Anda di halaman 1dari 4

PERJUANGAN YANG TAK KUNJUNG USAI

OT2018

Hujan hari ini begitu deras. Jalan dan tanah tergenang, tampak sepi, hanya suara
hujan yang menghiasi pagi. Orang-orang tampak memaksakan diri untuk berjalan,
tak ada senyum di wajah mereka, dengan perlindungan seadanya menembus hujan
yang tak kunjung berhenti. Sungguh perjuangan. Ya begitulah hidup.

Ketika membahas perjuangan, pikiran teringat pada sosok tangguh yang sudah
begitu akrab dengan kata itu. Ia yang hingga saat ini masih setia dengan
perjuangannya. Ia yang hingga saat ini masih merasakan beratnya perjuangan. Ia
yang tidak sengaja saya kenal melalui salah satu caranya untuk berjuang. Namanya
Melia, gadis cantik keturunan Jawa yang telah bertahun-tahun berjuang sendiri
di kota ini.

Melia, sebelum sepuluh tahun yang lalu hanyalah gadis desa biasa. Ia tinggal di
pelosok desa terpencil di kaki gunung. Saking terpencilnya, akses pendidikan
sangat sulit didapatkan di daerah itu. Tidak heran sebagian besar masyarakat di
daerah tersebut hanya menempuh pendidikan hingga tingkat sekolah dasar saja.
Begitu juga dengan Melia, hanya tingkat sekolah dasar yang sempat ditempuhnya
selama hidup. Sesuatu yang nantinya membuat Melia merasakan perjuangan yang
sangat berat, terutama setelah keputusannya untuk hidup di kota ini.

Sekitar 8 tahun yang lalu Melia memutuskan untuk merantau ke kota ini. Masalah
cinta menjadi salah satu alasannya untuk pergi sejauh mungkin dari rumah. Jarak
ratusan kilometer tak membuat pikirannya berubah untuk segera mencari kehidupan
baru di kota ini, berharap dapat mengobati luka yang ia rasakan sebelumnya.
Kota yang akhirnya juga menggores banyak luka untuknya, seiring dengan
perjuangannya untuk survive dengan semua hal di kota ini.

Melia tiba di kota ini dengan sejuta harapan. Tanpa berbekal ijazah ia mencoba
untuk melamar pekerjaan, berharap ada yang menerimanya tanpa memperhitungkan
pendidikan yang ia tempuh. Namun, untuk pekerjaan apapun ternyata pendidikan
menjadi hal yang sangat penting di kota ini. Sebanyak apapun Melia berusaha
melamar kerja, maka sebanyak itu ia merasakan sakitnya penolakan. Melia menangis
sebisanya, menyesal dengan keadaaan namun tidak dapat berbuat banyak. Ia mulai
merasakan beratnya perjuangan hidup di kota ini.

Dalam kekecewaan yang teramat dalam Melia terus mencoba mencari pekerjaan. Yang
ia tau saat itu adalah harus segera mendapatkan pekerjaan agar tetap dapat hidup
di kota ini. Namun sekali lagi, hanya penolakan yang ia dapatkan. Akhirnya Melia
tersadar, ijazah memang menjadi ukuran terpenting di kota ini tidak peduli apa
jenis pekerjaannya. Bahkan, untuk pekerjaan yang menurutnya tidak memerlukan
keterampilan apapun.

Beberapa lama Melia merasakan perjuangan mencari kerja di kota ini. Pada
akhirnya ia mulai putus asa. Menangis adalah suatu hal yang biasa dilakukannya
untuk meratapi keadaan saat itu. Dalam keputusasaan, Melia melihat suatu hal
mungkin dapat menjadi jalan untuknya. Di sepanjang jalan ia memperhatikan begitu
ramainya usaha laundry. Ia pun mulai bertanya tentang cara membuka usaha
tersebut. Sampai akhirnya Melia memantapkan diri untuk memilih jalur usaha
tersebut untuk menyambung hidup di kota ini.

Melia mengungkapkan rencana tersebut kepada orang tuanya. Mereka mendukungnya.


Sebagai modal, maka dijualkanlah sepetak sawah di rumah Melia. Setelah menemukan
lokasi yang tepat, Melia memulai usaha laundry. Harapan kembali timbul dalam
hidupnya. Ia yakin dengan rencana Tuhan. Ia yakin akan ada sesuatu yang indah
yang diberikan suatu hari nanti.

Setelah memutuskan menjalani usaha tersebut, Melia mulai menjalani hari dengan
kesibukan itu. Setiap hari cucian menjadi teman akrabnya. Melia perlahan mulai
melupakan rasa sakit dan kekecewaan yang ia rasakan sebelumnya. Hidupnya
berubah. Senyum kembali terpancar di wajahnya.

Ia pun kembali mengenal cinta. Di sela kesehariannya dalam menjalankan usaha


itu, ada beberapa laki-laki yang mendekatinya. Melia membuka hatinya. Ia pun
menjalani hubungan pacaran dengan seorang pemuda asli kota ini. Bertahun
pacaran, akhirnya hubungan harus terhenti karena pacarnya ketahuan berselingkuh.
Melia kembali merasakan sakit. Sampai akhirnya ada yang kembali membuatnya
yakin. Melia pun menerima cinta dari seorang laki-laki yang ia harapkan akan
menjadi cinta terakhirnya.

Namun, kejadian terulang lagi. Laki-laki itu tidak bisa menjaga kesetiaannya.
Melia pun harus kembali akrab dengan rasa sakit yang dulu pernah ia rasakan.
Rasa sakit yang membuatnya tidak percaya lagi dengan laki-laki. Rasa sakit yang
menambah keras perjuangannya untuk bertahan di kota ini.

Melia menjauh dari cinta. Hatinya tertutup untuk perasaan itu. Fokus utamanya
kembali tertuju pada usaha yang sudah ia geluti beberapa tahun. Namun,
bagaimanapun hatinya tertutup, Melia tetaplah wanita yang membutuhkan cinta
dalam hidupnya. Meski dengan penuh kehati-hatian, akhirnya kembali ada yang
mampu membuat hatinya terbuka. Seorang laki-laki mapan dan bertanggung jawab.
Melia benar-benar yakin dengan pilihannya kali ini.

Hubungan berjalan tanpa ada masalah yang berarti. Rasa cinta Melia kepada laki-
laki itu semakin besar dari hari ke hari. Ia semakin yakin dengan hubungan itu.
Terlebih usia Melia yang sudah memasuki usia matang untuk menikah. Tak ada lagi
yang membuatnya ragu dengan laki-laki itu. Ia pun tidak ragu untuk menerima
ajakan tunangan dari pacarnya itu. Tinggal menunggu waktu, Melia akan menikah
dengan pacarnya.

Namun, sepertinya Tuhan belum berhenti untuk mengujinya. Hubungan yang telah
dijalaninya sekian lama kembali kandas. Bukan karena perselingkuhan, tapi karena
hal yang menurut Melia sangat penting untuk dihargai. Saat mempersiapkan rencana
traveling berdua, Melia melakukan kesalahan dalam mengurus pasport sehingga
rencananya menjadi berantakan. Melia meminta maaf, tapi respon yang diberikan
laki-laki itu benar-benar membuatnya terhina. Laki-laki itu menyebutnya bodoh
seraya menghina keadaanya yang tidak mempunya wawasan dan pendidikan tinggi.
Hati Melia benar-benar hancur, dan ia memutuskan berpisah dengan laki-laki itu.

Psikologi Melia terganggu. Keyakinan yang begitu besar akan hubungan yang
dijalani dengan laki-laki itu membuat rasa sakit yang dihadirkan jauh lebih
besar dari rasa sakit yang sebelumnya pernah ia alami. Di tengah kehancuran dan
keputusasaan, Melia mulai mencoba mengakhiri hidupnya. Bukan hanya sekali, tapi
tiga kali! Pertama ia mencoba untuk menggorok lehernya. Kedua, Melia minum obat
nyamuk cair. Dan yang ketiga, ia minum cairan pembersih lantai. Namun Tuhan
mungkin masih mempunyai rencana lain untuknya, tiga percobaan itu tak membuatnya
kehilangan nyawa. Selalu saja ada yang membuatnya selamat dari percobaannya
itu.

Akhirnya setelah percobaan yang ketiga, dokter yang selama ini sering merawatnya
berusaha meyakinkannya untuk tetap melanjutkan hidup. Beragam cara dilakukan
kepada Melia. Usaha dokter akhirnya berhasil. Melia pun lepas dari kondisi
psikologis yang membuatnya selalu ingin mengakhiri hidup. Melia tersadar.
Keyakinannya untuk hidup kembali tumbuh dengan bimbingan dari dokter yang
merawatnya itu. Melia pun memenangi perjuangannya saat itu.

Kejadian tersebut bukan akhir dari perjuangam melia di kota ini. Tuhan seakan
mengajaknya untuk bermain dalam perjuangan. Pada satu fase, Tuhan mengulurkan
tangannya dan memberikan cerita indah, namun pada fase lain Tuhan seakan
mendorongnya dalam situasi yang menyakitkan. Setidaknya itu yang Melia rasakan.
Seperti saat orang tuanya memberikan sebuah kabar menggembirakan stelah kejadian
yang hampir merenggut nyawanya.

Ada salah seorang teman ayah Melia ternyata merupakan pengusaha sukses di kota
ini. Teman ayahnya itu mengajaknya untuk bekerja di resto miliknya. Tanpa syarat
apapun, Melia akan langsung diterima kerja. Melia benar-benar bahagia. Terbayang
olehnya dulu tak ada yang mau menerimanya, kini diajak bekerja dengan gaji yang
sangat menggiurkan. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Melia. Usaha laundry
yang dikelolanya dipercayakan kepada pegawai. Melia fokus bekerja di resto teman
ayahnya. Kegembiraannya akhirnya mendapat pekerjaan ternyata hanya sesaat,
karena ada tantangan lain yang menunggunya di resto.

Di resto, Melia bekerja bersama dengan banyak orang. Pekerjaan di resto


menuntutnya untuk mampu mengoperasikan komputer. Hal inilah yang menjadi masalah
Melia. Selama ini ia tidak pernah mengenal benda itu. Tidak ada yang pernah
mengajarinya. Akhirnya keadaan itu yang membuatnya sangat diremehkan oleh teman-
temannya yang memiliki kemampuan serta pendidikan jauh lebih tinggi dari Melia.
Mereka semua mempermasalahkan gaji besar dan perlakuan pemilik resto yang sangat
baik kepadanya padahal menurut mereka Melia tidak tau apa-apa.

Sekali lagi Melia mendapatkan hinaan karena keadaannya. Melia menangis dalam
hatinya. Ia lelah dengan semua ini. Orang selalu membahas tentang keadaannya
itu. Namun itu tak membuatnya menyerah kali ini. Melia yang sekarang jauh lebih
kuat dari sebelumnya. Ia mencari cara untuk bisa mengoperasikan komputer seperti
teman-temannya. Hingga pada akhirnya, Melia menggunakan jasa orang untuk
mengajarinya komputer. Ia pun menyisihkan gajinya untuk membeli laptop yang
akan ia gunakan untuk belajar. Ada rasa ragu dalam hatinya, apakah ia akan bisa
seperti teman-temannya, namun cepat dihilangkannya pikiran itu. Ia bertekad
untuk segera bisa memiliki kemampuan itu, dan tidak akan ada lagi orang yang
meremehkan dirinya karena keadaannya dulu.

Melia hingga saat ini belum berhenti berjuang. Begitu banyak perjuangan yang
telah dilakukannya, berjuang dalam hidup dan juga cinta. Berjuang untuk melawan
rasa lelah, berjuang untuk mengatasi rasa sakit, dan berjuang untuk menemukan
kebahagiaan. Di tahun ke delapannya di kota ini, Tuhan masih ingin ia berjuang.
Itu bukan masalah untuk Melia, selama ia punya keyakinan, kebahagiaannya akan
ia raih suatu hari nanti.

Orang-orang yang meremehkannya dan membuatnya sakit hati, adalah orang yang
tidak mengenalnya. Orang yang tidak bisa melihat kekuatan seseorang dari sisi
yang lain, orang yang tidak menyadari bahwa ia adalah orang yang sempurna untuk
dicintai. Suatu hari mereka akan menyadari kesempurnaanmu. Tetap semangat,
Teman...
*Sebuah kisah hidup seorang kawan, tanpa sandiwara, tanpa drama

Anda mungkin juga menyukai