Hanz
Hanz
Buku Tadzkiroh berpotensi besar menjadi rujukan atau paling tidak mewakili
pemikiran sebagian kaum radikalis dan pemikiran radikalisme di Indonesia. Hal itu
dibuktikan dengan bentuk dan pola peredaran Tadzkiroh, serta ditemukannya buku ini
pada penggeledahan rumah tersangka pelaku bom bunuh diri di tanah air.
Seperti dimuat situs al-mustaqbal.net, buku “Tadzkiroh” terdiri dari dua jilid
yang saling bertalian. Buku kedua setebal 176 halaman ini ditulis oleh Abu Bakar
Ba’asyir sewaktu dirinya masih berada dalam rumah tahanan Bareskrim di Mabes
Polri. Tercatat, buku “Tadzkiroh ” jilid 2 pernah dibahas dalam sebuah acara bedah
buku, yang lancar-lancar saja pelaksanaannya, yakni pada tanggal 6 Januari 2013, di
Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.
Buku “Tadzkiroh” jilid 1 dan 2, selain dikirimkan ke berbagai relasi dan
simpatisan Abu Bakar Ba’asyir secara terbatas, para aparat keamanan dari pusat
hingga jajaran terbawah pun dikirimi pula buku yang sampul depannya berwarna hijau
itu.
Website al-mustaqbal.net merilis, sejumlah butir yang dimuat dalam buku
“Tadzkiroh” jilid 2 memang cukup membuat heboh, karena di dalamnya ada materi
yang ditujukan kepada Ketua MPR/DPR RI beserta semua anggotanya yang mengaku
muslim; juga kepada aparat thaghut NKRI di bidang hukum, dan bidang pertahanan
yang mengaku muslim.
Khusus kepada aparat thaghut NKRI di bidang hukum misalnya, Abu Bakar
Ba’asyir menyebutnya sebagai murtad, karena tugasnya mendakwa, menuntut, dan
menghukum dengan hukum jahiliyah (hukum ciptaan manusia yang bertentangan
dengan hukum Allah) dan menyingkirkan hukum Allah atau syariat Islam. Untuk
itulah kemudian Abu Bakar Ba’asyir menasehati agar mereka ini segera bertaubat
sebelum datang sakaratul maut dan kematian.
1
Selanjutnya Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) melalui Sariyah I’lam telah
mengirimkan buku Tadzkiroh ini kepada penguasa. “Buku tadzkiroh tentang bencana
ini sudah kami sebar. Mulai dari presiden, pejabat tinggi negara, para menteri,
gubernur dan walikota serta sampai tingkat kecamatan khususnya di wilayah Jakarta
telah kami kirimkan buku ini,” ujar Ustadz Ahmad Fatih, Juru Bicara JAT.
Buku ini juga dicetak dalam jumlah yang banyak, Ustadz Ahmad Fatih
menyampaikan bahwa buku ini akan disebar ke seluruh nusantara mulai dari Sumatera,
Jawa, Kalimantan sampai ke wilayah timur Indonesia.
Jamaah Ansharut Tauhid membedah buku ini secara perdana pada hari ini
Ahad, 06 April 2014 pukul 08:00 WIB di Masjid Al Hikmah Bekasi Timur seperti yang
dilansir di website resmi JAT, www.ansharuttauhid.com.1
Memberi identitas kafir dan thaghut pada simbol-simbol kenegaraan ini, diakui
atau tidak, akhirnya memang mengemuka dalam buku “Tadzkiroh” jilid 2 ini. Padahal,
pemahaman mengenai thaghut, antara versi Ustadz ABB dengan mayoritas ulama,
sejauh ini dianggap berbeda dan malah bertolak-belakang.
Aparat kepolisian memberikan sinyal buku ini dilarang peredarannya. Namun
meski dilarang, sampai saat ini buku tersebut masih disebarkan melalui beberapa link,
antara lain:
http://www.4shared.com/office/Dva8NJZ5ba/Buku_II_Tadzkiroh_Kepada_Thagh.ht
ml
https://www.mediafire.com/?z57mb8usvu1m3dz
http://speedy.sh/bkFJM/Buku-II.-Tadzkiroh-Kepada-Thaghut-Hukum-Dan-
Pertahanan-Finished.pdf
http://www.sendspace.com/file/uw5ebw
Pengantar Buku II. Tadzkiroh Kepada Thaghut Hukum Dan Pertahanan
http://www.4shared.com/office/S7R1q6bKce/Kata_Pengantar_Buku_Tadzkiroh_.ht
ml
https://www.mediafire.com/?oalucl676gnf282
http://speedy.sh/teMKD/Kata-Pengantar-Buku-Tadzkiroh-II-B5-1.pdf
Buku ini berpotensi menjadi acuan kelompok atau kalangan radikalis untuk
melakukan aksi-aksinya. Salah satu indikasinya, pada tahun 2017 lalu polisi menyita
1
https://www.kiblat.net/2014/04/06/ustadz-abu-bakar-baasyir-luncurkan-buku-tadzkiroh-kepada-
penguasa-tentang-bencana-di-indonesia/ (diakses pada 10 April 2018)
2
25 buah judul buku salah satunya Tadzkiroh dalam penggeledahan rumah salah satu
pelaku bom bunuh diri berinisial AS di Kampung Melayu.2
Tak dapat dipungkiri bahwa tindakan teror dan ekstrimisme di negara ini dan
juga negara lain salah satunya berangkat dari keyakinan bahwa aparat negara yang
dianggap tidak menjalankan syariat Islam adalah thaghut. Buku Tadzkiroh Abu Bakar
Ba’asyir dapat dikatakan mewakili model pemikiran semacam ini. Oleh karena itu,
pemikiran-pemikiran itu harus dikritisi pula melalui pemikiran.
Buku Tadzkiroh yang disusun oleh Abu Bakar Ba’asyir memiliki dua seri
(jiilid). Sedangkan yang menjadi fokus pada review ini adalah jilid kedua, yang
memiliki judul lengkap “Tadzkiroh (Peringatan dan Nasehat karena Allah) Kepada 1.
Ketua MPR/DPR & Semua Anggotanya Yang Mengaku Muslim, 2. Aparat Thaghut
N.K.R.I Di Bidang Hukum & Pertahanan Yang Mengaku Muslim.”
Seperti disebutkan dalam daftar isi, buku setebal 177 halaman ini berisi
peringatan penulis kepada Ketua MPR/DPR dan semua anggotanya yang muslim;
Ketua Mahkamah Agung dan Semua Staf-nya yang muslim; Jaksa Agung dan Semua
Staf-nya yang muslim; Kapolri dan Semua Staf-nya yang muslim: Panglima TNI dan
Semua Staf-nya yang muslim; Kepada Pimpinan MPR/DPR dan semua anggotanya
yang muslim; Kepada Aparat Thaghut di Bidang Hukum dan Pertahanan.
Selanjutnya Abu Bakar Ba’asyir merilis “Dalil-dalil yang menunjukkan
kafirnya pembela dan pembantu-pembantu thaghut, baik dari al-Qur’an d a n dalil
Sunnah tentang kafirnya pembela dan penolong aparat- aparat thaghut; Dalil
pernyataan ulama Ahli Sunnah; Ummat Islam yang bekerja di Bidang Hukum Thaghut;
Ummat Islam yang bekerja di bidang pertahanan; Langkah-langkah yang harus
ditempuh untuk bertaubat.”
Penulis lalu menyertakan beberapa lampiran fatwa-fatwa tentang “kafirnya
penguasa yang berhukum selain syari’at Islam”. Ia merilis fatwa beberapa ulama Saudi,
serta fatwa Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairy, Syaikh Abdulloh al-Jibrin, Syaikh
2
htttp://www.rapller.com/indonesia/berita/171130-polisi-temukan-buku-abu-bakar-baasyir-rumah-
teroris (diakses 10 April 2018)
3
Abdurrohman as-Sa’dy, Imam Qurtuby, Imam Baidhowy, dan Syaikh Abdullah
Azzam.
Pada bagian berikutnya, penulis kitab ini menegaskan tentang kafirnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan menyebutkan beberapa
artikel tokoh semisal Abu Sulaiman Aman Abdurrahman dan Abu Dujanah Ash
Shamy. Sementara pada bagian akhir, penulis menutup bukunya dengan artikelnya
yang berjudul “Perbedaan Karakter Ulama Robbaniyyiin dan Karakter Ulama
Syaitoniyyiin”.
Dalam buku Tadzkiroh ini, Abu Bakar Ba’asyir secara jelas
mengakafirkan beberapa pihak “yang terlibat” di Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Secara gamblang ia mengatakan:
Dengan izin Allah SWT saya sampaikan kepada kaum muslimin dan muslimat tadzkiroh saya
kepada: (a) Ketua MPR/DPR dan semua anggotanya yang mengaku muslim, (b) Aparat thaghut
N.K.R.I di bidang hukum dan pertahanan yang mengaku muslim, yang intinya adalah:
1. Ketua MPR/DPR dan semua anggotanya yang mengaku muslim MURTAD karena
menyekutukan Allah dalam menetapkan hukum yakni kedaulatan menetapkan hukum di
tangan Allah di alihkan ke tangan anggota MPR/DPR.
2. Aparat thaghut N.K.R.I di bidang hukum MURTAD karena tugasnya mendakwa, menuntut
dan menghukum dengan hukum jahiliyah (hukum ciptaan manusia yang bertentangan
dengan hukum Allah) dan membuang hukum Allah/ syari’at Islam. Dan menghukum
mujahidiin dengan isu bohong memberantas teroris karena berjuang menegakkan syari’at
Islam di Indonesia.
3. Aparat thaghut N.K.R.I di bidang pertahanan MURTAD karena tugasnya mempertahankan
thaghut, tidak kafir kepada thaghut seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT,
mempertahankan sistem pemerintahan kafir/syirik dan mempertahankan tegaknya hukum-
hukum jahiliyah, menghalangi tegaknya hukum Allah/syari’at Islam dan memerangi
mujahidiin/jamaah-jamaah Islamiyah yang berjuang menegakkan syari’at Islam secara
kaffah (100%) di Indonesia.
Mereka tidak boleh beralasan tidak tahu karena sudah diberi tadzkiroh.
4. Saya menasehati agar mereka segera bertaubat sebelum datang sakaratul maut dan
kematian.3
1. Dalil Al Qur’an
1.1. QS. Al-Baqarah: 256 dan an-Nisa: 60
3
Abu Bakar Ba’asyir, Tadzkiroh (Peringatan Dan Nasehat Karena Allah), (Jakarta: JAT Medi Center,
Cetakan.II, Shaffar 1434H / Januari 2013), hal. 9.
4
“.....Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat
yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.‛ (QS.
Al-Baqarah: 256)
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah
beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan
sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah
diperintah mengingkari thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka
(dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.‛ (QS. An-Nisaa’: 60)
Berdasarkan kedua ayat ini, Abu Bakar Ba’asyir berpendapat bahwa Allah
telah menjadikan syarat sahnya iman adalah kafir kepada thaghut. Maka barang siapa
yang tidak kafir kepada thaghut tidak sah ikatan Islamnya kecuali benar-benar kafir
kepada thaghut. Maka karena mereka tidak kafir kepada thaghut menjadi kafir kepada
Allah.4 Ia mengatakan, “Karena anda sekalian menjadi aparat thaghut berarti anda
sekalian tidak kafir kepada thaghut, maka akibatnya anda sekalian kafir kepada Allah.5
4
Tadzkiroh, hal. 27
5
Ibid.
5
1.3. QS. Al-Maa’idah: 81
“Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi (Musa) dan kepada
apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-
orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah
orang-orang yang fasik.”(QS. Al-Maa’idah: 81)
Abu Bakar Ba’asyir berpendapat:
Pengambilan dalil dari ayat ini ialah bahwa pembela-pembela thaghut dan penolong-
penolongnya (aparat-aparatnya) jika mereka benar-benar beriman kepada Allah, kepada Nabi
dan kepada Al Qur’an tidak mungkin mereka mau menjadi wali-wali (aparatnya) thaghut.
Karena mereka rela menjadi wali-walinya thaghut maka dengan demikian hilanglah keimanan
dari hati mereka sebab iman dan rela menjadikan thaghut sebagai walinya tidak mungkin bisa
berkumpul dalam hati seorang mukmin.6
6
Tadzkiroh, hal. 28.
7
Ibid.
8
Ibid. hal. 29.
6
Abu Bakar Ba’asyir menegaskan, “Karena anda sekalian rela menjadi
aparatnya (walinya) thaghut yang mentaati Amerika bahkan kerjasama dengan kafir
Amerika untuk memerangi mujahidiin yang berjuang menegakkan dienul Islam
khususnya di indonesia dengan isu bohong memberantas teroris, berarti anda sekalian
juga mentaati dan kerjasama dengan kafir Amerika terutama untuk memerangi
mujahidiin, maka anda sekalian murtad.”9
9
Ibid. hal. 30.
10
Ibid., hal. 13
7
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.‛ (QS.
Al-Maa’idah: 51)11
Abu Bakar Ba’asyir memberikan keterangan atas fatwa ini sebagai berikut:
“Semua aparat thaghut N.K.R.I yang bertugas di bidang hukum dan pertahanan
terutama Densus 88 dan BNPT membantu kafir Amerika memfitnah dan memerangi
mujahidiin dan menegakkan hukum jahiliyah membuang hukum Allah untuk mengatur
negara, maka jelas bahwa aparat thaghut ini kafir seperti Amerika.”12
11
Fatwa Ibnu Baz, Jilid 1, hal. 274 dalam Tadzkirah, hal. 13.
12
Ibid., hal. 32.
8
thaghut dan kesyirikan mereka, yang berusaha menjadikan syari’at Allah sebagai
hukum dan menolong din-Nya yang dibatalkan.”13
Abu Bakar Ba’asyir memberikan komentar pada pendapat Syaikh Abu
Muhammad Al-Maqdisy yang dia kutip tersebut. Menurutnya:
Ini adalah hakikat pekerjaan mereka (tentara dan polisi thaghut), pengukuhan dan perbuatan
mereka (tentara dan polisi thaghut) yang murni dalam dua sebab dari sebab-sebab kufur yang
terang yaitu: menolong kesyirikan dengan berwala’ (loyal) pada undang-undang kufur thaghut;
menolong para pelaku syirik, berwala’ (loyal) pada mereka dan membantu mereka memerangi
muwahhidin (muslimin yang membela dan berpegang teguh kepada tauhid dan keras menentang
syirik). TNI dan POLRI N.K.R.I terutama Densus 88 dan BNPT yang mengaku muslim murtad
karena membela, menjaga dan loyal pada undang-undang kufurnya thaghut (K.U.H.P) dan
membela thaghut memerangi dan membunuhi mujahidin dengan isu bohong memberantas
teroris di bawah komando setan Amerika.14
Selain mengkafirkan pihak-pihak yang dia sebut di atas, Abu Bakar Ba’asyir
juga mengkafirkan umat Islam yang bekerja di bidang “hUkum thaghut”. Dia
memberikan rincian yaitu:
a. Ketua Mahkamah Agung dan seluruh hakim-hakim.
b. Jaksa Agung dan seluruh jaksa-jaksa.
Dalam asumsi Abu Bakar Ba’asyir, mereka semua murtad dari agama Islam
karena:
a. Para hakim mengadili dan memvonis terdakwa dengan hukum jahiliyah, tidak
dengan hukum Allah (hukum Islam) dan menghukum para mujahid karena
menegakkan Islam.
b. Para Jaksa mendakwa dan menuntut terdakwa dengan hukum jahiliyah, tidak
dengan hukum Allah (hukum Islam) dan menuntut para mujahid karena
menegakkan Islam.15
Mereka semua divonis oleh Allah sebagai orang-orang yang kafir, zhalim, dan
fasik, dengan beberapa dalil yang dikutip dalam buku tersebut, yaitu:
“.....barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. al-Maidah: 44)
“.....barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Maidah: 45)
13
Asy Syaikh Abu Dujanah As syamy, Risalah Fii Riddatis Syurthah wal Hukkam, dalam Tadzkiroh,
hal. 33.
14
Tadzkiroh, hal. 33-34.
15
Ibid
9
“.....barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al- Maidah: 47)
Abu Bakar Ba’asyir juga menyebut beberapa fatwa tentang kafirnya penguasa
yang berhukum dengan selain syari’at Islam. Salah satunya adalah fatwa Imam
Qurthubi data menafsirkan firman Allah dalam Surat an-Nisa: 140:
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur’an
bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan,
maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan
yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu
serupa dengan mereka‛ (QS. An-Nisaa’: 140)
Al-Qurthubi – seperti dikuti buku Tadzkiroh – menjelaskan: “Ini menunjukkan
kewajiban-kewajiban menjauhi orang- orang yang bermaksiat kepada Allah jika telah
nyata-nyata kemungkaran mereka, karena barangsiapa yang tidak menjauh dari
mereka berarti meridhoi tindakan mereka dan ridho kepada kekufuran adalah kufur.”
Penulis memberikan catatan kaki, dengan mengutip pendapat Syaikh Abdul Aziz
al-Maliki bahwa yang dimaksud “maksiat” dalam penjelasan Imam Qurthuby itu
maksudnya adalah maksiat yang menyebabkan pelakunya kafir murtad, bukan maksiat
biasa.16
Pikiran utama yang disampaikan oleh Abu Bakar Ba’asyir dalam bukunya
adalah pengkafiran terhadap pemerintah yang dia sebut sebagai thaghut. Dengan kata
lain, thaghut itu kafir sehingga pemerintah yang disebutnya sebagai thaghut adalah
kafir. Menurut hemat penulis, inilah letak ketidaktepatan pandangan Abu Bakar
Ba’asyir dalam bukunya tersebut.
Dalam meneguhkan pendapatnya itu, ia merilis pendapat beberapa tokoh
ulama yang apabila diamati kesemuanya berparadigma Salafi, yaitu beberapa ulama
Saudi, Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairy, Syaikh Abdulloh Al Jibrin, Syaikh
Abdurrohman As Sa’dy, Syaikh Abdullah Azzam (hal. 61 – 67), Abu Sulaiman Aman
Abdurrahman, dan Syaikh Abu Dujanah Ash Shamy (hal. 102 dan 126). Padahal tokoh
16
Lihat: Tadzkiroh, hal 66.
10
yang lain yang beraparadigma sama tidak berpandangan bahwa semua thaghut itu
kafir, sebagaimana pengertian thaghut juga masih mereka perselisihkan.
Abu Bakar Ba’asyir juga merilis pendapat dua ulama yang “lebih klasik”
dalam dunia literatur Islam, yaitu Imam Qurthubi dan Imam Baidhowi (hal 66).
Padahal Imam Qurthubi misalnya memiliki pandangan cukup moderat dalam
menafsirkan Surat al-Maidah ayat 45, 46, dan 47 yang justru digunakan oleh Abu
Bakar Ba’asyir sebagai dalil bahwa negara dan apparat yang tidak menerapkan
“hukum Allah” sebagai kafir, zhalim, dan fasiq.
Oleh karena itu terdapat dua hal utama yang perlu dijelaskan untuk
mengkritisi buku Tadzkiroh tersebut. Pertama adalah upaya meluruskan pendapat
ulama klasik seperti Imam Qurthubi yang seakan merestui pengkafiran terhadap
negara dan aparatnya. Kedua adalah meluruskan makna dan hukum thaghut. Kedua
hal ini akan penulis paparkan untuk memberikan kajian kritis terhadap buku
Tadzkiroh tersebut.
17
Al-Qurthuby, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Cairo: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1964), jilid 5, hal.
417.
11
Secara eksplisit, penjelasan al-Qurthubi ini memang seakan memberikan
kesimpulan bahwa merestui perbuatan munkar adalah munkar, merestui perbuatan
kufur adalah kufur. Jadi, penguasa yang berhukum pada selain syariat Islam dinilai
kufur, demikian pula yang ridha pada keputusan mereka.
Benarkah mutlak demikian? Ternyata al-Qurthubi sendiri pada bagian lain
menjelaskan, tidak semua orang yang ridha pada orang kafir itu dihukumi kafir. Dalam
ayat yang sama, terdapat ‘potongan’ ayat:
}{إِنَّ ُك ْم إِذا ً ِمثْلُ ُه ْم
“Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa
dengan mereka.” Menafsirkan ayat ini, al-Qurthubi menjelaskan:
اصي َحتَّى ِ َاض َي بِعُقُ ْوبَ ِة ال َمع ِ الر ِ الرضَا بِال َم ْع ِصيَ ِة َم ْع ِصيَةٌ؛ َو ِل َهذَا يُؤ
َّ َاخذُ الفَا ِع َل َو ِ َّأي إِن ْ
َّ ش ْب ٍه ِب ُحك ِْم ال
ظا ِه ِر ِ َو َل ِكنَّهُ ِإ ْل َزا ُم،ِالصفَات ِ ستْ فِي َج ِم ْي ِع َ َو َه ِذ ِه ال ُم َماثَلَةُ لَ ْي.يه ِلك ُْوا ِبأَجْ َم ِع ِه ْم
َ َِمنَ ال ُمق
)5/417 (تفسير القرطبي.ارنَ ِة
“Artinya, rela pada perbuatan maksiat adalah maksiat. Oleh karena itu, pelaku
dan orang yang rela itu diberi sanksi kemaksiatan (sanksi sama, penj), sehingga mereka
semua binasa. Dan persamaan ini tidak pada semua sifat, namun (hal ini adalah)
menyamakan sesuatu yang sama dengan suatu hukum yang tampak melalui adanya
qarinah atau bukti.”18
Penjelasan tersebut secara tegas menyatakan bahwa penyamaan perbuatan itu
tidak pada semua hal. Penjelasan semacam ini terkadang memang muncul dari
permasalahan, apakah berarti orang yang tidak berhukum pada hukum Allah, dihukumi
kafir? Secara tegas al-Qurthubi mengatakan tidak demikian. Al-Qurthubi menjelaskan
pada bagian lain dalam kitab tafsirnya:
18
Tafsir al-Qurthuby, jilid 5, hal. 417.
12
disebutkan dalam Shahih Muslim dari hadits al-Barra. Pemahaman inilah yang
kebanyakan diambil (bahwa ayat-ayat tersebut berbicara mengenai orang kafir).
Adapun orang Islam, (bila tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah),
maka tidak dihukumi kafir, meskipun ia telah melakukan dosa besar.”19
Berdasarkan penjelasan tersebut, kita tidak boleh mengkafirkan orang Islam
atau suatu pemerintahan yang tidak menerapkan hukum Islam. Dalam ranah tertentu
orang Islam tersebut memang berdosa, sehingga padanya perlu ditegakkan amar
ma’ruf nahyi munkar. Namun tidak boleh menyerang bahkan membunuh mereka
dengan alasan jihad terhadap orang kafir.
Abu Bakar Ba’asyir menyatakan bahwa penguasa yang berhukum pada selain
syariat Islam dinilai kufur, demikian pula yang ridha pada keputusan mereka. Sehingga
dia dalam bukunya mengkafirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
pemerintah, dan para pejabat yang berafiliasi pada negara yang disebutnya sebagai
negara thaghut ini.
Salah satu ayat yang dikutip oleh ABB adalah firman Allah dalam Surat al-
Baqarah ayat 256 berikut ini:
ْ اَّللِ فَقَ ِد ا
َ ست َ ْم
َسك َّ ِت َويُ ْؤ ِم ْن ب
ِ غو َّ ش ُد ِمنَ ا ْلغَي ِ فَ َم ْن يَ ْكفُ ْر بِال
ُ طا ُّ ِين قَ ْد تَبَيَّنَ ا
ْ لر ِ ََل إِك َْرا َه فِي الد
]256/ع ِلي ٌم [البقرة َ س ِمي ٌع َ َُّللا َ ِبا ْلعُ ْر َو ِة ا ْل ُوثْقَى ََل ا ْن ِف
َّ صا َم لَ َها َو
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar
kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia tela berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 256)
Ayat tersebut mengandung perintah agar seorang mengingkari thaghut dan
beriman kepada Allah. Pada ayat ini secara ekslipit dijelaskan bahwa sesuatu selain
Allah yang diimani adalah thaghut.
Ayat lain yang menyebutkan kata thaghut yang dijadikan dalil Abu Bakar
Ba’asyir tentang kekafiran NKRI dan pemerintahnya adalah Surat al-Baqarah ayat
19
Tafsir al-Qurthuby, jilid 6, hal. 188)
13
257. Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah adalah Pelindung orang-orang beriman.
Sementara orang-orang kafir pelindung-pelindungnya adalah thaghut.
Surat an-Nisa ayat 60 kembali menyebut kata thaghut dan dijadikan sebagai
salah satu dalil Abu Bakar Ba’asyir untuk menegaskan pendapatnya. Ayat tersebut
menegaskan bahwa orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada al-
Qur’an dan kitab suci sebelumnya hendak berhakim kepada thaghut. Padahal mereka
telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu.
Ayat lain yang menyebut kata thaghut dan dia jadikan dalil adalah Surat an-
Nisa ayat 76 (bahwa orang kafir berperang di jalan thaghut); Surat al-Maidah ayat 60
(terdapat manusia yang menyembah thaghut); Surat an-Nahl ayat 36 (perintah agar
manusia menjauhi thaghut); dan Surat az-Zumar ayat 17 (kabar gembira bagi manusia
yang menjauhi thaghut).
Beberapa ayat tersebut meniscayakan makna secara umum bahwa thaghut
adalah sesuatu yang tidak baik dan harus dijauhi manusia. Hal ini tentu sudah menjadi
kesepakatan bersama. Namun yang menjadi masalah dewasa ini adalah munculnya
pemikiran dan tindakan teror, dengan menuduh pihak yang dia serang sebagai thaghut.
Dengan kata lain, mereka mengkafirkan thaghut tersebut.
Makna thaghut tidak boleh diartikan secara sepihak atau satu versi saja, dengan
menutup mata dari pendapat lainnya. Padahal thaghut memiliki banyak makna, dan
belum ada satu pun definisi yang disepakati oleh para ulama.
ِ سلَ َم َو
ٍ َوفِي ك ُِل َحي،ٌاحد ِ ِفي ُج َه ْينَةَ َو:ط َواغِيتُ الَّتِي يَت َ َحا َك ُمونَ إِلَ ْي َها
ْ َ َوفِي أ،ٌاحد َّ كَانَتْ ال
20 َ ش ْي
. ُطان َّ علَ ْي ِه ْم ال
َ ُك َّهانٌ يَ ْن ِز ُل،ٌاحد
ِ َو
20
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Mesir: Dar Thuq al-Najah, 1422), nomor
4583
14
“Thaghut-thaghut yang dijadikan rujukan hukum dulunya di Juhainah satu
orang, di Bani Aslam satu orang, dan di setiap kam,pung ada satu orang. (Mereka
adalah) dukun-dukun yang didatangi oleh setan.”
Kedua, thaghut bermakna setan. Pengertian ini berdasarkan pendapat
Sayyidina Umar.
، ٌش ْي َطان َ َان ا ْل َحب
َ :ش ِة ِ سَ ا ْل ِجبْتُ ِب ِل:ُ َو َقا َل ِعك ِْر َمة. ُش ْي َطان َّ َوال، السِحْ ُر: ُا ْل ِجبْت
ُ طا
َّ ال: ُغوت
21 ُ َوال َّطا
. ُ ا ْلكَا ِهن: ُغوت
“Al-Jibt adalah sihir, sementara thaghut adalah setan. Menurut Ikrimah, al-Jibt
dalam Bahasa orang Habasyah adalah setan, sedang thaghut adalah dukun.”
Ketiga, thaghut adalah setiap sesuatu yang disembah selain Allah. Pendapat
ini diriwayatkan dari Imam Malik, sebagaimana dijelaskan oleh al-Qurthubi.22
Keempat, thaghut adalah sekutu dan berhala, dan setiap sesuatu yang disembah
selain Allah karena seruan setan. Pendapat ini disebutkan oleh Ibnu Katsir.23
Kelima, Thaghut itu macamnya banyak. Muhammad bin Abdul Wahhab
mengatakan:
َو َم ْن َدعَا،اض ُ َو َم ْن،َُّللا
ٍ ع ِب َد َو ُه َو َر ُ ِإ ْب ِل ْي:ٌسة
َّ ُس لَ َعنَه ُ َو ُرؤ ُْو، ََوال َّط َوا ِغيْتُ َكثِ ْي ُر ْون
َ س ُه ْم َخ ْم
24
َّ َو َم ْن َح َك َم بِغَ ْي ِر َما أ َ ْن َز َل،ب
.َُّللا ِ ش ْيئا ً ِم ْن ِع ْل ِم الغَ ْي ِ اس ِل ِعبَا َد ِة نَ ْف
َ َو َم ْن ا َّدعَى،س ِه َ َّالن
“Thaghut-thaghut itu banyak. Pimpinan mereka ada lima, Iblis la’natullah, setiap
yang disembah dan dia ridha, orang yang menyeru orang lain untuk menyembah
dirinya, orang yang mengklaim sesuatu dari ilmu ghaib, dan orang yang menghukumi
dengan selain yang diturunkan oleh Allah.”
Keenam, Ibnu al-Qayyim menjelaskan:
25
.ٍاو َز ِب ِه ال َع ْب ُد َح ُّد ُه ِم ْن َم ْعبُ ْو ٍد أَ ْو َمتْبُ ْوعٍ أ َ ْو ُم َطاع ُ َوالطا
َ غ ْوتُ ُك ُّل َما تَ َج
“Thaghut adalah setiap sesuatu yang seseorang melampaui batasnya, baik berupa
sesuatu yang disembah (ma’bud), diikuti (matbu’), atau dipatuhi (mutha’).”
Lalu berikutnya, ketujuh, ternyata Muhammad bin Abdul Wahhab memiliki
pengertian lain tentang thaghut. Ia mengatakan:
21
Shahih al-Bukhari, Kitab al-Tafsir, nomor 4583.
22
Tafsir al-Qurthubi, hal 44.
23
Ibnu Katsir, Tafsir Ibn Katsir (Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1419 H), jilid 2, hal. 446-447.
24
Muhammad bin Abdul Wahhab, Tsalasah al-Ushul, lihat: Ibn Utsaimin, Majmu’ al-Fatawa, jilid 6,
hal. 156.
25
Ibnu al-Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin, (Beirut: Darul Kutub a;-‘Ilmiyah, 1991),
jilid 1, hal. 50.
15
الرش َْو ِة َّ أ َ َّولُ ُه ْم ال:ٌسة
َّ ش ْي َطانُ َو َحا ِك ُم ال ُج ْو ِر َوآ ِك ُل َ َوال ُمتَبَ ِينُ لَنَا ِم ْن ُه ْم َخ ْم,ٌَوالط َوا ِغيْتُ َكثِ ْي َرة
.26ع ْل ٍم ِ َو َم ْن عُب َد فَ َر ِض َي َوال َع
ِ ام ُل ِب َغ ْي ِر
“Thaghut itu banyak, yang jelas bagi kita di antara mereka ada lima, utamanya
adalah setan, pemerintah yang lalim, pemakan riba, orang yang disembah dan dia rela,
dan orang yang mengamalkan sesuatu tanpa ilmu.”
Ibnu Taimiyah juga memiliki versi lain tentang pengertian thaghut.
Menurutnya thaghut adalah setan, berhala, dukun, dinar dan dirham, serta lainnya.27
Menurut beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan, thaghut dapat berarti
dukun, setan, segala sesuatu yang disembah selain Allah, dan berhala. Sementara
menurut Muhammad bin Abdul Wahhab, pentolan thaghut ada lima, yaitu: Iblis; orang
yang diibadahi selain Allah dan ia rela pada penyembahan kepadanya itu; orang yang
menyeru manusia untuk menyembah dirinya; orang yang mengklaim mengetahui ilmu
ghaib; dan orang yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah.
Sementara menurut Ibnu Qayyim, thaghut adalah segala sesuatu yang
menyebabkan seorang hamba melampaui batas; baik sesuatu itu dari hal yang
diibadahi, diikuti, atau ditaati. Bahkan menurut Muhammad bin Abdul Wahhab,
thaghut dapat berupa penguasa yang zhalim, pemakan suap (risywah), dan orang yang
beramal tanpa ilmu.
26
Ulama Najd al-A’lam - Muhammad bin Abdul Wahhab, ad-Durar al-Saniyyah di al-Ajwibah al-
Najdiyah, (1996), jilid 1, hal. 137.
27
Lihat: Ibnu Taymiyah, Majmu’ al-Fatawa, (Saudi Arabia: Majma’ al-Malik Fahd, 1995), jilid 16,
hal. 565.
16
Karena meski ia melakukan dosa karena ketidaktahuannya pada ilmu, belum tentu
yang ia lakukan itu menyebabkan kemurtadan atau kekafirannya.
Penguasa zhalim juga tak dapat digeneralisasi sebagai orang yang kafir.
Rasulullah bersabda:
ِ ا ْل َح ْو
.28ض علَى ْ ِي أَث َ َرةً فَا
َ ص ِب ُر ْوا َحتَّى ت َ ْلقَ ْونِ ْي ْ ست َ ْلقَ ْونَ بَ ْعد
َ إِنَّ ُك ْم
“Sesungguhnya kalian nanti akan menemui “atsarah” (pemerintah yang tidak
memenuhi hak rakyat). Maka bersabarlah hingga kalian menemuiku di telaga”
Perintah bersabar (dan larangan keluar dari ketaatan) merupakan nash bahwa
atsarah (pemerintah yang tidak memenuhi hak rakyat) tersebut tidaklah dihukumi
kafir (murtad).
Demikian pula pengertian thaghut menurut Ibnu al-Qayyim – ulama yang
banyak menjadi rukukan kaum Salafi Wahabi. Menurutnya thaghut adalah “segala
sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampaui batas; baik sesuatu itu dari hal
yang diibadahi, diikuti, atau ditaati.”29
Bila kita perhatikan, berdasarkan pengertian Ibnu Qayyim di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa tidak semua thaghut itu kafir. Karena tidak semua yang
menyebabkan seseorang melampaui batas itu menjadikan ia kafir atau murtad.
Menurut Ibnu Qayyim, seseorang dikatakan thaghut bila ia melampaui batas, bukan
karena perbuatan dosa yang dia lakukan. Perbuatan dosa seseorang memang terkadang
menjadikan dia kafir, namun terkadang juga tidak.
Lebih dari itu, tidak ada satupun ayat al-Qur’an yang menyatakan secara tegas
bahwa thaghut itu kafir. Beberapa ayat yang telah dirilis sebelumnya menjelaskan
tentang keharusan untuk ingkar atau kafir pada thaghut, bukan mengkafirkan thaghut
itu sendiri.
Inilah ketidaktepatan istidlal Abu Bakar Ba’asyir dalam bukunya Tadzkiroh
dan kelompok takfiry (pengkafiran) dalam menyikapi thaghut. Menurut kelompok
yang mudah mengkafirkan tersebut semua yang disebut thaghut adalah kafir, bahkan
halal dibunuh. Padahal fakta ilmiahnya sebagaimana telah dijelaskan tidaklah
demikian.
Wallahu a’lam bish-shawab.
28
Shahih al-Bukhari hadits no. 7057 dan Shahih Muslim hadits no. 1845.
29
Ibnu al-Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in, jilid 1, hal. 50.
17
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar Ba’asyir, Tadzkiroh (Peringatan Dan Nasehat Karena Allah), (Jakarta:
JAT Medi Center, Cetakan.II, Shaffar 1434H / Januari 2013)
al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Shahih al-Bukhari, (Mesir: Dar Thuq al-Najah,
1422)
Ibnu Katsir, Tafsir Ibn Katsir (Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1419 H)
al-Qayyim, Ibnu. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin, (Beirut: Darul Kutub a;-
‘Ilmiyah, 1991)
Ulama Najd al-A’lam - Muhammad bin Abdul Wahhab, ad-Durar al-Saniyyah di al-
Ajwibah al-Najdiyah, (1996)
Ibnu Taymiyah, Majmu’ al-Fatawa, (Saudi Arabia: Majma’ al-Malik Fahd, 1995)
https://www.kiblat.net
htttp://www.rapller.com
www.wikipedia.org
18