INDONESIA
Makalah
Perekonomian Indonesia
Disusun Oleh:
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mereka kalah saing dengan produk luar negeri di negaranya sendiri, tak
terkecuali untuk Indonesia. Kinerja ekspor Indonesia sangat dipengaruhi oleh
daya saing produk Indonesia secara relatif terhadap produk negara lain.
Seharusnya Indonesia dapat meningkatkan ekspornya dengan adanya
perdagangan internasional. Namun yang terjadi malah sebaliknya, tingkat ekspor
Indonesia selalu mengalami penerunan selama beberapa tahun terakhir.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
• Adanya perbedaan kemampuan perbedaan penguasaan keterampilan
penguasaan keterampilan, IPTEK dalam mengelola sumber daya
ekonomi.
• Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri yang dapat
diberikan dan ditawarkan oleh negara lain.
4
Dampak Positif Perdagangan Internasional adalah mempererat persahabatan
antarnegara, menambah kemakmuran negara, menambah kesempatan kerja,
mendorong kemajuan iptek, sumber pemasukan kas negara,menciptakan
efisiensi dan spesialisasi, memungkinkan konsumsi yang lebih luas bagi
penduduk, memperoleh devisa, memperluas kesempatan kerja, menstabilkan
harga, meningkatkan kualitas produk, meningkatkan kualitas konsumsi,
mempercepat alih teknologi, memperluas pangsa pasar.
Teori ini berkembang luas dengan mengajarkan bahwa faktor kekayaan harus
diperoleh dan meningkatkan kebutuhan akan pasar. Teori ini pun mendorong
terjadinya banyak peperangan dikalangan negara eropa dan memulai era
imperalisme Eropa ke berbagai negara di belahan dunia lain.
5
(c) Comparative Advantage
Teori ini diperkenalkan oleh David Ricargo, berbeda dengan teori keunggulan
absolut yang mengutamakan keunggulan absolut dalam memproduksi sesuatu
tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain. Teori
ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walaupun suatu
negara tidak mempunyai keunggulan absolut, asalkan harga komparatif di kedua
negara berbeda.
Teori ini menyatakan bahwa biaya dari satu komoditi adalah jumlah komoditi
kedua yang harus dikorbankan agar memperoleh faktor-faktor produksi untuk
menghasilkan satu unit tambahan dari komoditas pertama. Menurut teori ini,
suatau negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional apabila
melakukan spesialisasi produk dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif
lebih efisien serta mengimpor barang dimana negar tersebut berproduksi relatif
kurang/tidak efisien.
Teori modern yang berkembang setelah teori klasik salah satunta adalah Teori
Heckscher-Ohlin (H-O). Teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional
terjadi karena opportunity cost yang berbeda diantara kedua negara tersebut.
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) sering disebut dengan teori proporsi dan intensitas
faktor produksi, yang menyatakan bahwa penyebab perbedaan produktivitas
karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh masing-
masing negara. Yang selanjutnya faktor produksi menyebabkan terjadinya
perbedaan harga barang yang dihasilkan.
6
(b) Teori Stolper-Samuelson
7
agresif, kualitas dan mutu yang baik dari barang yang diproduksi, pelayanan
teknikal yang baik, tenaga kerja yang terampil, etos kerja, kreativitas serta
motivasi yang tinggi, skala ekonomis, inovasi, diferensial produk, modal, sarana
dan prasarana serta manajemen yang baik dan proses produksi yang dilakukan
dengan juts-in-time.
Di era globalisasi yang sedang terjadi saat ini, kegiatan ekspor-impor merupakan
kegiatan yang tidak dapat di hindari oleh setiap negara yang ada di dunia ini tak
terkecuali untuk Indonesia. Kegiatan ekspor-impor merupakan salah satu
indikator yang menunjukkan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Adanya
kegiatan ekspor-impor menunjukkan bahwa setiap negara mempunyai
spesialisasi tersendiri yang tidak dimiliki oleh negara lain yang dapat
dimanfaatkan sebagai keuntungan komparatif tiap negara.
8
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki berbagai jenis
keanekaragaman sumber daya yang melimpah dapat dijadikan sebagai
keuntungan tersendiri dalam perdagangan internasional kususnya dalam
kegiatan ekspor. Umumnya, barang-barang yang diekspor oleh Indonesia terdiri
atas dua macam, yaitu minyak bumi dan gas alam (migas) dan selain minyak
bumi dan gas alam (non-migas). Barang-barang yang termasuk migas di
antaranya minyak tanah, bensin, solar, elpiji. Adapun barang-barang yang
termasuk non-migas adalah hasil industri, pertanian, pertambangan, dan hasil
non-migas lainnya.
Sumber : Kemenperin.go.id
Perkembangan nilai ekspor Indonesia setiap tahun mengalami pasang surut yang
tidak menentu. Berbagai peristiwa yanga terjadi baik dalam dan luar negeri akan
mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia tiap tahunnya.
9
Jika melihat perkembangan ekspor indonesia selama dua dekade, terlihat bahwa
telah terjadi perubahan struktur secara sektoral, dimana peranan ekspor migas
semakin mengecil sementara peranan ekspor non-migas semakin besar.
Dari tabel ditas dapat dilihat bahwa ekspor sektor non-migas memiliki pangsa
pasar dan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan ekspor pada sektor
migas, hal ini dikarenakan semakin besarnya perkembangan pembangunan
sektor industri dari tahun ke tahun. Lebih dari 70 persen ekspor non-migas
didominasi oleh ekspor hasil industri. Meskipun demikian dapat dilihat bahwa
pertumbuhan ekspor migas maupun non-migas Indonesia secara keseluruhan
mengalami kenaikan meskipun sempat juga mengalami penerunan.
10
Hasil minyak 2,878,75 3,547,00 2,262,33 3,967,28 4,776,85 4,163,37 4,299,13
Dari tabel diatas terlihat bahwa secara keseluruhan pertumbuhan ekspor migas
tumbuh dengan rata-rata sebesar 11,65 persen. Dengan pertumbuhan tebesar
terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 47,43 persen dengan nilai ekspor mencapai
USD 28,04 miliar, dan terjadi penerunan ekspor terbesar terjadi pada tahun 2009
dimana ekspor migas Indonesia turun sebesar 34,70 persen (19,02 miliar).
Sedangkan jika dilihat berdasarkan komoditas yang diperdagangkan, komoditas
gas merupakan penyumbang signifikan terhadap peningkatan ekspor migas.
Tercatat bahwa selama 7 tahun terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata
sebesar 16,35 persen. Dengan pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2011
yaitu mencapai 67,32 persen dengan nilai nilai sebesar 22,87 persen. Namun
pada tahun 2012-2013 ekspor gas terus mengalami penurunan yang semakin
besar. Sedangkan untuk pertumbuhan ekspor komoditas minyak mentah
mengalami kenaikan yang tidak terlalu signifikan yakni sebesar 5,91 persen.
Dengan pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2010 sebesar 33,02 persen,
sedangkan untuk nilai ekspor terbesar terjadi pada tahun 2011 dengan nilai
mencapai USD 13,82 miliar. Dan pada tahun 2012 dan 2013 ekspor minyak
mentah terus mengalami penurunan yang semakin lebar.
11
persen dan disusul oleh sub sektor non-migas lainnya sebesar 12,56 persen.
Sementara untuk rata-rata pertumbuhan ekspor sub-sektor pertanian dan indistri
hanya mencapai masing-masing sebesar 8,14 persen dan 8,20 persen.
12
pertanian pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2008 yakni sebesar 25,34
persen dan mengalami penurunan yang sangat tajam pada tahun 2009.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa konsumen ekspor non-migas Indonesia yang
paling besar adalah Amerika Serikat dengan nilai sebesar USD 11.591,4 juta yang
diikuti oleh Tiongkok sebagai konsumen terbesar kedua ekspor non-migas
Indonesia dengan nilai sebesar USD 9.709,3 juta. Secara keseluruhan
perkembangan ekspor nonmigas ke 5 (lima) negara tujuan utama pada bulan
JanuariSeptember tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 7,5 persen (YoY).
India merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas yang mencatatkan
penurunan tertinggi yaitu sebesar 21,6 persen.
13
Data terbaru pertumbangan perdagangan luar negeri Indonesia periode Jan-Des
2018, menunjukkan :
Sumber : kemendag.go.id
Setiap tahunnya kegiatan impor yang dilakukan oleh Indonesia terus mengalami
fluktuatif tergantung dari kebutuhan nasional yang diperlukan untuk
menggerakkan roda perekonomiannya, seperti untuk konsumsi maupun
14
produksi. Semakin meningkatnya berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh
Indonesia, sedangkan Indonesia belum mampu memproduksi maupun menuhi
kebutuhunnya sendiri mengharuskan Indonesia melakukan impor.
I EKSPOR 175.980,0 150.366,3 145.186,2 168.828,2 180.012,7 1,62 87.855,6 80.324,3 -8,57
-MIGAS 30.018,8 18.574,4 13.105,5 15.744,3 17.171,7 -12,04 8.446,2 6.110,3 -27,66
- NON M I G
145.961,2 131.791,9 132.080,8 153.083,9 162.840,9 3,76 79.409,4 74.214,0 -6,54
AS
II IMPOR 178.178,8 142.694,8 135.652,9 156.985,6 188.711,2 2,13 89.051,6 82.258,2 -7,63
-MIGAS 43.459,9 24.613,2 18.739,3 24.316,0 29.868,4 -7,34 14.063,6 10.892,0 -22,55
- NON M I G
134.718,9 118.081,6 116.913,6 132.669,5 158.842,8 4,56 74.988,0 71.366,2 -4,83
AS
III Total 354.158,8 293.061,1 280.839,1 325.813,7 368.723,9 1,88 176.907,2 162.582,5 -8,10
-MIGAS 73.478,7 43.187,5 31.844,8 40.060,3 47.040,1 -9,22 22.509,8 17.002,3 -24,47
- NON M I G
280.680,1 249.873,5 248.994,3 285.753,4 321.683,8 4,15 154.397,4 145.580,2 -5,71
AS
- NON M I G
11.242,3 13.710,3 15.167,2 20.414,3 3.998,1 -15,38 4.421,4 2.847,8 -35,59
AS
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai impor Indonesia bergerak secara
fluktuatif. Dengan nilai impor tertinggi pada tahun 2018 dengan nilai USD
188.711,2 miliar sedangkan nilai impor terendah terjadi pada tahun 2016 dengan
nilai 156.985,6. Dan pertumbuhan impor rata-rata 2,13 persen.
Jika melihat perkembangan impor indonesia selama saat ini, terlihat bahwa telah
terjadi perubahan struktur secara sektoral, dimana permintaan impor migas
semakin mengecil sementara permintaan impor non-migas semakin besar.
15
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa produk impor yang lebih banyak dibeli
oleh Indonesia merupakan produk Non-Migas, dengan nilai tertinggi pada tahun
2014 yang bernilai USD 134.719.4 juta sedangkan nilai impor yang paling
rendah terdapat pada tahun 2016 dengan nilai sebesar USD 116.913,0 juta.
Sedangkan impor Indonesia untuk sektor Migas tertinggi pada tahun 2013
dengan nilai sebesar USD 45.266.4 juta dan impor Migas terendah terjadi pada
tahun 2016 dengan nilai USD 18.739.8 juta.
Apabila dilihat berdasarkan jenis produk yang diimpor oleh Indonesia, maka
dapat dilihat dari kontribusi jenis-jenis barang yang diimpor terhadap impor
nasional. Berdasarkan kelompok Board Economic Category (BEC), maka
kelompok barang dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu barang konsumsi,
bahan baku/penolong dan barang modal. Pada jenis barang bahan
baku/penolong, dominasi impor lebih banyak dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan makanan dan minuman (bahan mentah) untuk keperluan industri.
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa besarnya dari tahun 2004 hingga
2012 terus meningkat, namun mengalami sedikit penurunan pada tahun 2013.
Rata-rata impor bahan kebutuhan makanan dan minuman (belum diolah) untuk
16
keperluan industri selama periode 2004- 2013 mencapai USD 2,96 miliar per
tahun. Selanjutnya impor terbesar kedua dan ketiga untuk jenis bahan
baku/penolong adalah suku cadang dan perlengkapan barang modal dan bahan
bakar dan pelumas (olahan) yang mencapai rata-rata USD 894,7 juta dan USD
828,6 juta per tahun. Sedangkan untuk jenis impor barang modal, sebagian besar
impor Indonesia digunakan untuk mengimpor barang modal kecuali alat
angkutan.
Dari gambar di atas terlihat bahwa Selama periode 2004-2013 impor barang jenis
ini pun cenderung terus meningkat nilainya. Rata-rata nilai impor barang modal
tersebut adalah USD 1,26 miliar per tahun. Jenis impor barang modal lainnya
adalah digunakan untuk membeli alat angkutan untuk industri dan mobil
penumpang. Nilai rata-rata kedua jenis barang tersebut adalah USD 411,5 juta
dan USD 58,0 juta per tahun.
17
Gambar. 5 Impor Indonesia Pada Jenis Barang Konsumsi
Dibanding April 2014, volume impor Indonesia Mei 2014 turun 6,41 persen
(834,2 ribu ton). Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan volume non migas
sebesar 9,55 persen (862,3 ribu ton) meskipun volume impor migas sedikit
meningkat, yaitu 0,71 persen (28,1 ribu ton). Peningkatan volume impor migas
terutama disebabkan oleh naiknya volume impor minyak mentah sebesar 19,06
18
persen (244,9 ribu ton) Sebaliknya volume impor hasil minyak dan gas turun
masing-masing sebesar 7,29 persen (173,2 ribu ton) dan 13,76 persen (43,6 ribu
ton). Sementara itu volume impor Januari–Mei 2014 meningkat tipis sebesar
0,31 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini
dipicu oleh naiknya volume impor non migas sebesar 1,19 persen (461,9 ribu
ton), meskipun volume impor migas turun 1,42 persen (282,8 ribu ton). Rata-
rata harga agregat barang impor Indonesia secara total Mei 2014 mengalami
penurunan 3,01 persen terhadap April 2014. Penurunan tersebut disebabkan oleh
turunnya harga impor migas dan non migas masing-masing sebesar 0,32 persen
dan 2,76 persen. Demikian halnya jika dibandingkan dengan Mei 2013, maka
rata-rata harga agregat barang impor Indonesia turun 8,24 persen.
19
berkompetisi dengan China untuk sekitar 85 persendari nilai ekspor dalam
periode 1990-2000 dipasar Amerika Serikat. Untuk melihat lebih detail
komoditas Indonesia yang bersaing dengan negara-negara lain dipasar dunia
dapat di ukur dari Revealed Comparative Advantage (RCA) masing-masing
produk ekspor (Balassa, 1965). Perhitungan RCA ini menggunakan data yang
dikelompokkan dalam Standard Industri Trade Classification (SITC) 2 digit.
Semakin tinggi RCA komoditas, maka semakin tangguh daya saing produk
tersebut, sehingga disarankan untuk terus dikembangkan dengan melakukan
spesialisasi pada komoditas tersebut.
20
Untuk produk-produk yang mengandalkan tenaga kerja, Indonesia harus
bersaing dengan China. Kontribusi produk industri berteknologi tinggi maupun
rendah sangat signifikan terhadap total ekspor China.
Pasar utama ekspor China sama dengan Indonesia yaitu AS dan Jepang. China
memasarkan produk ekspornya rata-rata mencapai 20 % ke AS dan 17 % ke
Jepang. Sedangkan Indonesia memasarkan masing-masing 14 % ke AS dan 15
% ke Jepang. Namun demikian bargaining power China lebih besar daripada
Indonesia, mengingat barang ekspor China memiliki pangsa 12 % di AS
sementara Indonesia hanya 0,73 %.
Dari segi jenis produk ekspor adanya kesamaan jenis produk yang diekspor oleh
China dan Indonesia ke AS seperti: berbagai produk manufaktur, teksti, alas
kaki, dan pakain jadi kepasar yang sama, mengindikasikan makin beratnya
tingkat persaingan yang dihadapi Indonesia. Di pasar global produk unggulan
ekspor Indonesia untuk yang berbasis sumber daya alam harus bersaing dengan
Thailand, Vietnam dan Malaysia. Sementara itu untuk produk industri yang
berbasis teknologi rendah dan lebih mengandalkan tenaga kerja harus bersaing
dengan China, Thailand dan Vietnam.
Berdasarkan uraian diatas sudah sangat jelas bahwa komoditas andalan ekspor
Indonesia berbasis pada sumber daya alam atau produk primer yang bernilai
tambah rendah.
Hal ini dilakukan karena lahan kelapa sawit di Malaysia terbatas dan tahun
2019 Malaysia berkeinginan untuk tetap menjadi produsen CPO nomor 1 di
dunia. Secara bersama-sama, Indonesia dan Malaysia merupakan produsen
utama CPO dunia dengan penguasaan pasar lebih dari 80 %.
21
Gambar. 6 Negara Produksi CPO (2003)
produksi
10%
52% 38%
Pada gambar diatas terlihat bahwa Malaysia pada tahun 2003 menempati
peringkat teratas dengan 52 % dari total produksi CPO dunia. Sementara
Indonesia menduduki peringkat kedua dengan total produksi sebesar 38 %
dari total produksi CPO dunia. Pada tahun2005, CPO Indonesia mencapai
15,2 juta ton. Kinerja ekspor Malaysia yang lebih baik dari Indonesia
disebabkan karena pemerintah Malaysia mendukung ekspor CPO dengan
membebaskan secara penuh pajak terhadap komoditi CPO. Walaupun nilai
ekspor Malaysia masih menunjukkan peningkatan, namun percepatan
peningkatan ekspornya kalah dengan indonesia. Ini disebabkan karena dari
sisi suplai Indonesia masih mempunyai keunggulan komparatif yaitu areal
lahan yang potensial juga didukung oleh sumber daya manusia yang murah
serta subsidi pupuk.
2. Batu Bara
Ekspor batubara mengalami persaingan yang cukup ketat dari negara seperti
China. Tingkat produksi batubara China mencapai sekitar 1 miliar ton
pertahun dengan kualitas relatif sama dengan batubara yang dihasilkan
22
perusahaan batubara di Indonesia. Selain China negara pesaing lain adalah
Australia, Rusia, dan Amerika Serikat.
16.567,5 72.740,8
15.823,2 17.865,1
Jepang Hongkong Korea Selatan Taiwan
Tiongkok1) Thailand Pilipina Malaysia
India Amerika Serikat Belanda Italia
Spanyol Lainnya
Dari gambar diatas terlihat bahwa negara tujuan ekspor batubra Indonesia
terbesar adalah negara India dengan total 124.481.500 ton dan di ikuti oleh
Tiongkok dengan total 72.740.800 ton, yang disusul oleh negara Jepang
dengan total mencapai 32.509.000 ton.
3. Kayu
Ekspor produksi kayu Indonesia terutama adalah kayu lapis, tripleks, dan
barang-barang kayu. Nilai ekspor produk kayu pada tahun 2002 senilai USD
3,2 miliar dan pada tahun 2004 menjadi USD 2,4 miliar atau turun 25 %.
Namun demikian, ekspor sejak tahun 2004 sampai dengan November 2005
mulai menunjukan peningkatan meskipun lebih rendah dibandingkan tahun
2000. Ada pun pangsa produksi kayu terhadap total ekspor non-miga
mencapai 4,3 % pada tahun 2004.
23
Ekspor produk kayu Indonesia terutama ditujukan ke Jepang dan AS yang
mencapai 47 % dari total ekspor produk kayu. Selebihnya di ekspor ke China,
Taiwan, Korsel, dll
Dari gambar di atas terlihat bahwa pada tahun 2015 ekspor kayu terbesar
Indonesia berasal dari negara Jepang dengan nilai mencapai 697,4 ribu ton
dan disusul pada urutan kedua oleh negara Tiongkok dengan nilai sebesar
546,8 ribu ton, sedangkan pada peringkat ketiga di duduki oleh negara Arab
Saudi dengan nilai sebesar 197,9 ribu ton.
24
peralatan yang mutakhir. Berdasarkan kinerja ekspornya, industri kertas
berhasil menduduki peringkat pertama dan industri pulp peringkat ketiga
untuk ekspor produk kehutanan selama tahun 2011-2017. Pada 2017 kedua
industri tersebut menyumbang devisa negara sebesar USD5,8 miliar yang
berasal dari kegiatan ekspor pulp senilai USD2,2 miliar.
Tahun 2015
30,4
137,0
213,8
420,3 109,5
2.257,3 336,4
331,5
283,6
64,7
124,8
Dari gambar diatas terlihat bahwa negara tujuan ekspor pulp dan paper
terbesar Indonesia adalah negara Jepang dengan nilai sebesar 2.257,3 ribu
yang disusul oleh negara Singapura sebagai tujuan ekspor terbesar kedua dan
pada peringkat ketiga di duduki oleh negara Malaysia dengan nilai sebesar
336,4 ribu ton.
Sejak lama, industri pulp dan paper dunia dikuasai negara-negara Norscan
(North America) dan Skandinavia (Finlandia, Swedia, Norwegia). Namun
saat ini peta pusat pertumbuhan industri pulp dan paper peranannya mulai
bergeser ke Amerika Selatan dan Asia. Di Asia negara produsen utama selain
Indonesia adalah China, Jepang dan Korea Selatan.
25
5. Tekstil dan Produk Tekstil
Ekspor TPT pada periode Jan-Nov 2005 tumbuh 7,8 % dibanding periode
yang sama pada periode sebelumya. Pada tahun 2004, komposisi ekspor TPT
sebagian besar dari kelompok SITC 84, yaitu garmen yang mencapai 57
%dari total ekspor TPT, kemudian diikitu oleh ekspor benang dan kain (SITC
65) dan serat (SITC 26).
Pasar utama TPT Indonesia adalah Amerika Serikat (32 %), selebihnya ke
negara Jepang dan UE. Persaingan industri TPT di pasar internasional sangat
ketat terutama dengan sesama negara berkembang. Untuk jenis komoditas
serat (SITC 26) dan kain (SITC 65) pada tahun 2004 ekspor Indonesia
masing-masing menempati peringkat 28 dan 17 dunia. Namun untuk masuk
garmen (SITC 84), Indonesia masih masuk dalam 15 besar dunia.
26
ketiga negara tersebut dalam satu pilar, yakni pangsa pasar dengan skor 81,6 atau
peringkat 8 global. Ini wajar saja terjadi, mengingat penduduk Indonesia yang
mencapai 262 juta jiwa. Indonesia juga mencatat skor yang cukup baik dalam
pilar stabilitas makroekonomi, yakni 89,7. Dalam pilar ini, Indonesia berada
pada peringkat 51 dunia. Dari temuan-temuan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk memperbaiki
daya saingnya di tataran regional maupun global. Tentu saja ini bukan hanya
pekerjaan pemerintah, namun juga pihak-pihak lain yang terkait, termasuk
masyarakatnyasendiri.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
28
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Sjamsul. Dian, Ediana Rae. Charles P., R. Joseph. 2007. KERJA SAMA
PERDAGANGAN INTERNASIONAL : Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Hamid, Edy Suandi. 2005. EKONOMI INDONESIA dari SENTRALISASI ke
DESENTRALISASI. Yogyakarta: UII Press.
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2014. “KAJIAN PENYUSUNAN
TARGET EKSPOR IMPOR INDONESIA 2015-2019”. Jakarta: Kementrian
Perdagangan Republik Indonesia.
Mahyus, Ekananda. 2014. EKONOMI INTERNASIONAL. Jakarta: PT Erlangga.
29
LAMPIRAN
Study Kasus
“Guna mendongkrak daya saing Indonesia dan memperoleh manfaat dari perubahan
sistem global di era Industry 4.0 saat ini, hal penting yang harus dibangun adalah
penguatan inovasi di sektor industri,” kata Menperin menanggapi laporan World
Economic Forum (WEF) terkait Global Competitiveness Index 2017-2018 di
Jakarta, Sabtu (30/9).
Laporan tersebut, memperlihatkan daya saing Indonesia secara global tahun ini
berada pada posisi ke-36 dari 137 negara atau naik lima peringkat dibandingkan
tahun sebelumnya yang menduduki posisi ke-41. Sedangkan, tahun 2013 posisi ke-
38 dari 148 negara, tahun 2014 posisi ke-34 dari 144 negara, dan tahun 2015 posisi
ke-37 dari 140 negara.
Hasil publikasi tahun ini juga menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat
ke-31 dalam inovasi dan ke-32 untuk kecanggihan bisnis. Bahkan, Indonesia dinilai
sebagai salah satu inovator teratas di antara negara berkembang, bersama dengan
China dan India . “Di dalam global value chain, nilai tambah terbesar produk
industri dihasilkan pada proses R&D dan purna jual, kemudian diikuti proses
branding, pemasaran, desain, dan distribusi,” ungkap Airlangga.
Kemenperin mencatat, keunggulan yang telah dicapai Indonesia antara lain sebagai
eksportir pakaian jadi terbesar ke-14 di dunia dan ke-3 di ASEAN dengan nilai
ekspor mencapai USD7,1 miliar pada tahun 2016. Kemudian, untuk produk alas
30
kaki, Indonesia berada pada peringkat ke-6 di dunia dengan market share sebesar
3,6 persen dan nilai ekspor mencapai USD4,5 miliar.
“Perhiasan juga menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia karena mampu
memberikan kontribusi senilai USD4,1 miliar terhadap devisa negara. Bahkan, nilai
ekspor untuk produk kerajinan mencapai USD173 juta,” sebut Menperin.
Menteri Airlangga juga telah mengajak agar industri nasional baik skala besar
maupun sektor IKM dapat memanfaatkan perkembangan teknologi digital terkini
dalam upaya kesiapan menghadapi era Industry 4.0. Sistem ini berpeluang
membangun produksi manufaktur yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Bahkan,
menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12-15 persen.
Sumber : https://kemenperin.go.id/artikel/18210/Daya-Saing-Indonesia-Naik,-
Produk-Industri-Semakin-Kompetitif-
Analisis
Dari studi kasus diatas kita dapat menyimpulkan bahwa daya saing produk ekspor
Indonesia pada saat ini mengalami kenaikan. Hal ini di buktikan dengan laporang
yang memperlihatkan bahwa daya saing Indonesia secara global tahun ini berada
pada posisi ke-36 dari 137 negara atau naik lima peringkat dibandingkan tahun
sebelumnya yang menduduki posisi ke-41. Sedangkan, tahun 2013 posisi ke-38 dari
148 negara, tahun 2014 posisi ke-34 dari 144 negara, dan tahun 2015 posisi ke-37
dari 140 negara.
Hasil publikasi tahun ini juga menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat
ke-31 dalam inovasi dan ke-32 untuk kecanggihan bisnis. Bahkan, Indonesia dinilai
sebagai salah satu inovator teratas di antara negara berkembang, bersama dengan
China dan India .
Kenaikan daya saing Indonesia yang terjadi pada saat di tidak terlepas dari
kebijakn-kebijakan yang diambil oleh perintah guna meningkatkan martabat
Indonesia di kancah dunia. Pemerintah melalui kebijakannya berusaha untuk untuk
meningkatkan daya saing Indonesia dengan cara :
31
1. Pengembangan SDM
Beberapa faktor yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan daya saing Indonesia di
antaranya kesiapan teknologi. WEF menyoroti kesiapan teknologi di Indonesia
yang masih perlu ditingkatkan.
2. Pasar Potensial
Indonesia diakui sangat potensial, yang merupakan ukuran pasar terbesar dengan
peringkat ke-9. Untuk itu, perlu membangun kemampuan ekonomi untuk
mengoptimalkan pasar tersebut. Dalam hal ini, Indonesia memiliki peluang besar
dalam pengembangan ekonomi digital karena dari jumlah penduduk yang mencapai
250 juta jiwa, sekitar 93,4 juta orang di antaranya adalah pengguna internet.
Pemerintah melalui Menperin telah mengajak kepada para pelaku usaha nasional
khususnya sektor industri kecil dan menengah (IKM) untuk memperluas akses
pasar dan meningkatkan pendapatan melalui pemanfaatan teknologi digital.
32