Anda di halaman 1dari 35

PERDAGANGAN DAN PEMBAYARAN INTERNASIONAL DI

INDONESIA
Makalah

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Perekonomian Indonesia

Yang dibina oleh Ibu Ni’matul Istiqomah

Disusun Oleh:

Echa Mayora Olivantina (180431624636)

Fadhilatul Lailiya (180431624569)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
S1 PENDIDIKAN EKONOMI
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Pengantar Manajemen dengan judul “Perdagangan dan Pembayaran
Internasional di Indonesia”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya


kepada dosen Pengantar Manajemen kami yang telah membimbing dalam menulis
makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Malang, 26 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Perdagangan Internasional 3

B. Perkembangan Ekspo-Impor Indonesia 8

C. Daya Saing Produk Ekspor Indonesia 19

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 28

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terjadinya perkembangan globalisasi yang berlangsung dalam beberapa tahun


terakhir menyebabkan terjadinya berbagai perubahan yang fundamental dalam
tatanan perekonomian dunia baik dalam sektor keuangan maupun dalam sektor
perdagangan. Perubahan sistem perekonomian dunia telah mendorong sebagian
besar negara didunia melakukan penyesuaian kebijakan dan praktek dalam
perdagangan internasional. Perekonomian dunia telah tumbuh dengan pesat
yang memiliki peran besar dalam memainkan perekonomian global, terutama
dalam kegiatan perdagangan internasional.

Perdagangan internasional memiliki peran penting, terutama bagi para negara


eksportir termasuk Indonesia, dalam mencari pangsa pasar yang seluas-luasnya
yang potensial untuk dikembangkan menjadi tujuan ekspor. Selain itu
perdagangan internasional dapat membantu memenuhi tuntutan untuk
meliberalisasi perekonomian suatu negara dengan pasar global.

Perdagangan internasional akan membawa manfaat dalam meningkatkan rasio


ekspor suatu negara terhadap tingkat produk domestik brutonya (PDB). Setiap
negara dapat mengambil keuntungan untuk meningkatkan rasio ekspornya
melalui perdagangan inetrnasional, tak terkecuali untuk indonesia. Dengan
kekayaan sumber dayanya yang melimpah, Indonesia dapat mengambil
keuntungan dari adanya perdagang inetrnasional dengan melakukan ekspor
kenegara lain guna meningkatkan pertumbuhan PDB dan pendapatan
nasionalnya. Melalui perdagangan internasional indonesia dapat memperluas
pangsa pasarnya dalam memperdagangkan produk-produk unggulan yang telah
dihasilkan oleh Indonesia.

Namun pada kenyataannya tidak semua negara dapat memanfaatkan


perdagangan internasiol dengan maksimal, bahkan ada yang sampai tidak
mendapat manfaat dari perdagangan internasional dengan mengenalkan
produknya secara global namun yang terjadi malah sebaliknya yakni produk

1
mereka kalah saing dengan produk luar negeri di negaranya sendiri, tak
terkecuali untuk Indonesia. Kinerja ekspor Indonesia sangat dipengaruhi oleh
daya saing produk Indonesia secara relatif terhadap produk negara lain.
Seharusnya Indonesia dapat meningkatkan ekspornya dengan adanya
perdagangan internasional. Namun yang terjadi malah sebaliknya, tingkat ekspor
Indonesia selalu mengalami penerunan selama beberapa tahun terakhir.

Untuk itu penulis tertarik dengan permasalahan tersebut, karena menyangkut


permasalah ekonomi yang sedang dihadapi oleh negara Indonesia. Keterkaitan
antar perdagangan internasional dengan kestabilan suatu negara menjadi topik
yang menarik untuk di teliti lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaiman Konsep Dasar Perdagangan Inetrnasional ?

2. Bagaimana Perkembangan Kegiatan Ekspor-Impor yang Terjadi di


Indonesia ?

3. Bagaimana Tingkat Daya Saing Produk Ekspor Indonesia Terhadap Negara


Lain ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Konsep Dasar dari Perdagangan Internasional.

2. Untuk Mengetahui Perkembangan Kegiatan Ekspor-Impor yang Terjadi di


Indonesia.

3. Untuk Mengetahui Tingkat Daya Saing Produk Ekspor Indonesia Terhadap


Negara Lain.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Perdagangan Internasional

1. Konsep Dasar Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai aktivitas perdagangan


yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas
dasar kesepakatan. Penduduk yang dimaksud adalah individu dengan individu,
antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara
dengan pemerintah negara lain. Secara sederhananya perdagangan internasional
dapat diartikan sebagai kegiatan perdagangan yang dilakukan antar negara guna
mencapai tujuan yang ingin dicapai. Pada berbagai negara, perdagangan
internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan Gross
Domestik Product (GDP).

Terjadinya perdagangan internasional tidak terlepas dari adanya globalisasi yang


menghilangkan batas antar negara yang ada didunia ini. Adanya perbedaan
sumber daya yang dimiliki oleh tiap negara, bahkan tiap daerah disuatu negara
juga memiliki jenis sumber daya yang berbeda. Perbedaan sumber daya alam
membedakan corak perekonomian negara-negara di dunia. Karena itulah setiap
negara saling membutuhkan hasil produksi dari negara-negara lain, timbulah
perdagangan internasional. Tujuan pokok yang menjadi penyebab terjadinya
perdagangan internasional adalah keuntungan masing-masing negara
dibandingkan dengan negara lain.

Negara-negara subtropis mempunyai keuntungan mutlak terhadap negara-


negara tropis dalam memproduksi gandum, pear, peach, dll. Sedangkan negara-
negara tropis mempunyai keuntungan mutlak terhadap negara-negara subtropis
dalam memproduksi karet, kopi, kelapa, mangga, atau pisang.

Kita dapat merangkum penyebab terjadinya perdagangan internasional tersebut,


sebagai berikut :

3
• Adanya perbedaan kemampuan perbedaan penguasaan keterampilan
penguasaan keterampilan, IPTEK dalam mengelola sumber daya
ekonomi.

• Adanya kelebihan produksi untuk dijual-belikan.

• Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam ,iklim, tenaga


kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang mengakibatkan adanya
perbedaan hasil produksi.

• Adanya keberagaman selera terhadap suatu barang yang dihasilkan oleh


negara lain.

• Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri yang dapat
diberikan dan ditawarkan oleh negara lain.

• Untuk memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara


melalui ekspor dan impor.

• Membuka kerjasama dengan negara lain.

Dalam pelaksanaan perdagangan internasional, seringkali terdapat banyak


hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan yang akan dihadapi dapat berasal
dari dalam maupun luar negeri. Perdagangan internasional dapat berjalan
denganbaik apabila negara-negara yang terlibat perdagangan bisa bebas
mengekspor atau mengimpor barang sesuai keinginan. Namun pada
kenyataannya banyak negara menerapkan kebijakan untuk melindungi
kepentingan politik dan perlindungan dalam negeri dapat menjadi penghambat
dalam pelaksanaan perdagangan internasional. Hambatan-hambatan
perdagangan internasional antara lain kuota impor untuk komoditi tertentu,
larangan impor pada komoditi yang dijaga pemerintah, tarif impor yang tinggi,
subsidi ekspor dan embargo ekonomi.

Perdagangan internasional mempunyai dampak pada negara-negara yang


terlibat. Dampak tersebut ada yang positif dan ada yang negatif. Indonesia
sebagai negara yang melakukan perdagangan internasional merasakan pula
dampak-dampak tersebut.

4
Dampak Positif Perdagangan Internasional adalah mempererat persahabatan
antarnegara, menambah kemakmuran negara, menambah kesempatan kerja,
mendorong kemajuan iptek, sumber pemasukan kas negara,menciptakan
efisiensi dan spesialisasi, memungkinkan konsumsi yang lebih luas bagi
penduduk, memperoleh devisa, memperluas kesempatan kerja, menstabilkan
harga, meningkatkan kualitas produk, meningkatkan kualitas konsumsi,
mempercepat alih teknologi, memperluas pangsa pasar.

Dampak Negatif Perdagangan Internasional adalah penurunnya permintaan


produk dalam negeri akibat kalah saing dengan produk negara lain,
ketergantungan terhadap negara maju, banyak industri kecil yang gulung tikar
akibat kurang mampu bersaing dengan produk impor, adanya persaingan tidak
sehat dalam perdagangan internasional, terjadinya konsumtifisme.

2. Teori-Teori dalam Perdagangan Internasional

Setelah mempelajari secara umum perdagangan internasional, pada bagian ini


kita akan membahas teori perdagangan internasional.

Teori Klasik Perdagangan Internasional

(a) Teori Kaum Merkantilisme

Teori ini berkembang luas dengan mengajarkan bahwa faktor kekayaan harus
diperoleh dan meningkatkan kebutuhan akan pasar. Teori ini pun mendorong
terjadinya banyak peperangan dikalangan negara eropa dan memulai era
imperalisme Eropa ke berbagai negara di belahan dunia lain.

(b) Absolute Advantage dari Adam Smith

Teori yang dikemukaan oleh Adam Smith mengajukan teori perdagangan


internasional yang dikenal sebagai teori keunggulan absolut. Dalam teori ini
Adam Smith menyatakan, bahwa dalam perdagangan bebas setiap negara dapat
menspesialisasikan diri dalam produksi komoditas yang memiliki keunggulan
mutlak/absolut dan mengimpor komoditi yang memperoleh kerugian mutlak.

5
(c) Comparative Advantage

Teori ini diperkenalkan oleh David Ricargo, berbeda dengan teori keunggulan
absolut yang mengutamakan keunggulan absolut dalam memproduksi sesuatu
tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain. Teori
ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walaupun suatu
negara tidak mempunyai keunggulan absolut, asalkan harga komparatif di kedua
negara berbeda.

(d) Comparative Advantage dan Opportunity Cost

Teori ini menyatakan bahwa biaya dari satu komoditi adalah jumlah komoditi
kedua yang harus dikorbankan agar memperoleh faktor-faktor produksi untuk
menghasilkan satu unit tambahan dari komoditas pertama. Menurut teori ini,
suatau negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional apabila
melakukan spesialisasi produk dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif
lebih efisien serta mengimpor barang dimana negar tersebut berproduksi relatif
kurang/tidak efisien.

(e) Keuntungan Komparatif dalam Nilai Uang

Teori ini menyatakan untuk meningkatkan keunggulan komparatif dalam nilai


tukar, kita harus melibatkan pengukuran dalam mata uang asing.

Teori Modern Perdagangan Internasional

(a) The Proportional Factors Theory: Teori Heckscher-Ohlin (H-O)

Teori modern yang berkembang setelah teori klasik salah satunta adalah Teori
Heckscher-Ohlin (H-O). Teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional
terjadi karena opportunity cost yang berbeda diantara kedua negara tersebut.
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) sering disebut dengan teori proporsi dan intensitas
faktor produksi, yang menyatakan bahwa penyebab perbedaan produktivitas
karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh masing-
masing negara. Yang selanjutnya faktor produksi menyebabkan terjadinya
perbedaan harga barang yang dihasilkan.

6
(b) Teori Stolper-Samuelson

Teori ini mengatakan bahwa peningkatan pada harga komoditas akan


meningkatkan pendapatan riil faktor (input) yang dipakai secara intensif pada
suatu sektor dan menurunkan pendapatan riil faktor (input) lain.

(c) Teori Rybczynski

Teori ini menjelaskan bahwa peningkatan dalam suatu faktor produksi


pendukung (endowment factor) akan menurunkan intensitas dari faktor produksi
barang yang lain. Peningkatan endowment suatu faktor (input) yang digunakan
secara intemsif (kx>ky) akan meningkatkan proporsi uotput yang sangat besar
pada sektor tertentu dan menurunkan output pada sektor lain.

(d) Paradoks Leontief

Wassily Leontief, menemukan fakta mengenai struktur perdagangan luar negeri


(ekspor-impor). Penumuan tersebut mendapati bahwa Amerika Serikat pada
tahun 1947 mengalami situasi yang bertentangan dengan teori H-O sehingga
disebut sebagai paradoks Leontief. Berdasarkan penelitian lebih lanjut yang
dilakukan oleh ahli ekonomi perdagangan, ternyata paradoks Leontief tersebut
dapat terjadi karena empat sebab utama yaitu: 1) Intensitas faktor produksi yang
berkebalikan, 2) Tariff dan Non tariff barrier, 3) Perbedaan dalam skill dan
human capital, 4) Perbedaan dalam faktor sumber daya alam.

(e) Competitive Advantage of Nation

kemampuan yang diperoleh melalui karakteristik dan sumber


daya suatu perusahaan untuk memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan
perusahaan lain pada industri atau pasar yang sama. Istilah ini berasal dari judul
buku Michael Porter, Competitive Advantage (1985), yang dibuat sebagai
jawaban atas kritik terhadap konsep keunggulan komparatif. Porter merumuskan
dua jenis keunggulan kompetitif perusahaan, yaitu biaya rendah atau diferensiasi
produk. Michel Porter mengatakan bahwa hal-hal yang harus dikuasai oleh suatu
perusahaan atau negara untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya adalah
terutama teknologi, tingkat entrepreneurship yang tinggi, tingkat
efisiensi/produktivitas yang tinggi dalam produksi, promosi yang luas dan

7
agresif, kualitas dan mutu yang baik dari barang yang diproduksi, pelayanan
teknikal yang baik, tenaga kerja yang terampil, etos kerja, kreativitas serta
motivasi yang tinggi, skala ekonomis, inovasi, diferensial produk, modal, sarana
dan prasarana serta manajemen yang baik dan proses produksi yang dilakukan
dengan juts-in-time.

(f) Dong Sung Choi

Perkembangan lainnya dilakukan oleh Dong Sung Choi. Ia menjelaskan bahwa


model diamond dari Porter kurang bisa menerangkan mengapa beberapa jenis
industri memiliki daya saing internasional. Perbedaan model ini dengan model
Porter adalah terletak pada faktor yang terdapat di luar kotak berlian, yaitu
tenaga kerja, birokrasi dan politisi, kewirausahaan dan manajer, teknisi bagi
masyarakat, yang berada di luar kotak segi empat tersebut. Faktor-faktor ini ikut
mempertajam daya saing internasional.

B. Perkembangan Kegiatan Ekspor-Impor yang Terjadi di Indonesia

Di era globalisasi yang sedang terjadi saat ini, kegiatan ekspor-impor merupakan
kegiatan yang tidak dapat di hindari oleh setiap negara yang ada di dunia ini tak
terkecuali untuk Indonesia. Kegiatan ekspor-impor merupakan salah satu
indikator yang menunjukkan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Adanya
kegiatan ekspor-impor menunjukkan bahwa setiap negara mempunyai
spesialisasi tersendiri yang tidak dimiliki oleh negara lain yang dapat
dimanfaatkan sebagai keuntungan komparatif tiap negara.

Kegiatan perdagangan internasional melibatkan minimal dua pihak, yaitu


eksportir dan importir. Tujuan eksportir adalah untuk memperoleh keuntungan.
Harga barang-barang yang diekspor ke luar negeri lebih mahal dibanding dengan
didalam negeri. Dengan adanya aktivitas ekspor, pemerintah memperoleh
pendapatan berupa devisa. Semakin banyak aktivitas ekspor, semakin besar
devisa yang diperoleh negara. Sedangkan tujuan importir melakukan aktivitas
impor karena menginginkan keuntungan. Kegiatan impor dilakukan jika harga
barang yang bersangkutan di luar negeri lebih murah.

8
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki berbagai jenis
keanekaragaman sumber daya yang melimpah dapat dijadikan sebagai
keuntungan tersendiri dalam perdagangan internasional kususnya dalam
kegiatan ekspor. Umumnya, barang-barang yang diekspor oleh Indonesia terdiri
atas dua macam, yaitu minyak bumi dan gas alam (migas) dan selain minyak
bumi dan gas alam (non-migas). Barang-barang yang termasuk migas di
antaranya minyak tanah, bensin, solar, elpiji. Adapun barang-barang yang
termasuk non-migas adalah hasil industri, pertanian, pertambangan, dan hasil
non-migas lainnya.

Gambar. 1 Sepuluh Kelompok Ekspor Terbesar Indonesia

Sumber : Kemenperin.go.id

Dari gambar menunjukkan komoditas ekspor non-migas yang termasuk kedalam


sektor hasil ekspor terbesa. Kesepuluh kelompok hasil industri pada gambar
diatas memiliki peranan sebagai penyumbang pertumbuhan kegiatan ekspor
yang paling signifikan bagi Indonesia. Dengan urutan pertama di pegang oleh
industri makanan yang bernilai USD 26,27 miliyar, dan diikuti oleh industri
bahan kimia dan barang dari bahan kimia dengan nilai USD 10,25 miliar.

1. Perkembangan Kegiatan Ekspor Indonesia

Perkembangan nilai ekspor Indonesia setiap tahun mengalami pasang surut yang
tidak menentu. Berbagai peristiwa yanga terjadi baik dalam dan luar negeri akan
mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia tiap tahunnya.

9
Jika melihat perkembangan ekspor indonesia selama dua dekade, terlihat bahwa
telah terjadi perubahan struktur secara sektoral, dimana peranan ekspor migas
semakin mengecil sementara peranan ekspor non-migas semakin besar.

Tabel. 1 Pangsa dan Pertumbuhan Ekspor Indonesia

Pangsa (%) Pertumbuhan(%)


Tahun Non Non
Migas Migas Migas Migas Total
2007 0,19 0,81 4,14 15,61 13,20
2008 0,21 0,79 31,86 17,26 20,09
2009 0,16 0,84 -34,70 -9,64 -14,97
2010 0,18 0,82 47,43 33,08 35,42
2011 0,20 0,80 47,92 24,88 28,98
Sumber : Badan Pusat Statistik 2014, diolah

Dari tabel ditas dapat dilihat bahwa ekspor sektor non-migas memiliki pangsa
pasar dan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan ekspor pada sektor
migas, hal ini dikarenakan semakin besarnya perkembangan pembangunan
sektor industri dari tahun ke tahun. Lebih dari 70 persen ekspor non-migas
didominasi oleh ekspor hasil industri. Meskipun demikian dapat dilihat bahwa
pertumbuhan ekspor migas maupun non-migas Indonesia secara keseluruhan
mengalami kenaikan meskipun sempat juga mengalami penerunan.

Ekspor Indonesia disektor migas dibedakan menjadi komoditas minyak mentah,


hasil minyak dan gas. Dari komoditas ekspor migas Indonesia, komoditas
ekspor gas menyumbang peningkatan ekspor migas yang paling besar
dibandingkan dengan komoditas minyak mentah.

Tabel. 2 Pertumbuhan Ekspor Migas Indonesia (Juta Dollar)

Komoditas 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Minyak 9,226,04 12,418,74 7,820,26 10,402,87 13,828,68 12,293,41 10,204,71


mentah
Perubahan(%) 34,61 -37,03 33,02 32,93 -11,10 -16,99

10
Hasil minyak 2,878,75 3,547,00 2,262,33 3,967,28 4,776,85 4,163,37 4,299,13

Perubahan(%) 23,21 -36,22 75,36 20,41 -12,84 3,26

Gas 9,983,78 13,160,53 8,935,71 13,669,45 22,871,5 20,520,48 18,129,19

Perubahan(%) 31,82 -32,10 52,98 67,32 -10,28 -11,65

Total migas 22,088,57 29,126,27 19,018,30 28,039,60 41,477,04 36,977,26 32,633,03

Perubahan(%) 31,86 -34,70 47,43 47,92 -10,85 -11,75


Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Dari tabel diatas terlihat bahwa secara keseluruhan pertumbuhan ekspor migas
tumbuh dengan rata-rata sebesar 11,65 persen. Dengan pertumbuhan tebesar
terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 47,43 persen dengan nilai ekspor mencapai
USD 28,04 miliar, dan terjadi penerunan ekspor terbesar terjadi pada tahun 2009
dimana ekspor migas Indonesia turun sebesar 34,70 persen (19,02 miliar).
Sedangkan jika dilihat berdasarkan komoditas yang diperdagangkan, komoditas
gas merupakan penyumbang signifikan terhadap peningkatan ekspor migas.
Tercatat bahwa selama 7 tahun terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata
sebesar 16,35 persen. Dengan pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2011
yaitu mencapai 67,32 persen dengan nilai nilai sebesar 22,87 persen. Namun
pada tahun 2012-2013 ekspor gas terus mengalami penurunan yang semakin
besar. Sedangkan untuk pertumbuhan ekspor komoditas minyak mentah
mengalami kenaikan yang tidak terlalu signifikan yakni sebesar 5,91 persen.
Dengan pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2010 sebesar 33,02 persen,
sedangkan untuk nilai ekspor terbesar terjadi pada tahun 2011 dengan nilai
mencapai USD 13,82 miliar. Dan pada tahun 2012 dan 2013 ekspor minyak
mentah terus mengalami penurunan yang semakin lebar.

Sedangkan untuk ekspor Indonesia disektor non-migas terdari dari komoditas


pertanian, industri pengolahan dan pertambangan. Ekspor non-migas Indonesia
pada tahun 2013 mencatatkan meningkatan 62,9 persen dari tahun 2007 dengan
niali sebesar USD 149,92 miliar. Rata-rata pertumbuhan ekspor non-migas
indonesia pada tahun 2007-2013 mencapai 9,67 persen, dengan komoditas
tambang yang mengalami pertumbuhan yang paling besar yakni sebesar 18,80

11
persen dan disusul oleh sub sektor non-migas lainnya sebesar 12,56 persen.
Sementara untuk rata-rata pertumbuhan ekspor sub-sektor pertanian dan indistri
hanya mencapai masing-masing sebesar 8,14 persen dan 8,20 persen.

Tabel. 3 Perkembangan Ekspor Non-Migas Indonesia (Juta Dollar)

Sub Sektor 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Pertanian 3,657,78 4,584,58 4,352,75 5,001,90 5,165,79 5,569,22 5,712,98

Perubahan(%) 25,34 -5,06 14,91 3,28 7,81 2,58

Industri 76,460,83 88,393,50 73,435,84 98,015,08 122,188,7 116,125,1 113,029,9

Perubahan(%) 15,61 -16,92 33,47 24,66 -4,96 -2,67

Tambang 11,884,90 14,906,17 19,692,34 26,712,58 34,652,03 31,329,94 31,159,53

Perubahan(%) 25,42 32,11 35,65 29,72 -9,59 -0,54

Non-Migas 8,81 9,91 10,80 9,95 13,04 18,71 16,31


Lainnya
Perubahan(%) 12,56 8,91 -7,85 31,05 43,49 -12,79

Total Non- 92,012,32 107,894,15 97,491,73 129,739,50 162,019,58 153,043,00 149,918,76


Migas
Perubahan(%) 17,26 -9,64 33,08 24,88 -5,54 -2,04

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa sub sektor industri merupakan


penyumbang terbesar ekspor non-mogas yang diikuti oleh sub sektor tambang,
selanjunya sub sektor pertanian, dan yang terakhir sub sektor non-migas lainnya.
Untuk sub sektor industri mengalamai pertumbuhan terbesar pada tahun 2010
yakni sebesar 33,57 persen, sedangkan untuk nilai tertinggi terjadi pada pada
tahun 2012 yakni sebesar USD 116,125,1 miliar. Namun dalam dua tahub
terakhir (2012-2013) ekspor industri selalu mengalami penurunan. Untuk ekspor
tambang pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yakni sebesar 35,65
persen dan terus mengalami pada tahun 2012-2103. Sedangkan untuk ekspor

12
pertanian pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2008 yakni sebesar 25,34
persen dan mengalami penurunan yang sangat tajam pada tahun 2009.

Produk-produk ekspor Indonesia kebanyakan ditujukan kepada negara-negara


mitra dagang utama seperti : Asia Timur terutama Singapura, Thailand, dan
Malaysia; Jepang; Uni Eropa dan Amerika Serikat. Selama beberapa peridoe
belakangan ini, tujuan ekspor Indonesia tidak banyak mengalami perubahan.
Hanya kontribusi individual produk ekspor ke negara-negara tersebut yang
mengalami perubahan komposisi. Kontribusi ekspor Indonesia ke negara tujuan
utama rata-rata mencapai 84,3 persen.

Tabel. 4 Negara Tujuan Ekspor Indonesia Terbesar

Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY Proporsi (%)


Negara (%)
Jan-Sep Jan-Sep Jan-Sep Jan-Sep Jan-Sep Jan-Sep Jan-Sep
14 15 16 15 16 15 16
Amerika 11.869,0 11.615,3 11.591,4 -2,1 -0,2 11,5 12,2
Serikat
Tiongkok 12.581,2 9.913,3 9.709,3 -21,2 -2,1 9,8 10,3

Jepang 10.714,2 9.903,5 9.529,5 -7,6 -3,8 9,8 10,1

India 9.033,3 8.857,8 6.942,9 -1,9 -21,6 8,8 7,3

Singapura 7.590,9 6.603,1 6.551,1 -13,0 -0,8 6,6 6,9

Total 51.788,6 46.893,0 44.324,2 -4,5 -7,5 46,5 46,8


Sumber : Kemendag.go.id

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa konsumen ekspor non-migas Indonesia yang
paling besar adalah Amerika Serikat dengan nilai sebesar USD 11.591,4 juta yang
diikuti oleh Tiongkok sebagai konsumen terbesar kedua ekspor non-migas
Indonesia dengan nilai sebesar USD 9.709,3 juta. Secara keseluruhan
perkembangan ekspor nonmigas ke 5 (lima) negara tujuan utama pada bulan
JanuariSeptember tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 7,5 persen (YoY).
India merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas yang mencatatkan
penurunan tertinggi yaitu sebesar 21,6 persen.

13
Data terbaru pertumbangan perdagangan luar negeri Indonesia periode Jan-Des
2018, menunjukkan :

Gambar. 2 Perkembangan Perdagangan Luar negeri

Sumber : kemendag.go.id

Gambar di atas menunjukkan bahwa ekspor maupun impor yang dilakukan


Indonesia pada Jan-Des 2018 memperlihatkan jika proporsi transaksi komoditas
Non-Migas jauh lebih besar dibandingkan dengan proporsi transaksi pada
komoditas Migas, yakni untuk komoditas non-migas USD 153,08 miliar
(ekspor) dan USD 158,82 miliar (impor), sedangkan untuk komoditas migas
USD 15,74 miliar (ekspor) dan USD 29,81 miliar (impor). Selain itu ekspor pada
periode ini meningkat 6,65 persen dibanding tahun sebelumnya, begitupun
dengan impor juga mengalami peningkatan 20,15 persen dari periode
sebelumnya. Neraca perdagangan pada periode Jan-Des 2018 mencatatkan
defisit sebesar USD 8,57 miliar.

2. Perkembangan Kegiatan Impor Indonesia

Setiap tahunnya kegiatan impor yang dilakukan oleh Indonesia terus mengalami
fluktuatif tergantung dari kebutuhan nasional yang diperlukan untuk
menggerakkan roda perekonomiannya, seperti untuk konsumsi maupun

14
produksi. Semakin meningkatnya berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh
Indonesia, sedangkan Indonesia belum mampu memproduksi maupun menuhi
kebutuhunnya sendiri mengharuskan Indonesia melakukan impor.

Tabel. 5 Neraca Perdagangan Total Indonesia


Jan-Jun*
TREND(%) Perub.(%)
NO Uraian 2014 2015 2016 2017 2018
2014-2018 2019/2018
2018 2019

I EKSPOR 175.980,0 150.366,3 145.186,2 168.828,2 180.012,7 1,62 87.855,6 80.324,3 -8,57

-MIGAS 30.018,8 18.574,4 13.105,5 15.744,3 17.171,7 -12,04 8.446,2 6.110,3 -27,66

- NON M I G
145.961,2 131.791,9 132.080,8 153.083,9 162.840,9 3,76 79.409,4 74.214,0 -6,54
AS

II IMPOR 178.178,8 142.694,8 135.652,9 156.985,6 188.711,2 2,13 89.051,6 82.258,2 -7,63

-MIGAS 43.459,9 24.613,2 18.739,3 24.316,0 29.868,4 -7,34 14.063,6 10.892,0 -22,55

- NON M I G
134.718,9 118.081,6 116.913,6 132.669,5 158.842,8 4,56 74.988,0 71.366,2 -4,83
AS

III Total 354.158,8 293.061,1 280.839,1 325.813,7 368.723,9 1,88 176.907,2 162.582,5 -8,10

-MIGAS 73.478,7 43.187,5 31.844,8 40.060,3 47.040,1 -9,22 22.509,8 17.002,3 -24,47

- NON M I G
280.680,1 249.873,5 248.994,3 285.753,4 321.683,8 4,15 154.397,4 145.580,2 -5,71
AS

IV NERACA -2.198,8 7.671,5 9.533,3 11.842,6 -8.698,6 -1.196,0 -1.933,9 -61,70

-MIGAS -13.441,1 -6.038,8 -5.633,9 -8.571,7 -12.696,7 -5.617,4 -4.781,7 14,88

- NON M I G
11.242,3 13.710,3 15.167,2 20.414,3 3.998,1 -15,38 4.421,4 2.847,8 -35,59
AS

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai impor Indonesia bergerak secara
fluktuatif. Dengan nilai impor tertinggi pada tahun 2018 dengan nilai USD
188.711,2 miliar sedangkan nilai impor terendah terjadi pada tahun 2016 dengan
nilai 156.985,6. Dan pertumbuhan impor rata-rata 2,13 persen.

Jika melihat perkembangan impor indonesia selama saat ini, terlihat bahwa telah
terjadi perubahan struktur secara sektoral, dimana permintaan impor migas
semakin mengecil sementara permintaan impor non-migas semakin besar.

Tabel. 6 Volume Impor Komoditas Migas dan Non-Migas

Komponen Impor 2013 2014 2015 2016 2017


Migas 45.266.4 43.459.9 24.613.2 18.739.8 24.316.2
Non-Migas 141.362.3 134.719.4 118.081.6 116.913,0 132.669,3
Total 186.628.7 178.179.3 142.694.8 135.652.8 156.985.5
Sumber : Badan Pusat Statistik

15
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa produk impor yang lebih banyak dibeli
oleh Indonesia merupakan produk Non-Migas, dengan nilai tertinggi pada tahun
2014 yang bernilai USD 134.719.4 juta sedangkan nilai impor yang paling
rendah terdapat pada tahun 2016 dengan nilai sebesar USD 116.913,0 juta.
Sedangkan impor Indonesia untuk sektor Migas tertinggi pada tahun 2013
dengan nilai sebesar USD 45.266.4 juta dan impor Migas terendah terjadi pada
tahun 2016 dengan nilai USD 18.739.8 juta.

Apabila dilihat berdasarkan jenis produk yang diimpor oleh Indonesia, maka
dapat dilihat dari kontribusi jenis-jenis barang yang diimpor terhadap impor
nasional. Berdasarkan kelompok Board Economic Category (BEC), maka
kelompok barang dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu barang konsumsi,
bahan baku/penolong dan barang modal. Pada jenis barang bahan
baku/penolong, dominasi impor lebih banyak dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan makanan dan minuman (bahan mentah) untuk keperluan industri.

Gambar. 3 Impor Indonesia pada Jenis Bahan Baku Penolong

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa besarnya dari tahun 2004 hingga
2012 terus meningkat, namun mengalami sedikit penurunan pada tahun 2013.
Rata-rata impor bahan kebutuhan makanan dan minuman (belum diolah) untuk

16
keperluan industri selama periode 2004- 2013 mencapai USD 2,96 miliar per
tahun. Selanjutnya impor terbesar kedua dan ketiga untuk jenis bahan
baku/penolong adalah suku cadang dan perlengkapan barang modal dan bahan
bakar dan pelumas (olahan) yang mencapai rata-rata USD 894,7 juta dan USD
828,6 juta per tahun. Sedangkan untuk jenis impor barang modal, sebagian besar
impor Indonesia digunakan untuk mengimpor barang modal kecuali alat
angkutan.

Gambar. 4 Impor Indonesia Pada Jenis Barang Modal

Sumber : Badan Pusat Statistik, Diolah

Dari gambar di atas terlihat bahwa Selama periode 2004-2013 impor barang jenis
ini pun cenderung terus meningkat nilainya. Rata-rata nilai impor barang modal
tersebut adalah USD 1,26 miliar per tahun. Jenis impor barang modal lainnya
adalah digunakan untuk membeli alat angkutan untuk industri dan mobil
penumpang. Nilai rata-rata kedua jenis barang tersebut adalah USD 411,5 juta
dan USD 58,0 juta per tahun.

Pada jenis barang konsumsi, produk-produk makanan dan minuman (olahan)


untuk rumah tangga lebih mendominasi impor barang konsumsi. Barang
konsumsi untuk konsumsi tidak tahan lama merupakan jenis barang impor
terbesar kedua yang mencapai rata-rata USD 101,7 juta per tahun.

17
Gambar. 5 Impor Indonesia Pada Jenis Barang Konsumsi

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Pada gambar diatas menerangkan bahwa kecenderungannya dari tahun 2012


mengalami penurunan, namun rata-rata nilai impornya masih cukup tinggi,
mencapai USD 164,8 juta per tahun selama periode 2004-2013. Pemenuhan
konsumsi untuk bahan bakar dan pelumas (olahan) lebih menempati impor
urutan ketiga untuk barang-barang konsumsi. Hingga Mei 2014, total impor
Indonesia mencapai sebesar USD 14,76 miliar. Impor bahan baku/penolong
memberikan peranan terbesar, yaitu 76,85 persen dengan nilai USD 11,34 miliar,
diikuti oleh impor barang modal sebesar 16,07 persen (USD 2,37 miliar), dan
impor barang konsumsi sebesar 7,08 persen (USD 1,04 miliar). Jika
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, maka selama Januari–Mei
2014 nilai impor barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal
mengalami penurunan masing-masing USD 59,4 juta (1,14 persen), USD 3,52
miliar (5,84 persen), dan sebesar USD 951,2 juta (7,20 persen).

Dibanding April 2014, volume impor Indonesia Mei 2014 turun 6,41 persen
(834,2 ribu ton). Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan volume non migas
sebesar 9,55 persen (862,3 ribu ton) meskipun volume impor migas sedikit
meningkat, yaitu 0,71 persen (28,1 ribu ton). Peningkatan volume impor migas
terutama disebabkan oleh naiknya volume impor minyak mentah sebesar 19,06

18
persen (244,9 ribu ton) Sebaliknya volume impor hasil minyak dan gas turun
masing-masing sebesar 7,29 persen (173,2 ribu ton) dan 13,76 persen (43,6 ribu
ton). Sementara itu volume impor Januari–Mei 2014 meningkat tipis sebesar
0,31 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini
dipicu oleh naiknya volume impor non migas sebesar 1,19 persen (461,9 ribu
ton), meskipun volume impor migas turun 1,42 persen (282,8 ribu ton). Rata-
rata harga agregat barang impor Indonesia secara total Mei 2014 mengalami
penurunan 3,01 persen terhadap April 2014. Penurunan tersebut disebabkan oleh
turunnya harga impor migas dan non migas masing-masing sebesar 0,32 persen
dan 2,76 persen. Demikian halnya jika dibandingkan dengan Mei 2013, maka
rata-rata harga agregat barang impor Indonesia turun 8,24 persen.

Produk-produk impor Indonesia kebanyakan berasal dari negara mitra dagang


utama pada kawasan Asia tenggara dan Amerika Serikat. Dengan impor terbesar
yang berasal dari negara Rep. Rakyat Tiongkok yang diikuti impor dari negara
Jepang, Thailand, Singapura, dan Amerika serikat.

C. Daya Saing Produk Ekspor Indonesia Terhadap Negara Lain

Perdagangan bebas menjadi peluang ekspor Indonesia ke mancanegara, dengan


kemudahan memasarkan produk ekspor kepada negara lain akan memberi
keuntungan berupa penambahan devisa bagi negara indonesia. Adanya lembaga-
lembaga yang mengatur kebijakan perdagangan internasional seperti GATT dan
WOT semakin memperluas peluang Indonesia untuk melakukan ekspor, karena
berbagai jenis hambatan di negara-negara anggota WTO telah dimininalkan.
Selain itu, keanekaragaran kekayaan sumber daya dan berlimpahnya tenaga
kerja yang dimiliki oleh Indonesia memperluas peluang ekspor yang lebih baik.

Di pasar global produk-produk ekspor yang dihasilkan oleh Indonesia harus


bersaing dengan berbagai produk dari negara lain. Untuk melihat secara jelas
bagaimana sebenarnya peta dan peluang ekspor Indonesia sangat tergantung
pada pola pola perdagangan Indonesia di pasar ekspor utama yaitu AS dan
Jepang, mengingat pangsa ekspor terbesar Indonesia ditujukan ke negara-negara
ini. Dipasar kedua negara ini, produk ekspor Indonesia harus bersaing dengan
negara lain seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan China. Indonesia

19
berkompetisi dengan China untuk sekitar 85 persendari nilai ekspor dalam
periode 1990-2000 dipasar Amerika Serikat. Untuk melihat lebih detail
komoditas Indonesia yang bersaing dengan negara-negara lain dipasar dunia
dapat di ukur dari Revealed Comparative Advantage (RCA) masing-masing
produk ekspor (Balassa, 1965). Perhitungan RCA ini menggunakan data yang
dikelompokkan dalam Standard Industri Trade Classification (SITC) 2 digit.
Semakin tinggi RCA komoditas, maka semakin tangguh daya saing produk
tersebut, sehingga disarankan untuk terus dikembangkan dengan melakukan
spesialisasi pada komoditas tersebut.

Berdasarkan perhitungan RCA pada produk-produk ekspornya, Indonesia


memiliki keunggulan atas produk-produk pertanian dan berbasis sumber daya
alam terutama karet, batu bara, gas, minyak kelapa sawit (CPO), kayu, kopi,
ikan, bubur kertas, dan beberapa produk lainnya. Untuk komoditas di atas
Indonesia bersaing ketat dengan Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Sementara
itu untuk produk yang mengandalkan Labor intensive seperti furnitur, tekstil,
garmen, sepatu dan alat telekomunikasi, Indonesia harus menghadapi persaingan
ketat dari China, Thailand, Malaysia, dan Vietnam.

Di sektor industri, Indonesia sangat bergantung pada Labor intensive. Sementara


itu Malaysia dan Philipina lebih berkonsentrasi pada produk industri yang
berteknologi menengah seperti komponen komputer, dan barang-barang
elektronik. Meski Malaysia memiliki RCA yang tinggi untuk CPO, karet dan
produksi tambang namun kontribusi komoditas ini kecil terhadap total
ekspornya. Thailand meski bergantung pada produk yang berasal dari pertanian,
namun keunggulannya disektor manufaktur cukup tangguh dan bersaing dengan
China. Sementara itu China sangat jelas konsentrasi produk ekspornya pada
sektor industri yang berada di antara SITC 7 dan 8 untuk produksi seperti alat
komunikasi, mesin elektronik, mesin knator, peralatan photografi dan metal. Di
samping itu, China memiliki keunggulan di sektor yang mengandalkan padat
karyaseperti tekstil, alas kaki, garmen, barang-barang travel, dan mainan.

20
Untuk produk-produk yang mengandalkan tenaga kerja, Indonesia harus
bersaing dengan China. Kontribusi produk industri berteknologi tinggi maupun
rendah sangat signifikan terhadap total ekspor China.

Pasar utama ekspor China sama dengan Indonesia yaitu AS dan Jepang. China
memasarkan produk ekspornya rata-rata mencapai 20 % ke AS dan 17 % ke
Jepang. Sedangkan Indonesia memasarkan masing-masing 14 % ke AS dan 15
% ke Jepang. Namun demikian bargaining power China lebih besar daripada
Indonesia, mengingat barang ekspor China memiliki pangsa 12 % di AS
sementara Indonesia hanya 0,73 %.

Dari segi jenis produk ekspor adanya kesamaan jenis produk yang diekspor oleh
China dan Indonesia ke AS seperti: berbagai produk manufaktur, teksti, alas
kaki, dan pakain jadi kepasar yang sama, mengindikasikan makin beratnya
tingkat persaingan yang dihadapi Indonesia. Di pasar global produk unggulan
ekspor Indonesia untuk yang berbasis sumber daya alam harus bersaing dengan
Thailand, Vietnam dan Malaysia. Sementara itu untuk produk industri yang
berbasis teknologi rendah dan lebih mengandalkan tenaga kerja harus bersaing
dengan China, Thailand dan Vietnam.

Berdasarkan uraian diatas sudah sangat jelas bahwa komoditas andalan ekspor
Indonesia berbasis pada sumber daya alam atau produk primer yang bernilai
tambah rendah.

1. Crude Palm Oil (CPO)

Di pasar dunia, produk CPO Indonesia menghadapi saingan utama dari


Malaysia, meski demikian Malaysia masih mengimpor CPO dari Indonesia
unruk memenuhi volume ekspornya ke negara lain atau di ekspor.

Hal ini dilakukan karena lahan kelapa sawit di Malaysia terbatas dan tahun
2019 Malaysia berkeinginan untuk tetap menjadi produsen CPO nomor 1 di
dunia. Secara bersama-sama, Indonesia dan Malaysia merupakan produsen
utama CPO dunia dengan penguasaan pasar lebih dari 80 %.

21
Gambar. 6 Negara Produksi CPO (2003)

produksi
10%

52% 38%

Lainya Indonesia Malaysia

Pada gambar diatas terlihat bahwa Malaysia pada tahun 2003 menempati
peringkat teratas dengan 52 % dari total produksi CPO dunia. Sementara
Indonesia menduduki peringkat kedua dengan total produksi sebesar 38 %
dari total produksi CPO dunia. Pada tahun2005, CPO Indonesia mencapai
15,2 juta ton. Kinerja ekspor Malaysia yang lebih baik dari Indonesia
disebabkan karena pemerintah Malaysia mendukung ekspor CPO dengan
membebaskan secara penuh pajak terhadap komoditi CPO. Walaupun nilai
ekspor Malaysia masih menunjukkan peningkatan, namun percepatan
peningkatan ekspornya kalah dengan indonesia. Ini disebabkan karena dari
sisi suplai Indonesia masih mempunyai keunggulan komparatif yaitu areal
lahan yang potensial juga didukung oleh sumber daya manusia yang murah
serta subsidi pupuk.

2. Batu Bara

Volume ekspor batubara Indonesia menunjukkan angka 366.970,400 ton


pada tahun 2015. Harga batubara sejak tahun 2003 cenderung meningkat,
disebabkan tingginya permintaan batubara terutama dari negara-negara Asia
Pasifik. Disamping itu, adanya kebijakan China untuk mengurangi ekspor
batubara mulai tahun 2004 juga berdampak pada kenaikan harga batubara
dunia.

Ekspor batubara mengalami persaingan yang cukup ketat dari negara seperti
China. Tingkat produksi batubara China mencapai sekitar 1 miliar ton
pertahun dengan kualitas relatif sama dengan batubara yang dihasilkan

22
perusahaan batubara di Indonesia. Selain China negara pesaing lain adalah
Australia, Rusia, dan Amerika Serikat.

Ekspor batubara selama ini telah berhasil menembus berbagai negara,


khususnya dikawasan asia seperti Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong,
Malaysia, Thailand dan Filipina. Diluar kawasan tersebut, ekspor batubara
juga berhasil menembus bpasar ekspor ke beberapa negara Eropa.

Gambar. 7 Negara Tujuan Ekspor Batubara

4.826,5 Tahun 2015 32.509,0


3.106,0 9.994,3 9.833,2
82,5 34.015,7
731,7
124.481,5 24.393,4

16.567,5 72.740,8
15.823,2 17.865,1
Jepang Hongkong Korea Selatan Taiwan
Tiongkok1) Thailand Pilipina Malaysia
India Amerika Serikat Belanda Italia
Spanyol Lainnya

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Dari gambar diatas terlihat bahwa negara tujuan ekspor batubra Indonesia
terbesar adalah negara India dengan total 124.481.500 ton dan di ikuti oleh
Tiongkok dengan total 72.740.800 ton, yang disusul oleh negara Jepang
dengan total mencapai 32.509.000 ton.

3. Kayu

Ekspor produksi kayu Indonesia terutama adalah kayu lapis, tripleks, dan
barang-barang kayu. Nilai ekspor produk kayu pada tahun 2002 senilai USD
3,2 miliar dan pada tahun 2004 menjadi USD 2,4 miliar atau turun 25 %.
Namun demikian, ekspor sejak tahun 2004 sampai dengan November 2005
mulai menunjukan peningkatan meskipun lebih rendah dibandingkan tahun
2000. Ada pun pangsa produksi kayu terhadap total ekspor non-miga
mencapai 4,3 % pada tahun 2004.

23
Ekspor produk kayu Indonesia terutama ditujukan ke Jepang dan AS yang
mencapai 47 % dari total ekspor produk kayu. Selebihnya di ekspor ke China,
Taiwan, Korsel, dll

Gambar. 8 Sebagian Negara Tujuan Ekspor Kayu Lapis

26,3 Tahun 2015


33,4 34,6
191,6
15,2
546,8
197,9
16,2
194,6
697,4 154,1

Jepang Hongkong Korea Selatan Taiwan


Tiongkok1) Arab Saudi Kuwait Yordania
Uni Emirat Arab Australia Amerika Serikat

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Dari gambar di atas terlihat bahwa pada tahun 2015 ekspor kayu terbesar
Indonesia berasal dari negara Jepang dengan nilai mencapai 697,4 ribu ton
dan disusul pada urutan kedua oleh negara Tiongkok dengan nilai sebesar
546,8 ribu ton, sedangkan pada peringkat ketiga di duduki oleh negara Arab
Saudi dengan nilai sebesar 197,9 ribu ton.

Produk kayu Indonesia, di pasar internasional menghadapi persaingan yang


ketat. Untuk produksi kayu lapis dan tripleks (SITC 635) pada tahun 2004
Indonesia bersaing dengan China, Malaysia, Jerman, Polandia dan beberapa
negara Eropa lainnya.

4. Pulp dan Paper

Pertumbuhan penggunaan kertas dunia saat ini mencapai 2 %- 3 % per tahun.


Produk pulp dan kertas nasional termasuk industri yang memiliki daya saing
kuat di pasar global. Hal tersebut dikarenakan bahan baku berupa kayu
banyak tersedia di Tanah Air. Selain itu, industri ini juga didukung mesin dan

24
peralatan yang mutakhir. Berdasarkan kinerja ekspornya, industri kertas
berhasil menduduki peringkat pertama dan industri pulp peringkat ketiga
untuk ekspor produk kehutanan selama tahun 2011-2017. Pada 2017 kedua
industri tersebut menyumbang devisa negara sebesar USD5,8 miliar yang
berasal dari kegiatan ekspor pulp senilai USD2,2 miliar.

Ekspor Pulp dan Paper Indonesia ditujukan terutama ke China, Jepang,


Australia, Kores Selatan, dan beberapa negara Asia lainnya.

Gambar. 9 Negara Tujuan Ekspor Pulp dan Paper

Tahun 2015
30,4
137,0
213,8
420,3 109,5

2.257,3 336,4
331,5
283,6

64,7
124,8

Jepang Hongkong Taiwan Tiongkok1)


Singapura Malaysia Vietnam Iran
Australia Amerika Serikat Lainnya

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Dari gambar diatas terlihat bahwa negara tujuan ekspor pulp dan paper
terbesar Indonesia adalah negara Jepang dengan nilai sebesar 2.257,3 ribu
yang disusul oleh negara Singapura sebagai tujuan ekspor terbesar kedua dan
pada peringkat ketiga di duduki oleh negara Malaysia dengan nilai sebesar
336,4 ribu ton.

Sejak lama, industri pulp dan paper dunia dikuasai negara-negara Norscan
(North America) dan Skandinavia (Finlandia, Swedia, Norwegia). Namun
saat ini peta pusat pertumbuhan industri pulp dan paper peranannya mulai
bergeser ke Amerika Selatan dan Asia. Di Asia negara produsen utama selain
Indonesia adalah China, Jepang dan Korea Selatan.

25
5. Tekstil dan Produk Tekstil

Ekspor TPT pada periode Jan-Nov 2005 tumbuh 7,8 % dibanding periode
yang sama pada periode sebelumya. Pada tahun 2004, komposisi ekspor TPT
sebagian besar dari kelompok SITC 84, yaitu garmen yang mencapai 57
%dari total ekspor TPT, kemudian diikitu oleh ekspor benang dan kain (SITC
65) dan serat (SITC 26).

Pasar utama TPT Indonesia adalah Amerika Serikat (32 %), selebihnya ke
negara Jepang dan UE. Persaingan industri TPT di pasar internasional sangat
ketat terutama dengan sesama negara berkembang. Untuk jenis komoditas
serat (SITC 26) dan kain (SITC 65) pada tahun 2004 ekspor Indonesia
masing-masing menempati peringkat 28 dan 17 dunia. Namun untuk masuk
garmen (SITC 84), Indonesia masih masuk dalam 15 besar dunia.

Uraian diatas merupakan penjelasan singkat mengenai daya saing produk


unggulan ekspor yang dimiliki oleh Indonesia. Pada tahun 2019 peringkat daya
saing Indonesia naik dua peringkat ke peringkat 45 dari 140 negara. Peringkat
ini dapat dikatakan cukup menggembirakan. Sebab, pemerintahan Presiden Joko
Widodo melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan peringkat daya saing
Indonesia, antara lain dengan pembangunan infrastruktur dan perbaikan
kemudahan berusaha alias ease of doing business. Indonesia jelas kalah jauh
dibandingkan Singapura, yang berada pada peringkat pertama dalam indeks daya
saing global. Negara tetangga tersebut mencatat skor sangat baik untuk beberapa
pilar, antara lain institusi (skor 80,7), infrastruktur (95,7), stabilitas
makroekonomi (92,6), sistem keuangan (89,3), dan kesehatan (100). Selain itu,
dua negara tetangga Indonesia lainnya juga berada pada peringkat daya saing
yang lebih unggul. Malaysia berada pada peringkat 25, sementara Thailand
berada pada peringkat 38. Malaysia pun mencatat skor sangat baik dalam
sejumlah pilar, yakni stabilitas makroekonomi (100) dan sistem keuangan (84,1).
Selain itu, Negeri Jiran tersebut pun mencatat skor sangat baik dalam pilar
kesehatan (82,6). Adapun Thailand mencatat skor sangat baik dalam pilar
stabilitas makroekonomi (89,9). Thailand juga unggul dalam pilar sistem
keuangan (84,2) dan kesehatan (87,3). Di sisi lain, Indonesia hanya unggul dari

26
ketiga negara tersebut dalam satu pilar, yakni pangsa pasar dengan skor 81,6 atau
peringkat 8 global. Ini wajar saja terjadi, mengingat penduduk Indonesia yang
mencapai 262 juta jiwa. Indonesia juga mencatat skor yang cukup baik dalam
pilar stabilitas makroekonomi, yakni 89,7. Dalam pilar ini, Indonesia berada
pada peringkat 51 dunia. Dari temuan-temuan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki
daya saingnya di tataran regional maupun global. Tentu saja ini bukan hanya
pekerjaan pemerintah, namun juga pihak-pihak lain yang terkait, termasuk
masyarakatnyasendiri.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai aktivitas


perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk
negara lain atas dasar kesepakatan. Dalam perkembangannya perdagangan
internasional memiliki berbagai macam teori yang menandakan bahwa
proses perdagangan internasional mengalami perubahan.

2. Pertumbuhan kegiatan Ekspor-Impor Indonesia setiap tahunnya selalu


mengalami pasang surut yang tidak menentu, hal ini disebabkan oleh
berbagai faktor yang terjadi. Baik faktor dalam maupun faktor luar negeri
akan sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan kegiatan ekspor-impor
Indonesia.

3. Daya saing produk ekspor unggulan Indonesia di pasar global memiliki


potensi yang luar biasa untuk menghasilkan devisa bagi Indonesia. Dengan
pengelolaan yang baik terhadap produk ekspor unggulannya, Indonesia
dapat menikmati keuntungan komparatif pada produk ekspor secara
maksimal. Namun perlu diperhatikan bahwa setiap keuntungan pasti ada
juga hambatan dari berbagai negara yang memiliki produk yang sama.

28
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Sjamsul. Dian, Ediana Rae. Charles P., R. Joseph. 2007. KERJA SAMA
PERDAGANGAN INTERNASIONAL : Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Hamid, Edy Suandi. 2005. EKONOMI INDONESIA dari SENTRALISASI ke
DESENTRALISASI. Yogyakarta: UII Press.
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2014. “KAJIAN PENYUSUNAN
TARGET EKSPOR IMPOR INDONESIA 2015-2019”. Jakarta: Kementrian
Perdagangan Republik Indonesia.
Mahyus, Ekananda. 2014. EKONOMI INTERNASIONAL. Jakarta: PT Erlangga.

29
LAMPIRAN

Study Kasus

Daya Saing Indonesia Naik, Produk Industri Semakin Kompetitif

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai peningkatan daya saing


Indonesia di kancah global menunjukkan bahwa produk-produk industri nasional
semakin kompetitif baik di pasar domestik maupun ekspor. Capaian ini tidak
terlepas peran dari manufaktur dalam negeri yang memanfaatkan teknologi digital
terkini serta aktif melakukan kegiatan riset untuk menciptakan inovasi.

“Guna mendongkrak daya saing Indonesia dan memperoleh manfaat dari perubahan
sistem global di era Industry 4.0 saat ini, hal penting yang harus dibangun adalah
penguatan inovasi di sektor industri,” kata Menperin menanggapi laporan World
Economic Forum (WEF) terkait Global Competitiveness Index 2017-2018 di
Jakarta, Sabtu (30/9).

Laporan tersebut, memperlihatkan daya saing Indonesia secara global tahun ini
berada pada posisi ke-36 dari 137 negara atau naik lima peringkat dibandingkan
tahun sebelumnya yang menduduki posisi ke-41. Sedangkan, tahun 2013 posisi ke-
38 dari 148 negara, tahun 2014 posisi ke-34 dari 144 negara, dan tahun 2015 posisi
ke-37 dari 140 negara.

Hasil publikasi tahun ini juga menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat
ke-31 dalam inovasi dan ke-32 untuk kecanggihan bisnis. Bahkan, Indonesia dinilai
sebagai salah satu inovator teratas di antara negara berkembang, bersama dengan
China dan India . “Di dalam global value chain, nilai tambah terbesar produk
industri dihasilkan pada proses R&D dan purna jual, kemudian diikuti proses
branding, pemasaran, desain, dan distribusi,” ungkap Airlangga.

Kemenperin mencatat, keunggulan yang telah dicapai Indonesia antara lain sebagai
eksportir pakaian jadi terbesar ke-14 di dunia dan ke-3 di ASEAN dengan nilai
ekspor mencapai USD7,1 miliar pada tahun 2016. Kemudian, untuk produk alas

30
kaki, Indonesia berada pada peringkat ke-6 di dunia dengan market share sebesar
3,6 persen dan nilai ekspor mencapai USD4,5 miliar.

“Perhiasan juga menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia karena mampu
memberikan kontribusi senilai USD4,1 miliar terhadap devisa negara. Bahkan, nilai
ekspor untuk produk kerajinan mencapai USD173 juta,” sebut Menperin.

Menteri Airlangga juga telah mengajak agar industri nasional baik skala besar
maupun sektor IKM dapat memanfaatkan perkembangan teknologi digital terkini
dalam upaya kesiapan menghadapi era Industry 4.0. Sistem ini berpeluang
membangun produksi manufaktur yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Bahkan,
menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12-15 persen.

Sumber : https://kemenperin.go.id/artikel/18210/Daya-Saing-Indonesia-Naik,-
Produk-Industri-Semakin-Kompetitif-

Analisis

Dari studi kasus diatas kita dapat menyimpulkan bahwa daya saing produk ekspor
Indonesia pada saat ini mengalami kenaikan. Hal ini di buktikan dengan laporang
yang memperlihatkan bahwa daya saing Indonesia secara global tahun ini berada
pada posisi ke-36 dari 137 negara atau naik lima peringkat dibandingkan tahun
sebelumnya yang menduduki posisi ke-41. Sedangkan, tahun 2013 posisi ke-38 dari
148 negara, tahun 2014 posisi ke-34 dari 144 negara, dan tahun 2015 posisi ke-37
dari 140 negara.

Hasil publikasi tahun ini juga menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat
ke-31 dalam inovasi dan ke-32 untuk kecanggihan bisnis. Bahkan, Indonesia dinilai
sebagai salah satu inovator teratas di antara negara berkembang, bersama dengan
China dan India .

Kenaikan daya saing Indonesia yang terjadi pada saat di tidak terlepas dari
kebijakn-kebijakan yang diambil oleh perintah guna meningkatkan martabat
Indonesia di kancah dunia. Pemerintah melalui kebijakannya berusaha untuk untuk
meningkatkan daya saing Indonesia dengan cara :

31
1. Pengembangan SDM

Menteri Airlangga menyampaikan, Indonesia saat ini tengah melakukan perbaikan


di berbagai bidang, termasuk dalam peningkatan kompetensi sumber daya manusia
(SDM). Untuk itu, pihaknya telah mengajak generasi muda Indonesia untuk melek
teknologi agar menjadi pebisnis startup digital. Langkah ini sejalan dengan
program pemerintah menumbuhkan industri kreatif dan mendukung gerakan
nasional dalam menciptakan 1.000 startup digital.

Beberapa faktor yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan daya saing Indonesia di
antaranya kesiapan teknologi. WEF menyoroti kesiapan teknologi di Indonesia
yang masih perlu ditingkatkan.

2. Pasar Potensial

Menperin menambahkan, Indonesia bersama dengan China dan India memiliki


pasar potensial yang sedang tumbuh pesat dan dapat menjadi pusat inovasi untuk
mengimbangi perekonomian negara.

Indonesia diakui sangat potensial, yang merupakan ukuran pasar terbesar dengan
peringkat ke-9. Untuk itu, perlu membangun kemampuan ekonomi untuk
mengoptimalkan pasar tersebut. Dalam hal ini, Indonesia memiliki peluang besar
dalam pengembangan ekonomi digital karena dari jumlah penduduk yang mencapai
250 juta jiwa, sekitar 93,4 juta orang di antaranya adalah pengguna internet.

Pemerintah melalui Menperin telah mengajak kepada para pelaku usaha nasional
khususnya sektor industri kecil dan menengah (IKM) untuk memperluas akses
pasar dan meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan teknologi digital.

32

Anda mungkin juga menyukai