Anda di halaman 1dari 16

BAB 2 VOLUMETRI

• Analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan


suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah
diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang
dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.

Penggolongan analisis titrimetri ini, berdasarkan :


1.Reaksi Kimia
• Reaksi asam-basa
• Reaksi oksidasi-reduksi
• Reaksi Pengendapan
• Reaksi pembentukan kompleks.
2. Berdasarkan cara titrasi
• Titrasi langsung
• Titrasi kembali
3. Berdasarkan jumlah sampel
• Titrasi Makro
• Titrasi Semi Mikro
• Titrasi Mikro
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik
adalah sebagai berikut :
• Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
• Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan
reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.
• Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai,
baik secara kimia maupun secara fisika.
• Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau
fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah
sebagai berikut :
1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu ukur, dan pipet
volume yang telah di kalibrasi.
2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau
baku primer dan sekunder dengan kemurnian tinggi.
3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah di
capai.

Level volume titran

Klem

buret

Stopcock
Titrant
Istilah-istilah dalam TITRIMETRI
Larutan Standar / Titrant Standar :
larutan yang diketahui konsentrasinya.
Ada 2 macam larutan standar  standar primer & standar sekunder.
 Larutan standar primer:
1. Larutan yang konsentrasinya dapat ditentukan hanya dengan
menimbang dan melarutkannya dengan tepat.
2. Mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu
110-1200C) dan disimpan dalam keadaan murni.
3. Tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam
penimbangan di udara.
4. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan
kepekaan tertentu.
5. Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang
besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
6. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih
7. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat
stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan
atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah
Larutan standar sekunder
Larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan
standar primer  prosesnya disebut standarisasi / pembakuan
1. Tidak mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan
yang diketahui kemurniannya.
2. Zatnya tidak mudah dikeringkan, higrokopis, menyerap uap air,
menyerap CO2 pada waktu penimbangan
3. Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
4. Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
5. Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi
telah di capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo
dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH.
Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara
stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar.
Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada
indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis
dan larutan standar.
Cara menyatakan dalam titrasi volumetric
 Cara Molar.
larutan satu Molar mengandung 1 mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Pada analisa sering digunakan milimol, karena pada titrasi biasanya
digunakan larutan dalam jumlah sedikit.
 Cara ekivalen:
kenormalan suatu larutan yang dinyatakan sebagai jumlah ekivalen per liter
larutan.
𝑒𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑒𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑙

KONSENTRASI LARUTAN
Molaritas (M)
𝑚𝑜𝑙 𝐴
𝑀=
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
𝑚𝑚𝑜𝑙 𝐴
𝑀=
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑙

GRAM ZAT TERLARUT


g= M . V . Mr
contoh soal :
1. Hitung molaritas suatu larutan H2SO4 yang mempunyai densitas 1,30 g/ml
dan mengandung 32,6% bobot SO3. BM SO3=80,06
Jawab:
1 liter larutan mengandung 1,30 g/ml x 1000ml/L x 0,326 = 424 g SO 3
424 𝑔𝑟 . 80,06 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
𝑀= = 5,3 𝑀
1 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
Karena 1 mol SO3 menghasilkan dalam air maka ada 5,3 mol/L H2SO4 dalam
larutan itu

Normalitas (N)
𝑒𝑘 𝐴 𝑚𝑒𝑘 𝐴
𝑁= =
𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
𝑒𝑘 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑁= =
𝑣 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛
Gram zat terlarut
g= N . V . Mr

contoh soal :
Hitung berapa gram Na2CO3 murni diperlukan untuk membuat 250 ml larutan 0,150
N. Natrium karbonat itu dititrasi dengan HCl menurut persamaan:

CO32- + 2H+  H2CO3


Jawab:
tiap Na2CO3 bereaksi dengan 2H+ , maka berat ekuivalennya setengah BM-nya
106/2 = 53 g/ek
jadi, banyaknya Na2CO3 yang diperlukan:

g = (0,15 ek/L) x (0,25 L) x (53 g/ek) = 1,99 g


Persen Berat : gram zat terlarut dalam 100 g larutan
𝑔𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
%= . 100%
𝑔𝑟𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 + 𝑔𝑟 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

Contoh soal :
HCl pekat (BM 36,5) mempunyai densitas 1,19 g/ml dan mengandung 37% berat HCl.
Berapa ml asam pekat ini harus diambil dan diencerkan menjadi 1 liter untuk membuat
larutan 0,100 M
Berapa M HCl pekat?
M = mol/L = g/(BM x V)
gram HCl = (1,19 g/ml) x (1000 ml/L) x 0,37 = 440 g/L
M = 440 g / {(36,5 g/mol) x 1 L }= 12,055 M
g = M x V x BM
= (0,100 mol/L) x (1 L) x (36,5 g/mol) = 3,65 gram dalam 1 ml HCl pekat terdapat 1,19
g/ml HCl x 0,37 = 0,44 g/ml
3,65 𝑔𝑟
𝑚𝑙 = 𝑔 = 8,3 𝑚𝑙
0,44
𝑚𝑙
𝑀2 . 𝑉2 0,1 . 1
𝑉= = = 0,0083 𝐿 = 8,3 𝑚𝑙
𝑀1 12,055
TITRASI ASAM BASA
Pada dasarnya reaksi dalam titrasi merupakan reaksi penetralan. Titrasi
dihentikan tepat pada saat jumlah mol H+ setara dengan jumlah mol OH- .
**Titik akhir titrasi (pada saat indikator berubah warna) diharapkan
mendekati titik ekivalen titrasi, yaitu titik dimana titran ditambahkan tepat
bereaksi dengan seluruh zat yang dititrasi tanpa adanya titran yang tersisa.
Dengan kata lain, pada titik ekuivalen jumlah mol titran setara dengan jumlah
mol titrat menurut stoikiometri. **
Perubahan pH pada reaksi asam–basa Suatu asam yang mempunyai pH
kurang dari 7 jika ditambah basa yang pH–nya lebih dari 7, maka pH asam akan
naik, sebaliknya suatu basa jika ditambah asam, maka pH basa akan turun. Apabila
penambahan zat dilakukan tetes demi tetes kemudian dihitung pH–nya akan
diperoleh kurva titrasi, yaitu grafik yang menyatakan pH dan jumlah larutan
standar yang ditambah.

Penggambaran Kurva
Indikator untuk titrasi asam basa ditentukan dari kurva titrasi yang
menunjukkan hubungan pH larutan dan volume tiran. Kurva ini dapat dibuat
secara teoritis dengan menghitung pH larutan titrat (larutan yang ditambah
larutan baku) pada :
1. Titik awal sebelum penambahan tiran (larutan baku yang
ditambahkan).
2. Titik setelah ditambah tiran (larutan baku yang ditambahkan) atau
sebelum titik ekivalen.
3. Titik ekivalen yaitu saat larutan netral (tanpa kelebihan asam dan
basa).
4. Daerah lewat ekivalen.

INDIKATOR PADA TITRASI ASAM BASA


Menurut Otswald (1891), indikator pada umumnya adalah asam-asam atau basa-
basa organik lemah yang mempunyai warna berbeda dalam keadaan ion dan dalam
keadaan molekulnya. Apabila indikator asam dinyatakan dengan notasi Hln, dan
indikator basa dengan notasi lnOH, didalam larutannya mengalami kesetimbangan
sebagai berikut :
Hln H+ + ln - . Jika indikator berada pada mediium yang cukup asam,
maka kesetimbangan, menurut asas Le chatelier, bergeser ke kiri dan warna indikator
yang dominan ialah warna dari bentuk tak-terionisasi (Hln). Sebaliknya, dalam medium
basa kesetimbangan bergeser kekanan dan warna larutan akan timbu terutama warna
dari basa konjugat ( ln-). Jika (Hln) ~ (ln-) maka warna indikator adalah kombinasi dari
warna Hln dan ln- . Pada praktiknya, kita memilih indikator yang kisaran titik akhirnya
terletak pada bagian curam dari kurva titrasi. Karena titik ekuivalen juga terletak pada
bagian curam kurva , pilihan ini menjamin bahwa pH pada titik ekuivalen akan berada
dalam kisaran terjadinya perubahan warna indikator.
1. TITRASI ASAM KUAT-BASA KUAT
A. Kurva titrasi asam kuat dengan basa kuat

- Pada awal titrasi, pH larutan ditentukan oleh konsentrasi asam

pH = -log [H3O+]. pH<7

- Pada tahap sebelum titik ekivalensi

[H3O+]= (mol Asam kuat – mol basa kuat)/ Volume total

- Pada titik ekivalensi, asam tepat dinetralkan oleh basa Vb (ekiv) = Va Ma/Mb

[H3O+]= (mol asam kuat)/Vol. total atau

[OH-]=(mol basa kuat)/Vol.total

- Setelah titik ekivalensi, pH larutan ditentukan oleh konsentrasi OH- berlebih

[OH-]= (mol basa kuat – mol asam kuat ) / volume total

Contoh :
misalkan 50ml HCl 0,1 M dititrasi dengan NaOH 0,1M

HCl(aq) + NaOH(aq)  NaCl(aq) + H2O(l) atau

H+(aq) + OH-(aq)  H2O(l)


sebelum penambahan NaOH

HCl adalah asam kuat dan terdisosiasi lengkap, jadi [H+] = 0,1

pH = - log [H+] = 1
Setelah penambahan 10 ml NaOH

reaksi yang terjadi selama titrasi adalah

H+(aq) + OH-(aq)  H2O(l)

(50 ml) x (0,1 mmol/ml) H= bereaksi dengan

(10 ml) x (0,1 mmol/ml) OH-

H+(aq) + OH-(aq)  H2O(l)

5,00 mmol 1,00 mmol

1,00 mmol 1,00 mmol

___________________________ -

4,00 mmol 0

dalam kesetimbangan terdapat 4,00 mmol H= dalam 60 ml larutan. Jadi,

[H+] = 4,00 mmol / 60ml = 6,67 x 10-2 mmol/ml

pH = - log [H+] = 2 - log 6,67 = 1,18

Setelah penambahan 50 ml NaOH

reaksi berlangsung sempurna, garam yang dihasilkan yaitu NaCl tidak asam dan dan tidak
pula basa dalam larutan air (tidak dihidrolisis), maka larutan itu netral; [H +] = [OH-] = 1,0 x
10-7

pH = 7

Setelah penambahan 60 ml NaOH

H+(aq) + OH-(aq)  H2O(l)

5,00 mmol 6,00 mmol

5,00 mmol 5,00 mmol

__________________________-

0 1,00 mmol

dalam kesetimbangan terdapat 1,00 mmol OH- dalam 110 ml larutan. Jadi,

[OH-] = 1,00 mmol / 110ml = 9,1 x 10-3 mmol/ml

pOH = - log [OH-] = 3 - log 9,1 = 2,04

pH = 14 - pOH = 11,9
Perhatikan: setelah titik ekuivalen tercapai (besar pH = 7,00), penambahan 0,05 ml titran akan
merubah pH menjadi 9,7 nilai tersebut diperoleh dari

H+(aq) + OH-(aq)  H2O(l)

5,00 mmol 5,05 mmol

5,00 mmol 5,00 mmol

_________________________-

0 0,05 mmol

dalam kesetimbangan terdapat 0,05 mmol OH- dalam 100,05 ml larutan. Jadi,

[OH-] = 0,05 mmol / 100,05 ml = 0,0005 mmol/ml

pOH = - log [OH-] = 3,30125

pH = 14 - pOH = 9,7

Perubahan warna pada fenolftalien

Perubahan warna terjadi pada pH 8,3 - 10


Perubahan warna pada biru bromtimol


Perubahan warna terjadi pada pH 6 - 7,6
Perubahan warna pada merah metil

Perubahan warna terjadi pada pH 4,2 - 6,3


2. TITRASI ASAM LEMAH-BASA KUAT

pH mula mula : ditentukan dari konsentrasi asam lemah.


[H3O+]= √Ka. Casam lemah, pH<7,
pH sebelum Titik Ekivalent : mol asam lemah > mol basa kuat, Buffer asam,

[ H 3O  ]  Ka 
Casam lemah
Cbasa konjugat
pH Titik Ekivalent : mol asam lemah = mol basa kuat ; pH > 7; hidrolisa dari asam
lemah-basa kuat

 garam
Kw
[OH  ] 
Ka
pH setelah Titik Ekivalent : mol asam lemah < mol basa kuat. pH>7; sisa basa kuat
Contoh :
misalkan 50ml suatu asam lemah HA
Ka =1,0 x 10-5 0,1 M dititrasi dengan NaOH 0,1M
sebelum penambahan NaOH
HA adalah asam lemah dan terdisosiasi dengan lemah
HB (aq) + H2O (l) H3O+ (aq) + A- (aq)

Maka dianggap [H3O+]  [A-] dan

[HA] = 0,1 - [H3O+]  0,1


[H3O]2
0,1
= 1,0 x 10-5
[H3O+] = 1,0 x 10-3
pH = 3,00
Setelah penambahan 10 ml NaOH
reaksi yang terjadi selama titrasi adalah

HA + OH-  H2O + A-
(50 ml) x (0,1 mmol/ml) HA bereaksi dengan (10 ml) x (0,1 mmol/ml) OH -

HA + OH-  H2O + A-
5,00 mmol 1,00mmol
1,00 mmol 1,00mmol
___________________________________-
4,00 mmol 0 1,0mmol 1,0mmol
dalam kesetimbangan terdapat 4,00 mmol HA dan 1,0 mmol A- dalam 60 ml larutan.
4,00 4,00
[HA] = − [𝐻3 𝑂 + ] ≈
60 60
1,00 1,00
[A-] = + [𝐻3 𝑂+ ] ≈
60 60
+
[𝐻3 𝑂 ][A−]
= 𝐾𝑎
[HA]
[𝐻3 𝑂 + ][1,0/60]
= 1,0 𝑥 10−5
[4,0/60]
[𝐻3 𝑂 + ] = 4 x 10−5
Ph = 5 – log 4 = 4,40
Setelah penambahan 50 ml NaOH (pH pada titik ekuivalen)
Terbentuk 5,00 mmol A ; [A-] = 5,00/100 = 0,05 M
A- adalah basa dan reaksinya dengan air adalah
A- + 𝐻2 𝑂 ↔ 𝐻𝐴 + 𝑂𝐻 −
Dianggap [HA] = [𝑂𝐻 − ], maka
[𝐻𝐴][𝑂𝐻 − ]
= 𝐾𝑏
[A−]
[𝑂𝐻 − ]2
= 1,0 𝑥 10−9
0,05
[𝑂𝐻 − ] = 7,1 x 10−8
POH = 5,15
pH = 8,85
setekah penambahan 60 ml NaOH
setelah tercapai titk ekuivalen, masih terdapat 10 ml OH 0.1 M atau 1,0 mmol.
Sementara, 𝑂𝐻 − yang dihasilkan dari reaksi
A- + 𝐻2 𝑂 ↔ 𝐻𝐴 + 𝑂𝐻 −
Dapat diabaikan, sehingga
1,0 𝑚𝑚𝑜𝑙
[𝑂𝐻 − ] = = 9,1 x 10−3
110 𝑚𝑙

POH = 2,04
pH = 11,96
Pehatikan; setelah titik ekuivalen tercapai (besar pH = 8,85), penambahan 0,10 ml
titran akan merubah Ph menjadi 9,7 nilai tersebut diperoleh dari
0,01 𝑚𝑚𝑜𝑙
[𝑂𝐻 − ] = = 9,99 x 10−5
100,1 𝑚𝑙

POH = 4,0
pH = 10,0
3. TITRASI ASAM LEMAH BASA LEMAH

pH mula mula : ditentukan dari konsentrasi basa lemah

[OH  ]  Kb  basa lemah

pH sebelum Titik Ekivalent : mol basa lemah > mol asam kuat, Buffer basa, pH>7,

[OH  ]  Kb 
Cbasa lemah
Casam konjugat

pH sebelum Titik Ekivalent : mol basa lemah > mol asam kuat, Buffer basa, pH>7,

 garam
Kw
[ H 3O  ] 
Kb

pH setelah Titik Ekivalent : mol basa lemah < mol asam kuat. pH<7; sisa asam kuat

Anda mungkin juga menyukai