Anda di halaman 1dari 4

Pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut

Banyak orang terutama masyarakat Indonesia meremehkan kesehatan gigi,


baik di kalangan remaja, anak-anak, maupun lansia. Menurut mereka, pentingnya
menjaga kesehatan gigi merupakan urutan yang kesekian. Mereka lebih
mengutamakan kesehatan yang lainnya seperti penyakit-penyakit pada umumnya.
Kesehatan gigi dan mulut sebenarnya dapat mempengaruhi kesehatan tubuh secara
menyeluruh, karena kesehatan gigi dan mulut tidak dapat dipisahkan dari kesehatan
tubuh secara umum.

Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut seharusnya dilakukan sejak


usia dini. Usia sekolah dasar merupakan saat yang ideal untuk melatih kemampuan
motorik seorang anak, termasuk diantaranya menyikat gigi. Proses pendidikan
kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu proses pendidikan yang timbul atas dasar
kebutuhan akan kesehatan gigi dan mulut. Maka dari itu diperlukan adanya
penegasan tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut terutama buat
anak-anak.

Pendidikan kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan kesehatan gigi dan mulut. pada anak. Penyuluhan harus dibuat
semenarik mungkin, atraktif, tanpa mengurangi isinya. Pendidikan dilakukan
melalui demonstrasi secara langsung, program audio visual, atau melalui sikat gigi
massal yang terkontrol. Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas langkah-
langkah yang dapat dilakukan dalam merubah perilaku anak terhadap kesehatan gigi
dan mulut melalui teori-teori perkembangan anak.(Riyanti and Saptarini)

Terdapat juga faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap minimnya


pengetahuan masyarakat tentang cara merawat gigi dengan baik, yaitu mulai dari
faktor sosial, ekonomi maupun budaya. Faktor ekonomi seperti kekurangan biaya
untuk mengunjungi dokter gigi saja sudah menjadi faktor utama bagi masyarakat
Indonesia. Maka dari itu masyarakat merawat sendiri giginya, baik itu dilakukan
dengan cara yang benar maupun salah. Adapun faktor sosial seperti tidak adanya
penyuluhan-penyuluhan ataupun edukasi terutama bagi daerah yang sulit untuk
dijangkau. Faktor budaya dapat dilihat dari yang sudah dilakukan oleh nenek
moyang kita, yaitu pengobatan-pengobatan tradisional yang dianggap ampuh untuk
menghilangkan rasa sakit di daerah gigi dan mulut. Pengobatan-pengobatan tersebut
sebagian dilakukan dengan cara yang salah dan dapat berakibat fatal kedepannya
namun bisa menghilangkan rasa sakit walaupun dalam waktu yang singkat.

Karies merupakan penyakit yang sudah lazim terjadi. Karies gigi merupakan
penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Sondang dan Hamada
(2008), faktor penyebab karies adalah host (gigi dan saliva), mikroorganisme (plak),
substrat (karbohidrat) dan ditambah faktor waktu). Selain itu, faktor predisposisi lain
yang turut berkontribusi terhadap keparahan karies antara lain pengalaman karies,
sosial ekonomi, usia, jenis kelamin, geografis, dan perilaku terhadap kesehatan gigi
(Sondang dan Hamada, 2008).(Kesehatan et al.)

Mekanisme terjadinya karies terdiri dari 3 teori, yaitu teori protheolysis,


proteolitic-chelation dan chemoparasitic atau disebut juga dengan teori asidogenik.
Teori asidogenik menjelaskan bahwa pernbentukankaries gigi
disebabkanolehasamyang dihasilkan oleh aksi mikroorganisme terhadap
karbohidrat. Reaksi ini ditandai dengan dekalsifikasi
komponeninorganikdilanjutkanoleh disintegrasi substansi organik yang berasal dari
gigi.(Ramayanti and Purnakarya)

Belakangan ini banyak orang mengeluh sakit gigi akibat dari tidak merawat
giginya dengan baik ataupun tidak memperhatikan kesehatan giginya. Hal kecil
dapat menjadi besar apabila dianggap sepele. Sama seperti sakit gigi, contohnya gigi
berlubang saja apabila dibiarkan lama-lama akan berakibat sangat fatal. Bisa
berpengaruh terhadap gigi-gigi yang lainnya. Sakit gigi dapat juga mengakibatkan
sakit kepala yang luar biasa, nafsu makan berkurang, permasalahan pada sistem
pencernaan dan lain sebagainya. Bisa dilihat bahwa dengan sakit gigi saja bisa
menjadi awal mula terjadinya penyakit yang lain pada umumnya. Semua itu
tergantung pada perilaku manusianya itu sendiri. Apabila terdapat kesadaran atau
inisiatif sendiri dalam merwat kesehatan gigi, maka tidak akan sering terjadi
permasalahn gigi terutama karies.

Proses perubahan perilaku berjalan melalui empat tahap yaitu fungsi kesatu
atau fungsi pengetahuan adalah individu sudah mulai mengenal informasi yang baru
serta belajar memahami objek baru tersebut, sebagai contoh ketika dokter gigi
menjelaskan kepada pasien bahwa pasien dapat menghilangkan sendiri gejala tidak
sehat tertentu di dalam mulutnya, antara lain dengan pembersihan plak, karena plak
adalah salah satu sebab terpenting mengapa mulutnya tidak sehat, maka seorang
pasien yang tidak tahu akan menerima pengetahuan ini yang baginya merupakan ide
baru. 17 Fungsi yang kedua yaitu fungsi keyakinan artinya individu telah
membentuk sikap positif atau negatif terhadap informasi atau objek yang baru
tersebut. Fungsi ketiga yaitu fungsi penentuan yang didalamnya individu bertindak
aktif yang membawa ke suatu pemilihan perubahan yang mungkin diterima atau
tidak diterima. Pada fungsi ketiga ini individu tersebut telah jauh mengetahui
sehingga dapat mengambil keputusan untuk mencegah plak sebanyak mungkin dan
menanyakannya kepada dokter gigi bagaimana cara melakukan yang terbaik, atau
mungkin juga memutuskan untuk tidak melakukan apapun karena menganggap
pembersihan plak dan kesehatan mulut tidak begitu penting. Fungsi yang terakhir
adalah fungsi persetujuan, di sini individu sudah mau melaksanakan perilaku yang
baru sesuai dengan norma-norma kesehatan. Pada tahap ini individu tersebut
mencari informasi lebih lanjut untuk melengkapi apa yang telah diputuskan dengan
dorongan-dorongan baru dan dapat menarik kembali keputusannya apabila misalnya
menerima informasi bahwa pembersihan plak secara teliti tidak menolong.(Riyanti
and Saptarini)

Pola makan dan kebiasaan menyikat gigi yang salah dapat menyebabkan
karies. Pola makan seperti sering makan makanan yang manis, seperti coklat,
permen, dan lainnya dapat meningkatkan resiko karies gigi. Selain itu, teknik
menyikat gigi yang salah dapat berakibat fatal apabila tetep dilakukan karena masih
terdapat sisa-sisa makanan pada gigi yang lama-kelamaan menjadi tempat
bersarangnya bakteri. Namun dalam hal ini, bukan berarti kita tidak bisa makan-
makanan yang manis. Boleh-boleh saja, tetapi harus diimbangi dengan menyikat
gigi secara teratur dan benar.

Kebiasaan gosok gigi, juga dapat memengaruhi berat ringannya karies,


responden yang sikat gigi mempunyai kecenderungan terjadinya karies lebih ringan
dibandingkan yang tidak gosok gigi. Pencarian pengobatan gigi kepada tenaga
kesehatan perlu ditingkatkan melalui peningkatan informasi, pengetahuan serta
persepsi seseorang tentang kesehatan gigi dan mulut. Karena hal ini juga
memengaruhi tinggi rendahnya karies gigi. Dan juga Dan juga gigi merupakan fokus
infeksi terjadinya penyakit sistemik, antara lain penyakit ginjal dan
jantung.(Budisuari et al.)

Selain karies yang sering terjadi di lapisan masyarakat adapun kalkulus.


Kalkulus yaitu suatu keadaan dimana plak gigi menumpuk pada gigi akibat dari gigi
yang tidak dibersihkan atau di scalping dalam waktu yang sangat lama. Penyakit ini
bisa ditandai dengan aroma mulut yang tidak sedap dan gigi lebih mudah goyang.
Bahaya yang dapat timbul apabila plak gigi dibiarkan dapat mengakibatkan gigi
rusak karena kalkulus tempat bersarangnya bakteri pada gigi, memicu penyakit
jantung dan diabetes.

Plak merupakan penyakit local dari terjadinya berbagai kasus penyakit gigi
dan mulut, ini disebabkan olah aktifitas mikroorganisme yang terkandung dalam
plak. Asam yang dihasilkan dari fermentasi gula oleh kokus akan menyebabkan
terjadinya demineralisasi lapisan email gigi sehingga struktur gigi menjadi rapuh
dan mudah berlubang. Toxin-toxin hasil metabolism bakteri pun dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan penyangga gigi dan mukosa mulut.(Rezki and .)

Kurangnya pemahaman atau edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan


gigi membuat masyarakat Indonesia lebih mementingkan keadaan penyakit yang
lain. Padahal, akses pelayanan kesehatan seperti dokter gigi, ouskesmas, klinik,
bahkan rumah sakit gigi dan mulut telah disediakan. Adapun beberapa faktor yang
dapat dijadikan alas an kurangnya minat masyarakat dalam menjaga kesehatan gigi
mulai dair faktor ekonomis, sosial maupn budaya. Pemerintah telah memberikan
solusi maupun dukungan secara langsung ataupun tidak dan secara verbal maupun
tidak.

References

Budisuari, Made, et al. “Hubungan Pola Makan Dan Kebiasaan Menyikat Gigi
Dengan Kesehatan Gigi Dan Mulut (Karies) Di Indonesia.” Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan, vol. 13, no. 1 Jan, 2012, pp. 83–91,
doi:10.22435/bpsk.v13i1.
Kesehatan, Pemeliharaan, et al. “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku
Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak Sdn Kauman 2 Malang.” Journal of Health
Education, vol. 2, no. 2, 2017, pp. 201–10, doi:10.15294/jhe.v2i2.22612.
Ramayanti, Sri, and Idral Purnakarya. “Peran Makanan Terhadap Kejadian Karies
Gigi.” Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol. 7, no. 2, 2013, pp. 89–93,
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/114/120.
Rezki, Sri, and . Pawarti. “Pengaruh Ph Plak Terhadap Angka Kebersihan Gigi Dan
Angka Karies Gigi Anak Di Klinik Pelayanan Asuhan Poltekkes Pontianak
Tahun 2013.” ODONTO : Dental Journal, vol. 1, no. 2, 2014, p. 13,
doi:10.30659/odj.1.2.13-18.
Riyanti, Eriska, and Risti Saptarini. “Improving of the Oral and Dental Health.”
Improving of the Oral and Dental Health, pp. 1–12,
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2010/06/upaya_peningkatan_kesehatan_gigi_dan_mulut.pdf.

Anda mungkin juga menyukai