Anda di halaman 1dari 124

PROYEK AKHIR

PEMODELAN SISTEM PENGENDALIAN BOILER FOLLOW,


TURBINE FOLLOW, DAN COORDINATED CONTROL
PADA SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP
BERBASIS HYSYS

Tri Bimantara Satriyo


NRP 3210 131 025

Dosen Pembimbing:
Hendrik Elvian Gayuh Prasetya, S.T., M.T.
NIP 20000000201

Prima Dewi Permatasari, S.ST., M.T.


NIP 2000000045

PROGRAM STUDI SISTEM PEMBANGKIT ENERGI


DEPARTEMEN TEKNIK MEKANIKA DAN ENERGI
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2017

1
PROYEK AKHIR

PEMODELAN SISTEM PENGENDALIAN BOILER


FOLLOW, TURBINE FOLLOW, DAN COORDINATED
CONTROL
PADA SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP
BERBASIS HYSYS

Tri Bimantara Satriyo


NRP 3210 131 025

Dosen Pembimbing :
Hendrik Elvian Gayuh Prasetya, S.T., M.T.
NIP 20000000201

Prima Dewi Permatasari, S.ST., M.T.


NIP 2000000045

PROGRAM STUDI SISTEM PEMBANGKIT ENERGI


DEPARTEMEN TEKNIK MEKANIKA DAN ENERGI
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2017

i
FINAL PROJECT

MODELING OF BOILER FOLLOW, TURBINE


FOLLOW, AND COORDINATED CONTROL IN STEAM
POWER PLANT BASED ON HYSYS

Tri Bimantara Satriyo


NRP 3210 131 025

Advisor :
Hendrik Elvian Gayuh Prasetya, S.T., M.T.
NIP 20000000201

Prima Dewi Permatasari, S.ST., M.T.


NIP 2000000045

POWER PLANT ENGINEERING


ENERGY AND MECHANICAL ENGINEERING
DEPARTMENT
ELECTRONIC ENGINEERING POLYTECHNIC
INSTITUTE OF SURABAYA
SURABAYA
2017

ii
PEMODELAN SISTEM PENGENDALIAN BOILER FOLLOW,
TURBINE FOLOW DAN COORDINATED CONTROL
PADA SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP
BERBASIS HYSYS

Oleh :
Tri Bimantara Satriyo
NRP 3210 131 025

Proyek Akhir ini Digunakan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST.)
di
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
2015

Disetujui oleh :
Tim Penguji Proyek Akhir: Dosen Pembimbing :

1. Ir. Joke Pratilastiarso, M.T 1. Hendrik Elvian Gayuh P, S.T., M.T


NIP 19620920 198803 1 002 NIP 20000000201

2. Erik Tridianto, S.T., M.T. 2. Prima Dewi Permatasari, S.S.T., M.T


NIP 19860421 201504 1 001 NIP. 2000000045

3. Rif’ah Amalia, S.T., M.T


NIP. 900506

Mengetahui,
Ketua Program Studi D4 Sistem Pembangkit Energi

Ir. Joke Pratilastiarso, M.T.


NIP 19620920 198803 1 002
iii
ABSTRAK

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan salah


satu industri pembangkitan yang produknya langsung digunakan
oleh konsumen secara real time. Dalam menjaga produksi listrik
pada suatu PLTU, terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan,
seperti evaluasi performansi dari tiap unit operasi, manajemen
pemeliharaan, dan penggunaan strategi pengendalian yang tepat.
Pada PLTU, terdapat beberapa strategi pengendalian yang sering
digunakan, yakni boiler follow control (BFC), turbine follow
control (TFC), dan coordinated control (CC). Strategi
pengendalian tersebut digunakan untuk menjaga kehandalan
sistem, mengingat desain sistem PLTU yang tergolong kompleks
terutama pada unit operasi boiler dan turbine. Untuk mengetahui
performa strategi pengendalian tersebut, dapat dilakukan dengan
pemodelan sistem dan analisis respon dinamis. Pada penelitian
yang telah dilakukan, pemodelan dan analisis respon dipadukan
dengan penggunaan metode tuning PI/PID yang tepat. Hal tersebut
bertujuan untuk mengetahui jenis strategi pengendalian yang tepat
pada plant. Dalam menerapkan pemodelan desain sistem
pengendalian PLTU perlu dilakukan strategi pengendalian berbasis
plant sebenarnya dapat dilakukan dengan menggunakan metode
pengendalian direct synthesis (DS) dan internal model control
berbasis PID (IMC-PID). Hasil penelitian memberikan hasil
performa bahwa kedua metode DS dan IMC-PID mampu
digunakan untuk tuning pengendalian pada strategi BFC, TFC dan
CC. Dari tiga strategi pengendalian yang dimodelkan, strategi CC
dapat dikatakan sebagai strategi yang tepat dengan tuning DS
dalam menghadapi perubahan set point ±5% dengan nilai IAE
92.108,8 dan 89.967,4, serta perubahan disturbance ±5% dengan
nilai IAE 30.050,6 dan 24.955,5.
Kata Kunci: Boiler follow control, turbine follow control,
coordinated control, tuning, internal model control, direct
synthesis

iv
ABSTRACT

Coal-fired power plant is one of the generation industries


whose products are directly used by consumers in real time. In
maintaining electricity production in a coal-fired power plant, there
are various efforts that can be done, such as performance evaluation
of each operating unit, maintenance management, and the use of
appropriate control strategies. In the coal-fired power plant, there
are several control strategies that are often used, namely boiler
follow control (BFC), turbine follow control (TFC), and
coordinated control (CC). The control strategy is used to maintain
the reliability of the system, considering the design of PLTU
systems that are complex, especially in the operating units of
boilers and turbines. To know the performance of control strategies,
it can be done with system modeling and dynamic response
analysis. In the research that has been done, modeling and response
analysis combined with the use of appropriate PI/PID tuning
method. It aims to find out the right type of control strategy in the
plant. The application of modeling of control system design in coal-
fired power plant needs to be done considering the actual plant
which can be done by using tuning method of direct synthesis (DS)
and internal control model based on PID (IMC-PID). The results
provide performance that both DS and IMC-PID methods are
capable of being used for control tuning on BFC, TFC and CC
strategies. From the three control strategies modeled, CC strategy
can be said to be the right strategy with DS tuning in the face of set
point change ± 5% with IAE values of 92,108.8 and 89,967.4, and
disturbance change ± 5% with IAE values of 30,050.6 and
24,955.5.
Kata Kunci: Boiler follow control, turbine follow control,
coordinated control, tuning, internal model control, direct
synthesis

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada


Allah subḥãnahu wa ta’alã yang telah memberikan
kesempatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan
proyek akhir yang berjudul
PEMODELAN SISTEM PENGENDALIAN BOILER
FOLLOW, TURBINE FOLLOW, DAN COORDINATED
CONTROL PADA SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA UAP BERBASIS HYSYS
Proyek akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat
akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan
(S.ST) di Politeknik Elekronika Negeri Surabaya (PENS).
Dalam menyelesaikan proyek akhir ini penulis
melaksanakannya berdasarkan teori-teori yang telah
diperoleh dalam perkuliahan, membaca literatur, dan
mendapat bimbingan dari dosen pembimbing serta pihak lain
yang telah banyak memberikan semangat serta bantuannya.
Dalam penyusunan laporan proyek akhir ini, penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan masukan dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan buku
proyek akhir ini. Semoga buku proyek akhir ini dapat
memberikan manfaat terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan bagi semua pihak pada umumnya dan bagi
penulis sendiri pada khususnya.

Surabaya, 28 Agustus 2017

Penulis

vi
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Allah subḥãnahu wa ta’alã, Dzat yang


Maha Berilmu lagi Maha Mengetahui atas segala ciptaan-
Nya. Tanpa menghilangkan rasa hormat, saya selaku
penyusun dan penulis mengucapkan terimakasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dan terus memberi
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan proyek akhir
ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibunda Sri Endah Rukmonowati, S.Pd, atas doa dan
perhatian yang tiada kurang kepada penulis dalam
setiap momen kehidupan yang dilalui
2. Ayahanda allahuyarham Ir. Bambang Satriyo
Purwito, M.M, yang masih sempat menjadi teman
diskusi dan menjadi sosok yang selalu menginspirasi
kehidupan penulis
3. Saudara Eko Rukmono Satriyo, S.T. (sekeluarga) dan
Dwi Kurniawan Satriyo, S.Kom. (sekeluarga), yang
selalu memberi dikungan kepada lil-bro kalian
4. Dr. Zaenal Arief, S.T., M.T., selaku Direktur
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
5. Ir. Joke Pratilastiarso, S.T., M.T., selaku Ketua
Program Studi D4 Sistem Pembangkit Energi
6. Hendrik Elvian Gayuh Prasetya, S.T., M.T. dan Prima
Dewi Permatasari, S.ST., M.T., selaku Dosen
Pembimbing
7. Para dosen penguji proyek akhir, yang telah memberi
arahan dan evaluasi, sehingga penulis dapat
memperbaiki proyek akhi ini menjadi lebih baik
8. Erik Tridianto, S.T., M.T., yang telah memberikan
izin pengerjaan proyek akhir pada Laboratorium
Energi Terbarukan, Ruang PS-03.04.

vii
9. Achmad Qomarul Mujahidin, selaku rekan kerja
proyek akhir dan rekan pembelajar awam ilmu
pengendalian dan pemodelan pada HYSYS
10. Penduduk kuil barat (Ruang TA, PS-03.08), yang
telah memberi kesan, pesan, motivasi, dan segala
dukungan selama penyelesaian proyek akhir
11. Penduduk kuil timur (Laboratorium Fluida, EN-102),
yang menjadi tempat singgah dan cetak keperluan
proyek akhir disetiap fasenya
12. Saudara-saudari seperjuangan, SPE 2013 (EN-03) dan
personil tambahan dari SPE 2012 (EN-02) yang juga
turut menjadi bagian perjuangan, saudara Awang.
13. Massa kampus dan massa Hima Energi khususnya,
SPE 2014 (EN-04), SPE 2015 (EN-05), dan darah
muda SPE 2016, yang telah memberi dukungan dalam
berbagai hal
14. Kepada semua pihak yang mungkin tidak tersebutkan,
yang telah memberi dukungan dan mungkin penulis
tidak menyadarinya

Surabaya, 28 Agustus 2017

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................... i


HALAMAN JUDUL ....................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................... iii
ASTRAK ...................................................................................... iv
ABSTRACT ................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................. vi
UCAPAN TERIMAKASIH .......................................................vii
DAFTAR ISI ................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................... xi
DAFTAR TABEL ...................................................................... xiv
BAB I ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Tujuan Proyek Akhir ........................................................ 4
1.3 Rumusan Masalah ............................................................. 5
1.4 Batasan Masalah ............................................................... 5
1.5 Sistematika Pembahasan.................................................... 6
BAB II ........................................................................................... 7
2.1 Media Pemodelan Sistem ................................................. 7
2.2 Strategi Pengendalian ....................................................... 8
2.2.1 Boiler Follow Control ............................................. 9
2.2.2 Turbine Follow Control ......................................... 10
2.2.3 Coordinated Control .............................................. 12
2.3 Pengendalian PI/PID ....................................................... 13
2.4 Fungsi Alih ..................................................................... 14
2.5 First Order Plus Dead Time (FOPDT) ........................... 14
2.6 Metode Tuning ................................................................ 15
2.6.1 Internal Model Control berbasis PID
(IMC-PID) ............................................................ 16
2.6.2 Direct Synthesis (DS) ............................................ 18
2.7 Grafik Analisis Performansi Pengendalian ..................... 20
2.7.1 Delay Time (td) ....................................................... 21

ix
2.7.2 Rise Time (tr) .......................................................... 21
2.7.3 Peak Time (tp) ........................................................ 22
2.7.4 Maximum (percent) Overshoot (Mp) ...................... 22
2.7.5 Settling Time (ts) .................................................... 22
2.8 Integral Absolute Error (IAE) ........................................ 22
BAB III ........................................................................................ 25
3.1 Pengambilan Data Operasional ....................................... 26
3.2 Pemodelan Strategi Pengendalian ................................... 26
3.2.1 Kondisi Tunak (Steady-State Condition) ............... 26
3.2.2 Kondisi Dinamis (Dynamic-State Condition) ........ 30
3.2.3. Kondisi Dinamis dengan Instrumen ..................... 32
3.3 Pengujian Pengendalian pada Kondisi Open-Loop ........ 36
3.3.1 Strategi Boiler Follow Control ............................... 36
3.3.2 Strategi Turbine Follow Control ........................... 44
3.3.3 Strategi Coordinated Control ................................ 53
3.4 Tuning Parameter Pengendalian ..................................... 59
3.4.1 Tuning Internal Model Control berbasis PID ......... 60
3.4.2 Tuning Direct Synthesis .......................................... 64
BAB IV ........................................................................................ 69
4.1 Analisis Perubahan Set Point .......................................... 69
4.1.1 Boiler Follow Control ........................................... 69
4.1.2 Turbine Follow Control ......................................... 75
4.1.3 Coordinated Control .............................................. 82
4.2 Analisis Perubahan Disturbance ..................................... 87
4.2.1 Boiler Follow Control ........................................... 88
4.2.2 Turbine Follow Control ......................................... 91
4.2.3 Coordinated Control .............................................. 94
BAB V ........................................................................................ 101
5.1 Kesimpulan .................................................................... 101
5.2 Saran .............................................................................. 101
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 103
LAMPIRAN .............................................................................. 107
RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................ 108

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tampilan Penuh Penggunaan HYSYS .................. 7


Gambar 2.2 Strategi Boiler Follow Control .............................. 9
Gambar 2.3 Strategi Turbine Follow Control ......................... 11
Gambar 2.4 Strategi Coordinated Control .............................. 12
Gambar 2.5 Diagram Blok Pengendalian IMC ....................... 16
Gambar 2.6 Diagram Blok Pengendalian DS .......................... 18
Gambar 2.7 Grafik Analisis Respon Tunak dan Dinamis ....... 21
Gambar 2.8 Representasi Grafik IAE ....................................... 23
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ....................................... 25
Gambar 3.2 (a) Separator......................................................... 27
Gambar 3.2 (b) Heater ............................................................ 27
Gambar 3.2 (c) Expander ........................................................ 27
Gambar 3.3 (a) Penyusunan Konektivitas Unit Operasi
Steam Drum ................................................... 28
Gambar 3.3 (b) Proses Subtitusi Data Operasional pada
Worksheet ...................................................... 29
Gambar 3.4 Skema Pemodelan Menggunakan HYSYS pada
Kondisi Tunak (steady) ....................................... 30
Gambar 3.5 Pengaturan Waktu Simulasi Pemodelan pada
Menu Integrator ................................................... 31
Gambar 3.6 Sampel Data Output Temperature Pemodelan
Sub-Unit Operasi Superheater pada Kondisi
Dinamis ............................................................... 32
Gambar 3.7 Penggunaan PID Controller pada main palette
dan sub-palette HYSYS ...................................... 33
Gambar 3.8 (a) Pengaturan PV ................................................ 34
Gambar 3.8 (b) Pengaturan OP ............................................... 34
Gambar 3.9 Pengaturan Autotuning pada HYSYS .................. 35
Gambar 3.10 Pemodelan Strategi Boiler Follow Control
pada HYSYS ..................................................... 36
xi
Gambar 3.11 (a) Hasil Pengujian Open-Loop IC pada BFC ... 37
Gambar 3.11 (b) Hasil Pengujian Open-Loop PIC pada BFC.. 37
Gambar 3.12 Pemodelan Strategi Turbine Follow Control
Pada HYSYS ..................................................... 45
Gambar 3.13 (a) Hasil Pengujian Open-Loop IC pada TFC ... 46
Gambar 3.13 (b) Hasil Pengujian Open-Loop PIC pada TFC .. 46
Gambar 3.14 Pemodelan Strategi Coordinated Control
Pada HYSYS ..................................................... 54
Gambar 3.15 Hasil Pengujian Open-Loop IC pada CC ........... 55
Gambar 3.16 Hasil Pengujian Opel-Loop Feed-Forward
pada Instrumen PIC berbasis IMC .................... 61
Gambar 3.17 Hasil Pengujian Opel-Loop Feed-Forward
pada Instrumen PIC berbasis DS ...................... 65
Gambar 4.1 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada IC-BFC .................................................. 70
Gambar 4.1 (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
pada IC-BFC .................................................. 71
Gambar 4.2 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada PIC-BFC ................................................ 73
Gambar 4.2 (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
pada PIC-BFC ................................................ 73
Gambar 4.3 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada IC-TFC .................................................. 76
Gambar 4.3 (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
pada IC-TFC .................................................. 77
Gambar 4.4 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada PIC-TFC ................................................ 79
Gambar 4.4 (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
pada PIC-TFC ................................................ 79
Gambar 4.5 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada IC-CC .................................................... 82
Gambar 4.5 (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
xii
pada IC-CC .................................................... 83
Gambar 4.6 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada PIC-CC .................................................. 85
Gambar 4.6 (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
pada PIC-CC .................................................. 85
Gambar 4.7 (a) Pengujian Disturbance +5% pada IC-BFC .... 88
Gambar 4.7 (b) Pengujian Disturbance +5% pada PIC-BFC .. 89
Gambar 4.8 (a) Pengujian Disturbance -5% pada IC-BFC ..... 90
Gambar 4.8 (b) Pengujian Disturbance -5% pada PIC-BFC ... 91
Gambar 4.9 (a) Pengujian Disturbance +5% pada IC-TFC .... 92
Gambar 4.9 (b) Pengujian Disturbance +5% pada PIC-TFC .. 92
Gambar 4.10 (a) Pengujian Disturbance -5% pada IC-TFC ... 93
Gambar 4.10 (b) Pengujian Disturbance -5% pada PIC-TFC . 94
Gambar 4.11 (a) Pengujian Disturbance +5% pada IC-CC .... 95
Gambar 4.11 (b) Pengujian Disturbance +5% pada PIC-CC .. 95
Gambar 4.12 (a) Pengujian Disturbance -5% pada IC-CC ..... 97
Gambar 4.12 (b) Pengujian Disturbance -5% pada PIC-CC ... 97

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Rencana Utama Penyediaan Tenaga Listrik


2016-2025 .................................................................. 1
Tabel 1.2 (Lanjutan) Rencana Utama Penyediaan Tenaga
Listrik 2016-2025 ...................................................... 2
Tabel 3.1 Data Operasional Boiler dan Turbine pada PLTU ... 26
Tabel 3.2 Konektivitas per Unit Operasi ................................. 28
Tabel 3.3 Lokasi Penempatan Valve ....................................... 29
Tabel 3.4 Pengaturan PV dan MV............................................ 34
Tabel 3.5 Interpoasi t63% pada IC Strategi BFC ....................... 39
Tabel 3.6 Interpolasi t28% pada IC Strategi BFC ...................... 40
Tabel 3.7 Interpoasi t63% pada PIC Strategi BFC .................... 42
Tabel 3.8 Interpolasi t28% pada PIC Strategi BFC ................... 43
Tabel 3.9 Parameter FOPDT pada Instrumen BFC ................. 44
Tabel 3.10 Interpoasi t63% pada IC Strategi TFC ..................... 48
Tabel 3.11 Interpolasi t28% pada IC Strategi TFC .................... 49
Tabel 3.12 Interpoasi t63% pada PIC Strategi TFC ................... 51
Tabel 3.13 Interpolasi t28% pada PIC Strategi TFC .................. 52
Tabel 3.14 Parameter FOPDT pada Instrumen TFC ............... 53
Tabel 3.15 Interpoasi t63% pada IC Strategi CC ....................... 56
Tabel 3.16 Interpolasi t28% pada IC Strategi CC ...................... 57
Tabel 3.17 Parameter FOPDT pada Instrumen CC ................. 59
Tabel 3.18 Nilai Parameter PI/PID IMC pada IC .................... 60
Tabel 3.19 Interpoasi t63% pada PIC Strategi CC ..................... 62
Tabel 3.20 Interpolasi t28% pada PIC Strategi CC .................... 63
Tabel 3.21 Nilai Parameter PI/PID IMC pada PIC ................. 64
Tabel 3.22 Nilai Parameter PI/PID DS pada IC ...................... 65
Tabel 3.23 Interpoasi t63% pada PIC Strategi CC ..................... 66
Tabel 3.24 Interpolasi t28% pada PIC Strategi CC .................... 67
Tabel 3.25 Nilai Parameter PI/PID DS pada PIC .................... 68

xiv
Tabel 4.1 Respon Kuantitatif Instrumen IC pada BFC ........... 72
Tabel 4.2 Respon Kuantitatif Instrumen PIC pada BFC ......... 74
Tabel 4.3 Respon Kuantitatif Total pada BFC ........................ 74
Tabel 4.4 Respon Kuantitatif Instrumen IC pada TFC ............ 78
Tabel 4.5 Respon Kuantitatif Instrumen PIC pada TFC ......... 80
Tabel 4.6 Respon Kuantitatif Total pada TFC ........................ 80
Tabel 4.7 Respon Kuantitatif Instrumen IC pada CC .............. 84
Tabel 4.8 Respon Kuantitatif Instrumen PIC pada CC ........... 86
Tabel 4.9 Respon Kuantitatif Tiap Strategi Pengendalian
dengan Metode Tuning IMC-PID ............................ 87
Tabel 4.10 Respon Kuantitatif Tiap Strategi Pengendalian
dengan Metode Tuning DS .................................... 87
Tabel 4.11 Respon Kuantitatif dari Kenaikan
Disturbance +5% pada BFC .................................. 90
Tabel 4.12 Respon Kuantitatif dari Kenaikan
Disturbance -5% pada BFC .................................. 91
Tabel 4.13 Respon Kuantitatif dari Kenaikan
Disturbance +5% pada TFC .................................. 93
Tabel 4.14 Respon Kuantitatif dari Kenaikan
Disturbance -5% pada TFC ................................... 94
Tabel 4.15 Respon Kuantitatif dari Kenaikan
Disturbance +5% pada CC .................................... 96
Tabel 4.16 Respon Kuantitatif dari Kenaikan
Disturbance -5% pada CC ..................................... 98
Tabel 4.17 Respon Kuantitatif Tiap Strategi Pengendalian
dengan Metode Tuning IMC-PID .......................... 98
Tabel 4.18 Respon Kuantitatif Tiap Strategi Pengendalian
dengan Metode Tuning DS ................................... 99

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pesatnya laju pertumbuhan ekonomi suatu negara
membawa konsekuensi pada peningkatan kebutuhan energi
listrik. Kondisi tersebut menguatkan kondisi bahwa sektor
energi sudah menjadi bagian dari manusia yang tidak dapat
dipisahkan [1]. Di Indonesia, kebutuhan energi listrik pada
suatu daerah didorong oleh tiga faktor utama, yaitu
pertumbuhan ekonomi, program elektrifikasi, dan pengalihan
captive power ke jaringan PLN [2].
Faktor ekonomi menjadi faktor pendorong yang
dominan. Hal tersebut ditengarai menjadi acuhan dalam
Rencana Utama Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun
2016-2025. Setiap kenaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi
yang terjadi pada tahun 2015-2019 dengan nilai 4,7%-8,0%
akan berdampak pada pemenuhan pasokan listrik, ditandai
dengan semakin bertambahnya nilai beban puncak (non-
coincident). Oleh karena itu, pengembangan kapasitas
pembangkit tenaga listrik diarahkan untuk memenuhi
pertumbuhan beban yang direncanakan, dan pada beberapa
wilayah tertentu diutamakan untuk memenuhi kekurangan
pasokan tenaga listrik [3]. Hal tersebut menjelaskan adanya
korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan
kebutuhan listrik nasional.
Tabel 1.1 Rencana Utama Penyediaan Tenaga Listrik
2016-2025
Proyeksi
Penjualan Beban Puncak
Tahun Pertumbuhan
(TWh) (non-coincident) (MW)
Ekonomi (%)
2015 4,7 200 33.112
2016 5,5 217 35.828

1
Tabel 1.2 (Lanjutan) Rencana Utama Penyediaan Tenaga
Listrik 2016-2025
Proyeksi Beban Puncak
Penjualan
Tahun Pertumbuhan (non-coincident)
(TWh)
Ekonomi (%) (MW)
2017 7,1 244 40.218
2018 7,5 268 44.130
2019 8,0 292 47.711
2020 6,4 315 51.270
2021 6,4 340 55.299
2022 6,4 366 59.523
2023 6,4 394 64.127
2024 6,4 425 69.058
2025 6,4 457 74.383
Sumber : PT. PLN, Rencana Utama Penyediaan Tenaga Listrik 2016-2025,
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, 2016

Dalam rangka memenuhi kebutuhan energi listrik


nasional, pemerintah Indonesia menggalakkan program
pemerataan energi listrik dengan memunculkan Fast Track
Program (FTP) semenjak tahun 2006 [4]. Program tersebut
bertujuan mengusahakan persebaran pembangkit tenaga listrik
di seluruh Indonesia. Sampai dengan bulan September 2014,
kapasitas terpasang pembangkit PLN dan IPP di Indonesia
adalah 43.457 MW yang terdiri dari 33.499 MW di sistem
Jawa-Bali dan 9.958 MW di sistem-sistem kelistrikan Wilayah
Sumatera dan Indonesia Timur. Persentase untuk kapasitas
terpasang per jenis pembangkit sebagai berikut : PLTU 15.554
MW (45,47%), PLTGU 8.814 MW (25,77%), PLTD 2.848
MW (8,33%), PLTA 3.520 MW (10.29%), PLTG 2.894 MW
(8,46%), PLTP 568 MW (1,67%), PLT Surya dan PLT Bayu
8,37 MW (0,02%) [2].
Realitanya, dari berbagai jenis pembangkit yang ada di
Indonesia, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) masih
menjadi penyuplai utama kebutuhan listrik yang ada di
Indonesia dengan kapasitas terpasang 15.554 MW yang senilai
dengan 45,47% listrik Indonesia [5]. Kontinuitas operasi yang
2
tinggi, dapat dibangun dengan kapasitas yang bervariasi,
memiliki life time yang tergolong lama, merupakan beberapa
alasan dari PLTU yang masih menjadi penyuplai utama listrik
di Indonesia. Mengingat peran PLTU yang masih menjadi
penyuplai utama listrik Indonesia, dipandang perlu secara
operasional untuk menjaga produksi listrik secara stabil dan
efisien.
Dalam menjaga produk listrik pada suatu PLTU,
terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan, seperti evaluasi
performansi dari tiap unit operasi, manajemen pemeliharaan
[6] dan strategi pengendalian. Pada PLTU, terdapat beberapa
strategi pengendalian yang sering digunakan, yakni boiler
follow, turbine follow dan coordinated control [7]. Strategi
pengendalian tersebut digunakan untuk menjaga kehandalan
sistem, mengingat desain sistem PLTU yang tergolong
kompleks terutama pada unit operasi boiler dan turbine [8].
Oleh karena itu, dalam membantu mengetahui proses
strategi pengendalian pada sistem PLTU yang kompleks,
dapat dilakukan dengan pemodelan sistem berbasis HYSYS.
HYSYS merupakan software yang digunakan untuk
mensimulasikan proses yang ada pada plant sebenarnya.
Dalam mengetahui respon plant melalui HYSYS, dapat
dilakukan dengan analisis kondisi steady (tunak) dan kondisi
dinamis. Namun, karena keadaan plant yang dinamis, lebih
cocok dilakukan dengan pendekatan karakteristik dinamis dari
suatu sistem untuk memanipulasi input dan disturbance [9].
Analisis respon dinamis juga merupakan formula dalam
prosedur pemodelan dengan konsep PI/PID.
Pengendalian PI/PID adalah pengendalian yang
diterapkan pada banyak plant. Pengendalian PID dinilai dapat
menghasil respon sistem yang cepat [10]. Algoritma yang
sederhana dan mudah dipahami juga menjadi alasan tersendiri
bahwa pengendalian PI/PID sering digunakan [11]. Pada
dasarnya, pengendalian PI/PID perlu memperhatikan proses
3
tuning, yakni proses penentuan karakter P,I dan D agar
didapatkan respon sistem yang diinginkan [12].
Namun, pengendalian PI/PID saja tidak cukup untuk
diterapkan pada suatu PLTU. Pengendalian PI/PID sebetulnya
pengendalaian yang hanya digunakan untuk kondisi linier.
Sedangkan mengingat sistem PLTU yang kompleks, respon
yang dihasilkan cenderung non-linier [13]. Oleh karena itu,
dalam menerapkan pemodelan desain sistem pengendalian
PLTU perlu dilakukan strategi pengendalian berbasis plant
sebenarnya [14], yakni dengan menggunakan metode
pengengendalian direct synthesis (DS) dan internal model
control berbasis PID (IMC-PID) [15].
DS merupakan suatu metode untuk merancang atau
melakukan tuning agar didapati perolehan nilai parameter
pengendalian melalui korelasi parameter plant pada sistem
closed-loop. Sedangkan IMC merupakan suatu metode untuk
merancang feedback controller sebagai penjaga keluaran suatu
proses yang stabil [16] untuk memberikan respon sesuai yang
diinginkan terhadap perbuahan set point [17] dan mengatasi
distutbance yang langsung masuk pada keluaran proses.
Kedua metode pengendalian tersebut masing-masing
memiliki dasar pengendalian PI/PID yang sudah
dikembangkan berbasis plant sebenarnya. Oleh karena itu,
dengan menggunakan kedua metode tersebut diharapkan dapat
meberikan opsi tuning pengendalian yang tepat sesuai dengan
operasional pada suatu PLTU.

1.2 Tujuan Proyek Akhir


1. Melakukan pemodelan sistem pengendalian boiler follow,
turbine follow, dan coordinated control pada sistem PLTU
berbasis HYSYS
2. Mengetahui respon dinamis dari metode tuning Internal
Model Control-PID (IMC-PID) dan Direct Synthesis (DS)

4
pada strategi boiler follow, turbine follow, dan coordinated
control
3. Mengetahui performa dari metode tuning Internal Model
Control-PID (IMC-PID) dan Direct Synthesis (DS) pada
strategi boiler follow, turbine follow, dan coordinated
control
4. Menganalisis hasil komparasi antara metode tuning
Internal Model Control-PID (IMC-PID) dan Direct
Synthesis (DS)
5. Mengetahui jenis metode tuning yang tepat sesuai dengan
kebutuhan real plant pada PLTU

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perbedaan respon pada metode pengendalian
Internal Model Control-PID (IMC-PID) dan Direct
Synthesis (DS)?
2. Bagaimana perbedaan performansi pada metode
pengendalian Internal Model Control-PID (IMC-PID) dan
Direct Synthesis (DS)?
3. Bagaimana respon metode pengendalian berdasarkan plant
PLTU?
4. Apa metode pengendalian yang sesuai dengan plant
PLTU?

1.4 Batasan Masalah


1. Pemodelan sistem pengendalian boiler follow, turbine
follow dan coordinate control ini menggunakan aplikasi
HYSYS sebagai media pemodelan proses.
2. Dalam beberapa kasus akan dibutuhkan jenis perhitungan
termodinamika yang akan digunakan (fluid package).
Fluide package yang digunakan pada pemodelan dengan
menggunakan aplikasi HYSYS ini menggunakan metode
Peng Robinshon (PR)
3. Terdapat parameter gas-fired boiler sebagai disturbance
pada pemodelan sistem pengendalian
5
4. Sistem PLTU yang terlibat dalam pemodelan sisten
pengendalian mencakup unit operasi boiler, turbin dan
generator.
5. Pengujian dilakukan dengan variasi set point dan
disturbance pada ±5%.

1.5 Sistematika Pembahasan


Buku proyek akhir ini tersusun atas beberapa bab
pembahasan. Sistematika pembahasan tersebut adalah sebagai
berikut :
BAB I
Pendahuluan menguraikan secara singkat latar
belakang, tujuan, rumusan masalah, batasan masalah, dan
sistematika penulisan.
BAB II
Dasar Teori berisi pembahasan secara garis besar
tentang teori-teori yang berkaitan tentang proyek akhir
BAB III
Metodelogi penelitian membahas tentang diagram alir
penelitian, skema proses kerja sistem, dan rancangan proyek
akhir
BAB IV
Analisis dan pembahasan menjelaskan hasil pengujian
secara eksperimental maupun numerik dan analisa terhadap
hasil yang didapat.
BAB V
Penutup berisi kesimpulan yang diambil berdasarkan
analisa hal-hal penting, keunikan, kelebihan/kekurangan, serta
saran-saran untuk penyempurnaan dari proyek akhir yang
dibuat.

6
BAB II
PEMODELAN STRATEGI PENGENDALIAN PADA
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

2.1 Media Pemodelan Sistem


Sistem PLTU merupakan sistem yang tergolong
kompleks, terutama pada unit operasi boiler dan turbine [8].
Oleh karena itu, dalam membantu mengetahui proses strategi
pengendalian pada sistem PLTU, dapat dilakukan dengan
pemodelan sistem berbasis HYSYS. HYSYS merupakan
perangkat lunak yang digunakan sebagai media simulasi
proses yang ada pada plant sebenarnya. Selain itu, HYSYS
juga merupakan penggabungan dari matematika terapan, fisika
dan perangkat lunak komputasi dengan beberapa persamaan
penunjang.

Gambar 2.1 Tampilan Penuh Penggunaan HYSYS


Sumber: POMITS, Model Based Controller Dengan Menggunakan
Internal Model Control (IMC) Yang Ditunning Berdasarkan Perubahan Set
Point dan Disturbance pada Power Plant Berbasis HYSYS, 2013.

Pada pemodelan sistem PLTU ini digunakan persamaan


Peng-Robinson. Persamaan ini memberikan dukungan dalam

7
rentang yang luas dari kondisi operasi dan variasi terbesar dari
berbagai sistem dengan menghasilkan semua sifat (property)
termodinamika dan kesetimbangan yang dibutuhkan secara
langsung [18]. Persamaan ini akan membantu menampilkan
proses simulasi berdasarkan plant sebenarnya dengan luaran
dalam bentuk data dan grafik pada kondisi dinamis.

2.2 Strategi Pengendalian


Proses produksi main steam pada suatu industri
pembangkit listrik secara teori terbilang sederhana. Namun,
dalam peninjauan operasional lapangan terbilang sangat
kompleks mengingat ketergantungan antar unit operasi yang
terlibat. Terlebih, pada unit operasi boiler yang memerlukan
pengendalian kompleks dengan pertimbangan beberapa
interaksi antar sub-unit operasionalnya.
Solusi yang ditawarkan untuk meningkatkan produksi
main steam yang diperlukan adalah dengan menggunakan
konsep strategi advanced regulatory control (ARC). Jacques
Smuts, mendeskripsikan konsep strategi advanced regulatory
control (ARC) sebagai cara untuk melakukan pengendalian
pada unit operasi boiler dan turbine. Klasifikasi strategi ARC
dikelompokkan berdasarkan aplikasi [6] pada:
1. Boiler drum level dan air umpan
2. Tekanan ruang bakar (furnace)
3. Temperatur uap kering
4. Beban generator
5. Katup bertekanan (pressure valve)
Dari beberapa aplikasi tersebut, penggunaan strategi
ARC pada pengendalian katup bertekanan (pressure valve)
memiliki sasaran pencapaian level fluktuasi tertinggi dalam
menjaga proses produksi uap kering pada suatu pembangkit
listrik. Pengendalian tekanan katup dilakukan dengan tiga
mode strategi pengendalian, yakni Boiler Follow Control

8
(BFC), Turbine Follow Control (TFC) dan Coordinated
Control (CC).

2.2.1 Boiler Follow Control

Gambar 2.2 Strategi Boiler Follow Control


Sumber: Improving Boiler Stability Through Advanced Regulatory
Control oleh Jacques Smuts, OptiControls, Inc., Texas, 2010.

Proses pengendalian boiler follow control


melibatkan unit operasional boiler dan turbine yang
memiliki sistem pengendalian terpisah, namun saling
berinteraksi satu sama lain. Gambar 2.1 menunjukkan
skema strategi pengendalian boiler follow control.
Strategi boiler follow control digunakan ketika
terjadi perubahan beban pada generator yang menjadi
parameter untuk respon peningkatan uap kering menuju
turbine. Penambahan beban pada generator akan
menghasilkan sinyal error yang akan dibaca oleh
indicator controller untuk selanjutnya indicator
controller menghasilkan sinyal pengendalian untuk
mengatur luaran pengendalian berupa persentase buka
tutup turbine governor valve.

9
Respon pengendalian tersebut mengakibatkan
main steam dari boiler yang akan dikondisikan oleh
turbine governor valve mengalami fluktuasi tekanan.
Kondisi demikian harus segera disesuaikan melalui
respon lanjutan demi menjaga konsistensi produktivitas
sistem. Pressure valve controller akan merespon
kondisi tersebut dengan melakukan pengaturan
pemenuhan udara pembakaran, bahan bakar batu bara
ataupun aliran air umpan. Dari skema tersebut, dapat
diketahui struktur pengendalian BFC adalah feedback.
Konsep dasar pengendalian feedback adalah dengan
menghitung sinyal error dari perbandigan variabel yang
terukur dengan nilai set point proses untuk selanjutnya
melakukan tindakan korektif [9].
Strategi boiler follow control mempunyai
keuntungan respon yang cepat terhadap perubahan
beban dengan dua alasan [19]. Alasan pertama,
penggunaan valve tipe hidrolik pada kondsi operasional
turbine dapat diposisikan untuk mempercepat respon
pada perubahan beban. Alasan kedua, boiler sendiri
merupakan sumber penyimpanan energi dengan energi
panas yang tersimpan pada bagian-bagian logamnya.
Kondisi tersebut memiliki satu kondisi sama pada
proses produksi main steam. Pada saat perubahan
beban, perubahan tekanan pada valve akan
mengeluarkan energi yang tersimpan untuk membantu
pencapaian produksi main steam dalam waktu singkat.
Sedangkan kelemahan pengendalian ini adalah
kemampuan pembacaan tekanan main steam yang
kurang presisi.
2.2.2 Turbine Follow Control
Strategi turbine follow control identik dengan
pengendalian boiler follow control. Hanya saja, respon

10
awal dari perubahan beban yang membedakan
sebagaimana skema pengendalian pada Gambar 2.2.
Saat terjadi perubahan beban pada generator,
sinyal error yang muncul akan diterima oleh indicator
controller untuk melakukan respon pengaturan
pemenuhan bahan bakar demi menjaga produksi main
steam. Selanjutnya, perubahan produksi main steam
yang terindikasi dari parameter tekanan akan direspon
oleh turbine governor valve untuk kemudian melakukan
respon lanjutan dalam menjaga pemenuhan main steam
menuju turbine. Respon yang diberikan berupa
persentase buka tutup valve. Pada skema pengendalian
turbine follow control memiliki skema pengendalian
feedback.

Gambar 2.3 Strategi Turbine Follow Control


Sumber: Improving Boiler Stability Through Advanced Regulatory
Control oleh Jacques Smuts, OptiControls, Inc., Texas, 2010

Strategi turbine follow control memberikan


skema pengendalian yang ketat pada tekanan katup,
namun respon akibat perubahan beban sangat lambat
dikarenakan valve tidak akan melakukan mekanisme
buka tutup katup hingga proses penyesuaian bahan
bakar akibat perubahan beban terpenuhi [19]. Skema

11
pengendalian ini juga tidak dapat menggunakan energi
yang tersimpan pada boiler dalam merespon perubahan
beban dengan cepat. Oleh karena itu, strategi
pengendalian turbine follow control pada penerapannya
sangat jarang berdiri sendiri. Pada strategi lebih lanjut,
turbine follow control sering kali akan menjadi
percabangan pada strategi coordinated control.
2.2.3 Coordinated Control
Strategi coordinated control merupakan jenis
strategi yang dikembangan berdasarkan konsep strategi
boiler follow control (BFC) dan turbine follow control
(TFC).

Gambar 2.4 Strategi Coordinated Control


Sumber: Improving Boiler Stability Through Advanced Regulatory
Control oleh Jacques Smuts, OptiControls, Inc., Texas, 2010.

Prinsip dasar strategi coordinated control adalah


dengan menjadikan perubahan beban pada generator
sebagai sinyal feedforward untuk kedua sistem
pengendalian pada boiler dan turbine secara paralel dan
pengendalian closed-loop ini sendiri disediakan untuk
pengaturan beban dan tekanan katup. Pada dasarnya,
sinyal feedforward merupaan bagian dari struktur

12
pengendalian feedforward yang memperhitungkan
disturbance sebagai proses antisipasi pengendalian [9].
Sasaran strategi coordinated control adalah
menggunakan sinyal perubahan beban untuk secara
serempak merubah turbine governor valve dan katup
pengendali bahan bakar pada boiler [19]. Strategi
coordinated control memiliki kelebihan respon cepat
namun bersifat kompleks.

2.3 Pengendalian PI/PID


Pengendalian PI/PID adalah pengendalian yang
diterapkan pada banyak plant. Algoritma yang sederhana dan
mudah dipahami juga menjadi alasan tersendiri bahwa
pengendalian PID sering digunakan [11]. Proportional (P),
integral (I), dan derivative (D) merupakan karakter atau
parameter dasar pada pengendalian PI/PID. Parameter P, I, dan
D tersebut yang dapat dibentuk pengendalian PI/PID akan
ditentukan melalui persamaan fungsi alih (transfer function)
dalam domain laplace sebagai berikut
a) Fungsi alih PI
1
𝐺𝑃𝐼 (𝑠) = 𝐾𝑐 (1 + ) (2.1)
𝜏𝑖 𝑠

Keterangan:
GPI = Gain of PI Controller dengan output dari
pengendalian PID atau MV
Kc = Konstanta proporsional
τi = Konstanta integral
b) Fungsi alih PID
1
𝐺𝑃𝐼𝐷 (𝑠) = 𝐾𝑐 (1 + + 𝜏𝑑 𝑠) (2.2)
𝜏𝑖 𝑠

Keterangan:
GPID = Gain of PID Controller dengan output dari
pengendalian PID atau MV
13
Kc = Konstanta proporsional
τi = Konstanta integral (dapat disimbolkan σi)
τd = Konstanta derivatif (dapat disimbolkan σd)

Dengan menggunakan persamaan 2.1 atau 2.2 yang


dipadukan pendekatan persamaan matematis suatu sistem
pengendalian, maka proses penentuan parameter P, I, dan D
akan menghasilkan parameter Kc, σi, dan σd dengan nilai
tertentu. Proses penentuan parameter P, I, dan D hingga
muncul gain PI/PID dinamakan proses tuning.

2.4 Fungsi Alih


Fungsi alih (transfer function) merupakan representasi
perbandingan matematis antara input dan output pada suatu
sistem pengendalian berdasarkan hasil kondisi open-loop.
Penentuan fungsi alih dilakukan dengan pendekatan empirik.
Pendekatan secara empirik ini bertujuan untuk mengetahui
orde pada suatu sistem dengan parameter dead time, konstanta
waktu, dan gain yang dapat ditentukan dengan step respon
data pada kondisi open-loop. Pada dasarnya, proses penentuan
fungsi alih dapat dilakukan dengan pendekatan persamaan
matematis murni atau melalui pendekatan matematis
berdasarkan real-plant.

2.5 First Order Plus Dead Time (FOPDT)


FOPDT merupakan sebuah model matematis
berdasarkan real-plant untuk mendapatkan fungsi alih
(transfer function) proses dan parameter FOPDT yang
selanjutnya digunakan untuk menentukan paremeter tuning
PI/PID berupa Kc, σi, dan σd [22] berdasarkan metode tuning
yang digunakan. Pada umumnya, dari semua metode tuning
memang tidak bisa langsung menghasilkan parameter tuning
PI/PID. Perlu dilakukan analisis respon open-loop dan dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu atau perkiraan
14
deret daya penundaan waktu. Oleh Karena itu, salah satu
metode pendeketan seperti FOPDT diperlukan dalam
menurunkan parameter tuning PI/PID dari suatu metode
tuning pengendalian.
FOPDT merupakan model pendekatan matematis
berdasarkan real plat yang banyak digunakan oleh industri.
Aplikasi dari pendekatan model matematis FOPDT dibidang
industri digunakan dalam penentukan nilai Kc, σi, dan σd
sebagai parameter yang terdapat didalam pengendalian
PI/PID. Persamaan fungsi alih dari proses apabila memiliki
dead time dirumuskan pada persamaan berikut
𝐾𝑝 𝑒 −𝜃𝑠
𝑔𝑝 (𝑠) = 𝜏𝑝 𝑠+1
(2.3)

Selanjutnya, untuk memperoleh fungsi alih berdasarkan


pesamaan 2.2, dapat dilakukan pendekatan dengan persamaan
PRC Cecil Smith [20] yang ditunjukkan sebagai berikut
berikut

𝐾= (2.4)
𝛿

𝜎 = 1,5 (𝑡63% − 𝑡28% ) (2.5)


𝜃 = 𝑡63% − 𝜏 (2.6)
Keterangan:
∆ = Besarnya perubahan variabel luaran
δ = Besarnya perubahan variabel masukkan yangn
mempengaruhi variabel luaran
t63% = Waktu respon keluaran saat mencapai 63%
t28% = Waktu respon keluaran saat mencapai 28%
τ = Time constant
θ = Dead time

15
2.6 Metode Tuning
Pengaturan parameter pengendalian PI/PID (tuning)
dapat ditentukan dengan beberapa alternatif teknis sebagai
berikut [15]:
1. Metode Direct Synthesis (DS)
2. Metode Internal Model Control (IMC)
3. Pendekatan Pengendalian tuning
4. Teknik respon frekuensi
5. Simulasi komputer
6. Proses tuning ditempat setelah proses instalasi
sistem pengendalian
Pada pemodelan sistem pengendalian ini digunakan
metode direct synthesis (DS) dan internal model control
berbasis PID (IMC-PID) untuk menentukan nilai gain Kc, σi,
dan σd.
2.5.1 Internal Model Control berbasis PID (IMC-PID)

Gambar 2.5 Diagram Blok Pengendalian IMC


Sumber: Improving Boiler Stability Through Advanced Regulatory
Control oleh Jacques Smuts, OptiControls, Inc., Texas, 2010.

16
Rivera, Garcia dan Morari, mendeskripsikan IMC
merupakan metode komprehensif berbasis plant yang
telah dikembangkan oleh Morari dan Coworker.
Metode IMC identik dengan metode DS. Kedua
pengendalian tersebut mengacu pada sebuah plant
dalam menentukan parameter pengendalian. Kedua
metode ini juga menghasilkan respon yang identik jika
dalam desain parameter spesifik dalam keadaan konstan
[15]. Namun, IMC memiliki keuntungan dalam
menghasilkan pengendalian berdasarkan performansi
dan ketahanan yang sistematik.
Ramneet Singh, Rahni Bala dan Bhavi Bhatia,
menjelaskan struktur IMC berbasis PID, serta
membandingkan antara penggunaan metode tuning
IMC dengan PID biasa. Tuning IMC berbasis PID
(IMC-PID) dapat mencakup berbagai kebutuhan proses
pada suatu industri dikarenakan pengendalian ini
merepresentasikan ketidak pastian parameter yang
cukup kuat. Algoritma pengendalian IMC-PID adalah
ketidakpastian model pemrosesan yang kuat dan
sederhana. Oleh karena itu, metode tuning IMC-PID
nampaknya dapat bermanfaat menampilkan antara
tradeoff dan performa sistem closed-loop. IMC-PID
juga memberikan solusi yang baik pada suatu proses
penundaan waktu (time delay) yang signifikan dalam
kondisi real-time. IMC-PID telah mengompensasi
ketidakpastian model dan gangguan pengendalian
open-loop [23].
Zhang Yao dan Huang Chunqing pada penelitian
sebelumnya mensimulasikan suatu proses pengendalian
IMC-PID melalui pendekatan FOPDT dengan
mempertimbangan filter (λ) [24]. Penggunaan filter (λ)
dianggap mampu meminimalkan nilai intergral
absolute error (IAE) untuk step response. Dalam
17
simulasi yang dilakukan, filter (λ) memiliki kriteria
mengacu penelitian sebelumnya. Rivera et al. [25]
memberikan nilai λ > 0,8ϴ ; λ > 0,1τ. Chien dan
Freuhauf [26] memberikan nilai ϴ < λ < τ. Sedangkan
Sigurd Skogestad [27] memberikan nilai λ = 1.
Dalam metode penentuan Kc, σi, dan σd, Sigurd
Skogestad merumuskan tahapan-tahapan tuning IMC-
PID sebagai berikut:
1. Melakukan pemodelan sistem yang akan
menghasilkan karakteristik hasil dari persamaan
konsekutif
2. Membuat respon sistem open-loop dengan cara
melakukan pergantian mode controller: auto
menjadi manual. Serta merubah nilai set point
sebesar ±10% dari nilai yang ditetapkan
3. Menggunakan sinyal uji berupa sinyal step. Hal
ini dikarenakan pada sinyal step akan
menghasilkan respon sistem yang mudah untuk
diamati
4. Menggunakan metode FOPDT dari hasil respon
open-loop untuk mendapatkan parameter berupa
nilai K, t63%, t28%, τ, dan ϴ
5. Menentukan parameter pengendalian berupa nilai
Kc, σi, dan σd dengan acuhan nilai fungsi alih
proses dan formula untuk parameter PI/PID pada
Lampiran A.2 Tabel IMC-PID Controller Tuning
Rules [27].

18
2.5.2 Direct Synthesis (DS)

Gambar 2.6 Diagram Blok Pengendalian DS


Sumber: Improving Boiler Stability Through Advanced Regulatory
Control oleh Jacques Smuts, OptiControls, Inc., Texas, 2010.

Metode direct synthesis (DS) merupakan metode


pengendalian berbasis plant dengan closed-loop
transfer function. DS juga memberikan nilai keterkaitan
antara plant dan hasil pengendalian berupa parameter
PI/PID. Dan Chen dan Dale E. Seborg, menjelaskan
bahwa metode DS tidak sepenuhnya menghasilkan
PI/PID. Oleh karena itu, peforma DS dapat bekerja
dengan baik pada kondisi tertentu. DS baik dalam
melakukan tracking set point namun tidak begitu baik
dalam pengendalian dengan adanya perubahan
disturbance. Dan Chen dan Dale E. Seborg lebih lanjut
menjelaskan bahwa dengan menggunakan metode DS,
closed-loop disturbance transfer function juga dapat
diterapkan. Pengembangan tersebut termasuk
pengendalian tipe advanced of direct synthesis yang
dikenal dengan direct synthesis design for disturbance
rejection (DS-d) [28].
Dighe Y. N., Prof. Kadu C. B., dan Prof. Parvat
B. J., mendeskripsikan DS sebagai metode perancangan
untuk pengendalian PID yang didasarkan pada kriteria
kinerja domain waktu atau frekuensi. Desain tunig DS
biasanya didasarkan pada spesifikasi fungsi alih pada
closed-loop yang diinginkan untuk mencapai perubahan
19
set-point. Oleh karena itu, tuning DS yang dihasilkan
cenderung bekerja dengan baik baik pada perubahan
set-point dan respon terhadap disturbance yang kurang
memuaskan [29].
Dalam metode penentuan Kc, σi, dan σd
menggunakan tuning DS, dapat dilakukan melalui
tahapan yang identik dengan IMC-PID sebagai berikut:
1. Melakukan pemodelan sistem yang akan
menghasilkan karakteristik hasil dari persamaan
konsekutif
2. Membuat respon sistem open-loop dengan cara
melakukan pergantian mode controller: auto
menjadi manual. Serta merubah nilai set point
sebesar ±10% dari nilai yang ditetapkan
3. Menggunakan sinyal uji berupa sinyal step. Hal
ini dikarenakan pada sinyal step akan
menghasilkan respon sistem yang mudah untuk
diamati
4. Menggunakan metode FOPDT dari hasil respon
open-loop untuk mendapatkan parameter berupa
nilai K, t63%, t28%, τ, dan ϴ
5. Menentukan parameter pengendalian berupa
nilai Kc, σi, dan σd dengan acuhan nilai fungsi alih
proses dan formula untuk parameter PI/PID [28]

2.7 Grafik Analisis Performansi Pengendalian


Analisis performansi suatu pengendalian digunakan
untuk mengevaluasi dan mengetahui kehandalan sistem
pengendalian yang telah dimodelkan. Analisis tersebut berupa
nilai respon kualitatif dan kuantitatif. Jenis respon yang akan
muncul nantinya berdasarkan pada orde dari sistem yang
dikendalikan. Selain itu, pemodelan pada kondisi dinamis juga
20
sangat bergantung pada beberapa variabel, termasuk beberapa
diantaranya adalah nilai set point dan disturbance.
Karakteristik respon dinamis dapat ditunjukkan oleh Gambar
2.7.
Grafik analisis respon steady-state dan transient
(dinamis) tersebut memberikan informasi perihal tingkat
kehandalan sistem pengendalian yang baik. Sedangkan untuk
mengetahui optimalisasi sistem pengendalian, dapat diketahui
melalui integral absolute error (IAE).

Gambar 2.7 Grafik Analisis Respon Tunak dan Dinamis


Sumber: Ogata, Katsuhiko, “Modern Control Engineering”, Fifth Edition,
pp. 169-170. 2010.

Gambar 2.7, memberikan informasi penilaian


kehandalan suatu sistem pengendalian [21] berupa:
2.7.1 Delay Time (td)
Delay time merupakan waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan respon dalam mencapai setengah nilai
akhir pada waktu pertama.

21
2.7.2 Rise Time (tr)
Rise time merupakan waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan respon kenaikan setiap perubahan
waktu, misal 10% hingga 90%, 5% hingga 95% atau 0%
hingga 100%. Untuk sistem underdamped pada orde ke
dua, rise time 0% hingga 100% biasa digunakan.
Sedangkan untuk sistem overdamped, rise time pada
umumnya pada 10% hingga 90%.
2.7.3 Peak Time (tp)
Peak time merupakan waktu yang diperlukan oleh
respon untuk mencapai titik puncah pertama overshoot.
2.7.4 Maximum (percent) Overshoot (Mp)
Merupakan nilai puncak maksimum dari kurva
respon diukur dari awal terjadinya perubahan. Untuk
menentukan persamaan maximum overshoot ini dapat
dinyatakan dalam bentuk persentase, sehingga
didapatkan persamaan 2.7 sebagai berikut
𝑐(𝑡𝑝 ) − 𝑐(∞)
𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 (%) 𝑜𝑣𝑒𝑟𝑠ℎ𝑜𝑜𝑡 = 𝑐(∞)
(2.7)

2.7.5 Settling Time (ts)


Settling time adalah waktu yang dibutuhkan oleh
kurva respon untuk tepat mencapai nilai persentase
mutlak sebesar 2% atau 5% dari nilai acuan (set point).
Dari informasi tersebut, dapat diketahui kehandalan
suatu sistem pengendalian. Selanjutnya, dengan mengetahui
nilai integral absolute error (IAE) akan membantu
memberikan informasi perihal optimalisasi suatu sistem
pengendalian.

2.8 Integral Absolute Error (IAE)


Salah satu metode analisis respon adalah integral
absolute error (IAE), dimana mengkondisikan nilai absolut
dari tiap kesalahan, tanpa memperhatikan nilai positif atau
22
negatif dari nilai error yang dihasilkan. Nilai IAE diketahui
berdasarkan luas arsir kurva dari respon sistem yang
dihasilkan sebagaimana ditampilkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Representasi Grafik IAE


Sumber: Ir. Heriyanto, M.T., “Pengendalian Proses”, 2010.

Dapat dikatakan bahwa penjumlahan nilai IAE diawali


terhadap respon sistem ketika diberikan sebuah controller.
Untuk menghitung nilai IAE dapat menggunakan persamaan
2.8 sebagai berikut

𝐼𝐴𝐸 = ∫0 |𝑆𝑃(𝑡) − 𝐶𝑉(𝑡)| 𝑑𝑡 (2.8)
Keterangan:
SP(t) = Nilai set-point terhadap fungsi waktu
CV(t) = Nilai control valve terhadap fungsi waktu

23
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Proses penentuan parameter PID yang sesuai dengan kondisi


real-plant memerlukan tahapan yang runtut dan terperinci.
Termasuk didalamnya adalah proses pendekatan awal karateristik
pengendalian pada sistem pengendalian open-loop dan closed-loop.
Pada metodologi penelitian ini, akan diuraikan tahapan pemodelan
sistem PLTU berbasis HYSYS, tahapan untuk penentuan parameter
PID, dan perencanaan pengujian sistem. Gambar 3.1
merepresentasikan tahapan penelitian pemodelan strategi
pengendalian pada PLTU berbasis HYSYS.

Mulai

Penentuan Pengujian Tuning


Parameter ṁ, Pengendalian
P, dan T dari
unit operasi

TIDAK

Pemodelan Startegi BFC, Sesuai Batas


TFC, dan CC dengan Performansi
menggunakan HSYS

YA
TIDAK
Hasil dan Analisis
Sesuai
Operasional
Sistem
Penyusunan Laporan
Tugas Akhir

Penentuan parameter
tuning IMC-PID dan DS
Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

25
3.1 Pengambilan Data Operasional
Pengambilan data operasional dilakukan dengan
meperhatikan unit operasi yang terlibat pada strategi
pengendalian boiler follow control (BFC), turbine follow
control (TFC), dan coordinated control (CC). Berdasarkan
skema strategi pengendalian yang ditampilkan pada Gambar
2.2, 2.3, dan 2.4, didapatkan dua unit operasi yang terlibat,
yakni boiler dan turbine. Data operasional yang digunakan
dapat ditunjukkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Data Operasional Boiler dan Turbine pada PLTU
Variabel Parameter Unit Value
o
Temperatur C 352,82
Feedwater
Tekanan bar 182,93
Outlet
Laju Aliran Massa kg/h 927.389,35
o
Temperatur C 535,46
Main Steam Tekanan bar 162,62
Laju Aliran Massa kg/h 976.027,92
o
C
Temperatur 346,07
To Reheat bar
Tekanan 35,50
kg/h
HP Turbine Efisiensi % 82,57
Sumber: PT. PJB UBJOM Pacitan, Lapora Efisiensi Unit#1, 2015.

3.2 Pemodelan Strategi Pengendalian


Pemodelan strategi pengendalian merupakan langkah
mensimulasikan strategi boiler follow control, turbine follow
control, dan coordinated control pada media simulasi
perangkat lunak berupa HYSYS.
3.2.1 Kondisi Tunak (Steady-State Condition)
Pemodelan strategi pengendalian dimulai dengan
penyusunan konektivitas sistem yang meliputi
pemilihan pada object palette dan penempatan aliran
input dan output pada beberapa unit operasi. Unit
operasi yang terlibat pada pemodelan pengendalian
meliputi boiler dan turbine. Secara spesifik, cakupan
26
dari boiler meliputi sub-unit steam drum dan
superheater. Sedangkan pada unit operasi turbine,
terbatas pada high pressure turbine (HP Turbine).
Spesifikasi unit operasi boiler dan turbine didasarkan
pada skema P&ID dari masing-masing strategi
pengendalian dan dengan memprioritaskan perubahan
kondisi aliran input dan output pada suatu unit operasi.
Selain itu, asumsi untuk mengesampingkan analisis
efek keterkaitan secara utuh pada unit operasi boiler dan
turbine yang tergolong kompleks juga menjadi
pertimbangan penyederhanaan simulasi.
Pemodelan sub-unit operasi yang terlibat
disesuaikan dengan object palette pada HYSYS.
Pemilihan object palette didasarkan pada fungsi suatu
sub-unit operasi yang identik dengan fungsi secara real
plant. Untuk memodedlkan steam drum, dipilih object
palette: separator. Separator pada HYSYS merupakan
sebuah peralatan yang memisahkan gas dan condensate
liquid. Selanjutnya, superheater dimodelkan dengan
object palette: heater. Heater merupakan peralatan
perpindahan panas yang berfungsi untuk meningkatkan
temperatur suatu aliran. Superheater dimodelkan
sebagai satu unit operasi heater pada HYSYS dengan
pertimbangan mengabaikan proses pengendalian
konsep desuperheater pada tiap tingkatan superheater
secara real plant. Sedangkan, high pressure turbine
dimodelkan dengan object palette: expander. Expander
berfungsi sebagai prime-over pada proses konversi
energi. Gambar 3.2(a), (b), dan (c) secara beruturut-
turut menunjukkan object palette yang digunakan.

(a) (b) (c)


Gambar 3.2 (a) Separator (b) Heater (c) Expander
27
Selanjutnya, dilakukan proses penyusunan
konektivitas sistem dengan menempatkan aliran input
dan output dari masing-masing sub-unit operasi
berdasrakan object palette yang digunakan. Tabel 3.2
merepresentasikan skema konektivitas per unit operasi.
Tabel 3.2 Konektivitas per Unit Operasi
Stream
Unit Operasi
Inlet Outlet
Steam
Steam Drum Feedwater in
Downcomer

Superheater Steam Steam Out

HP Turbine Main Steam To Reheat

Pemodelan pada HYSYS dilajutkan dengan proses


mensubtitusikan data operasional sesuai Tabel 3.1 pada
setiap aliran input dan output dari suatu sub-unit
operasi. Data operasional disubtitusikan pada worksheet
sesuai dengan sub-unit operasi. Proses implementasi
konektivitas unit operasi pada HYSYS berdasarkan
skema yang telah disederhanakan pada Tabel 3.2 dan
proses mensubtitusikan data operasional dicontohkan
pada Gambar 3.3

(a)
28
(b)
Gambar 3.3 (a) Penyusunan Konektivitas Unit
Operasi Steam Drum (b) Proses Subtitusi Data
Operasional pada Worksheet
Pada tahap akhir pemodelan kondisi tunak
(steady), dilakukan penempatan katup (valve) pada
aliran tertentu. Pemilihan penempatan valve didasarkan
pada konsep strategi pengendalian. Langkah tersebut
dilakukan sebagai representasi dari output tiap strategi
pengendalian. Namun, valve tidak diintegrasikan pada
kondisi tunak. Tabel 3.3 merepresentasikan lokasi
penempatan valve.
Tabel 3.3 Lokasi Penempatan Valve
Stream
Valve
Inlet Outlet
Downcomer
Downcomer Downcomer Out
Valve

Governor Valve Steam Out Main Steam

Pada pemodelan akhir kondisi tunak, strategi


boiler follow control, turbine follow control, dan
coordinated control disimulasikan tanpa implemantasi
instrumen pengendalian. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa representasi pada kondisi tunak dari
29
semua strategi memilki sistem simulasi yang sama.
Gambar 3.4 menampilkan skema pemodelan sistem
pada kondisi tunak.

Gambar 3.4 Skema Pemodelan Menggunakan


HYSYS pada Kondisi Tunak (steady)
Data operasional yang telah disubtitusikan pada
worksheet akan dikalkulasi oleh HYSYS menggunakan
pendekatan persamaan Peng-Robinson. Persamaan
tersebut mempertimbangkan kesetimbangan massa dan
energi. Jika, simulasi sistem dapat beroperasi
berdasarkan perhitungan kesetimbangan massa dan
energi, pemodelan sistem akan direpresentasikan
dengan simbol warna biru untuk aliran (stream), warna
merah untuk energi (energy), dan warna abu-abu untuk
suatu unit operasi. Kondisi tersebut menandakan
pemodelan sistem telah bekerja pada kondisi tunak.
3.2.2 Kondisi Dinamis (Dynamic-State Condition)
Pemodelan sistem dari kondisi tunak (steady)
diubah menjadi kondisi dinamis. Hal ini berutujuan
untuk menguji operasional sistem pada simulasi
HYSYS secara kondisi real-time sebagaimana pada real
plant. Pemodelan sistem pada kondisi dinamis
dikatakan dapat bekerja ditinjau dari nilai suatu
30
parameter pada aliran output yang selalu berubah-ubah
(fluktuasi) sebagaimana plant sebenarnya. Pengaturan
kondisi real-time dilakukan pada menu integrator.
Pemodelan disimulasikan dengan lama waktu 10 hari
dengan tujuan untuk memastikan sistem tetap berjalan
seperti real plant dan untuk mendeteksi kemungkinan
gangguan yang muncul pada sistem. Gambar 3.5
menunjukkan proses pengaturan integrator untuk
simulasi sistem.

Gambar 3.5 Pengaturan Waktu Simulasi Pemodelan


pada Menu Integrator
Untuk mengetahui hasil simulasi kondisi
dinamis, dilakukan pengambilan data pada aliran input
dan output suatu unit operasi. Langkah tersebut
bertujuan untuk melakukan validasi pemodelan sistem.

31
Pemodelan sistem dikatakan berjalan dengan baik
apabila data pada kondisi fluktuasi. Gambar 3.6
menunjukkan sampel data hasil pemodelan sistem pada
kondisi dinamis.

Gambar 3.6 Sampel Data Output Temperature


Pemodelan Sub-Unit Operasi Superheater pada
Kondisi Dinamis
3.2.3 Kondisi Dinamis dengan Instrumen Pengendalian
Selanjutnya, dilakukan uji coba penempatan
instrumen pengendalian sesuai konsep masing-masing
strategi pengendalian. Penempatan instrumen
pengendalian dilakukan mengacu pada skema P&ID
strategi boiler follow control (BFC), turbine follow
control (TFC), dan coordinated cotrol (CC) yang
ditunjukkan pada Gambar 2.2, 2.3, dan 2.4. Namun,
dalam pengaturan instrumen lebih lanjut, pengaturan
BFC dan TFC berbeda dengan CC. Hal tersebut
dikarenakan CC memiliki struktur pengendalian
feedforward yang memiliki karakteristik pembacaan
disturbance sebagai sinyal aksi pengendalian. Berbeda
dengan BFC dan TFC yang memiliki struktur
pengendalian feedback yang menempatkan sinyal error

32
dari process variable dan set point sebagai sinyal aksi
pengendalian.
Instrumen pengendalian yang digunakan terdiri
dari indicator control (IC) dan pressure indicator
control (PIC). Pada pengaturan instrumen pengendalian
tersebut, terdapat parameter process variable source
(PV) dan output target object (OP). PV merupakan
variabel dari suatu sistem yang berubah-ubah mengikuti
set point. Sedangkan, OP merupakan aktuator dari suatu
pengendalian yang digunakan untuk memanipulasi PV.
Penempatan instrumen pengendalian pada pemodelan
strategi pengendalian menggunakan object palette:
control ops dan kemudian dipilih PID controller.
Gambar 3.7 menunjukkan penggunaan PID controller.

Gambar 3.7 Penggunaan PID Controller pada main


palette dan sub-palette HYSYS.
Pengaturan parameter PV dan OP mengacu pada
konsep masing-masing strategi pengendalian. Tabel 3.4,
menunjukkan pengaturan PV dan OP pada strategi
boiler follow control, turbine follow control, dan
coordinated control.
33
Tabel 3.4 Pengaturan PV dan MV
Strategi Elemen PV OP

IC Power Governor Valve


BFC
PIC Pressure Fuel Valve
IC Power Fuel Valve
TFC
PIC Pressure Governor Valve
IC Power Governor Valve
CC
PIC Pressure Fuel Valve

Untuk pengaturan variabel-variabel tertentu dari


parameter PV dan OP pada HYSYS ditunjukkan pada
Gambar 3.8

(a)

(b)
Gambar 3.8 (a) Pengaturan PV (b) Pengaturan OP

34
Pemodelan strategi boiler follow control, turbine
follow control, dan coordinated control yang sudah
diberikan instrumen pengendalian, selanjutnya akan
dilakukan pengujian. Pengujian bertujuan sebatas untuk
mengetahui performa respon masing-masing strategi
pengendalian dalam memenuhi set point tertentu.
Pengujian dilakukan dengan parameter pengendalian
pada pengaturan autotuning, yakni denga nilai Kc, τi,
dan τd yang didapat dari kalkulasi HYSYS secara
otomatis dengan mempertimbangkan property masing-
masing aliran. Pengujian dikatakan baik ditinjau dari
kemampuan masing-masing strategi pengendalian
dalam memenuhi nilai set point tertentu. Jika,
pemodelan kondisi dinamis dengan instrumen
pengendalian dapat berjalan dengan baik, maka
dilanjutkan dengan pengujian open-loop sebagai
langkah awal penentuan parameter tuning. Gambar 3.9
menunjukkan pengaturan autotuning pada HYSYS.

Gambar 3.9 Pengaturan Autotuning pada HYSYS

35
3.3 Pengujian Pengendalian pada Kondisi Open-Loop
3.3.1 Strategi Boiler Follow Control
Mengacu pada skema P&ID strategi boiler follow
control (BFC) pada gambar 2.2. Strategi tersebut
dimodelkan pada HYSYS sebagaimana pada Gambar
3.10. Pemodelan tersebut juga telah disesuaikan dengan
kondisi penempatan instrumen pengendalian seperti
pengaturan manipulated variable (MV) dan process
variable (PV) sesuai Tabel 3.4.

Gambar 3.10 Pemodelan Strategi Boiler Follow


Control pada HYSYS
Dari pemodelan strategi pengendalian pada
Gambar 3.10, pemodelan strategi BFC yang telah
diberikan instalasi pengendalian akan disimulasikan
pada HYSYS secara open-loop. Simulasi open-loop
bertujuan untuk mencari fungsi alih (transfer function)
dari proses. Pengujian kondisi open-loop pada strategi
BFC dilakukan dengan mengubah output target object
(OP) sebesar kenaikan 10%. OP pada indicator control
(IC) diubah dari 40% menjadi 50%. Sedangkan OP pada
pressure indicator control (PIC) diubah dari 19%
menjadi 29%.

36
Pengujian kondisi open-loop disimulasikan pada
kurun waktu tertentu yang dianggap dapat
merepresentasikan pencapaian kondisi steady pasca
perubahan. Pada pemodelan ini, simulasi dilakukan
selama 30 menit secara real-time.

IC Open Loop Test - Increasing 10%


32500
32400
Power (kW)

32300
32200
32100
32000
31900
0 100 200 300 400 500
Time (second)

(a)

PIC Open Loop Test - Increasing 10%


17600
17400
Pressure (kPa)

17200
17000
16800
16600
0 100 200 300 400 500
Time (second)

(b)
Gambar 3.11 (a) Hasil Pengujian Open-Loop IC pada
BFC (b) Hasil Pengujian Open-Loop PIC pada BFC

37
Gambar 3.11 (a) menujukkan grafik respon dari
process variable (PV) kondisi open-loop pada IC
dengan data output daya (kW) terhadap waktu (detik).
Dari grafik tersebut, dilakukan pendekatan FOPDT
dengan persamaan PRC Cecil Smith [20] untuk
mendapatkan parameter FOPDT yang akan digunakan
dalam proses penentuan parameter tuning IMC-PID dan
DS. Tahapan yang dilakukan sebagai berikut:
1. Settling Time (ts)
Settling time diperoleh dari perubahan daya hingga
mencapai kondisi steady. Berdasarkan grafik pada
Gambar 3.11 (a), perubahan respon terjadi pada waktu
detik ke-0 dan mengalami steady ada detik ke-500.
Maka, waktu respon yang diperoleh senilai 500 detik.
2. Perubahan Steady-State
Perubahan steady-state didapatkan dari selisih daya
pada detik ke-0 (31.985,4 kW) dan detik ke-500 (32.393
kW). Selisih daya yang diperoleh adalah 407,6 kW.
3. Gain Steady-State (K)
Gain steady-state diperoleh dari perubahan steady-state
dibagi dengan persentase operation valve. Operation
valve adalah persentase opening dari output target
object (OP) dengan span 40% sampai 50%. Maka, besar
persentase operation valve adalah 10%. Sehingga, gain
steady-state diperoleh dari persamaan 2.4 sebagai
berikut
407,6
𝐾= = 4.076
0,1
4. Nilai t63%
Nilai t63% merupakan waktu data pada persentase 63%
dari perubahan respon daya menuju kondisi steady
(settling time). Tahap awal untuk mengetahui t63%
adalah dengan mengetahui daya pada persentase 63%
38
untuk kemudian ditambahkan dengan daya pada awal
perubahan (detik ke-0). Sehingga, besar daya pada
persentase 63% adalah 32.300,4 kW. Waktu untuk
mencapai persentase 63% dilakukan dengan proses
interpolasi. Daya 32.300,4 kW berada diantara daya
32.297,8 kW pada detik ke-60 dan 32.317,9 kW pada
data ke-80. Tabel 3.5 menunjukkan tabel interpolasi
untuk t63%.
Tabel 3.5 Interpolasi t63% pada IC Strategi BFC
Interpolasi 63%
Waktu (detik) Daya (kW)
60 32.297,8
y 32.300,4
80 32.317,9

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 60 detik
y2 = 80 detik
x = 32.300,4 kW
x1 = 32.297,8 kW
x2 = 32.317,9 kW
Sehingga diperolah waktu pada persentase 63% senilai
62,587 detik.
5. Nilai t28%
Nilai t28% merupakan waktu data pada persentase 28%
dari perubahan respon daya menuju kondisi steady
(settling time). Tahap awal untuk mengetahui t28%
adalah dengan mengetahui daya pada persentase 28%
untuk kemudian ditambahkan dengan daya pada awal
39
perubahan (detik ke-0). Sehingga, besar daya pada
persentase 28% adalah 32.099,53 kW. Waktu untuk
mencapai persentase 28% dilakukan dengan proses
interpolasi. Daya 32.099,53 kW berada diantara daya
31.985,4 kW pada detik ke-0 dan 32.267,5 kW pada
data ke-20. Tabel 3.6 menunjukkan tabel interpolasi
untuk t28%.
Tabel 3.6 Interpolasi t28% pada IC Strategi BFC
Interpolasi 28%
Waktu (detik) Daya (kW)
0 31.985,40
Y 32.099,53
20 32.267,50

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 0 detik
y2 = 20 detik
x = 32.099,53 kW
x1 = 31.985,40 kW
x2 = 32.267,50 kW
Sehingga diperolah waktu pada persentase 28% senilai
9,9255 detik.
6. Time Constant (τ)
Time constant pada IC dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan 2.5 sebagai berikut
𝜎 = 1,5 (62,587 − 9,9255)
Sehingga diperoleh time constant senilai 78,99226
detik.
40
7. Dead Time (ϴ)
Dead Time diperoleh berdasarkan hasil simulasi open-
loop. Berdasarkan grafik respon kondisi open-loop pada
Gambar 3.11 (a) diperoleh nilai time delay adalah 0.
Sedangkan Gambar 3.11 (b) menujukkan grafik
respon dari process variable (PV) kondisi open-loop
pada PIC dengan data output tekanan (kPa) terhadap
waktu (detik). Dari grafik tersebut, dilakukan
pendekatan FOPDT dengan persamaan PRC Cecil
Smith [20]. Tahapan yang dilakukan sebagai berikut:
1. Settling Time (ts)
Settling time diperoleh dari perubahan tekanan hingga
mencapai kondisi steady. Berdasarkan grafik pada
Gambar 3.11 (a), perubahan respon terjadi pada waktu
detik ke-0 dan mengalami steady ada detik ke-400.
Maka, waktu respon yang diperoleh senilai 400 detik.
2. Perubahan Steady-State
Perubahan steady-state didapatkan dari selisih tekanan
pada detik ke-0 (16.673 kPa) dan detik ke-400 (17.255,8
kPa). Selisih tekanan yang diperoleh adalah 582,8 kPa.
3. Gain Steady-State (K)
Gain steady-state diperoleh dari perubahan steady-state
dibagi dengan persentase operation valve. Operation
valve adalah persentase opening dari output target
object (OP) dengan span 19% sampai 29%. Maka, besar
persentase operation valve adalah 10%. Sehingga, gain
steady-state diperoleh dari persamaan 2.4 sebagai
berikut
582,8
𝐾= = 5.828
0,1

41
4. Nilai t63%
Nilai t63% merupakan waktu data pada persentase 63%
dari perubahan respon tekanan menuju kondisi steady
(settling time). Tahap awal untuk mengetahui t63%
adalah dengan mengetahui tekanan pada persentase
63% untuk kemudian ditambahkan dengan tekanan
pada awal perubahan (detik ke-0). Sehingga, besar
tekanan pada persentase 63% adalah 17.040,16 kPa.
Waktu untuk mencapai persentase 63% dilakukan
dengan proses interpolasi. Tekanan 17.040,16 kPa
berada diantara tekanan 17.018,7 kPa pada detik ke-20
dan 17.044 kPa pada data ke-40. Tabel 3.7
menunjukkan tabel interpolasi untuk t63%.
Tabel 3.7 Interpolasi t63% pada PIC Strategi BFC
Interpolasi 63%
Waktu (detik) Tekanan (kPa)
20 17.018,70
Y 17.040,16
40 17.044,00

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 20 detik
y2 = 40 detik
x = 17.040,16 kPa
x1 = 17.018,70 kPa
x2 = 17.044,00 kPa
Sehingga diperolah waktu pada persentase 63% senilai
36,9644 detik.

42
5. Nilai t28%
Nilai t28% merupakan waktu data pada persentase 28%
dari perubahan respon tekanan menuju kondisi steady
(settling time). Tahap awal untuk mengetahui t28%
adalah dengan mengetahui tekanan pada persentase
28% untuk kemudian ditambahkan dengan tekanan
pada awal perubahan (detik ke-0). Sehingga, besar
tekanan pada persentase 28% adalah 16.836,18 kPa.
Waktu untuk mencapai persentase 28% dilakukan
dengan proses interpolasi. Tekanan 16.836,18 kPa
berada berada daya 16.673,00 kPa pada detik ke-0 dan
17.018,70 kPa pada data ke-20. Tabel 3.8 menunjukkan
tabel interpolasi untuk t28%.
Tabel 3.8 Interpolasi t28% pada PIC Strategi BFC
Interpolasi 28%
Waktu (detik) Tekanan (kPa)
0 16.673,00
y 16.836,18
20 17.018,70

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 0 detik
y2 = 20 detik
x = 16.836,18 kPa
x1 = 16.673,00 kPa
x2 = 17.018,70 kPa
Sehingga diperolah waktu pada persentase 28% senilai
9,4405 detik.

43
6. Time Constant (τ)
Time constant pada PIC dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan 2.5 sebagai berikut
𝜎 = 1,5 (36,9644 − 9,4405)
Sehingga diperoleh time constant senilai 41,2857 detik.
7. Dead Time (ϴ)
Dead time diperoleh berdasarkan hasil simulasi open-
loop. Berdasarkan grafik respon kondisi open-loop pada
Gambar 3.11 (b) diperoleh nilai time delay adalah 0.
Berdasarkan pendekatan FOPDT pada grafik
respon kondisi open-loop dari IC dan PIC, dapat
diperoleh parameter FOPDT berupa K, τ, dan ϴ
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Parameter FOPDT pada Instrumen BFC
Instrumen Pengendalian
Parameter
IC PIC
Gain
4.076 5.828
(K)
Time Constant
78,99226 detik 41,2857 detik
(τ)
Dead Time
0 detik 0 detik
(ϴ)

Parameter FOPDT tersebut, selanjutnya


digunakan untuk menentukan parameter tuning pada
metode IMC-PID dan DS.
3.3.2 Strategi Turbine Follow Control
Pemodelan turbine follow control (TFC)
mengacu pada skema P&ID strategi TFC yang telah
ditunjukkan pada gambar 2.3 Strategi tersebut
dimodelkan pada HYSYS sebagaimana pada Gambar
3.12. Pemodelan tersebut juga telah disesuaikan dengan

44
kondisi penempatan instrumen pengendalian seperti
pengaturan manipulated variable (MV) dan process
variable (PV) sesuai Tabel 3.4 sebagaimana pada
strategi BFC. Selanjutnya, TFC akan disimulasikan
pada kondisi open-loop pada HYSYS.

Gambar 3.12 Pemodelan Strategi Turbine Follow


Control pada HYSYS
Pengujian kondisi open-loop pada strategi TFC
dilakukan dengan mengubah output target object (OP)
sebesar kenaikan 10%. OP pada indicator control (IC)
diubah dari 42,88% menjadi 52,88%. Sedangkan OP
pada pressure indicator control (PIC) diubah dari
49,98% menjadi 59,98%. Pada pemodelan ini, simulasi
dilakukan selama 30 menit secara real-time.

45
IC Open Loop Test - Increasing 10%
39000
38500

Power (kW)
38000
37500
37000
36500
36000
0 500 1000 1500 2000
Time (second)

(a)

PIC Open Loop Test - Increasing 10%


17700
17650
Power (kPa)

17600
17550
17500
17450
0 500 1000 1500 2000
Time (second)

(b)
Gambar 3.13 (a) Hasil Pengujian Open-Loop IC pada
TFC (b) Hasil Pengujian Open-Loop PIC pada TFC
Gambar 3.13 (a) menujukkan grafik respon dari
process variable (PV) kondisi open-loop pada IC
dengan data output daya (kW) terhadap waktu (detik).
Dari grafik tersebut, dilakukan pendekatan FOPDT
untuk mendapatkan parameter FOPDT yang akan
digunakan dalam proses penentuan parameter tuning
46
IMC-PID dan DS. Tahapan yang dilakukan sebagai
berikut:
1. Settling Time (ts)
Settling time diperoleh dari perubahan daya hingga
mencapai kondisi steady. Berdasarkan grafik pada
Gambar 3.12 (a), perubahan respon terjadi pada waktu
detik ke-260 dan mengalami steady ada detik ke-780.
Maka, waktu respon yang diperoleh senilai 520 detik.
2. Perubahan Steady-State
Perubahan steady-state didapatkan dari selisih daya
pada detik ke-260 (36.405,7 kW) dan detik ke-780
(38.060,8kW). Selisih daya yang diperoleh adalah
1.655,1 kW.
3. Gain Steady-State (K)
Gain steady-state diperoleh dari perubahan steady-state
dibagi dengan persentase operation valve. Operation
valve adalah persentase opening dari output target
object (OP) dengan span 42,88% sampai 52,88%.
Maka, besar persentase operation valve adalah 10%.
Sehingga, gain steady-state diperoleh dari persamaan
2.4 sebagai berikut
1.655,1
𝐾= = 16.551
0,1
4. Nilai t63%
Nilai t63% merupakan waktu data pada persentase 63%
dari perubahan respon daya menuju kondisi steady
(settling time). Tahap awal untuk mengetahui t63%
adalah dengan mengetahui daya pada persentase 63%
untuk kemudian ditambahkan dengan daya pada awal
perubahan (detik ke-260). Sehingga, besar daya pada
persentase 63% adalah 37.448,4 kW. Waktu untuk
mencapai persentase 63% dilakukan dengan proses
interpolasi. Daya 37.448,4 kW berada diantara daya
47
37.088,7 kW pada detik ke-300 dan 37.462 kW pada
data ke-320. Tabel 3.10 menunjukkan tabel interpolasi
untuk t63%.
Tabel 3.10 Interpolasi t63% pada IC Strategi TFC
Interpolasi 63%
Waktu (detik) Daya (kW)
300 37.088,7
y 37.448,4
320 37.462,0

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 300 detik
y2 = 320 detik
x = 37.448,4 kW
x1 = 37.088,7 kW
x2 = 37.462,0 kW
Sehingga diperolah waktu pada persentase 63% senilai
319,271 detik.
5. Nilai t28%
Nilai t28% merupakan waktu data pada persentase 28%
dari perubahan respon daya menuju kondisi steady
(settling time). Tahap awal untuk mengetahui t28%
adalah dengan mengetahui daya pada persentase 28%
untuk kemudian ditambahkan dengan daya pada awal
perubahan (detik ke-260). Sehingga, besar daya pada
persentase 28% adalah 36.869,1 kW. Waktu untuk
mencapai persentase 28% dilakukan dengan proses
interpolasi. Daya 36.869,1 kW berada diantara daya
36.694,1 kW pada detik ke-260 dan 37.088,7 kW pada
48
data ke-780. Tabel 3.11 menunjukkan tabel interpolasi
untuk t28%.
Tabel 3.11 Interpolasi t28% pada IC Strategi TFC
Interpolasi 28%
Waktu (detik) Daya (kW)
280 36.694,1
y 36.869,1
300 37.088,7

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 280 detik
y2 = 300 detik
x = 36.869,1 kW
x1 = 36.694,1 kW
x2 = 37.088,7 kW
Sehingga diperolah waktu pada persentase 28% senilai
288,869 detik.
6. Time Constant (τ)
Time constant pada IC dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan 2.5 sebagai berikut
𝜎 = 1,5 (319,271 − 288,869 )
Sehingga diperoleh time constant senilai 45,6024 detik.
7. Dead Time (ϴ)
Dead Time diperoleh berdasarkan hasil simulasi open-
loop. Berdasarkan grafik respon kondisi open-loop pada
Gambar 3.12 (a) diperoleh nilai time delay adalah 0.

49
Sedangkan Gambar 3.13 (b) menujukkan grafik
respon dari process variable (PV) kondisi open-loop
pada PIC dengan data output tekanan (kPa) terhadap
waktu (detik). Dari grafik tersebut, dilakukan
pendekatan FOPDT dengan tahapan yang dilakukan
sebagai berikut:
1. Settling Time (ts)
Berdasarkan grafik pada Gambar 3.12 (b), perubahan
respon terjadi pada waktu detik ke-200 dan mengalami
steady ada detik ke-500. Maka, waktu respon yang
diperoleh senilai 300 detik.
2. Perubahan Steady-State
Perubahan steady-state didapatkan dari selisih tekanan
pada detik ke-200 (17.493,5 kPa) dan detik ke-500
(17.652,5 kPa). Selisih tekanan yang diperoleh adalah
159 kPa.
3. Gain Steady-State (K)
Gain steady-state diperoleh dari perubahan steady-state
dibagi dengan persentase operation valve. Operation
valve adalah persentase opening dari output target
object (OP) dengan span 49,98% sampai 59,98%.
Maka, besar persentase operation valve adalah 10%.
Sehingga, gain steady-state diperoleh dari persamaan
2.4 sebagai berikut
159
𝐾= = 1.590
0,1
4. Nilai t63%
Nilai t63% merupakan waktu data pada persentase 63%
dari perubahan respon tekanan menuju kondisi steady
(settling time). Tahap awal untuk mengetahui t63%
adalah dengan mengetahui tekanan pada persentase
63% untuk kemudian ditambahkan dengan tekanan
pada awal perubahan (detik ke-200). Sehingga, besar
50
tekanan pada persentase 63% adalah 17.593,67 kPa.
Waktu untuk mencapai persentase 63% dilakukan
dengan proses interpolasi. Tekanan 17.593,67 kPa
berada diantara tekanan 17.564 kPa pada detik ke-240
dan 17.601,8 kPa pada data ke-260. Tabel 3.12
menunjukkan tabel interpolasi untuk t63%.
Tabel 3.12 Interpolasi t63% pada PIC Strategi TFC
Interpolasi 63%
Waktu (detik) Tekanan (kPa)
240 17.564,00
y 17.593,67
260 17.601,80

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 240 detik
y2 = 260 detik
x = 17.593,67 kPa
x1 = 17.564,00 kPa
x2 = 17.601,80 kPa
Sehingga diperolah waktu pada persentase 63% senilai
255,698 detik.
5. Nilai t28%
Nilai t28% merupakan waktu data pada persentase 28%
dari perubahan respon tekanan menuju kondisi steady
(settling time). Tahap awal untuk mengetahui t28%
adalah dengan mengetahui tekanan pada persentase
28% untuk kemudian ditambahkan dengan tekanan
pada awal perubahan (detik ke-200). Sehingga, besar
tekanan pada persentase 28% adalah 17.538,02 kPa.
51
Waktu untuk mencapai persentase 28% dilakukan
dengan proses interpolasi. Tekanan 17.538,02 kPa
berada berada daya 17.515,80 kPa pada detik ke-220
dan 17.564,00 kPa pada data ke-240. Tabel 3.13
menunjukkan tabel interpolasi untuk t28%.
Tabel 3.13 Interpolasi t28% pada PIC Strategi TFC
Interpolasi 28%
Waktu (detik) Tekanan (kPa)
220 17.515,80
y 17.538,02
240 17.564,00

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 220 detik
y2 = 240 detik
x = 17.538,02 kPa
x1 = 17.515,80 kPa
x2 = 17.564,00 kPa
Sehingga diperolah waktu pada persentase 28% senilai
229,219 detik.
6. Time Constant (τ)
Time constant pada PIC dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan 2.5 sebagai berikut
𝜎 = 1,5 (255,698 − 229,219 )
Sehingga diperoleh time constant senilai 39,7177 detik.

52
7. Dead Time (ϴ)
Dead time diperoleh berdasarkan hasil simulasi open-
loop. Berdasarkan grafik respon kondisi open-loop pada
Gambar 3.12 (b) diperoleh nilai time delay adalah 0.
Berdasarkan pendekatan FOPDT pada grafik
respon kondisi open-loop dari IC dan PIC, dapat
diperoleh parameter FOPDT berupa K, τ, dan ϴ
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.14.
Tabel 3.14 Parameter FOPDT pada Instrumen TFC
Instrumen Pengendalian
Parameter
IC PIC
Gain
16.551 1.590
(K)

Tabel 3.14. (Tabel Lanjutan) Parameter FOPDT pada


Instrumen TFC
Time Constant
45,6024 detik 39,7177 detik
(τ)
Dead Time
0 detik 0 detik
(ϴ)

Parameter FOPDT tersebut, selanjutnya


digunakan untuk menentukan parameter tuning pada
metode IMC-PID dan DS.
3.3.3 Strategi Coordinated Control
Pemodelan coordinated control (CC) mengacu
pada skema P&ID strategi CC yang telah ditunjukkan
pada gambar 2.4. Strategi tersebut dimodelkan pada
HYSYS sebagaimana pada Gambar 3.14. Pemodelan
tersebut juga telah disesuaikan dengan kondisi
penempatan instrumen pengendalian seperti pengaturan
manipulated variable (MV) dan process variable (PV)
sesuai Tabel 3.4 sebagaimana pada strategi CC.
Selanjutnya, CC akan disimulasikan pada kondisi open-
53
loop pada HYSYS seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Pemodelan Strategi Coordinated


Control pada HYSYS
Pengujian kondisi open-loop pada strategi CC
berbeda dengan pengujian open-loop pada strategi BFC
dan TFC. Hal tersebut dikarenakan faktor perbedaan
struktur pengendalian yang digunakan. BFC dan TFC
memiliki struktur pengendalian feedback. Pada
pengendalian feedback, pengujian open-loop analisis
respon dilakukan berdasarkan process variable (PV)
akibat perubahan pada output target object (OP).
Sedangkan, pada struktur pengendalian feedback – feed
forward yang dimiliki CC, analisis respon dilakukan
berdasarkan error set point dan disturbance.
Tahap awal difokuskan pada instrument yang
memiliki struktur feedback, yakni IC. Pengujian kondisi
open-loop pada strategi BFC dilakukan dengan
mengubah output target object (OP) sebesar kenaikan
10%. OP pada indicator control (IC) diubah dari 40%
menjadi 50%. Pengujian kondisi open-loop pada CC
disimulasikan pada kurun waktu tertentu yang dianggap
dapat merepresentasikan pencapaian kondisi steady
54
pasca perubahan. Pada pemodelan ini, simulasi
dilakukan selama 30 menit secara real-time.

IC Open Loop Test - Increasing 10%


32500
32400
Power (kW)

32300
32200
32100
32000
31900
0 100 200 300 400 500
Time (second)

Gambar 3.15 Hasil Pengujian Open-Loop IC pada CC


Gambar 3.15 menujukkan grafik respon
disturbance kondisi open-loop pada IC dengan data
output daya (kW) terhadap waktu (detik). Dari grafik
tersebut, dilakukan pendekatan FOPDT untuk
mendapatkan parameter FOPDT yang akan digunakan
dalam proses penentuan parameter tuning IMC-PID dan
DS. Tahapan yang dilakukan sebagai berikut:
1. Settling Time (ts)
Settling time diperoleh dari perubahan daya hingga
mencapai kondisi steady. Berdasarkan grafik pada
Gambar 3.11 (a), perubahan respon terjadi pada waktu
detik ke-0 dan mengalami steady ada detik ke-500.
Maka, waktu respon yang diperoleh senilai 500 detik.
2. Perubahan Steady-State
Perubahan steady-state didapatkan dari selisih daya
pada detik ke-0 (31.985,4 kW) dan detik ke-500 (32.393
kW). Selisih daya yang diperoleh adalah 407,6 kW.

55
3. Gain Steady-State (K)
Gain steady-state diperoleh dari perubahan steady-state
dibagi dengan persentase operation valve. Operation
valve adalah persentase opening dari output target
object (OP) dengan span 40% sampai 50%. Maka, besar
persentase operation valve adalah 10%. Sehingga, gain
steady-state diperoleh dari persamaan 2.4 sebagai
berikut
407,6
𝐾= = 4.076
0,1
4. Nilai t63%
Nilai t63% merupakan waktu data pada persentase 63%
dari perubahan respon daya menuju kondisi steady
(settling time). Tahap awal untuk mengetahui t63%
adalah dengan mengetahui daya pada persentase 63%
untuk kemudian ditambahkan dengan daya pada awal
perubahan (detik ke-0). Sehingga, besar daya pada
persentase 63% adalah 32.300,4 kW. Waktu untuk
mencapai persentase 63% dilakukan dengan proses
interpolasi. Daya 32.300,4 kW berada diantara daya
32.297,8 kW pada detik ke-60 dan 32.317,9 kW pada
data ke-80. Tabel 3.15 menunjukkan tabel interpolasi
untuk t63%.
Tabel 3.15 Interpolasi t63% pada IC Strategi CC
Interpolasi 63%
Waktu (detik) Daya (kW)
60 32.297,8
y 32.300,4
80 32.317,9

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
56
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 60 detik
y2 = 80 detik
x = 32.300,4 kW
x1 = 32.297,8 kW
x2 = 32.317,9 kW
Sehingga diperolah waktu pada persentase 63% senilai
62,587 detik.
5. Nilai t28%
Nilai t28% merupakan waktu data pada persentase 28%
dari perubahan respon daya menuju kondisi steady
(settling time). Tahap awal untuk mengetahui t28%
adalah dengan mengetahui daya pada persentase 28%
untuk kemudian ditambahkan dengan daya pada awal
perubahan (detik ke-0). Sehingga, besar daya pada
persentase 28% adalah 32.099,53 kW. Waktu untuk
mencapai persentase 28% dilakukan dengan proses
interpolasi. Daya 32.099,53 kW berada diantara daya
31.985,4 kW pada detik ke-0 dan 32.267,5 kW pada
data ke-20. Tabel 3.16 menunjukkan tabel interpolasi
untuk t28%.
Tabel 3.16 Interpolasi t28% pada IC Strategi CC
Interpolasi 28%
Waktu (detik) Daya (kW)
0 31.985,40
Y 32.099,53
20 32.267,50

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1

57
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 0 detik
y2 = 20 detik
x = 32.099,53 kW
x1 = 31.985,40 kW
x2 = 32.267,50 kW
Sehingga diperolah waktu pada persentase 28% senilai
9,9255 detik.
6. Time Constant (τ)
Time constant pada IC dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan 2.5 sebagai berikut
𝜎 = 1,5 (62,587 − 9,9255)
Sehingga diperoleh time constant senilai 78,99226
detik.
7. Dead Time (ϴ)
Dead Time diperoleh berdasarkan hasil simulasi open-
loop. Berdasarkan grafik respon kondisi open-loop pada
Gambar 3.15 diperoleh nilai time delay adalah 0.
Sedangkan untuk mekanisme pengujian open-
loop pada PIC yang memiliki struktur dasar
pengendalian feed forward, dilakukan ketika telah
didapatkan parameter PI/PID berdasarkan metode
tuning yang digunakan dengan mengacu pada
mekanisme strategi BFC. Hal tersebut mengacu pada
mekanisme atau tahapan meperoleh parameter feed
forward berupa Kf, σ1, dan σ2 yang disampaikan oleh
Dan Chen dan Dale E. Seborg [28]. Dapat dikatakan
pula bahwa struktur feed forward tidak dapat berdiri
sendiri dan harus didampingi oleh pengendalian dengan
struktur feedback.

58
Berdasarkan pendekatan FOPDT pada grafik
respon kondisi open-loop dari IC dapat diperoleh
parameter FOPDT berupa K, τ, dan ϴ sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 3.17.
Tabel 3.17 Parameter FOPDT pada Instrumen CC
Instrumen Pengendalian
Parameter PIC
IC
(feed forward)
Gain
4.076 -
(K)
Time Constant
78,99226 detik -
(τ)
Dead Time
0 detik -
(ϴ)

3.4 Tuning Parameter Pengendalian


3.2.1 Tuning Internal Model Control berbasis PID
Parameter Kc, σi, dan σd didapatkan dari
persamaan proses diagram blok struktur pengendalian
IMC pada Gambar 2.5 yang menghasilkan formula
untuk parameter PI/PID, serta didapatkan berdasarkan
fungsi alih (transfer function) yang didapatkan dari
pengujian open-loop. Tabel A.1. IMC-PID Controller
Tuning Rules [27] pada lampiran menunjukkan formula
parameter PI/PID yang mengacu pada transfer function.
Hasil pendekatan FOPDT berupa parameter K,
t63%, t28%, τ, dan ϴ berdasarkan grafik respon pengujian
open-loop memiliki orde 1, dimana
𝐾𝑒 −𝜃𝑠
𝐺𝑃 =
𝜏𝑠+1
Sehingga, mengacu pada Tabel A.1. IMC-PID
Controller Tuning Rules didapatkan formula untuk
parameter PI/PID sebagai berikut

59
𝜏𝐼
𝐾𝑐 = (2.9)
𝐾 (3𝜆−2𝛽+𝜃)

𝜃2
(3𝜆2 − +2𝛽𝜃−𝛽 2 )
2
𝜏𝐼 = (𝜏 + 2𝛽) (3𝜆−2𝛽+𝜃)
(2.10)
𝜃3
(𝜆3 + 6 −𝛽𝜃2 +𝛽2 𝜃)
𝜃2
2
(2𝜏𝛽+𝛽 )− (3𝜆−2𝛽+𝜃)
(3𝜆2 − 2 +2𝛽𝜃−𝛽 2 )
𝜏𝐷𝑐 = − (3𝜆−2𝛽+𝜃)
(2.11)
𝜏𝐼

Dengan nilai extra degree of freedom, dimana


1/2
𝜏𝐶 3
𝛽 = 𝜏 [1 − ((1 − ) 𝑒 −𝜃/𝜏 ) ] (2.12)
𝜏

Berdasarkan formula tersebut, maka dapat


diketahui parameter PI/PID pada instrumen
pengendalian IC dan PIC dari masing-masing strategi
boiler follow control (BFC), turbine follow control
(TFC), dan coordinated control (CC). Namun, untuk
mendapatkan parameter tuning pada strategi CC,
diperlukan tahapan berbeda. Hal tersebut dilakukan
karena strategi CC memiliki struktur pengendalian feed
forward pada instrumen PIC. Berbeda dengan struktur
pengendalian pada strategi BFC dan TFC yang
memiliki struktur feedback pada semua instrumen.
Tabel 3.18 menunjukkan nilai parameter
pengendalian IC pada strategi BFC, TFC, dan CC secara
berurutan.
Tabel 3.18 Nilai Parameter PI/PID IMC pada IC
Strategi Pengendalian
Parameter
BFC TFC CC
Kc 0,24928 0,05700 0,24928
σi 1,27711 0,66800 1,27711
σd 0,01383 0,07261 0,01383

Didapatkannya parameter PID berupa Kc, σi, dan


σd pada tiap strategi pengendalian dengan menggunakan
60
metode tuning IMC-PID dapat menjadi acuhan pada
tahap penentuan parameter feed forward berupa Kf, σ1,
dan σ2 pada instrumen PIC. Langkah awal yang
dilakukan adalah melakukan pengujian open-loop.
Namun, pada pengujian open-loop berikut, tidak
dilakukan dengan melakukan buka tutup valve pada
persentase tertentu. Pengujian dilakukan dengan
melakukan penggantian set point sebesar 100 kW.
Kemudian, pemodelan CC disimulasikan dengan
kondisi instrumen PIC tidak dikondisikan melakukan
pengendalian (out of control system). Perubahan yang
tekanan pada aliran yang dideteksi instrumen PIC untuk
dianalisis respon luarannya. Gambar 3.16 menunjukkan
hasil respon luaran pada pengujian open-loop.

PIC Open Loop Test for Feef Forward based on


IMC-PID method
17250
17200
Pressure (kPa)

17150
17100
17050
17000
16950
16900
16850
0 1000 2000 3000 4000
Time (second)

Gambar 3.16 Hasil Pengujian Open-Loop Feed


Forward pada Instrumen PIC berbasis IMC
1. Settling Time (ts)
Settling time diperoleh dari perubahan daya hingga
mencapai kondisi steady. Berdasarkan grafik pada
Gambar 3.16, perubahan respon terjadi pada waktu
detik ke-0 dan mengalami steady ada detik ke-3.580.
Maka, waktu respon yang diperoleh senilai 3.580detik.
61
2. Perubahan Steady-State
Perubahan steady-state didapatkan dari selisih daya
pada detik ke-0 (16.900,2 kPa) dan detik ke-5.380
(17.214,3 kPa). Selisih daya yang diperoleh adalah
314,1 kPa.
3. Gain Steady-State (K)
Gain steady-state diperoleh dari perubahan set point
sebesar 100 kW. Sehingga, gain steady-state diperoleh,
314,1
𝐾= = 3,141
100
4. Nilai t63%
Nilai t63% merupakan waktu data pada persentase 63%
dari perubahan respon daya menuju kondisi steady
(settling time). Tabel 3.5 menunjukkan tabel interpolasi
untuk t63%.
Tabel 3.19 Interpolasi t63% pada PIC Strategi CC
Interpolasi 63%
Waktu (detik) Tekanan (kPa)
1.780 17.096,60
y 17.098,08
1.800 17.098,70

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 1.780 detik
y2 = 1.800 detik
x = 17.098,08 kPa
x1 = 17.098,08 kPa
x2 = 17.098,70 kPa
62
Sehingga diperolah waktu pada persentase 63% senilai
1.794,095 detik.
5. Nilai t28%
Nilai t28% merupakan waktu data pada persentase 28%
dari perubahan respon daya menuju kondisi steady
(settling time). Tabel 3.20 menunjukkan tabel
interpolasi untuk t28%.
Tabel 3.20 Interpolasi t28% pada PIC Strategi CC
Interpolasi 28%
Waktu (detik) Tekanan (kPa)
820 16.987,60
y 16.988,15
840 16.989,90

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 820 detik
y2 = 840 detik
x = 16.988,15 kPa
x1 = 16.987,60 kPa
x2 = 16.989,90 kPa
Sehingga diperolah waktu pada persentase 28% senilai
824,78 detik.
6. Time Constant (τ)
Time constant pada IC dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan 2.5 sebagai berikut
𝜎 = 1,5 (1.794,15 − 824,78)

63
Sehingga diperoleh time constant senilai 1.453,973
detik atau 24, 232 menit.
7. Dead Time (ϴ)
Dead Time diperoleh berdasarkan hasil simulasi open-
loop. Berdasarkan grafik respon kondisi open-loop pada
Gambar 3.16 diperoleh nilai time delay adalah 0Dari
hasil pengujian open-loop untuk feed forward dapat
dilanjutkan untuk mendapatkan parameter Kf, σ1, dan σ2.
Tabel 3.21 menunjukkan parameter PI/PID pada PIC.
Tabel 3.21 Nilai Parameter PI/PID IMC pada PIC
Strategi Pengendalian
Parameter
BFC TFC CC
Kc 0,13778 0,43100 Kf = 3,14
σi 0,47293 0,37100 σ1 = 41,3
σd 0,36445 0,73261 σ 2 = 24,2

3.2.2 Tuning Direct Synthesis


Parameter Kc, σi, dan σd pada metode direct
synthesis (DS) didapatkan dari persamaan proses
diagram blok struktur pengendalian DS pada Gambar
2.6. Parameter pada metode DS diperoleh dari
pendekatan FOPDT. Hal tersebut didasarkan pada
respon open-loop memiliki orde 1. Sehingga, mengacu
pada proses diagram blok yang dimodelkan matematis
oleh Dan Chen dan Dale E. Seborg [28], maka formula
untuk parameter PI/PID sebagai berikut
1 𝜏
𝐾𝑐 = 𝐾 𝜏𝑐 +𝜃
(2.13)

𝜏𝐼 = 𝜏 (2.14)
Mengacu pada formula tersebut, maka dapat
diketahui parameter PI/PID pada instrumen
pengendalian IC dan PIC dari masing-masing strategi

64
BFC, TFC, dan CC. Tabel 3.22 menunjukkan nilai
parameter pengendalian IC pada BFC, TFC, dan CC
secara berurutan.
Tabel 3.22 Nilai Parameter PI/PID DS pada IC
Strategi Pengendalian
Parameter
BFC TFC CC
Kc 0,3229 0,0459 0,3229
σi 1,3165 0,7600 1,3165
σd - - -

Sedangkan untuk parameter instrumen PIC pada


CC, dilakukan pengujian open-loop terlebih dahulu
menggunakan skema BFC. Hal tersebut bertujuan untuk
mendapatkan parameter feed forward.

PIC Open Loop Test for Feed Forward based on


DS Method
17300
17200
Pressure (kPa)

17100
17000
16900
16800
0 1000 2000 3000 4000
Time (second)

Gambar 3.17 Hasil Pengujian Open-Loop Feed


Forward pada Instrumen PIC berbasis DS
1. Settling Time (ts)
Settling time diperoleh dari perubahan daya hingga
mencapai kondisi steady. Berdasarkan grafik pada
Gambar 3.17, perubahan respon terjadi diperoleh senilai
3.580 detik.

65
2. Perubahan Steady-State
Perubahan steady-state didapatkan dari selisih daya
pada detik ke-0 (16.800,3 kPa) dan detik ke-5.380
(17.030,7 kPa). Selisih daya yang diperoleh adalah
310,4 kPa.
3. Gain Steady-State (K)
Gain steady-state diperoleh dari perubahan set point
sebesar 100 kW. Sehingga, gain steady-state diperoleh
dari persamaan 2.4 sebagai berikut
310,4
𝐾= = 3,104
100
4. Nilai t63%
Nilai t63% merupakan waktu data pada persentase 63%
dari perubahan respon daya menuju kondisi steady
(settling time). Tabel 3.23 menunjukkan tabel
interpolasi untuk t63%.
Tabel 3.23 Interpolasi t63% pada PIC Strategi CC
Interpolasi 63%
Waktu (detik) Tekanan (kPa)
1.500 17.108,30
y 17.108,45
1.520 17.110,80

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 1.780 detik
y2 = 1.800 detik
x = 17.108,45 kPa
x1 = 17.108,30 kPa
66
x2 = 17.110,80 kPa
Sehingga diperolah waktu pada persentase 63% senilai
16.992,81 detik.
5. Nilai t28%
Nilai t28% merupakan waktu data pada persentase 28%
dari perubahan respon daya menuju kondisi steady
(settling time). Tabel 3.24 menunjukkan tabel
interpolasi untuk t28%.
Tabel 3.24 Interpolasi t28% pada PIC Strategi CC
Interpolasi 28%
Waktu (detik) Tekanan (kPa)
460 16.992,30
y 16.992,81
480 16.994,50

Interpolasi dirumuskan dengan


𝑦 − 𝑦1 𝑥 − 𝑥1
=
𝑦2 − 𝑦1 𝑥2 − 𝑥1
Keterangan:
y = Waktu yang belu diketahui (detik)
y1 = 820 detik
y2 = 840 detik
x = 16.992,81 kPa
x1 = 16.992,30 kPa
x2 = 16.994,50 kPa
Sehingga diperolah waktu pada persentase 28% senilai
465 detik.
6. Time Constant (τ)
Time constant pada IC dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan 2.5 sebagai berikut
𝜎 = 1,5 (16.992,81 − 465)
67
Sehingga diperoleh time constant senilai 1.554,845
detik atau 25, 914 menit.
7. Dead Time (ϴ)
Dead Time diperoleh berdasarkan hasil simulasi open-
loop. Berdasarkan grafik respon kondisi open-loop pada
Gambar 3.17 diperoleh nilai time delay adalah 0Dari
hasil pengujian open-loop untuk feed forward dapat
dilanjutkan untuk mendapatkan parameter Kf, σ1, dan σ2.
Tabel 3.25 menunjukkan parameter PI/PID pada PIC
Tabel 3.25 Nilai Parameter PI/PID DS pada PIC
Strategi Pengendalian
Parameter
BFC TFC CC
Kc 0,1180 0,4163 Kf = 3,10
σi 0,6880 0,6619 σ1 = 41,3
σd - - σ 2 = 25,9

68
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS

Pada bagian ini, dilakukan pengujian dan analisis pada


pemodelan strategi pengendalian boiler follow control (BFC),
turbine follow control (TFC), dan coordinated control (CC).
Pengujian dilakukan dengan uji coba metode tuning internal model
control PID (IMC-PID) dan direct synthesis (DS), perbandingan
penggunaan perubahan set point ±5% dan uji coba perubahan
disturbance ±5%. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengetahui
performa pengendalian dalam merespon perubahan set point dan
disturbance pada plant sebenarnya. Set point pada pengujian ini
dimodelkan dengan power (daya) dari turbin. Sedangkan,
disturbance dimodelkan dengan gas-fired boiler.
4.1 Analisis Perubahan Set Point
Pada pengujian dan analisis perubahan set point,
dilakukan berdasarkan sistem pengendalian closed-loop.
Pengujian tersebut, diuji pada perubahan set point ±5%. Nilai
persentase pengujian didasarkan pada span daerah operasional
sistem pada plant. Hasil dari pengujian perubahan set point
dirupakan dalam bentuk grafik. Grafik yang dihasilkan
merepresentasikan process variable (PV) yang akan
mengikuti nilai perubahan set point. Untuk nilai set point
berupa daya (power) keluaran HP Turbine pada kondisi awal
senilai 32.500 kW. Kondisi tersebut akan diujikan pada
strategi boiler follow control (BFC), turbine follow control
(TFC), dan coordinated control (CC) dengan metode tuning
IMC-PID dan DS.
4.1.1 Boiler Follow Control
Strategi pengendalian boiler follow control
(BFC) merespon perubahan set point dengan
memperhitungkan perubahan beban pada generator
yang menjadi parameter untuk respon peningkatan uap
kering menuju turbin. Hal tersebut dilakukan dengan
69
mempertimbangkan hasil sinyal error dari perubahan
beban pada generator yang mempengaruhi HP Turbine.
Berdasarkan mekanisme mendapatkan sinyal error
tersebut, BFC memiliki struktur pengendalian feedback.
Dalam proses aksi pengendalian, BFC
merekayasa kondisi tekanan pada main steam.
Rekayasa tersebut bedampak pada perubahan tekanan
masukan main steam yang selanjutnya akan direspon
pada pengkondisian unit operasi boiler.
Gambar 4.1 dan 4.2 menunjukkan perbandingan
hasil respon peruahan set point dengan metode IMC-
PID dan DS. Secara lebih detil, Gambar 4.1 (a) dan (b)
secara berurutan menunjukkan pemodelan strategi BFC
yang disimulasikan dengan uji perubahan set point ±5%
pada instrumen indicator control (IC). Sedangkan,
Gambar 4.2 (a) dan (b) secara berurutan menunjukkan
respon perubahan set point ±5% pada instrumen
pressure indicator control (PIC).

32800
32600
32400
32200
Power (kW)

32000
31800
31600
31400 Set Point
31200 IMC-PID
31000 DS
30800
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(a)

70
32800
32600 Set Point
32400 DS
32200 IMC-PID

Power (kW) 32000


31800
31600
31400
31200
31000
30800
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(b)
Gambar 4.1 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada IC-BFC (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
pada IC-BFC
Berdasarkan Gambar 4.1 dapat diketahui, baik
dengan menggunakan metode tuning IMC-PID maupun
DS, instrumen IC dapat memenuhi perubahan set point
±5%. Secara kondisi plant sebenarnya, kondisi
berdasarkan grafik performa pegendalian pada Gambar
4.1 menandakan bahwa perubahan load pada generator
dapat disesuaikan lebih lanjut oleh luaran beruapa daya
pada HP Turbine.
Menurut parameter analisis kuantitatif perfoma
pengendalian pada instrumen IC, dapat ditinjau dari tiga
aspek, yakni settling time (ST), maximum (%) overshoot
(MO), dan integral absolute error (IAE). Nilai ST, MO,
dan IAE merupakan parameter kuantitatif dari respon
sistem yang dihasilkan. Nilai parameter respon tersebut
bergantung pada nilai Kc, σi, dan σd yang didapatkan dari
masing-masing metode tuning. Semakin tepat metode
71
tunning, maka kualitas respon luaran yang dihasilkan
semakin baik pula.
Berkaitan dengan parameter Kc, σi, dan σd, pada
perameter overshoot, persentase overshoot bergantung
pada nilai Kc yang didapatkan. Semakin besar nilai Kc
yang didapat, maka semakin tinggi nilai maximum (%)
overshoot yang diperoleh. Sedangkan semakin besar
nilai σi yang diberikan, maka nilai IAE yang didapatkan
semakin kecil. Tabel 4.1 menunjukkan perbandingan
hasil analisis kuantitatif performa pengendalian antara
metode IMC-PID dan DS.
Tabel 4.1 Respon Kuantitatif pada IC pada BFC
Parameter IMC-PID DS
Respon +5% -5% +5% -5%
ST (detik) 27.100 5.600 25.960 7.300
MO (%) 0,00 0,20 0,00 0,00
IAE 120.321,7 119.804,4 95.186,6 94.591,7

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui pada instrumen


IC baik pada perubahan +5% maupun -5%, metode
tuning DS memiliki nilai ST yang lebih kecil. Hal
tersebut menandakan waktu yang dimiliki DS untuk
mencapai kondisi perubahan set point lebih cepat. Tabel
4.1 juga memberikan informasi bahwa memliki
keunggulan tambahan dalam nilai IAE yang lebih kecil
dari pada IMC-PID. Serta, memiliki nilai
penyimpangan kesesuaian pada perubahan set point
yang lebih keci atau sama dengan 0 (nol) dengan
didefinisikan sebagai overshoot.
Sedangkan untuk mengetahui respon lanjutan
pada strategi BFC, yakni pada instrumen PIC dalam
memenuhi perubahan set point dapat ditunjukkan pada
Gambar 4.2 (a) dan (b).

72
16950
16900
16850

Pressure (kPa)
16800
16750
16700
Set Point
16650
IMC-PID
16600 DS
16550
0 10000 20000 30000 40000
Time (secnd)

(a)

16950
16900 Set Point
IMC-PID
16850
Pressure (kPa)

DS
16800
16750
16700
16650
16600
16550
0 10000 20000 30000 40000
Time (second)

(b)
Gambar 4.2 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada PIC-BFC (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
pada PIC-BFC

73
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa instrumen PIC
pada perubahan set point ±5% baik menggunakan IMC-
PID dan DS dapat memenuhi set point. Jika disesuaikan
dengan plant sebenarnya, hasil respon perubahan set
point ±5% memberikan informasi bahwa dalam proses
pemenuhan tekanan yang ingin dicapai pada aliran main
steam telah dapat dipenehui oleh unit operasi boiler.
Hasil respon instrumen PIC pada perubahan set point
±5% lebih lanjut dianalisis secara respon kualitatif pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Respon Kuantitatif pada PIC pada BFC
Parameter IMC-PID DS
Respon +5% -5% +5% -5%
ST (detik) 16.760 24.580 25.960 27.160
MO (%) 0,30 0,10 20,0 0,10
IAE 14.707,2 10.384,1 22.418,6 15.556,5

Berdasarkan Tabel 4.2, perbedaan penggunaan


metode IMC-PID dan DS pada instrumen PIC strategi
BFC tidak dapat dibandingkan. Pada variasi perubahan
set point ±5%. Namun, dengan menggabungkan respon
kuantitatif dari instrumen PID dan IC pada strategi BFC
dapat diketahui perbandingan performa penerapan
metode tuning IMC-PID dan DS pada BFC. Tabel 4.3
mendeskripsikan respon kuantitatif BFC keseluruhan.
Tabel 4.3 Respon Kuantitatif Total pada BFC
Parameter IMC-PID DS
Respon +5% -5% +5% -5%
ST (detik) 27.100 24.580 41.500 27.160
MO (%) 0,30 0,30 20,0 0,10
IAE 135.028,9 130.188,5 117.605,2 110.148,2

Dari Tabel 4.3, dapat diketahui dengan metode


tuning DS dalam pengujian perubahan set point ±5%
74
cenderung memiliki performa yang lebih baik. Hal
tersebut dapat diketahui dari nilai total IAE yang lebih
kecil dari pada IMC-PID berdasarkan respon
kuantitatif. Serta dapat ditinjau dari parameter ST yang
memiliki waktu pemenuhan set point lebih cepat
walaupun memliki simpangan pemenuhan set point
yang besar saat diuji pada kenaikan set point 5%.
Performa DS yang lebih baik dari pada IMC-PID
dapat dikaji lebih lanjut dari proses mendapatkan
parameter PI/PID berupa Kc, σi, dan σd sebagaimana
yang dilakukan Dan Chen dan Dale E. Seborg pada
penelitian sebelumnya. Metode tuning DS dan IMC-
PID pada pemodelan BFC yang dikondisikan open-loop
memiliki orde 1. Hal tersebut diketahui dari grafik
respon open-loop yang non-linier. Sehingga dapat
dilakukan pendekatan dengan metode forst order plus
dead time (FOPDT). Hasil pendekatan FOPDT pada
metode tuning DS dan IMC-PID memiliki hasil formula
penentuan parameter PI/PID yang berbeda. DS
memiliki hasil formula pengendalian PI. Sedangkan
IMC-PID memiliki formula pengendalian PID.
Perbedaan inilah yang dapat menjadi faktor
kecenderungan performa DS yang lebih cocok
digunakan dalam skema strategi BFC. Selain itu,
keuntungan dari skema strategi BFC yang merespon
perubahan dengan cepat dapat menjadi pertimbangan
tersendiri dalam kecenderungan penggunaan metode
tuning yang tepat.
4.1.2 Turbine Follow Control
Strategi turbine follow control (TFC) merespon
perubahan beban pada generator yang menghasilkan
sinyal error untuk kemudian diterima oleh indicator
controller untuk melakukan respon pengaturan
pemenuhan bahan bakar demi menjaga produksi main

75
steam. Berdasarkan struktur mekanisme mendapatkan
sinyal error sebagai sinyal inputan tersebut, strategi
memiliki struktur feedback.
Selama melakukan proses aksi pengendalian,
TFC merekayasa kondisi tekanan pada boiler sebagai
langkah awal aksi pengendalian. Rekayasa tersebut
bedampak pada perubahan tekanan masukan main
steam yang selanjutnya akan direspon dengan
pengkondisian berupa buka tutup valve.
Gambar 4.3 dan 4.4 menunjukkan perbandingan
hasil respon peruahan set point dengan metode IMC-
PID dan DS. Secara lebih detil, Gambar 4.3 (a) dan (b)
secara berurutan menunjukkan pemodelan strategi TFC
yang disimulasikan dengan uji perubahan set point ±5%
pada instrumen indicator control (IC). Sedangkan,
Gambar 4.4 (a) dan (b) secara berurutan menunjukkan
respon perubahan set point ±5% pada instrumen
pressure indicator control (PIC).

32800
32600
32400
32200
Power (kW)

32000
31800
31600
31400 Set Point
31200 IMC-PID
31000 DS
30800
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(a)

76
32800
32600 Set Point
32400 IMC-PID
32200 DS

Power (kW) 32000


31800
31600
31400
31200
31000
30800
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(b)
Gambar 4.3 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada IC-TFC (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
pada IC-TFC
Berdasarkan Gambar 4.3 dapat diketahui, baik
dengan menggunakan metode tuning IMC-PID maupun
DS, instrumen IC dapat memenuhi perubahan set point
±5%. Secara kondisi plant sebenarnya, kondisi
berdasarkan grafik performa pegendalian pada Gambar
4.3 menandakan bahwa perubahan load pada generator
dapat disesuaikan lebih lanjut oleh boiler secara
langsung. Selanjutnya, respon yang dilakukan oleh
boiler tersebut akan direspon lebih lanjut oleh HP
Turbine.
Analisis lebih lanjut dilakukan pada performa
strategi TFC dengan analisis respon kuantitatif yang
mempertimbangakan parameter settling time (ST),
maximum (%) overshoot (MO), dan integral absolute
error (IAE). Nilai ST, MO, dan IAE. Tabel 4.4
menunjukkan perbandingan hasil analisis kuantitatif
77
performa pengendalian antara metode IMC-PID dan DS
pada strategi TFC.
Tabel 4.4 Respon Kuantitatif pada IC pada TFC
Parameter IMC-PID DS
Respon +5% -5% +5% -5%
ST (detik) 11.680 11.100 4.260 10.100
MO (%) 14,0 0,00 0,80 159,4
IAE 86.208,0 85.586,5 80.238,5 88.165,0

Berdasarkan Tabel 4.4, diketahui pada instrumen


IC baik pada perubahan +5% maupun -5%, metode
tuning DS dan IMC-PID memiliki keunggulan dalam
respon yang berbeda. Pada respon instrumen IC dalam
strategi TFC, metode tuning IMC-PID baik digunakan
dalam melakukan respon penurunan set point.
Sedangkan metode tuning DS cenderung lebih baik
dalam merespon perubahan kenaikan set point. Hal
tersebut dapat ditinjau dari nilai yang kecil dari IAE dan
maximum (%) overshoot dengan catatan settling time
yang memeliki kecenderungan berbeda. Untuk
mengetahui lebih lanjut perihal hasil respon TFC, dapat
dilakukan pengamatan lanjutan pada instrumen PIC.
Gambar 4.4 (a) dan (b), menunjukkan respon dari
instrumen PIC pada strategi TFC.

78
16950

16900

16850

Pressure (kPa)
16800

16750

16700

16650 Set Point


IMC-PID
16600
DS
16550
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(a)

16950
Set Point
16900
IMC-PID
16850
DS
Pressure (kPa)

16800

16750

16700

16650

16600

16550
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(b)
Gambar 4.4 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada PIC-TFC (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
pada PIC-TFC

79
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa instrumen PIC
pada perubahan set point ±5% baik menggunakan IMC-
PID dan DS dapat memenuhi set point. Jika disesuaikan
dengan plant sebenarnya, hasil respon perubahan set
point ±5% memberikan informasi bahwa hasil aksi
pengendalian daya luaran HP Turbine yang telah
direspon oleh boiler secara langsung akan diikuti respon
valve yang mengkondisikan ulang main steam yang
menuju HP Turbine. Hasil respon instrumen PIC pada
perubahan set point ±5% lebih lanjut dianalisis secara
respon kualitatif pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Respon Kuantitatif pada PIC pada TFC
Parameter IMC-PID DS
Respon +5% -5% +5% -5%
ST (detik) 12.780 26.680 15.880 26.580
MO (%) 0,30 0,00 0,40 0,10
IAE 39.879,7 37.360,6 65.848,7 60.661,1

Berdasarkan Tabel 4.5, penggunaan metode


tuning memiliki perbedaan yang signifikan.
Penggunaan metode tuning IMC-PID cenderung lebih
baik dalam melakukan respon perubahan set point ±5%.
Hal tersebut ditunjukkan dari nilai IAE dan overshoot
yang lebih kecil dari pada metode tuning DS. Sselain
itu, instrumen PIC dengan metode tuning IMC-PID
cenderung lebih cepat dalam mencapai set point.
Tabel 4.6 Respon Kuantitatif Total pada TFC
Parameter IMC-PID DS
Respon +5% -5% +5% -5%
ST (detik) 12.780 26.680 15.880 26.580
MO (%) 14,3 0,00 1,20 159,5
IAE 102.087,7 122.947,1 146.987,2 148.826,1

80
Untuk mengetahui performa keseluruhan strategi
TFC dapat ditinjau dari analisis respon kuantitatif total
pada Tabel 4.6. Dari Tabel 4.6, dapat diketahui dengan
metode tuning IMC-PID dalam pengujian perubahan set
point ±5% cenderung memiliki performa yang lebih
baik. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai total IAE
yang lebih kecil dari pada DS berdasarkan respon
kuantitatif. Serta dapat ditinjau dari parameter ST yang
memiliki waktu pemenuhan set point lebih cepat
walaupun memliki simpangan pemenuhan set point
yang besar saat diuji pada kenaikan set point 5%.
Performa IMC-PID yang lebih baik dari pada DS
pada strategi TFC, dapat dikaji lebih lanjut berdasarkan
faktor parameter PI/PI berupa Kc, σi, dan σd. Metode
tuning IMC-PID dan DS pada pemodelan TFC yang
dikondisikan open-loop memiliki orde 1. Hal tersebut
diketahui dari grafik respon open-loop yang non-linier.
Sehingga dapat dilakukan pendekatan dengan
metode forst order plus dead time (FOPDT). Hasil
pendekatan FOPDT pada metode tuning IMC-PID dan
DS memiliki hasil formula penentuan parameter PI/PID
yang berbeda.
IMC-PID memiliki hasil formula pengendalian
PID. Sedangkan DS memiliki formula pengendalian
PII. Perbedaan inilah yang dapat menjadi faktor
kecenderungan performa IMC-PID yang lebih cocok
digunakan dalam skema strategi TFC. Selain itu,
karakteristik strategi TFC yang cenderung lebih lambat
dan stabil dalam melakukan aksi pengendalian dapat
menjadi pertimbangan dalam kecocokan penggunaan
metode tuning IMC-PID. Mengingat, karakteristik
pengendalian PID yang lebih baik dan teliti dalam
menanggapi perubahan yang relatif lambat.

81
4.1.3 Coordinated Control
Strategi coordinated control (CC) sedikit berbeda
dengan strategi BFC maupun TFC. Perbedaan tersebut
meliputi dua hal. Alasan pertama, respon yang muncul
pada strategi CC adalah respon bersamaan terhadap
perubahan load. Alasan kedua, CC memiliki struktur
pengendalian berupa feedback-feedforward. Struktur
yang dimiliki CC berbeda dengan BFC dan TFC yang
hanya memiliki struktur pengendalian berupa feedback.
Perbedaan struktur pengendalian tersebut, dapat
menjadi faktor tertentu dalam melakukan respon
terhadap set point maupun disturbance. Performa
pengendalian CC dapat ditunjukkan pada Gambar 4.5
dan 4.6.

32800
32600
32400
32200
Power (kW)

32000
31800
31600
31400 Set Point
31200 IMC-PID
31000 DS
30800
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(a)

82
32800
32600 Set Point
32400 IMC-PID
32200 DS

Power (kW) 32000


31800
31600
31400
31200
31000
30800
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(b)
Gambar 4.5 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada IC-CC (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
pada IC-CC
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa baik dengan
penerapan metode tuning IMC-PID maupun DS,
strategi CC dapat mengikuti perubahan set point ±5%.
Secara, plant sebenarnya, dengan menggunakan strategi
CC sistem yang dimodelkan dapat mengikuti perubahan
load dengan cepat dan tepat melalui mekanisme
pengendalian feedback – feed forward. Pengendalian
tersebut memberikan keleluasaan pada instrumen
pengendalian dalam menentukan aksi pengendalian
yang diperlukan. Saat terjadi perubahan beban, strategi
CC dapat menentukan unit operasi boiler atau turbine
yang didahulukan untuk dikendalikan. Berbeda dengan
BFC dan TFC yang harus bertahap dalam aksi
pengendaliannya.

83
Menurut respon kuantitatif IC pada CC dapat
ditunjukkan melalui Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Respon Kuantitatif IC pada CC
Parameter IMC-PID DS
Respon +5% -5% +5% -5%
ST (detik) 19.540 6.680 17.100 6.680
MO (%) 0,00 0,00 0,00 0,00
IAE 80.835,4 80.818,5 80.420,9 79.791,6

Berdasarkan analisis respon kuantitatif pada


Tabel 4.7, dapat ditunjukkan bahwa instrumen IC pada
strategi CC dengan perubahan adanya set point dapat
terkondisikan. Metode tuning DS pada strategi
instrument IC memberikan respon lebih baik dari pada
IMC-PID. Hal tersebut ditinjau dari nilai IAE yang lebih
kecil dari pada IMC-PID. Selain itu, DS juga mampu
memberikan waktu pencapaian set point (settling time)
dengan lebih baik dengan meminimalisir nilai
overshoot. Untuk mengetahui performa strategi CC
lebih lanjut, dapat dilakukan analisis performa
instrument PIC pada Gambar 4.6.

84
16910
16905
16900
16895

Pressure (kPa)
16890
16885
16880
16875
16870 Set Point
16865 IMC-PID
16860 DS
16855
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(a)

16940
16930
16920
16910
Pressure (kPa)

16900
16890
16880
Set Point
16870 IMC-PID
16860 DS
16850
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(b)
Gambar 4.6 (a) Hasil Pengujian Closed-Loop +5%
pada PIC-CC (b) Hasil Pengujian Closed-Loop -5%
pada PIC-CC

85
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa instrumen PIC
pada perubahan set point ±5% baik menggunakan IMC-
PID dan DS dapat memenuhi set point. Jika disesuaikan
dengan plant sebenarnya, hasil respon perubahan set
point ±5% memberikan informasi bahwa hasil aksi
pengendalian struktur feedforward pada PIC dapat
memenuhi set point dengan kemampuan tambahan,
yakni meminimalkan pengaruh disturbance. Hasil
respon instrumen PIC pada perubahan set point ±5%
lebih lanjut dianalisis secara respon kualitatif pada
Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Respon Kuantitatif pada PIC pada CC
Parameter IMC-PID DS
Respon +5% -5% +5% -5%
ST (detik) 19.540 6.680 15.880 26.580
MO (%) 10,3 4,30 10,4 3,10
IAE 12.321,8 10.467.2 11.687,9 10.175,8

Berdasarkan Tabel 4.8, penggunaan metode


tuning memiliki perbedaan yang signifikan.
Penggunaan metode tuning DS cenderung lebih baik
dalam melakukan respon perubahan set point ±5%. Hal
tersebut ditunjukkan dari nilai IAE dan overshoot yang
lebih kecil dari pada metode tuning IMC-PID. Sselain
itu, instrumen PIC dengan metode tuning IMC-PID
cenderung lebih cepat dalam mencapai set point
Mengacu pada hasil penngujian perubahan set point
±5% dan analisis yang telah dilakukan, dapat dibandingkan
strategi yang tepat dalam melakukan respon terhadap
perubahan set point. Selain itu, dapat dibandingkan pula
metode tuning yang tepat untuk diaplikasikan pada strategi
pengendalian yang terbaik. Tabel 4.9 dan 4.10 menunjukkan
perbandingan parameter respon kuantitatif pada strategi BFC,

86
TFC, dan CC yang telah dikombinasikan dengan penerapan
metode tuning IMC-PID dan DS.
Tabel 4.9 Respon Kuantitatif Tiap Strategi Pengendalian
dengan Metode Tuning IMC-PID
Strategi Pengendalian
PR. BFC TFC CC
+5% -5% +5% -5% +5% -5%
ST
27.100 24.580 12.780 26.680 19.540 6.680
(detik)
MO
0,30 0,30 14,3 0,00 10,3 4,30
(%)
IAE 135.028,9 130.188,5 102.087,7 122.947,1 93.157,2 91.285,7

Tabel 4.10 Respon Kuantitatif Tiap Strategi Pengendalian


dengan Metode Tuning DS
Strategi Pengendalian
PR. BFC TFC CC
+5% -5% +5% -5% +5% -5%
ST
41.500 27.160 15.880 26.580 17.100 6.680
(detik)
MO
20,0 0,10 1,20 159,5 10,4 3,10
(%)
IAE 117.605,2 110.148,2 146.987,2 148.826,1 92.108,8 89.967,4

4.2 Analisis Perubahan Disturbance


Disturbance merupakan variabel yang dapat
mengganggu sistem pengendalian dalam mencapai set point
yang ditargetkan. Pengujian disturbance bertujuan untuk
menguci kehandalan atau performa suatu pengendalian dalam
mempertahankan nilai set point suatu unit operasi. Pada
pengujian dan analisis perubahan disturbance, juga dilakukan
berdasarkan sistem pengendalian closed-loop.
Pengujian tersebut, diuji pada perubahan disturbance
±5% dengan variabel yang dimodelkan adalah gas-fired

87
boiler. Besar nilai ±5% pada disturbance mengacu pada data
operasional awal dari gas-fired boiler sebesar 1.910 x 108 kJ/h.
Hasil dari pengujian perubahan disturbance dirupakan dalam
bentuk grafik respon pengendalian. Kondisi tersebut akan
diujikan pada strategi boiler follow control (BFC), turbine
follow control (TFC), dan coordinated control (CC) dengan
metode IMC-PID dan DS.
4.2.1 Boiler Follow Control
Berbeda dengan pengujian set point, pengujian
disturbance pada masing-masing strategi pengendalian
termasuk boiler follow control (BFC) dilakukan tanpa
ada perubahan set point. Namun, hanya terdapat
perubahan ±5% dari disturbance. Gambar 4.7 (a) dan
(b) menunjukkan hasil pengendalian pada strategi BFC
ketika diberikan disturbance dengan kenikan 5%.

32850
32800 Set Point
32750 IMC-PID
32700 DS
32650
Power (kW)

32600
32550
32500
32450
32400
32350
32300
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(a)

88
17100
Set Point

17050 IMC-PID
DS

Pressure (kPa) 17000

16950

16900

16850
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(b)
Gambar 4.7 (a) Pengujian Disturbance +5% pada IC-
BFC (b) Pengujian Disturbance +5% pada PIC-BFC
Berdasarkan Gambar 4.7, dapat diketahui baik
dengan menggunakan metode IMC-PID dan DS,
strategi pengendalian dapat mengkondisikan adanya
kenaikan disturbance 5% yang masuk pada sistem.
Namun, dalam proses menjaga nilai set point, strategi
BFC dengan metode IMC-PID dan DS mengalami
simpangan atau overshoot yang realitf tinggi. Fluktuasi
overshoot yang muncul juga menyebabkan metode
tuning bekerja lebih keras dalam menjaga set point.
Tabel 4.11 menunjukkan respon kuantitatif dari
kenaikan disturbance sebesar 5%.

89
Tabel 4.11 Respon Kuantitatif dari Kenaikan
Disturbance +5%
Parameter IMC-PID DS
Respon IC PIC IC PIC
ST (detik) 24.560 17.180 18.120 16.820
MO (%) 189,4 32,9 184,2 47,6
IAE 42.730,1 7.252,8 40.509,9 10.672,5

Sedangkan pada hasil respon pengendalian pada


strategi BFC dengan pengujian penurunan disturbance
sebesar 5% memiliki kecenderungan hasil respon yang
identik, baik pada penggunaan metode tuning IMC-PID
dan DS. Pada strategi BFC dengan menggunakan
metode tuning IMC-PID dan DS, strategi BFC dapat
menjaga set point ketika terdapat disturbance pada
sistem. Pengujian dengan kondisi penurunan nilai
disturbance ditunjukkan pada Gambar 4.8. Selanjutnya,
Tabel 4.12 menunjukkan respon kuantitatif dari
penurunan disturbance sebesar 5%.

32700

32600

32500
Power (kW)

32400

32300
Set Point
32200 IMC-PID
DS
32100
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(a)

90
16920
16900
16880
16860
Pressure (kPa) 16840
16820
16800 Set Point
16780 IMC-PID
16760 DS
16740
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(b)
Gambar 4.8 (a) Pengujian Disturbance -5% pada IC-
BFC (b) Pengujian Disturbance -5% pada PIC-BFC
Tabel 4.12 Respon Kuantitatif dari Penurunan
Disturbance -5%
Parameter IMC-PID DS
Respon IC PIC IC PIC
ST (detik) 21.600 16.880 18.600 14.600
MO (%) 41,10 1,20 0,30 0,20
IAE 41.359,0 6.998,4 40.350,5 10.605,0

Berdasarkan pengujian perubahan disturbance


±5% pada sistem, strategi pengendalian BFC masih
dapat menjaga set point baik dengan metode tuning
IMC-PID maupun DS.
4.2.2 Turbine Follow Control
Pengujian perubahan disturbance ±5% pada
strategi turbine follow control (TFC) dilakukan dengan
tujuan untuk menguji kehandalan strategi TFC.

91
32900
Set Point
32800 IMC-PID
DS
32700
Power (kW)
32600

32500

32400

32300
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(a)

17100
Set Point
17050
IMC-PID
DS
17000
Pressure (kPa)

16950

16900

16850

16800
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(b)
Gambar 4.9 (a) Pengujian Disturbance +5% pada IC-
TFC (b) Pengujian Disturbance +5% pada PIC-TFC

92
Tabel 4.13. Respon Kuantitatif dari Kenaikan
Disturbance +5%
Parameter IMC-PID DS
Respon IC PIC IC PIC
ST (detik) 11.580 9.600 16.440 14.600
MO (%) 1,10 0,10 274,0 0,20
IAE 37.433,7 9.198,9 13.762,2 10.605,0

Hasil respon pengendalian pada strategi TFC


dengan pengujian kenaikan disturbance sebesar 5%
pada Tabel 4.13, kedua metode tuning memiliki
kecenderungan hasil respon yang identik, baik pada
penggunaan metode tuning IMC-PID dan DS. Pada
strategi TFC dengan menggunakan metode tuning IMC-
PID dan DS, strategi TFC dapat menjaga set point
ketika terdapat disturbance pada sistem. Sedangkan
pada instrument kondisi penurunan disturbance sebesar
5% dapat ditunjukkan pada Gambar 4.10 (a) dan (b)

32600
32550
32500
32450
Power (kW)

32400
32350
32300
32250 Set Point
32200 IMC-PID
32150 DS
32100
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(a)

93
16940
16920
16900
16880

Pressure (kPa) 16860


16840
16820
16800 Set Point
16780 IMC-PID
16760 DS
16740
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

Gambar 4.10 (a) Pengujian Disturbance -5% pada IC-


BFC (b) Pengujian Disturbance -5% pada PIC-BFC
Tabel 4.14 Respon Kuantitatif dari Penurunan
Disturbance -5%
Parameter IMC-PID DS
Respon IC PIC IC PIC
ST (detik) 14.040 12.180 15.000 12.000
MO (%) 0,30 0,30 274,0 0,20
IAE 35.000 97.269,2 48.631,4 11.419,2

Berdasarkan pengujian perubahan disturbance


±5% pada sistem, strategi pengendalian BFC masih
dapat menjaga set point baik dengan metode tuning
IMC-PID maupun DS sesuai analisis Tabel 4.14.
4.2.3 Coordinated Control
Strategi coordinated control (CC) memiliki
karakteristik yang berbeda dengan strategi BFC
maupun TFC.

94
32850
32800 Set Point
32750 IMC-PID
32700 DS
32650
Power (kW) 32600
32550
32500
32450
32400
32350
32300
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(a)

17100
Set Point

17050 IMC-PID
DS
Pressure (kPa)

17000

16950

16900

16850
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(b)
Gambar 4.11 (a) Pengujian Disturbance +5% pada
IC-CC (b) Pengujian Disturbance +5% pada PIC-CC

95
Pada pengujian perubahan ±5% dari
disturbance berikut dapat ditampilkan hasil respon
strategi CC pada Gambar 4.11 dan 4.12.
Berdasarkan Gambar 4.11 (a) dan (b), dapat diketahui
baik dengan menggunakan metode IMC-PID dan DS,
strategi pengendalian dapat mengkondisikan adanya
kenaikan disturbance 5% yang masuk pada sistem.
Namun, dalam proses menjaga nilai set point, strategi
CC dengan metode IMC-PID dan DS mengalami
simpangan atau overshoot yang realitf tinggi. Fluktuasi
overshoot yang muncul juga menyebabkan metode
tuning bekerja lebih keras dalam menjaga set point.
Tabel 4.15 menunjukkan respon kuantitatif dari
kenaikan disturbance sebesar 5%.
Tabel 4.15 Respon Kuantitatif dari Kenaikan
Disturbance +5%
Parameter IMC-PID DS
Respon IC PIC IC PIC
ST (detik) 11.040 10.180 11.000 8.040
MO (%) 0,30 0,30 274,0 0,20
IAE 25.000 67.269,2 38.631,4 8.419,2

Sedangkan pada hasil respon pengendalian pada


strategi CC dengan pengujian kenaikan disturbance
sebesar 5% memiliki kecenderungan hasil respon yang
identik, baik pada penggunaan metode tuning IMC-PID
dan DS. Namun, strategi CC lebih cenderung memiliki
nilai IAE yang lebih kecil. Pada strategi CC dengan
menggunakan metode tuning IMC-PID dan DS, strategi
CC dapat menjaga set point ketika terdapat disturbance
pada sistem. Pengujian dengan kondisi penurunan nilai
disturbance ditunjukkan pada Gambar 4.12.
Selanjutnya, Tabel 4.16 menunjukkan respon kuantitatif
dari penurunan disturbance sebesar 5%.

96
32700

32600

Power (kW) 32500

32400

32300
Set Point
32200 IMC-PID
DS
32100
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(a)

16920
16900
16880
16860
Pressure (kPa)

16840
16820
16800 Set Point
16780 IMC-PID
16760 DS
16740
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Time (second)

(b)
Gambar 4.12 (a) Pengujian Disturbance -5% pada IC-
CC (b) Pengujian Disturbance -5% pada PIC-CC

97
Tabel 4.16 Respon Kuantitatif dari Penurunan
Disturbance -5%
Parameter IMC-PID DS
Respon IC PIC IC PIC
ST (detik) 11.600 13.880 15.600 13.600
MO (%) 31,10 1,20 0,30 0,20
IAE 21.359,0 5.998,4 20.350,5 4.605,0

Berdasarkan pengujian perubahan disturbance


±5% pada sistem, strategi pengendalian CC masih dapat
menjaga set point baik dengan metode tuning IMC-PID
maupun DS.
Dari pengujian perubahan set point ±5% dan analisis
yang telah dilakukan, dapat dibandingkan strategi yang tepat
dalam melakukan respon terhadap perubahan disturbance.
Selain itu, dapat diketahui berdasarkan Tabel 4.17 dan 4.18,
bahwa strategi terbaik diberikan oleh coordinated control
(CC). Tabel 4.17 dan 4.18 juga menunjukkan perbandingan
parameter respon kuantitatif pada strategi BFC, TFC, dan CC
yang telah dikombinasikan dengan penerapan metode tuning
IMC-PID dan DS.
Tabel 4.17 Respon Kuantitatif Tiap Strategi Pengendalian
dengan Metode Tuning IMC-PID
Strategi Pengendalian
PR. BFC TFC CC
+5% -5% +5% -5% +5% -5%
ST
24.560 21.600 11.580 14.040 11.040 13.880
(detik)
MO
22,23 42,30 12,10 50,00 60,00 32,30
(%)
IAE 49.982,9 48.357,4 46.642,5 132.269,2 31.726,9 27.357,4

98
Tabel 4.18 Respon Kuantitatif Tiap Strategi Pengendalian
dengan Metode Tuning DS
Strategi Pengendalian
PR. BFC TFC CC
+5% -5% +5% -5% +5% -5%
ST
18.120 18.600 16.440 15.000 17.100 13.600
(detik)
MO
23,18 50,00 27,60 27,5 31,03 50,00
(%)
IAE 51.182,1 50.935,5 24.367,2 60.050,6 30.050,6 24.955,5

99
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

100
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemodelan strategi boiler follow
control (BFC), turbine follow control (TFC), dan coordinated
control (CC) yang dipadukan dengan penerapan metode
tuning internal model control (IMC) dan direct synthesis (DS)
memiliki kesimpulan sebagai berikut.
1. Strategi Pengendalian BFC, TFC, dan CC yang
diaplikasikan di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
dapat diterapkan pada HYSYS
2. Metode tuning internal model control-PID (IMC-PID)
dan direct synthesis (DS) pada strategi BFC, TFC, dan
CC dapat memenuhi perubahan set point dan
disturbance
3. Metode tuning internal model control-PID (IMC-PID)
dan direct synthesis (DS) pada strategi pengendalian
menghasilkan nilai settling time, maximum (%)
overshoot, dan integral absolute error (IAE) dengan
strategi terbaik dihasilkan oleh CC
4. Penggunaan metode tuning direct synthesis (DS)
cenderung lebih baik diterapkan dibandingkan inter
model control-PID (IMC-PID)
5. Metode tuning direct synthesis (DS) cenderung lebih
baik diterapkan dengan strategi pengendalian yang
digunakan adalah CC
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian
selanjutnya adalah menemukan referensi metode tuning yang
baru dan yang sesuai dengan plant. Mengingat metode tuning
secara pertimbangan perkembangan teknologi teruslah
berkembang.
101
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

102
DAFTAR PUSTAKA

[1] B. S. Cheng and T. W. Lai, "An investigation of co-


integration and causality between energy consumption and
economic activity in Taiwan," Energy Economics, vol. 19,
pp. 435-444, 1997.
[2] PT PLN (Persero), “Renacana Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2015-2024 berdasarkan
Pengesahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia,” Nomor: 0074. K/21/MEM/2015,
Jakarta. 2015.
[3] PT PLN (Persero), “Rencana Utama Penyediaan Tenaga
Listrik 2016-2025,” Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral, Jakarta. 2016.
[4] Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, “Kajian
Indonesia Energy Outlook,” hal.4, 2012.
[5] T. Hidayat, “Analisa Pembebanan dan Biaya Produksi
Energi Listrik pada PLTU Batubara,” Universitas
Gunadarma.
[6] J. Smuts, "Improving Boiler Stability Through Advanced
Regulatory Control,” OptiControls, Inc., Houston, Texas,
ISA, 2010.
[7] PT. PLN (Persero), “Statistik PLN 2013,” Sekretariat
Perusahaan PT. PLN (Persero), Jakarta. 2013.

103
[8] V. Bolis, C. Maffezzoni, L Ferrarini, “Synthesis of an
overall boiler–turbine control system by a single-loop
auto-tuning technique,”, Control Engng Practice
1995;3(6):761–71.
[9] B. Roffel, B. Betlem, “Process Dynamics and Control
(Modeling for Control and Prediction),” John Wiley &
Sons, Ltd., England. 2006.
[10] K. Åström and T. Hägglund, “Revisiting the Ziegler–
Nichols step response method for PID control,” Journal of
process control, vol. 14, pp. 635-650, 2004.
[11] M. J. Willis, (1999), “Proportional-Integral-Derivative
Control”, http://lorien.ncl. ac.uk/ ming/pid/pid.pdf
[12] R. B. M. Gozali, “Desain Kontrol PID dengan Metoda
Tuning Direct Synthesis untuk Pengaturan Kecepatan
Motor DC,” ISSN 0853-8697, Jember. 2005.
[13] S. Lu and B. Hogg, “Dynamic nonlinear modelling of
power plant by physical principles and neural networks,”
International Journal of Electrical Power & Energy
Systems, vol. 22, pp. 67-78, 2000.
[14] S. M. Amin and B. F. Wollenberg, “Toward a smart grid:
power delivery for the 21st century,” Power and Energy
Magazine, IEEE, vol. 3, pp. 34-41, 2005.

104
[15] D. E. Seborg, T. F. Edgar, D. A. Mellichamp, Francis J.
Doyle III, “Process Dynamics and Control,” 3rd Edition,
pp. 212. 1990.
[16] Brosilow, Coleman, B. Joseph, “Techniques of Model
Based Control,” Prentice Hall PTR, New Jersey, 2002
[17] Ogata, Katsuhiko, “Teknik Kontrol Automatik,”
Diterjemahkan oleh Edi Leksono, Jilid 1, Edisi kedua,
Erlangga, Jakarta, 1996.
[18] M. Kamaruddin, “An Introduction to Chemical
Engineering Simulation,” Universiti Teknologi Malaysia,
Johor, Malaysia.
[19] Black & Veatch, “Power Plant Engineering”, Springer,
ISBN: 0-412-06401-4, New York, 1996.
[20] Smith, Carlos A & Armandi B. Corripio, "Principles and
Practice of Automatic Process Control", US:John Wiley &
Sons Inc. 1985
[21] Ogata, Katsuhiko, “Modern Control Engineering,” Fifth
Edition, pp. 169-170. 2010.
[22] B. W. Bequette, “Process Control: Modeling, Design, and
Simulation,” Prentice Hall Professional, 2003.
[23] S. Ramneet, B. Raja, B. Bhavi, “Internal Model Control
(IMC) and IMC Based PID Controller,” IJARCSSE, vol. 4,
issue 6, ISSN: 2277 128X, 2014.

105
[24] Y. Zhang, C. Huang, “IMC-PID Tuning Method for Stable
FOPDT Processes with Stochastic Time Delay,” IEEE:
Navigation and Control Conference, China, 2014
[25] D. E. Rivera, M. Morari, S. Skogestad, “Internal Model
Control. 4. PID Controller Design,” Ind. Eng. Chem.
Process Des. Dev., vol. 25, no.1, pp. 252-265, 1986.
[26] I. L. Chien, P. S. Fruehauf, “Consider IMC Tuning to
Improve Controller Performance,” Chem. Eng. Prog., vol.
86, pp. 33-41, 1990.
[27] S. Skogestad, “Simple Analytic Rules for Model Reduction
PID Controller Tuning,” Elsevier, 2003.
[28] D. Chen, D. E Seborg, “PI/PID Controller Design Based
on Direct Synthesis and Disturbance Rejection,” Ind. Eng.
Chem. Res. 2002, 41. 4807-4822, University of California,
2002.
[29] M. Dighe, Prof. Kadu C. B., Prof. arvat B. J., “Direct
Synthesis Approach for Design of PID Controller,”
IJAIEM, vol. 3, issue 5, ISSN 2319-4847, India, 2014.

106
Lampiran A.1 Tabel IMC-PID Controller Tuning Rules

Sumber:
S. Skogestad, “Simple Analytic Rules for Model Reduction PID Controller Tuning,” Elsevier, 2003.

107
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis memiliki nama lengkap Tri


Bimantara Satriyo, lahir di Blitar pada
tanggal 31 Oktober 1994. Penulis
merupakan anak bungsu dari tiga
bersaudara dengan orang tua Ibunda Sri
Endah Rukmonowati dan Ayahanda
Bambang Satriyo Purwito. Penulis
menempuh proses pendidikan sejak SD,
SMP, dan SMA di Kota Blitar.
Pendidikan tersebut secara berurutan
ditempuh pada lembaga SD Islam Kota
Blitar, SMP Negeri 1 Blitar, dan SMA Negeri 1 Blitar. Kemudian,
melanjutkan ke jenjang D4 di Politeknik Elektronika Negeri
Surabaya (PENS) dengan jurusan Sistem Pembangkit Energi
(SPE). Penulis menyusun laporan proyek akhir mengenai studi
pemodelan sistem pengendalian yang diterapkan secara real di
industri pembangkitan, terutama pada Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU), dengan judul “Pemodelan Sistem Pengendalian
Boiler Follow, Turbine Follow, dan Coordinated Control pada
Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbasis HYSYS”.
Diharapkan, terselesaikannya penyusunan proyek akhir tersebut,
dapat menjadi referensi baik bagi kalangan akademisi maupun
praktisi. Bagi para pembaca yang ingin memberikan saran, kritik,
atau berdiskusi lebih lanjut mengenai topik proyek akhir, dapat
menghubungi penulis melalui e-mail: bimantara.box@gmail.com.

108

Anda mungkin juga menyukai