Anda di halaman 1dari 6

Osmoregulasi Hewan Aquatik

Osmoregulation of Aquatic Animal

Ramadani Fitra1)*), Fina Fitrilita2), Miftahul Rahmah 3), Nindi Saputri Delfi4), Prastiwi Yulia Helmiza5)

1)
NIM 1610422034, KELOMPOK XB, Praktikan Fisiologi Hewan, FMIPA, UNAND
2)
NIM 1610422021, KELOMPOK XB, Praktikan Fisiologi Hewan, FMIPA, UNAND
3)
NIM 1610422018, KELOMPOK XB, Praktikan Fisiologi Hewan, FMIPA, UNAND
4)
NIM 1610422011, KELOMPOK XB, Praktikan Fisiologi Hewan, FMIPA, UNAND
5)
NIM 1610422013, KELOMPOK XB, Praktikan Fisiologi Hewan, FMIPA, UNAND
*)
Koresponden: ramadanifitra28@gmail.com

ABSTRACT
This experiment about Osmoregulation of Aquatic Animal applied on Wednesday, 31th Oktober 2018 at 13.30 until
15.30 WIB in the 2nd Teaching Laboratory, Biology Departement, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Andalas University, Padang. The aims of the experiment was to know the indicators of physiological changes and
behavior in aquatic animal due to osmoregulation and to identify the effect of increasing salinityon osmoregulation
of freshwater fish. The method used is experiment. The result shown that on control inearly treatment the fish
movement passive and frecuency of operculum is 115, meanwhile in final treatment the fish movement normal and
frecuency of operculum is 111. That concentration NaCl 0,5% in early treatment the fish movement passive and
frecuency operculum is 129, meanwhile in final treatment the fish movement normal and frecuency of operculum is
120. That concentration NaCl 5% in early treatment the fish movement passive and frecuency of operculum is 79,
meanwhile in final treatment the fish movement active and frecuency of operculum is 84. In concentration 0,5% and
5% the fish releases secretions in the form of dirt.
Keywords: Aquatic animal, Operculum, Osmoregulation, Salinityon

PENDAHULUAN ikan akan mengalami kecenderungan untuk


Kehidupan makhluk hidup dipengaruhi oleh mampu atau tidaknya ikan untuk melakukan
beberapa faktor yaitu faktor fisika, kimia dan keseimbangan osmotiknya dalam mengatur dan
biologis. Salah satu faktor yang mendukung berfungsi dengan normal sesuai dengan
kehidupan makhluk hidup terutama sekali kebutuhannya, salinitas dalam suatu perairan
makhluk hidup yang hidup di air adalah kadar pada media yang berbeda juga akan
salinitas. Tinggi rendah salinitas di perairan mempengaruhi proses metabolisme untuk
tawar, payau ataupun laut akan mempengaruhi pertumbuhannya. Salinitas merupakan salah satu
jenis-jenis atau keberadaan makhluk hidup yang faktor pembatas dalam kehidupan hewan
ada di perairan tersebut. Terkait kadar salinitas, akuatik. Osmoregulasi terjadi pada hewan
tekanan osmotik dari ikan juga dapat perairan karena adanya tekanan osmosis antara
mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Ikan larutan di dalam tubuh dan di luar tubuh.
mempunyai ambang batas yang jika telah Sehingga osmoregulasi adalah upaya yang
melebihi batas dalam osmoregulasi akan dilakukan hewan air untuk mempertahankan
mengalami stres bahkan kematian (Witmann dan kondisi air dan ion-ion yang terdapat dalam
Ariani, 2000). tubuh dan lingkungannya melalui sel yang
Perubahan salinitas juga dapat bersifat permeabel. Pengaturan osmoregulasi ini
mempengaruhi permeabilitas dinding sel ketika sangat mempengaruhi metabolisme tubuh hewan
salinitas mengalami perubahan. Pada saat itu
perairan dalam menghasilkan energi (Nicol, organ yang berbeda. Variasi zat-zat yang
1967). diregulasi sangat banyak dan juga melibatkan
Menurut Gross, Zeeuw dan Simpao T senyawa-senyawa seperti hormon, vitamin dan
(2001), mengatakan bahwa proses osmoregulasi larutan yang signifikan terhadap perubahan nilai
yang terjadi adalah pengaturan konsentrasi ion- osmotik. Pada dasarnya untuk regulator
ion bukan konsentrasi cairan tubuh, dimana hiperosmotik menghadapi dua masalah
proses ini membutuhkan energi. Bila ikan air fisiologik, pertama air cenderung masuk ke
tawar dimasukkan dalam medium air laut maka dalam tubuh hewan, sebab konsentrasi zat
yang akan terjadi adalah pemasukan air dalam terlarut dalam tubuh hewan lebih tinggi dari
tubuh ikan dari medium dan juga berusaha pada dalam mediumnya, kedua zat terlarut
mengeluarkan sebagian garam-garam dari dalam cenderung keluar tubuh sebab konsentrasi di
tubuhnya. Bila ikan tidak dapat melakukan dalam tubuh. Di samping itu pembuangan air air
proses ini, maka sel-sel ikan akan pecah (turgor) sebagai penyeimbang air masuk juga membawa
dan jika terjadi sebaliknya ikan akan kekurangan zat terlarut di dalamnya. Lebih tinggi dari pada
cairan atau biasa disebut dehidrasi. Sedangkan di luar tubuh (meningkatkan permeabilitas
menurut Fujaya (2004), menyatakan bahwa dinding tubuh) atau mengeluarkan kelebihan air
organ-organ yang berperan dan berfungsi pada yang ada dalam tubuh (melalui urin dan feses)
proses osmoregulasi yaitu insang, pada insang sebaliknya terhadap zat terlarut, hewan harus
sel-sel yang berperan dalam osmoregulasi adalah melakukan dua hal berikut. Pertama,
sel-sel chloride yang terletak pada dasar mengurangi jumlah air yang masuk ke dalam
lembaran-lembaran insang, yang kedua adalah tubuhnya. Kedua, memasukkan garam-garam
ginjal, ginjal melakukan dua fungsi utama. kedalam tubuhnya (lewat makan dan minum)
Pertama, mengekskresikan sebagian besar atau mempertahankan zat terlarut dalam
produk akhir metabolisme tubuh, tubuhnya (Lesmana, 2002).
dan kedua, mengatur konsentrasi cairan tubuh Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
dan yang ketiga adalah usus. untuk mengetahui indikator-indikator dari
Untuk memelihara air dan konsentrasi perubahan fisiologis hewan akuatis akibat
larutan cairan tubuh konstan yang berbeda gangguan osmoregulasi dan untuk
dengan lingkungannya, antara hewan air laut, air mengidentifikasi efek peningkatan salinitas
tawar, dan hewan darat sangatlah berbeda. terhadap osmoregulasi ikan air tawar.
Kelompok hewan yang berbeda menggunakan

METODA PENELITIAN
Waktu dan tempat Sedangkan bahan yang digunakan yaitu larutan
Praktikum fisiologi hewan dengan objek NaCl konsentrasi 0,5 % dan 5 %, serta ikan air
osmoregulasi hewan akuatik dilaksanakan pada Oreochromis niloticus (6-10cm).
hari Rabu, 31 Oktober 2018 di Laboratorium
Teaching II, Jurusan Biologi, Fakultas Cara kerja
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Efek Salinitas Terhadap Osmoregulasi Ikan.
Universitas Andalas, Padang. Disediakan larutan garam dengan konsentrasi
berbeda (0,5 % dan 5%) dengan volume masing-
Alat dan bahan masing larutan air 1000 ml. Dimasukan seekor
Alat yang digunakan yaitu wadah ikan, ikan yang masih hidup kedalam larutan pertama
stopwatch, timbangan, kertas label, air kran. (0,5 %) dan dicatat kondisi awal (1 menit
pertama) ikan. Dibiarkan selama 15 menit lalu tinggi (5%) lalu dicatat kondisi awal (1 menit
diamati kembali kondisi akhir (1 menit terakhir pertama) ikan tersebut dan kondisi akhirnya (1
dalam 15 menit) ikan tersebut di dalam larutan. menit terakhir dalam 15 menit) 15 menit
Setelah selesai ikan diangkat dan ditempatkan di perlakuan. Dibandingkan hasil pengamatan pada
dalam air biasa untuk memulihkan kondisinya. kedua perlakuan tersebut. Sebelumnya diberi
Pemulihan ini berlangsung selama 15 menit. perlakuan control (tanpa di beri garam pada
Setelah 15 menit dalam air biasa pindahkan ikan larutan air).
tersebut ke dalam larutan garam konsentrasi

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Efek Salinitas Terhadap Osmoregulasi Ikan Oreochromis niloticus.
Tabel 1. Pengamatan Efek Salinitas Terhadap Osmoregulasi Ikan Oreochromis niloticus
Kondisi ikan
Parameter
0,5 % 5% Kontrol
pengamatan
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
Gerakan Pasif Normal Pasif Aktif Pasif Normal
Kondisi ekor Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Kondisi mata Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Frekuensi buka tutup
120x 120x 79x 84x 115x 111x
operculum per menit
Pengeluaran sekret - - - - Kotoran Kotoran

Berdasarkan praktikum yang telah menyebabkan ikan merespon dengan


dilaksanakan didapatkan hasil pada tabel 1. fisiologis dan tingkah laku yang berbeda.
bahwa gerakan pada Oreochromis niloticus Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd
umumnya masih aktif pada setiap perlakuan (1982) yang menyatakan bahwa Kelarutan
kecuali pada salinitas 5% dan 0,5% dimana oksigen di air menurun dengan semakin
ikan bergerak pasif, kondisi ekor ikan meningkatnya salinitas, setiap peningkatan
normal pada setiap perlakuan, kondisi mata salinitas sebesar 9 mg/l mengurangi
ikan normal pada setiap perlakuan yang kelarutan oksigen sebanyak 5 % dari yang
diberikan dan pengeluaran sekret ikan hanya seharusnya di air tawar. Oksigen digunakan
ditemukan pada akhir dan awal perlakuan oleh organisme akuatik untuk proses
kontrol. Frekuensi buka tutup operculum respirasi. Ketersediaan oksigen sangat
yang paling cepat terjadi pada perlakuan berpengaruh terhadap metabolisme dalam
salinitas 0,5% yaitu 120x per menit tubuh dan untuk kelangsungan hidup suatu
sedangkan frekuensi buka tutup operculum organisme. Oksigen terlarut dalam air dapat
ikan yang paling cepat terjadi pada berasal dari difusi dengan udara dan adanya
perlakuan salinitas 5%. Hal ini disebabkan proses fotosintesis dari tanaman air.
karena adanya pengaruh kenaikan salinitas Hewan-hewan yang hidup di
lingkungan pada habitat ikan yang lingkungan air laut dapat bertahan pada
media yang memiliki kadar garam berbeda
dan merupakan osmoregulator terbaik lingkungannya. Hiperosmotik adalah cairan
tergantung kisaran garamnya. Kebanyakan yang konsentrasi osmotiknya lebih tinggi
hewan laut yang bercangkang keras bersifat dibandingkan lingkungannya (Susilo, 2010).
isoosmotik terhadap medium tempat Menurut Boyd (1982), semakin
hidupnya. Ketika konsentrasi medium tinggi salinitas maka nilai osmolalitas
berubah, maka tubuhnya akan bereaksi medium semakin tinggi atau semakin tinggi
terhadap perubahan tersebut, yaitu dengan salinitas maka kapasitas osmoregulasi juga
membiarkan konsentrasi osmotik tubuh semakin tinggi. Ikan Nila mempunyai
bersesuaian dengan medium, sehingga tingkat osmolalitas yang lebih tinggi jika
hewan tersebut disebut osmokonformer. dibandingkan dengan lingkungannya dan
Sedangkan yang mampu mengatur atau dapat menyesuaikan diri sampai salinitas
memelihara konsentrasi osmotiknya pada yang cukup tinggi. Semakin tinggi
tingkat tertentu, meskipun konsentrasi salinitasnya maka semakin tinggi pula nilai
eksternalnya berubah, hewan ini disebut osmolalitas plasma dan medianya.
osmoregulator (Schmidt, 1990). Lingkungan luar pada organisme air tawar
Berdasarkan konsentrasi osmotik, sangat hipoosmotik terhadap cairan tubuh
suatu cairan dapat dibedakan menjadi internal hewan air tawar, dan hewan ini
hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik. harus menghadapi kecenderungan air untuk
Hipoosmotik adalah cairan yang konsentrasi masuk melalui cara difusi ke dalam
osmotiknya lebih rendah dibandingkan tubuhnya, terutama ke bagian yang berlapis
lingkungannya. Isoosmotik adalah cairan tipis, seperti insang.
yang konsentrasi osmotiknya sama dengan

Frekuensi Buka Tutup Operculum


140
120
100
80
Awal
60
Akhir
40
20
0
Kontrol 0.50% 5%

Grafik 1. Perbandingan Frekuensi Buka Tutup Operculum Insang Ikan Oreochromis niloticus

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan ditemukan pada kontrol baik diawal perlakuan
didapatkan hasil pada grafik 1. bahwa membuka maupun diakhir perlakuan yaitu 120 kali per
dan menutupnya operculum yang paling lambat menit. Sedangkan membuka dan menutupnya
operculum pada ikan paling cepat ditemukan isoosmotik dan hiperosmotik.Hipoosmotik
pada perlakuan salinitas 5% yaitu 79 kali per adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih
menit diawal perlakuan dan 84 kali per menit rendah dibandingkan lingkungannya. Isoosmotik
diakhir perlakuan. Hal ini disebabkan karena adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya sama
kadar oksigen akan menurun pada setiap dengan lingkungannya. Hiperosmotik adalah
peningkatan salinitas. Kebutuhan organisme cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih tinggi
akan oksigen sangat bervariasi bergantung pada dibandingkan lingkungannya (Susilo, 2010).
umur ikan, ukuran ikan, dan kondisi ikan. Hal ini sesuai dengan literatur dari
Hal ini sesuai dengan pendapat Brett Rismunandar (1999), yang menyatakan bahwa
(1979), jika kandungan oksigen terlarut dalam ikan air tawar biasanya hidup di air tawar yang
air pada wadah budidaya kurang dari 3 mg/l dan tidak mengandung kadar garam. Walaupun ada
suhu air berkisar antara 20°C-32°C dapat kandungan kadar garam toleransinya relatif
menyebabkan laju pertumbuhan, efisiensi pakan, rendah. Namun Amri dan Khaeruman (2002)
dan jumlah pakan yang diberikan menurun. mempunyai pendapat yang berbeda dengan
Penurunan kadar oksigen terlarut hingga Rismunandar (1999), ia mengatakan bahwa ikan
dibawah 5 mg/l dapat menyebabkan gangguan yang memiliki habitat pada air tawar, ada juga
pada sistem reproduksi, pertumbuhan, dan yang hidup di air payau dengan kandungan
kematian organisme budidaya. kadar garam antara 25%-30%. Secara fisiologis
Dekomposisi bahan organik dan kadar garam atau salinitas (NaCl) yang
respirasi dalam perairan akan menurunkan terkandung dalam air tersebut dapat
kandungan oksigen terlarut dan menaikkan menghalang-halangi fungsi darah sebagai
kandungan CO2 yang akan berpengaruh pengedar zat asam (oksigen), akibatnya seluruh
terhadap penurunan nilai pH. Penurunan nilai jaringan tubuh ikan akan menderita kekurangan
pH dapat mengakibatkan terlepasnya logam oksigen yang sangat dibutuhkan dalam
berat dari tanah sebagai subsrat, peningkatan pembakaran atau oksidasi, sehingga cepat atau
kandungan amonia, dan CO2 yang bersifat racun lambat ikan dapat dipastikan akan mati. Di
(toksik) bagi organisme akuatik. Kisaran pH samping itu meningkatnya kadar garam yang
yang dapat diterima untuk pemeliharaan ikan bersifat elektrolit seperti NaCl dalam darah ikan
dan produktivitas perairan adalah 6,5-8,5 (Boyd, akan mengurangi oksigen yang larut dalam
1982). haemoglobin (Haryasaputra, 2000).
Berdasarkan konsentrasi osmotik, suatu
cairan dapat dibedakan menjadi hipoosmotik,

KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat kami peroleh meningkat dan menurunnya frekuensi
dari praktikum ini adalah : buka tutup operculum
1. Perubahan fisiologis yang terjadi pada 2. Semakin tinggi konsentrasi salinitas maka
ikan terhadap peningkatan salinitas berupa semakin cepat laju respirasi ikan, namun
ikan juga memiliki batas toleransi.

DAFTAR PUSTAKA
Amri dan Khaeruman. 2002. Menanggulangi Boyd CE. 1982. Water Quality Management for
Penyakit pada Ikan Mas dan Koi. Fish Culture. Elsevier Scientific
AgroMedia Pustaka.Jakarta. Publishing Co., Amsterdam.
Brett JR. 1979. Enviromental Factors and Rismunandar, A. 1999. Perikanan Darat. Sinar
Growth, Fish Physiology Vol. VIII. Baru. Bandung.
Academic Press, New York. hlm. 559679. Schmidt-Nielsen, K. 1990. Animal Physiology –
Fujaya, Y. 1999. Bahan Pengajaran Fisiologi Adaptation and Environment Fourth
Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Edition. Cambridge: Cambridge
Kelautan. Universitas Hasanuddin. University Press.
Makassar. Susilo, U., dan S. Sukmaningrum. 2010.
Gross. C. De zeeuw J. dan Simpao T. 2001. Osmoregulasi Ikan Sidat
Awesome Osmosis. Marine Discovery. Anguillabicolor McCelland Pada
University of Arizona Media Dengan Salinitas Berbeda.
Haryasaputra. 2000. Fisiologi Hewan. Fakultas Sains Akuatik 10 (2):111-119,
Peternakan Unud. Denpasar. Purwokerto.
Nicol,J.A.C. 1967. The Biology of Marine Witmann K.J dan Ariani A.P. 2000. Limnomysis
Animals 2nd Ed. Wiley interscience. New benedeni Czerniavsky : a pontocaption
York. missed new for the freshwater of France.
Vie et milieu 50: 117-122. France.

LAMPIRAN

Gambar 1. Ikan dengan konsentrasi garam 0,5% Gambar 2. Ikan dengan kontrol

Gambar 3. Ikan dengan konsentrasi garam 5%

Anda mungkin juga menyukai