Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Amerika Serikat angka insiden kurang dari 1 kasus per 100.000
penduduk setiap tahunnya. Namun, di beberapa Negara di Asia (terutama di
Cina bagian selatan) dan Afrika bagian utara kasus kanker nasofaring banyak
ditemukan. Pada tahun 2002, ditemukan sekitar 80.000 insiden kanker
nasofaring di seluruh dunia, dan diperkirakan menyebabkan kematian pada
50.000 penderita (KPKN, 2017).
Di Indonesia, dari seluruh kanker kepala dan leher, kanker nasofaring
menunjukkan entitas yang berbeda secara epidemiologi, manifestasi klinis,
marker biologi, faktor risiko, dan faktor prognostik. Prevalensi kanker
nasofaring di Indonesia adalah 6.2/100.000, dengan hampir sekitar 13.000
kasus baru, namun itu merupakan bagian kecil yang terdokumentasikan.
Marlinda dkk., melaporkan kanker nasofaring adalah kanker kepala leher
tersering (28.4%), dengan rasio pria-wanita adalah 2:4 dan endemis di pulau
Jawa (KPKN, 2017).
Penatalaksanaan pasien KNF hingga saat ini masih belum memuaskan.
Karsinoma nasofaring bersifat radiosensitif maka radioterapi hingga saat ini
masih sebagai modalitas terapi standar. Pada stadium lanjut nonmetastasis,
kombinasi dengan kemoterapi merupakan terapi pilihan. Cisplatin masih
merupakan regimen terpilih, baik sebagai kemoterapi yang konkuren ataupun
sebagai radiosensitasi pada pasien KNF. Walau memberikan angka
kesembuhan yang cukup tinggi, angka kegagalan atau resistensi terhadap
terapi kemoradiasi masih sering kali ditemukan. Pada stadium III dan IV,
angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh mencapai 50%
(Hendarsih et al., 2015). Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas
mengenai kombinasi obat cisplatin dengan obat kanker lain pada pengobatan
kanker nasofaring.

1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pembuatan makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan kanker nasofaring?
2. Apa yang dimaksud dengan cisplatin?
3. Mengapa cisplatin dikombinasikan dengan obat kanker lain pada
pengobatan kanker nasofaring?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari kanker nasofaring.
2. Mengetahui cisplatin sebagai obat kanker.
3. Mengetahui obat kanker yang dikombinasikan dengan cisplatin pada
pengobatan kanker nasofaring.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah studi kasus
dengan menggunakan dan mempelajari koran elektronik, dan atau jurnal
penelitian yang terkait dengan judul makalah ini.

2
BAB II

ISI
2.1 Kanker Nasofaring
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas epitel nasofaring
yang merupakan suatu tumor ganas utama di nasofaring pada daerah
endemis. Karsinoma nasofaring adalah tipe tumor dengan distribusi
endemis yang unik.1 Karsinoma nasofaring ini dapat ditemukan
diseluruh negara dari lima benua tetapi insiden tertinggi terdapat di Cina
bagian selatan khususnya di provinsi Guangdong dan jarang ditemukan
di Eropa dan Amerika Utara.2 Insiden di provinsi Guangdong pada pria
mencapai 20-50/100000.1 Insiden kejadian kanker nasofaring
dihubungkan dengan faktor geografi dan latar belakang etnik (Rahman,
et al., 2015).
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan kanker kepala
dan leher terbanyak di temukan di Indonesia. Tumor ini sifatnya
menyebar secara cepat ke kelenjar limfe leher dan organ jauh, seperti
paru, hati, dan tulang (Munir, 2007). Penelitian di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya selama periode tahun 1996-2000, didapatkan 887 penderita
KNF (41,90%) dari 2119 penderita tumor ganas kepala-leher. Terapi
yang diberikan umumnya berupa radiasi (radioterapi) sebagai treatment
of choice. Terapi KNF dengan radioterapi konvensional seperti ini
seringkali hasilnya kurang memuaskan (Kentjono, 2003).
2.2 Cisplatin
Cisplatin merupakan obat utama dan paling sering sering dipakai
pada terapi kanker kepala dan leher. Cisplatin biasanya diberikan dalam
waktu 2-6 jam dengan dosis 60-120 mg/m2. Efek toksik pada renal
biasanya terjadi, termasuk terjadinya azotemia moderat, kebocoran
elektrolit khususnya magnesium dan potassium. Efek toksik lainnya
adalah mual dan muntah, neurotoksik perifer, ototoksik, dan mielosupresi
yang terjadi setelah diberikan beberapa kali kemoterapi. Dosis pemberian
berkisar 60-120 mg/m2 yang diberikan setiap 3-4 minggu dengan respon
parsial lebih kurang 15-30 % (Witte, 1998).

3
Efek toksik cisplatin khususnya efek nefrotoksik dan neurotoksik,
telah dikembangkan analog obat ini dengan tujuan mempertahankan efek
antitumornya dan mengurangi efek toksiknya. Contohnya adalah
carboplatin yang mempunyai efek neorotoksik dan nefrotoksik yang
lebih kecil. Keuntungan lainnya adalah cara pemberian yang lebih
mudah. Karena efek mual dan muntahnya lebih kecil, carboplatin dapat
diberikan tanpa perawatan dan hidrasi yang ketat (Witte, 1998).

Gambar 1. Struktur Cisplatin

2.3 Kombinasi Cisplatin


Obat-obat anti kanker dapat digunakan sebagian terapi tunggal
(active single agents), tetapi pada umumnya berupa kombinasi karena
dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker
(Forastiere, 1998). Adapun untuk kanker nasofaring, cisplatin dapat
dikombinasikan dengan docetaxel+paclitaxel, 5-FU, dan gemcitabine
(KPKN, 2017).
Pada buku yang tulis oleh Suwito (2002) disebutkan bahwa
regimen kemoterapi yang diberikan cisplatin 100 mg/m2 dengan
kecepatan infus 15-20 menit perhari yang diberikan dalam 1 hari dan 5-
FU 1000 mg/m2/hari secara intra vena, diulang setiap 21 hari. Sebelum
pemberian Cisplatin diawali dengan hidrasi berupa 1.000 mL saline
0,9% natrium. Manitol 40 g diberikan bersamaan dengan cisplatin infus.
Setelah pemberian cisplatin, dilakukan pemberian 2.000 mL 0,9%
natrium garam mengandung 40 mEq kalium klorida. Pasien diberikan
antimuntah sebagai profilaksis yang terdiri dari 5-hydroxytryptamine-3
reseptor antagonis ditambah 20 mg deksametason. Berdasarkan
penelitian pemberian neoadjuvan kemoterapi dalam 2-3 siklus yang

4
diberikan setiap 3 minggu dengan syarat bila adanya respon terhadap
kemoterapi.
Penggunaan carboplatin kombinasi radiasi serta terapi adjuvant
carboplatin dengan 5-flourourasil menunjukkan peningkatan
kelangsungan hidup pasien 89,7% selama 3 tahun (Dechamphunkul et
al., 2011). Kombinasi paclitaxel dan carboplatin merupakan rejimen
terapi yang perlu dipertimbangkan karena memiliki toleransi yang baik
(Mustajabah et al., 2012).

5
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kanker nasofaring adalah yang tumor ganas epitel nasofaring yang


kebanyakan menyerang bagian kepala dan leher. Jenis penobatan yang biasa
dilakkan adalah radioterapi dan kemoterapi dengan obat salah satu obat yang
sering digunakan ada cisplatin. Pengoptimalan kerja dari cisplatin yaitu
dengan mengkombinasikannya dengan obat kanker nasofaring lainnya
seperti docetaxel+paclitaxel, 5-FU, gemcitabine dan paclitaxel dimana pada
kombinasi cisplatin dengan 5-FU menunjukkan peningkatan kelangsungan
hidup pasien 89,7% selama 3 tahun serta peningkatan kinerja cisplatin juga
terlihat pada kombinasi dengan obat lainnya.

3.2 Saran
Penulis diharapkan dapat lebih banyak mempelajari literasi-literasi
terkait untuk meambah pengetahuan.

6
DAFTAR PUSTAKA
Hendarsih, E., Amaylia, O., Rachmat, S., Imam, S., & Bethy, S. H. 2014.
Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor dan Ekspresi Tissue
Factor berdasarkan Respons Terapi Kemoradiasi Cisplatin pada
Penderita Karsinoma Nasofaring Stadium Lanjut. MKB, 1(47):2.
Kentjono, W. A. 2003. Perkembangan Terkini Penatalaksanaan Karsinoma
Nasofaring. Majalah Kedokteran Tropis Indonesia, 2(14):1.
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. 2017. Kanker Nasofaring. Jakarta
: Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran.
Munir M. 2007. Keganasan di bidang telinga hidung tenggorok. Dalam:
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher, ed
6, Jakarta:Balai Penerbit FKUI. Hal. 162.
Mustajabah, L., Didik, S., & Sudarso. 2012. Pola Terapi Pada Pasien Kanker
Nasofaring di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Pharmacy,
02(09):3.
Rahman, S., Bestari, J. B., & Histawara, S. 2015. Faktor Risiko Non Viral
Pada Karsinoma Nasofaring. Jurnal Kesehatan Andalas,4(3):1.

Suwito S. 2002. Radioterapi pada Tumor Ganas Kepala dan Leher


(Squamous Cell Ca). Dalam: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
III Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher, SMF
Ilmu Penyakit THT-KL FK Unair/ RSUD Dr.Soetomo, Surabaya.
Hal. 101.

Witte M.C, Neel . 1998. Nasopharyngeal Cancer. In: Byron J.Bailey,editors.


Head and neck otolaryngology, 2nd ed. Philadelphia : Lippincot-
Raven. Hal.1637-1653.

Anda mungkin juga menyukai