refleks Fisiologis Normal Normal

Refleks Patologis - -

L2 (fleksor panggul) 5 5

L3 (ekstensor lutut) 5 5

L4 (dorsofleksor 5
5
pergelangan kaki)
L5 (ekstensor jempol kaki) 5 5

S1 (plantarfleksor 5
5
pergelangan kaki)

Sensibilitas Normal Normal

Tes Provokasi
Tes Nafziger : (-)
Tes Valsava : (-)
Tes Laseque : (-)/(-)
Tes Patrick : (-)/(-)
Tes Kontra Patrick : (-)/(-)
Tes Bragard : (-)/(-)
Tes Sicard : (-)/(-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Polos
Interpretasi:

Kesan: Skoliosis thorakolumbalis

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis :Skoliosis thorakolumbalis


Diagnosis Etiologik : Skoliosis fungsional

Problem Rehabilitasi Medik


 Impairment : Vertebra thorakolumbal membengkok ke sebelah kanan
 Disability : Ada keterbatasan gerak, seperti membungkuk, jongkok-berdiri,
berjalan jauh, maupun duduk lama. Kadang terdapat nyeri pada punggung bawah.
 Handicapt : Tidak ada keterbatasan dalam melakukan aktifitas/kegiatan sebagai
pelajar maupun di masyarakat

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa:
Paracetamol 3x500mg (po) p.r.n. nyeri

Non medikamentosa :
Fisioterapi
Evaluasi: - Postur tubuh
- Alignment vertebra
- Simetrisitas skapula dan pelvis
Program: - Traksi
- Infrared di regio thorakolumbal
- Back exercise
- TENS

Okupasi Terapi
Evaluasi: - Postur tubuh
- Kebiasaan mengangkat atau membawa beban berat menggunakan salah
satu sisi tubuh
- Kebiasaan bertumpu dengan menggunakan satu sisi tubuh (seperti
menulis, duduk dan berbaring)
Program: - Edukasi cara melakukan aktivitas harian dengan proper body mechanism
- Postural Training
- menggunakan korset pada penderita skoliosis
Ortotik Prostetik
Evaluasi: - Postur tubuh
Program: penggunaan alat bantu penyangga

Psikologi
Evaluasi : - Kontak, pengertian, dan komunikasi baik
- Semangat untuk melakukan terapi
Program :
- memberi dukungan mental pada pasien dan keluarga untuk menjalani pengobatan
- motivasi untuk berobat teratur

Sosial Medik
Evaluasi :
- Menilai kasur yang digunakan dan kursi
- Menilai cara penderita menggangkat dan membawa barang yang bertumpu pada
tulang belakang seperti kegiatan membawa tas dll
- Tidak ada masalah dalam biaya pengobatan
Program :
- Edukasi penderita untuk menggunakan kasur yang padat dan datar.
- Edukasi penderita untuk menggunakan kursi dengan punggung kursi berbentuk
huruf S.
- Edukasi penderita cara mengangkat dan membawa barang tanpa menimbulkan
nyeri dengan proper back mechanism

Edukasi
Waktu beraktivitas:
 Dianjurkan pada saat beraktivitas penderita jangan dulu mengangkat barang
terlalu berat pada satu sisi tubuh.
 Dianjurkan untuk sementara waktu menggunakan korset.
Waktu berjalan:
 Berjalanlah dengan posisi tegak, rileks dan jangan tergesa-gesa.
Waktu duduk:
 Bila duduk seluruh punggung sebanyak mungkin kontak dengan punggung
kursi.
Waktu tidur:
 Sebaiknya menggunakan alas yang padat.
 Sebaiknya tidur tidak miring pada satu sisi

Home program
Melakukan latihan-latihan dan edukasi di rumah:
- Menghindari mengangkat beban yang berat
- Back exercises
- Proper body mechanism : (cara berdiri, cara berjalan, cara duduk, cara tidur
yang benar)
BAB 4
PEMBAHASAN

Definisi scoliosis merupakan deformitas tulang belakang yang


menggambarkan deviasi vertebra ke arah lateral dan rotasional, dapat membentuk
huruf ‘S’ atau ‘C’. Pada kasus, saat anamnesis pasien didapatkan keluhan sesuai
dengan manifestasi klinis scoliosis, pada pemeriksaan fisik didapatkan deviasi
prosessus spinosus v.thorakolumbal (+) ke arah kanan, tampak bahu kanan lebih
tinggi, asimetris skapula (skapula kanan tampak lebih tinggi), dan pelvis tampak
asimetris (hip kiri lebih tinggi). Pada foto x-ray PA vertebra thoracolumbal pasien
didapatkan malalignment vertebra thoracolumbal deviasi ke arah dextra, dan
membentuk huruf ‘S’.
Berdasarkan epidemiologi diketahui bahwa angka kejadian skoliosis adalah
kira-kira dua kali lebih sering pada perempuan daripada laki-laki, sering terlihat pada
usia lebih dari 10 tahun. Skoliosis merupakan bentuk paling umum deformitas tulang
belakang yang terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja. Hal tersebut sesuai dengan
kasus, dimana pasien merupakan An. AT dengan jenis kelamin perempuan dan usia
14 tahun, dan jenis deformitas yang dialami pasien yang termasuk remaja merupakan
scoliosis.
Skoliosis dapat diakibatkan dari posisi tubuh yang salah misalnya duduk
dengan berulang-ulang, punggung terlalu membungkuk, kepala terlalu terangkat,
menyandarkan tubuh pada posisi yang salah pada satu sisi tubuh, maka karena hal
tersebut kerja otot tidak akan pernah seimbang. Deviasi tulang pada scoliosis dapat
diakibatkan karena salah sikap tubuh yang terjadi pada masa anak-anak dan remaja,
disebabkan karena kebiasaan yang salah terutama dalam sikap duduk di sekolah. Pada
kasus, pasien memiliki kebiasaan menulis dengan posisi duduk sedikit menunduk dan
sedikit miring ke kiri. Pasien juga memiliki kebiasaan ke sekolah dengan membawa
tas jinjingan di bahu kiri yang berat setiap harinya.
Manifestasi klinis yang dapat timbul pada pasien scoliosis adalah badan
condong ke lateral flexion, salah satu bahu lebih tinggi dari yang lain, salah satu hip
lebih tinggi dari yang lain, terdapat penonjolan salah satu scapula (shoulder blade),
payudara yang asimetris pada wanita, rib cage menonjol di satu sisi, kepala tidak
sejajar langsung dengan panggul. Berdasarkan anamnesis pasien pada kasus, pasien
mengeluhkan bahu kanan dan kiri tidak sama tinggi, badan cenderung miring ke
kanan, ada keterbatasan gerak, seperti membungkuk, jongkok-berdiri, berjalan jauh,
maupun duduk lama. Pasien juga kadang merasakan nyeri di punggung bawah pasien.
Keluhan nyeri otot dan keterbatasan gerak yang dialami pasien dapat merupakan
akibat dari overuse pada salah satu sisi otot yang dalam waktu terus menerus akibat
dari suatu mekanisme untuk menjaga keseimbangan pada penderita skoliosis.
Pada pemeriksaan fisik skoliosis dapat dilakukan inspeksi dan palpasi tulang
belakang dan daerah sekitarnya. Pada inspeksi didapatkan tulang belakang
melengkung secara abnormal ke arah samping, badan miring ke salah satu sisi,
maupun keasimetrisan scapula atau hip. Pada palpasi, perlu diperhatikan adanya
tanda krepitasi, tanda inflamasi, maupun ada/tidaknya gibus. Pada saat melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan deviasi prosessus spinosus
v.thorakolumbal (+) ke arah kanan, tampak bahu kanan lebih tinggi, asimetris skapula
(skapula kanan tampak lebih tinggi), dan pelvis tampak asimetris (hip kiri lebih
tinggi).
Fisioterapi yang dapat dilakukan pada pasien scoliosis adalah menggunakan
modalitas traksi dan latihan. Pada penggunaan ortotik, dapat menggunakan Cervico
Torakal Lumbo Sacral Orthosis (CTLSO) brace atau penyangga boston. Pada pasien
kasus, diberikan tatalaksana medikamentosa berupa analgesic untuk mengatasi
keluhan nyeri otot pasien. Tatalaksana non-farmakologis berupa edukasi dan
rehabilitasi medic. Fisioterapi yang diberikan berupa traksi, infrared di regio
thorakolumbal, back exercise, dan TENS. Okupasi terapi yang diberikan berupa cara
melakukan aktivitas harian dengan proper body mechanism, postural training,
menggunakan korset/brace. Ortotik yang diberikan berupa penggunaan alat bantu
penyangga. Dan diberikan edukasi pasien pada waktu beraktivitas, waktu berjalan,
waktu duduk, waktu tidur. Home Program yang diberikan berupa latihan dan edukasi
menghindari mengangkat beban yang berat, back exercises, proper body mechanism :
cara berdiri, cara berjalan, cara duduk, cara tidur yang benar.
BAB 5
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus skoliosis pada An. AT berusia 14 tahun.


Pasien ini didiagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pasien mendapatkan perawatan yang sesuai indikasi. Pada pasien,
diberikan tatalaksana medikamentosa berupa analgesic untuk mengatasi keluhan
nyeri otot pasien. Tatalaksana non-farmakologis berupa edukasi dan rehabilitasi
medic. Fisioterapi yang diberikan berupa traksi, infrared di regio thorakolumbal,
back exercise, dan TENS. Okupasi terapi yang diberikan berupa cara melakukan
aktivitas harian dengan proper body mechanism, postural training, menggunakan
korset/brace. Ortotik yang diberikan berupa penggunaan alat bantu penyangga. Dan
diberikan edukasi pasien pada waktu beraktivitas, waktu berjalan, waktu duduk,
waktu tidur. Home Program yang diberikan berupa latihan dan edukasi menghindari
mengangkat beban yang berat, back exercises, proper body mechanism : cara berdiri,
cara berjalan, cara duduk, cara tidur yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Janicki, J. A., & Alman, B. (2007). Scoliosis: Review of Diagnosis and


Treatment. Paediatr Child Health, 771-776.
2. Suyono, Slamet KE. dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ll Edisi
Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
3. Kuester V. Idiopathic Scoliosis [homepage on the Internet]. Nodate [cited
June 2017]. Available from: http://w3.cns.
org/university/pediatrics/Scoliosis.html
4. Braddon L Randall, Chan L, Harrast MA,. 2011. Physical Medicine &
Rehabilitation. Ed 4th.Elsevier.
5. Anderson S. 2007. Spinal Curves and Scoliosis Radiologic Technology
September-October Vol.79/No.1. Virginia.
6. Apley GA, Solomon L. 2013. Buku Ajar : Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley
. Edisi 7. Jakarta : Widya Medika,.
7. Murphy K, Wunderlich CA, Pico EL, Driscoll SW, Moberg-Wolff E, Rak M.
2010. Orthopaedic and musculoskeletal condition. In: Alexander MA,
Matthews DJ (editors). Pediatic Rehabilitation Principles and Practice
(Fourth Edition). New York: Demos Medical Publishing
8. Satria M. 2011. Deskripsi Gangguan Bentuk Tulang Belakang. FKUI:
Jakarta.Ballinger P, Frank E. 2003. Merrill’s Atlas of Radiographic Positions
and Radiographic Procedures. 10th ed. St. Louis, MO: Mosby Inc.
9. Tirza Z.Tamin. 2010. Bahan Mata Ajar Fisioterapi Pediatri. Fisioterapi UI.
Jakarta: Vokasi Kedokteran
10. Soultanis K. 2008. Identification of a high-risk young population for
progressive idiopathic scoliosis. from 5th International Conference on
Conservative Management of Spinal Deformities Athens, Greece. 3–5 April
2008
11.Nachemson AL & Sahlstrand A. 2007. Etiologic factors in adolescent
idiopathic scoliosis. Spine. 2:176-84
12. Suriani S. 2013. Tesis “Swiss Ball Exercise dan Koreksi Postur Tidak
Terbukti Lebih Baik Dalam Memperkecil Derajat Skoliosis Idiopatik
Daripada Klapp Exercise dan Koreksi Postur Pada Anal Usia 11-13 tahun.
Udayana Denpasar.
13. Sabatini. 2002. Radiologic Evaluation of Scoliosis in Young People. Harvard
Medical School Year III.
14. Paul SM. 2005. Scoliosis and other spinal deformities. In: DeLisa JA,
Frontera FW, Gans BM, Walsh NE, Robinson LR, editors. Physical Medicine
and Rehabilitation: Principles and Practice (Fourth Edition). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
15. Harjono, J. 2005 . Scoliosis Temu Ilmiah Tahunan Fisiterapi XX. Cirebon
16. Yohanes, P. 2009. Terapi latihan pada penderita skoliosis dengan metode
klapp. FKUA: Surabaya.
17. Gordon.C.M., Katzman. D.K., Rausen. D.S., Woods.E.R. 2006. Adolescent
Health Care A practical Guide. Fifth Edition.
18. Romano M, Minozzi S, Bettany-Saltikov J, Zaina F, Chockalingam N,
Kotwicki T, et al. Exercises for adolescent idiopathic scoliosis (Protocol).
The Cochrane Library. Issue 4. New Jersey: JohnWiley & Sons, Ltd.; 2012
19. Kaiser. 2008. Scoliosis Exercises Physical Therapy Department. Harvard
Medical School.
20. Emans JB, Hedequist D, Miller R, Cassella M, Hresko MT, Karin L, et al.
Reference Manual for the Boston Scoliosis Brace. Boston Brace International,
Inc. 2003.
21. Safitri. W. P.,2010. Waspadai Scoliosis Pada Anak. FK Unair: Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai