Anda di halaman 1dari 24

PROSES PENGOLAHAN MINYAK ATSIRI

DARI BUNGA MAWAR (Rosa hybrida) SEBAGAI


PARFUM

MAKALAH TEKNOLOGI MINYAK ATSIRI

Oleh:
Dzulfianur M. Ilyas (09220140001)
Andi Rina Ayu Astuti (09220140005)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah milik Allah SWT semata. Melalui nikmat-Nyalah


semua kebaikan terwujud dan makalah Teknologi Minyak Atsiri ini dapat
terselesaikan dengan judul “Proses Pengolahan Minyak Atsiri dari Bunga Mawar
(Rosa hybrida) Menjadi Parfum”. Makalah ini merupakan salah satu syarat
penyelesaian tugas mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri di Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia.

Pada penyusunan karya ilmiah ini, mulai dari awal persiapan hingga tahap
akhir perampungan, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang ditemukan. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak khususnya Dosen
Mata Kuliah Teknologi Minyak Atsiri yang memberikan bimbingan sangat
berharga dan memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari para pembaca
demi perbaikan dan pengembangan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
memberi manfaat untuk pembangunan sumber daya manusia yang berguna bagi
nusa dan bangsa.

Makassar, 28 Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
1.2 TUJUAN .......................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN.................................................................................... 3

BAB III. PENUTUP............................................................................................ 4

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 10

LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial
oils atau volatile oils serta minyak aroma terapi merupakan kelompok besar
minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun
mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas (Simon.
1990). Minyak berbau wangi khas yang dihasilkan dari tanaman atau hewan,
terdiri dari atas campuran berbagai senyawa kimia yang termasuk golongan
hidro karbon. Terdapat 100 jenis tanaman penghasil minyak atsiri, 40
diantarnya terdapat di Indonesia (Manurung, 2010).
Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman aromatik merupakan
komoditas ekspor non migas yang dibutuhkan diberbagai industri seperti
dalam industri parfum,kosmetika, industri farmasi/ obat-obatan, industri
makanan dan minuman. Dalam dunia perdagangan, komoditas ini dipandang
punya peran strategis dalam menghasilkan produk primer maupun sekunder,
baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Di Indonesia penggunaan
minyak atsiri ini sangat beragam, dapat digunakan melalui berbagai cara yaitu
melalui mulut/ dikonsumsi langsung berupa makanan dan minuman seperti
jamu yang mengandung minyak atsiri, penyedap/ fragrant makanan, flavour
es krim, permen, pasta gigi dan lain-lain.
Mawar adalah tanaman bunga yang umumnya digunakan dalam industri
mawar potong, kosmetik, parfum, obat dan aroma terapi serta sebagai bahan
makanan, miuman ataupun zat aditif bagi makanan olahan karena kandungan
vitamin C yang tidak kalah dengan kandungan vitamin C pada buah jeruk,
kelopak atau helai bunga mawar (petal) bisa diolah menjadi sirup, selai
ataupun unsur vitamin tambahan yang ditambahkan pada makanan olahan.
Namun dibalik aroma khas dan keindahannya, mawar juga mengandung
komponen polivenol dan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan
(Ditjen POM, 1999).
Menurut Hembing dkk. (1993), mahkota bunga mawar dapat
menyembuhkan berbagai penyakit seperti batuk darah, TBC, disentri,
campak, nyeri haid dan lain-lain. Mawar banyak dipakai dalam bentuk bunga
tangkai untuk upacara atau hadiah pada hari-hari penting, dan menurut
kegunaannya dapat dikelompokkan menjadi bunga potong, mawar taman,
tanaman hias pot, dan mawar tabur (Purbiati et al. 2002).
Minyak mawar adalah salah satu jenis minyak atsiri yang merupakan
produk metabolik sekunder dari sekuntum bunga mawar. Sebenarnya seluruh
bagian organ mawar mengandung minyak, namun jaringan yang paling
banyak menghasilkan minyak atsiri adalah daun dan bunga dengan
konsentrasi terbesar pada mahkota bunga. Untuk memproduksi minyak
mawar berkualitas tinggi dibutuhkan bahan baku yang cukup banyak. Untuk
menghasilkan satu gram minyak atsiri mawar murni diperlukan sekitar 2000
kuntum bunga mawar, sehingga harga minyak atsiri murni sangat mahal.
Pemilihan metode ekstraksi yang tepat sudah tentu tergantung pada
tekstur bunga dan kandungan air tanaman yang dapat melalui ekstraksi.
Ekstraksi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan
penyulingan, ekstraksi dengan pelarut menguap, ekstraksi dengan lemak
dingin, dan ekstraksi dengan lemak panas. Berdasarkan latar belakang
tersebut, dilakukan pembuatan makalah tentang minyak atsiri mawar.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu utuk mengetahui proses pengolahan
bunga mawar menjadi minyak atsiri dan sebagai bahan baku parfum.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Minyak atsiri


Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap pada temperatur
kamar tanpa mengalami dekomposisi (Doyle dan Mungall, 1980), tetapi
minyak atsiri dapat rusak karena penyimpanan jika minyak atsiri dibiarkan
lama. Minyak atsiri akan mengabsorpsi oksigen dari udara sehingga akan
berubah warna, aroma, dan kekentalan sehingga sifat kimia minyak atsiri
tersebut akan berubah (Ketaren, 1985). Minyak atsiri tidak larut dalam air,
larut dalam pelarut organik, dan berbau harum sesuai dengan tanaman
penghasilnya. Minyak atsiri secara umum dibagi menjadi dua kelompok.
Pertama, minyak atsiri yang senyawa komponen penyusunnya sukar untuk
dipisahkan, seperti minyak nilam dan minyak akar wangi. Minyak atsiri
kelompok ini lazimnya langsung digunakan tanpa diisolasi komponen-
komponen penyusunnya sebagai pewangi berbagai produk. Kedua, minyak
atsiri yang komponen-komponen senyawa penyusunnya dapat dengan mudah
dipisahkan menjadi senyawa murni, seperti minyak sereh, minyak daun
cengkeh, minyak permen dan minyak terpentin. Senyawa murni hasil
pemisahan biasanya digunakan sebagai bahan dasar untuk diproses menjadi
produk yang lebih berguna.

2.2. Proses Produksi Minyak Atsiri


Produksi minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan dapat dilakukan dengan
tiga cara, yaitu: (a) penyulingan (distillation), (b) pressing (expression), (c)
ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (d) adsorbsi oleh
lemak padat (enfleurasi). Di antara keempat cara tersebut yang banyak
digunakan oleh industri minyak atsiri adalah cara pertama dan ketiga.
Penyulingan adalah metoda ekstraksi yang tertua dalam pengolahan minyak
atsiri. Metoda ini cocok untuk minyak atsiri yang tidak mudah rusak oleh
panas, misalnya minyak cengkeh, nilam, sereh wangi, pala, akar wangi dan
jahe.
Pengepresan dilakukan dengan memberikan tekanan pada bahan
menggunakan suatu alat yang disebut hydraulic atau expeller pressing.
Beberapa jenis minyak yang dapat dipisahkan dengan cara pengepresan
adalah minyak almond, lemon, kulit jeruk, dan jenis minyak atsiri lainnya.
Ekstraksi minyak atsiri menggunakan pelarut, cocok untuk mengambil
minyak bunga yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas. Pelarut yang
dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri antara lain kloroform,
alkohol, aseton, eter, serta lemak. Sedangkan enfleurasi digunakan khusus
untuk memisahkan minyak bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan
rendemen minyak yang tinggi.
Penyulingan adalah suatu proses pemisahan secara fisik suatu
campuran dua atau lebih produk yang mempunyai titik didih yang berbeda
dengan cara mendidihkan terlebih dahulu komponen yang mempunyai titik
didih rendah terpisah dari campuran (Kister, 1990). Untuk mempermudah
proses penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan perlakuan pendahluan
(penanganan bahan baku) dengan beberapa cara seperti pengeringan,
pencucian dan perajangan.
Pengeringan dapat mempercepat proses ekstraksi dan memperbaiki
mutu minyak, namun selama pengeringan kemungkingan sebagian minyak
akan hilang karena penguapan dan oksidasi oleh udara (Ketaren, 1985).
Beberapa jenis bahan baku tidak perlu dikeringkan, seperti jahe, lajagoan, dan
bahan lain yang disuling dalam keadaan segar untuk mencegah kehilangan
aroma yang diinginkan. Pencucian biasanya dilakukan untuk bahan-bahan
yang berasal dari tanah seperti akar wangi, dan rimpang. Tujuannya adalah
untuk membersihkan bahan dari kotoran yang menempel, mencegah hasil
minyak agar tidak kotor, dan efisiensi pemuatan bahan dalam ketel suling.
Perajangan bertujuan untuk memudahkan penguapan minyak atsiri dari
bahan, memperluas permukaan suling dari bahan dan mengurangi sifat
kamba. Pada umumnya perajangan dilakukan pada ukuran 20 – 30 cm.
Dalam industri minyak atisiri dikenal 3 macam metode penyulingan
yaitu (1) penyulingan dengan air (water distillation), (2) penyulingan dengan
air-uap (water and steam distillation), (3) penyulingan dengan uap langsung
(steam distillation).
Pada pross penyulingan ini, tekanan, suhu, laju alir, dan lama
penyulingan diatur berdasarkan jenis komoditi. Lama penyulingan sangat
bervariasi mulai dari 3-5 jam untuk sereh wangi, 5 – 8 jam untuk minyak
nilam dan cengkeh, 10 – 14 jam untuk minyak pala, dan 10-16 jam untuk
minyak akar wangi bergantung kepada jenis bahan baku (basah / kering),
penggunaan tekanan dan suhu penyulingan. Tekanan uap yang tinggi dapat
menyebabkan dekomposisi pada minyak, oleh karena itu penyulingan lebih
baik dimulai dengan tekanan rendah, kemudian meningkat secara bertahap
sampai pada akhir proses. Selama proses penyulingan, uap air yang
terkondensasi dan turun ke dasar ketel harus dibuang secara periodik melalui
keran pembuangan air untuk mencegah pipa uap berpori terendam, karena hal
ini dapat menghambat aliran uap dari boiler ke ketel suling.
Pada proses pendinginan, suhu air pendingin yang masuk ke dalam
tabung atau kolam pendingin yang ideal sekitar 25-30 derajat C, dan suhu air
keluar maksimum 40 – 50 derajat C. Suhu air keluar tersebut dapat diatur
dengan memperbesar / memperkecil debit air pendingin yang masuk ke dalam
tabung / kolam pendingin. Pemisahan minyak dari tabung pemisah sebaiknya
“tidak diciduk” (diambil dengan gayung), karena hal itu akan menyebabkan
minyak yang telah terpisah dari air akan kembali terdispersi dalam air dan
sulit memisah kembali, sehingga mengakibatkan kehilangan (loses). Minyak
yang dihasilkan masih terlihat keruh karena mngandung sejumlah kecil air
dan kotoran yang terdispersi dalam minyak. Air tersebut dipsahkan dengan
menyaring minyak menggunakan kain teflon / sablon. Pemisahan air juga
dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengikat air berupa Natrium Sulfat
anhidrat (Na2SO4) sebanyak 1% selanjutnya diaduk dan disaring.
2.3. Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi minyak atsiri dari tanaman umumnya dilakukan dengan distilasi
uap. Pemisahan komponen minyak atsiri dapat dilakukan secara fisika dan
secara kimia. Pemisahan senyawa komponen penyusun minyak atsiri secara
fisika biasanya dilakukan dengan distilasi bertingkat (FD) untuk senyawa
yang memiliki berat molekul rendah dan distilasi molekular (MD) untuk
senyawa yang memiliki berat molekul besar. Pemisahan komponen minyak
sereh akan baik dilakukan dengan distilasi bertingkat, tetapi pemisahan
komponen minyak nilam akan lebih baik dilakukan dengan distilasi
molekuler. Distilasi yang dilakukan dalam umumnya dalam keadaan vakum.
Hal ini dikerjakan untuk menghindari terjadinya isomerisasi, polimerisasi,
atau peruraian karena panas.

2.4. Potensi Minyak Atsiri dari Bunga Mawar


Mawar adalah tanaman semak dari genus Rosa sekaligus nama bunga
yang dihasilkan tanaman ini. Mawar liar yang terdiri lebih dari 100 spesies
kebanyakan tumbuh di belahan bumi utara yang berudara sejuk. Spesies
mawar umumnya merupakan tanaman semak yang berduri atau tanaman
memanjat yang tingginya bisa mencapai 2 sampai 5 meter. Walaupun jarang
ditemui, tinggi tanaman mawar yang merambat di tanaman lain bisa
mencapai 20 meter.
Sebagian besar spesies mempunyai daun yang panjangnya antara 5-15
cm. Daun majemuk yang tiap tangkai daun terdiri dari paling sedikit 3 atau
5 hingga 9 atau 13 anak daun dan daun penumpu (stipula) berbentuk
lonjong, pertulangan menyirip, tepi tepi beringgit, meruncing pada ujung
daun dan berduri pada batang yang dekat ke tanah. Mawar sebetulnya bukan
tanaman tropis, sebagian besar spesies merontokkan seluruh daunnya dan
hanya beberapa spesies yang ada di Asia Tenggara yang selalu berdaun hijau
sepanjang tahun.
Bunga terdiri dari 5 helai daun mahkota dengan perkecualian Rosa
sericea yang hanya memiliki 4 helai daun mahkota. Warna bunga biasanya
putih dan merah jambu atau kuning dan merah pada beberapa spesies. Ovari
berada di bagian bawah daun mahkota dan daun kelopak. Bunga
menghasilkan buah agregat (berkembang dari satu bunga dengan banyak
putik) yang disebut rose hips. Masing-masing putik berkembang menjadi
satu buah tunggal (achene), sedangkan kumpulan buah tunggal dibungkus
daging buah pada bagian luar. Spesies dengan bunga yang terbuka lebar
lebih mengundang kedatangan lebah atau serangga lain yang membantu
penyerbukan sehingga cenderung menghasilkan lebih banyak buah. Mawar
hasil pemuliaan menghasilkan bunga yang daun mahkotanya menutup rapat
sehingga menyulitkan penyerbukan. Sebagian buah mawar berwarna merah
dengan beberapa perkecualian sepertiRosa pimpinellifolia yang
menghasilkan buah berwarna ungu gelap hingga hitam.
Pada beberapa spesies seperti Rosa canina dan Rosa
rugosa menghasilkan buah rose hips yang sangat kaya dengan vitamin C
bahkan termasuk di antara sumber vitamin C alami yang paling kaya. Buah
rose hips disukai burung pemakan buah yang membantu penyebaran biji
mawar bersama kotoran yang dikeluarkan. Beberapa jenis burung seperti
burung Finch juga memakan biji-biji mawar. Pada umumnya mawar
memiliki duri berbentuk seperti pengait yang berfungsi sebagai pegangan
sewaktu memanjat tumbuhan lain. Beberapa spesies yang tumbuh liar di
tanah berpasir di daerah pantai seperti Rosa rugosadan Rosa
pimpinellifolia beradaptasi dengan duri lurus seperti jarum yang mungkin
berfungsi untuk mengurangi kerusakan akibat dimakan binatang, menahan
pasir yang diterbangkan angin dan melindungi akar dari erosi. Walaupun
sudah dilindungi duri, rusa kelihatannya tidak takut dan sering merusak
tanaman mawar.
Beberapa spesies mawar mempunyai duri yang tidak berkembang dan
tidak tajam. Mawar dapat dijangkiti beberapa penyakit seperti karat daun
yang merupakan penyakit paling serius. Penyebabnya adalah
cendawan Phragmidium mucronatum yang menyebabkan kerontokan daun.
Penyakit yang tidak begitu berbahaya seperti Tepung Mildew disebabkan
cendawan Sphaerotheca pannosa, sedangkan penyakit Bercak Hitam yang
ditandai timbulnya bercak-bercak hitam pada daun disebabkan oleh
cendawan Diplocarpon rosae. Mawar juga merupakan makanan bagi larva
beberapa spesies Lepidoptera.

2.5. Bunga Mawar (Rosa hybrida L.)


Mawar berasal dari dataran Cina, Timur Tengah dan Eropa Timur.
Dalam perkembangannya, menyebar luas di daerah-daerah beriklim dingin
dan panas (Diamond, 1990). Terdapat ribuan varietas dari mawar, masing-
masing memiliki aroma yang berbeda-beda, jumlah petal yang berbeda,
begitu juga warna dan nama yang berbeda (Rukmana, 1995).
Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), mawar diklasifasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rosanales
Famili : Rosaceae
Genus : Rosa
Species : Rosa hybrida. (Bappenas 2000)
Mawar termasuk tanaman tahunan (perennial) yang mempunyai
struktur batang berkayu keras, berduri, bercabang banyak, menghasilkan
bunga dan biji terus-menerus (Rukmana, 1995). Selama siklus hidupnya,
tanaman mawar terus tumbuh seolah-olah tidak terbatas dan masa
produksinya berulang-ulang. Mawar merupakan salah satu tanaman hias
bunga yang paling terkenal di dunia (Dole dan Wilkins, 2005). Mawar
berdasarkan cara tumbuhnya dibedakan menjadi dua, yaitu merambat dan
semak. Tipe pertumbuhan semak dibagi dalam tiga kelompok yaitu
polyantha, floribunda dan hybrid tea (Dole dan Wilkins, 2005).
Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa Polyantha
merupakan jenis mawar taman yang sangat beraneka ragam, bunganya kecil
dengan garis tengah sekitar 5 cm dan di dekat pucuk cabangnya terdapat
banyak ranting yang masing-masing memiliki sekuntum bunga.
Mattjik (2009) menambahkan bahwa Polyantha merupakan tanaman
semak pendek (50-60 cm), memiliki ciri menghasilkan bunga terus-
menerus, bunganya bergerombol dengan ukuran kecil, diameter bunga ± 5
cm, daun bunga kelipatan 5 dan warna bunga biasanya merah, kuning, putih,
merah jambu, salmon dan orange. Permintaan tanaman hias mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Meningkatnya permintaan tanaman hias di
dalam negeri disebabkan oleh semakin meningkatnya kesejahteraan dan
tanggapan masyarakat terhadap kenyamanan dan keindahan lingkungan
(Ashari, 1995).
Widyawan dan Prahastuti (1994) menyatakan bahwa mawar termasuk
bunga yang paling disenangi di seluruh dunia dan sering dipakai sebagai
lambing keindahan, ketenangan, kedamaian, dan pemujaan juga dapat
dimanfaatkan sebagai bunga potong dan tanaman hias, serta sebagai bunga
tabur dan bahan industri kosmetika atau pewangi makanan. Dole dan
Wilkins (2005) menambahkan bahwa mawar biasanya dimanfaatkan sebagai
bunga potong, tanaman hias dalam pot atau tanaman bedengan. Tanaman
mawar dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi di daerah
tropis (Mattjik, N. A., 2009).
Tanaman mawar yang dibudidayakan di daerah yang beriklim sejuk
(dataran tinggi) warna bunganya lebih cerah dengan ukuran bunga yang
lebih besar (Ashari, 1995). Mawar dapat ditanam di lapang maupun di
rumah kaca. Cahaya, suhu dan karbon dioksida merupakan faktor yang
perlu diperhatikan untuk mawar yang ditanam di rumah kaca. Karena
cahaya, suhu dan karbon dioksida merupakan faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan mawar yang tumbuh di dalam rumah kaca
(Dole dan Wilkins, 2005).
2.6. Minyak Mawar
Minyak mawar memiliki potensi strategis di pasar dunia sebagai
bahan pengikat aroma wangi pada parfum dan kosmetika (Direktorat
Jenderal Perkebunan, 2005, Dewi, dkk. 2006). Prospek ekspor minyak
mawar di masa datang masih cukup besar sejalan dengan semakin tingginya
permintaan terhadap parfum dan kosmetika, trend mode, dan belum
berkembangnya materi subsitusi minyak mawar di dalam industri parfum
maupun kosmetika, di samping sebagai bahan pembuatan aroma terapi.
Minyak mawar diperoleh dari hasil penyulingan daun, batang dan cabang
tumbuhan mawar. Aromanya segar dan khas dan mempunyai daya fiksasi
yang kuat, sehingga sulit digantikan oleh bahan sintetis (Rusli dan Hobir,
1990)
Minyak mawar adalah minyak atsiri bunga mawar yang didapat dari
ekstraksi bunga mawar, terutama dari spesies rosa damascena. Minyak
mawar mengandung geraniol dan citronellol dengan konsentrasi keduanya
mencapai 75% dari minyak. Selain itu, juga terdapat linalool, citral dan
phenyl ethyl alcohol, nerol, farnesol, eugenol, serta nonylic aldehyde dalam
jumlah sedikit (BugBad, 2007).
Minyak mawar terdiri dari geraniol beraroma wangi yang mempunyai
rumus kimia C10H18O dengan rumus bangun
CH3. C[CH3]: CH. CH2. CH2. C[CH3]: CH. CH2OH dan l-sitronelol; serta
rose camphor (parafin tanpa bau) ( Robinson, T. 1995).

2.7. Komposisi Minyak Atsiri Mawar


Minyak mawar esensial umumnya warna kuning muda dan sangat
pedas. Komponen utama minyak mawar yang penting adalah sitronelol.
Sitronelol membentuk 30-35% (dengan volume) minyak atsiri bunga
mawar. Dua senyawa lain yang berlimpah dalam minyak mawar geraniol
(15-25%) dan Nonadecane (10-25%). Banyak molekul tambahan yang hadir
dalam konsentrasi yang lebih rendah termasuk alkohol phenylethyl,
heptadecane, geranyl asetat, eugenol, alpha-pinene dan nerol. Banyak dari
bau yang menyenangkan bunga mawar berasal dari sekelompok molekul
yang disebut Damascenones, yang sering membuat kurang minyak mawar
berkadar ential oil (Babu, 2002 dan Loghmani-Khouzani, 2007).

2.8. Ekstraksi dengan Pelarut


Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan suatu padatan
atau cairan (Depkes RI, 2000). Proses ekstraksi mula-mula terjadi
penggumpalan ekstrak dalam pelarut. Terjadi kontak antar bunga mawar dan
pelarut sehingga pada mawar terjadi pengendapan massa dengan cara difusi.
Bahan ekstraksi yang telah bercampur dengan plarut maka pelarut
menembus kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan
dengan konsentrasi lebih tinggi terbentuk dibagian dalam mawar yang
diekstraksi. Serta dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan konsentrasi
larutan dengan larutan diluar bunga mawar (Bernasconi et.al, 1995).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut adalah cara yang paling
efisien dalam menghasilkan minyak mawar yang berkualitas. Pelarut yang
ideal adalah yang mempunyai sifat-sifat: tidak toksin, tidak bersifat
eksplosif, mempunyai interval titik didih yang sempit, daya melarutkan,
mudah dan murah (Guenther 1990). Zat menunjukan kelarutan yang
berbeda-beda dalam pelarut yang berlainan dan proses pemindahan suatu
solut secara selektif dari suatu bahan atau campuran dengan suatu pelarut
(solvent) dikenal sebagai ekstraksi (Sugar et al., 1990).
Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan minyak mawar dari
bunga mawar berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing
bagian mawar terhadap pelarut yang digunakan (McCabe et al , 1999).
Hasil ekstraksi mengandung minyak dan senyawa terlarut pada pelarut.
Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut
lemak dan minyak, seperti alkohol dan heksan (Anonymous, 2006).
Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi
dua cara yaitu:
1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut
dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang
saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu
zat (McCabe et al, 1999).
Bernasconi, et al (1995) menyatakan bahwa metode ekstraksi
dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi tunggal dan ekstraksi multi tahap.
Ekstraksi tunggal adalah dengan mencampurkan bahan yang akan diekstrak
dihubungkan satu kali dengan pelarut. Disini sebagian dari zat yang akan
diolah akan larut dalam bahan pelarut sampai tercapai suatu keseimbangan.
Metode ekstraksi tunggal mempunyai kekurangan yaitu rendemennya
rendah. Sedangkan ekstraksi multi tahap, bahan yang akan diekstrak
dihubungkan beberapa kali dengan bahan pelarut yang baru dalam jumlah
yang sama besar. Setelah melalui beberapa kali pencampuran dan pemisahan
maka didapatkan berbagai ekstrak dengan rendemen yang lebih tinggi
daripada ekstraksi tunggal ( Voigh 1995). Metode ekstraksi dengan
menggunakan pelarut menguap banyak diterapkan diberagai negara karena
merupakan teknik yang lebih maju. Produk yang dihasilkan berupa concrete
dengan bau minyak yang hampir sama dengan bau minyak alamiah. Cara
kerja esktraksi dengan menggunakan pelarut menguap cukup sederhana,
yaitu dengan cara memasukkan bunga yang akan diekstraksi kedalam ketel
ekstraksi khusus, dan kemudian ekstraksi berlangsung secara sistematik
pada suhu kamar dengan menggunakan pelarut. Pelarut akan berpenetrasi
kedalam bahan (bunga) dan melarutkan minyak bunga beserta beberapa
jenis lilin dan zat warna (Guenther, 2011).
Kualitas minyak yang dihasilkan dipengaruhi berbagai faktor, salah
satunya adalah perbandingan bahan dengan pelarut. Perbandingan pelarut
dengan jumlah bahan baku pada saat proses ekstraksi merupakan salah satu
faktor penting, karena akan berpengaruh terhadap rendemen atau jumlah
minyak yang akan dihasilkan, sehingga didapatkan minyak mawar dengan
rendemen yang tinggi dengan mutu yang baik. Menurut Atawia et al (1988)
dan Sani (2012), pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi minyak bunga
adalah n-Heksan, karena sifatnya yang selektif dalam melarutkan zat, serta
prosesnya yang hanya menghasikan lilin, albumin, dan zat warna dalam
jumlah sedikit. Selain itu n-Heksan dapat mengekstraksi zat pewangi dalam
jumlah besar dan concrete lebih banyak.
Kandungan minyak atsiri yang sangat kecil dalam bunga mawar
menyebabkan harga minyak atsiri mawar sangat mahal hingga puluhan juta
rupiah per liter (Lavid et al, 2002), maka perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai ekstraksi minyak atsiri agar menghasilkan minyak yang
lebih banyak. Perlakuan pendahuluan yang dapat diterapkan adalah PEF
(Pulsed Electric Field). Metode ini merupakan pengolahan pangan non-
termal menggunakan medan listrik tinggi pulsa dengan durasi waktu pendek
dan mampu memperkecil kehilangan nutrisi yang disebabkan oleh
pemanasan (Bonetta et al, 2010).
Tahap dari proses ekstraksi minyak atsiri bunga mawar yaitu :
Bunga mawar dipisahkan dari kelopak, benang sari dan mahkota
bunga mawar. Mahkota bunga mawar yang telah dipisahkan kemudian
ditimbang masing-masing seberat 250 gram. Setelah ditimbang selanjutnya
dilakukan penerapan PEF sesuai dengan perlakuan (7 detik, 10 detik dan 13
detik) dengan menggunakan frekuensi sebesar 583 Hz, voltase 1100 v, dan
jarak Anoda Katoda 18 cm. Masing-masing mahkota bunga mawar yang
telah dilakukan penerapan PEF sesuai perlakuan.
Setelah perlakuan PEF, selanjutnya dilakukan proses ekstraksi
menggunakan metode pelarut menguap dengan larutan n-Heksan teknis
yang disimpan didalam erlenmeyer dan ditutup dengan aluminum foil agar
terhindar dari cahaya. Kemudian digunakan perbandingan sebesar 1:2 dan
1:3, dan dilakukan proses ekstraksi selama 2 jam menggunakan suhu kamar.
Setelah diekstraksi, mahkota bunga mawar disaring dan diperas
menggunakan kain saring kasar dilipat menjadi 2 untuk mendapatkan
larutan minyak-heksan. Lalu dilakukan proses pemisahan filtrat
menggunakan vacuum evaporator merk ikrV10 digital dengan
menggunakan kecepatan putaran 70 Rpm, tekanan 550 mmHg, suhu 35OC
selama kurang lebih 30 menit, sehingga diperoleh concrete berupa cairan
kental berwarna kuning bening. Concrete yang diperoleh selanjutnya
dilakukan analisa rendemen, warna, indeks bias dan GC-MS.

2.9. Pembuatan Minyak Atsiri Mawar Dengan Teknik Penyulingan


Salah satu cara untuk mengisolasi minyak atsiri dari bahan tanaman
penghasil minyak atsiri adalah dengan penyulingan, yaitu pemisahan
komponen yang berupa cairan dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan
titik didih. Proses tersebut dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut
dalam air. Berdasarkan kontak antara uap air dan bahan yang akan
disuling,metode penyulingan minyak atsiri dibedakan atas tiga cara, yaitu:
(1) penyulingan dengan air,
(2) penyulingan dengan uap dan air, dan
(3) penyulingan dengan uap.
Penyulingan dengan air serta penyulingan dengan uap dan air lebihsesuai
bagi industri kecil karena lebih murah dan konstruksi alatnya sederhana.
Namun penyulingan dengan uap dan air memiliki kelemahan,yaitu
membutuhkan uap air yang cukup besar. Hal ini karena sejumlah besaruap
akan mengembun dalam jaringan tanaman sehingga bahan bertambahbasah
dan mengalami aglutinasi. Untuk mengatasi kelemahan ini,
telahdikembangkan model penyulingan uap dan air yang dikombinasikan
dengansistem kohobasi. Pada sistem ini pemanasan air dalam ketel
penyulingandilakukan secara langsung terhadap dasar ketel. Dengan sistem
ini, bahanbakar dapat dihemat sampai 25%, karena air yang digunakan hanya 40%dari
yang normal.Untuk penyulingan minyak atsiri dengan kapasitas 1.000 liter,
sistempemanasan air dalam ketel harus ditambah dengan pemanasan air
semiboiler. Pemanasan air semi boiler dapat dilakukan dengan cara
memasangpipa-pipa kecil yang mengalirkan panas dari asap sisa bakar
(flue gas) padaair dalam ketel.Berdasarkan sifat fisik dan kimia, minyak atsiri
dapat dibuat dengancara penyulingan, ekstraksi dengan pelarut mudah
menguap, pembuatandengan lemak padat, dan ekspresi. Sedangkan minyak
bunga mawar sendiridihasilkan dengan cara penyulingan dengan air. Ada
beberapa yang harusdiketahui dalam proses penyulingan bunga mawar antara
lain :
1. Bunga mawar tidak dapat disuling dengan mengalirkan uap panas,
karenamahkota bunga akan mengumpul sehingga uap tidak dapat
berpenetrasi.Untuk mencegah peristiwa penggumpalan ini, biasanya bunga
langsungdisuling dengan cara penyulingan air. Dengan cara penyulingan
ini,bunga akan bersirkulasi dengan air mendidih.
2. Minyak mawar sebagian larut dalam air suling, dan hanya
sebahagianterpisah dari kondensat. Oleh karena itu air suling yang
dihasilkan dariproses penyulingan air, harus disuling kembali, untuk
memisahkanminyak yang larut dalam air suling tersebut

2.10. Teknik Enfleurasi dalam Proses Pembuatan Minyak Mawar


Pembuatan minyak mawar banyak dilakukan dengan cara penyulingan
dan menggunakan pelarut seperti yang dilakukan di Turki dan Bulgaria
(Atawia et al. 1998). Metode penyulingan memiliki kelemahan yang
berpengaruh terhadap kualitas minyak yang dihasilkan, karena adanya panas
dan uap air. Dilaporkan bahwa komponen fenil etil alkohol tidak terdapat
dalam minyak mawar Bulgaria yang diekstraksi dengan cara penyulingan,
karena komponen ini larut dalam air destilat (Kataren 1985). Untuk
meningkatkan mutu dan rendemen minyak bunga, Moates dan Reynolds
(1991) menyarankan penggunaan teknik solvent extraction atau enfleurasi.
Teknik enfleurasi merupakan salah satu cara pengambilan minyak atsiri
bunga dari lemak sebagai absorben yang telah jenuh dengan aroma wangi
bunga, di mana proses penyerapan aroma oleh lemak terjadi dalam keadaan
tanpa pemanasan. Metode ini sudah sejak lama digunakan di wilayah
Perancis Selatan, yang sangat terkenal dengan kualitas parfumnya.
Penggunaan teknik enfleurasi pada pembuatan minyak melati dilaporkan
dapat meningkatkan rendemen minyak hingga 4-5 kali lebih besar bila
dibandingkan dengan cara solvent extraction atau pun penyulingan.
Dalam menggunakan teknik enfleurasi untuk produksi minyak bunga,
jenis lemak yang berperan sebagai absorben sangat menentukan rendemen
dan kualitas minyak bunga yang diperoleh. Tjiptadi dan Wahyu (1986)
melaporkan bahwa campuran lemak sapi dan lemak babi dengan
perbandingan 1:2 mempunyai konsistensi yang baik bila digunakan sebagai
absorben dalam proses enfleurasi bunga sedap malam. Dari uraian tersebut
di atas, diharapkan bahwa penggunaan absorben lemak hewan dapat
meningkatkan rendemen absolut dan mutu minyak mawar.
Teknik enfleurasi dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama bertujuan
untuk mencari campuran lemak hewan yang sesuai sebagai absorben dalam
proses enfleurasi bunga mawar dengan karakteristik seperti mentega putih
(Suyanti et al. 2001).
Tahap awal dari teknik enfluerasi adalah membersihkan lemak hewan
yang digunakan dalam proses pembuatan absorben. Lemak dibersihkan dari
kotoran menggunakan tangan kemudian digiling halus sambil dicuci dengan
air bersih yang mengalir. Selanjutnya lemak dicairkan secara perlahan-lahan
di atas pemanas air pada suhu 60oC dan ditambahkan benzoin 0,6% serta
tawas 0,15-0,30%. Kotoran yang telah menggumpal dipisahkan dan lemak
disaring dengan kain saring kemudian didiamkan pada suhu ruang (27-
30oC). Proses pencampuran dilakukan dengan pengadukan (mixer) pada
kecepatan rendah dalam 10 menit pertama dan kemudian kecepatan
ditingkatkan hingga campuran lemak tampak merata setelah pengadukan
selama 2 jam. Selanjutnya lemak dimurnikan dengan cara netralisasi (untuk
memisahkan asam lemak bebas dari minyak), pemucatan (untuk
menghilangkan zat warna yang tidak disukai dalam minyak), dan
deodorisasi (untuk menghilangkan bau yang tidak diinginkan dalam
minyak). Lemak yang dihasilkan dianalisis asam lemak bebas, warna, dan
aroma. Lemak yang memiliki konsistensi mendekati mentega putih, dan
memiliki kadar asam lemak bebas rendah akan digunakan sebagai absorben
pada penelitian tahap kedua.
Pada tahap kedua dilakukan proses enfleurasi bunga mawar dengan
absorben lemak hewan hasil tahap pertama. Bunga disusun dalam chasis
(50x40x5cm) yang sudah dilapisi lemak sebagai absorben secara merata
dengan ketebalan 0,3 cm (200 g lemak). Permukaan lemak digores dengan
ujung pisau untuk memperluas permukaan lemak. Bunga mawar yang telah
disortir dan dibersihkan dari tangkainya ditimbang sebanyak 200 g dan
disebarkan di atas permukaan lemak secara teratur sehingga seluruh
permukaan lemak ditutupi oleh bunga. Chasis kemudian ditutup dan
dibiarkan dalam jangka waktu tertentu. Kemudian bunga dikeluarkan dari
chasis, permukaan lemak diratakan kembali dan digores dengan ujung pisau
(arah berlawanan). Proses enfleurasi dilakukan selama 7 hari dengan selang
pergantian bunga setiap 12 dan 24 jam.
Setelah enfleurasi selesai dilaksanakan, lemak kemudian diambil dari
chasis dengan spatula dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Lemak
dilarutkan dalam alkohol dengan perbandingan 1:2 dan dipanaskan pada
suhu 30oC sambil diaduk sehingga lemak terpisah dan menghasilkan filtrat.
Kemudian filtrat didinginkan dalam pendingin (15oC) sampai filtrat terpisah
dari lemak yang mengendap. Pendinginan dilanjutkan sampai suhu 5 dan
-5oC, filtrat disaring dan menghasilkan minyak bunga dalam lemak.
Pemisahan minyak bunga dalam lemak dilakukan dengan proses evaporasi
vakum dan pelarut absolut.

2.11.Pemungutan Minyak Atsiri Mawar (Rose Oil) Dengan Metode Maserasi


Pengambilan minyak mawar dengan metode maserasi dilakukan
dengan prosedur pertama yaitu memisahkan bunga mawar segar dari tangkai
dan kelopaknya, dan dipilih mahkotanya . Mahkota mawar kemudian
dipotong kecil-kecil dan direndam kedalam pelarut dengan perbandingan 1:
3, 1 untuk berat mahkota mawar dan 3 untuk volume pelarut yang
digunakan. Kemudian dilakukan proses maserasi, dengan pengadukan
selama 1 menit secara manual pada suhu ruang dan tanpa terkena cahaya
(ditempat tertutup dan gelap) didiamkan selama 12 jam. Kemudian ekstrak
mawar dipisahkan dengan cara penyaringan dan pemerasan sehingga
diperoleh ampas dan fi ltrat. Filtrat yang mengandung minyak bunga mawar
dievaporasi dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 50-60ºC, untuk
memisahkan antara pelarut dengan minyak mawar concrete.
Pada proses perlakuan bahan, bahan yang digunakan adalah bunga
mawar tabur merah dengan tingkat kemekaran bunga 50-70% (setengah
mekar). Bunga mawar dipotong kecil-kecil dengan menggunakan pisau.
Proses pengecilan ukuran bertujuan agar kelenjar minyak pada bunga dapat
terbuka sebanyak mungkin sehingga laju penguapan minyak atsiri pada
proses ekstraksi bahan menjadi cepat (Munawaroh, 2009). Setelah diperoleh
potongan bunga mawar, kemudian dilakukan proses maserasi. Proses
maserasi ini menggunakan pelarut menguap karena lebih menguntungkan
daripada menggunakan penyulingan, karena pada proses maserasi dapat
mengatasi hidrolisis ester yang terkandung dalam minyak atsiri pengaruh air
dan panas (Amiarsi et al. 2006).
Proses pemungutan minyak bunga mawar dilakukan dengan metode
maserasi menggunakan 2 jenis pelarut organik yaitu etanol dan n-heksana,
dengan perbandingan bahan dan pelarut yaitu 1:3 (Yulianingsih et al. 2006).
Pada maserasi minyak mawar ini menggunakan alat rotary vacuum
evaporator untuk memisahkan antara pelarut dan minyak mawar.
Penggunaan alat ini dipilih karena mampu menguapkan pelarut dibawah
titik didih sehingga zat yang terkandung didalam minyak tidak rusak oleh
suhu tinggi (Pangestu & Handayani 2011).
Pada proses pemungutan minyak mawar dilakukan dengan
menggunakan pelarut etanol teknis 96% sebanyak 150 mL. sehingga
diharapkan pada kondisi operasi tersebut etanol dapat menguap dan minyak
dapat terambil semaksimal mungkin. Pada metode maserasi dengan
perbandingan berat/volume (1:3) membutuhkan berat bahan sebanyak 50 g
dan volume pelarut etanol 96% teknis 150 ml dengan waktu 20 menit.
Proses maserasi dilakukan selama 12 jam didalam tempat yang tertutup dan
gelap dengan tujuan terhindar dari cahaya atau penerangan, agar proses
dapat berlangsung secara efektif. Setelah 12 jam proses maserasi dihentikan,
diperoleh ekstrak bunga mawar kemudian dilanjutkan dengan penyaringan.
Penyaringan dilakukan untuk memisahkan antara ampas bunga dan filtrat
bunga.
Proses dilanjutkan dengan mengevaporasi filtrat bunga
menggunakan alat rotary vacuum evaporator yang bertujuan memisahkan
minyak mawar dari pelarut etanol. Filtrat yang mengandung minyak bunga
mawar ini kemudian dievaporasi pada suhu 60°C. Maserasi menghasilkan
minyak mawar dengan pelarut etanol sebanyak 14 ml.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan yang dapat di ambil dari makalah ini adalah mawar


merupakan sumber minyak atsiri yang sangat berpotensi dan pembuatan minyak
mawar ada beberapa metode yaitu dengan metode penyulingan, metode influerasi,
metode pelarut dan metode maserasi. Fungsi utama minyak atsiri pada parfum
yaitu sebagai pengikat. Penambahan zat pengikat bertujuan untuk memfiksasi bau
dan mencegah komponen tidak menguap.
DAFTAR PUSTAKA

Guenther, E.2006. Minyak Atsiri. Jakarta: penerbit UI.

Harborne, Robinson. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung :


ITB Press.

Ekstraksi minyak mawar (Online). Diakses pada tanggal 29 Oktober 2016


http://izackpereira26.blogspot.co.id/2012/12/optimalisasi-ekstraksi-minyak-
mawar.html

Anda mungkin juga menyukai