Anda di halaman 1dari 4

Direktorat Jenderal Pajak - Tax Knowledge Base

Artikel Kring Pajak : PPh » PPh Pasal 22 »

PPh Pasal 22 Bendaharawan

I. DASAR HUKUM
A. Pasal 22 UU Nomor 36 Tahun 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan
B. Pasal 1 ayat (1) huruf b,c,d, Pasal 2 ayat (1) huruf a PMK-107/PMK.010/2015 (berlaku setelah 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal 9 Juni 2015) tentang perubahan keempat atas atas PMK-154/PMK.03/2010 (berlaku sejak 31
Agustus 2010) tentang Pemungutan PPh Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan
Pelaporannya (PMK ini merubah ketentuan pasal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10)
1. PMK-175/PMK.011/2013 (mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal 6 Desember 2013)
tentang perubahan ketiga atas atas PMK-154/PMK.03/2010
PMK ini merubah ketentuan pasal 2
2. PMK-146/PMK.011/2013 (berlaku sejak 4 November 2013) tentang perubahan kedua atas
PMK-154/PMK.03/2010
PMK ini merubah ketentuan pasal 3 dan menambah Pasal 10A
3. PMK-224/PMK.011/2012 (60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal 26 Desember 2012) tentang perubahan
atas PMK-154/PMK.03/2010
C. PER-31/PJ/2015 (berlaku sejak 8 Agustus 2015) tentang perubahan ketiga atas PER-57/PJ/2010 (berlaku sejak 10
Desember 2010) tentang tata cara dan prosedur pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain (PER ini mengubah ketentuan Pasal
1, Pasal 3B, Pasal 4, Pasal 5, dan menambah Pasal yaitu Pasal 1A)
1. PER-06/PJ/2013 (berlaku sejak 24 Februari 2013) tentang perubahan kedua atas PER-57/PJ/2010
PER ini mengubah ketentuan Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 3B, Pasal 4, Pasal 5
PER ini menghapus ketentuan Pasal 6
PER ini menambah Pasal yaitu Pasal 6A
2. PER-15/PJ/2011 (berlaku sejak 6 Juni 2011) tentang entang perubahan kedua atas PER-57/PJ/2010
PER ini enambah Pasal yaitu Pasal 3A, 3B, 3C, 3D, 3E, 3F, 3G

II. DASAR HUKUM TEKAIT


PMK-73/PMK.05/2008 (berlaku sejak 9 Mei 2008) tentang tata cara penatausahaan dan penyusunan laporan
pertanggungjawaban bendahara kementerian negara/lembaga/kantor/satuan kerja

III. SURAT EDARAN TERKAIT


SE-70/PJ/2015 (ditetapkan tanggal 24 November 2015) tentang penegasan pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang
Lain

IV. SURAT DIREKTUR TERKAIT


S-6/PJ.13/2016 tentang Penegasan Kode Jenis Setor Bendaharawan pada PER-44/PJ/2015

V. PENGERTIAN PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN


yaitu PPh yang dipungut atas transaksi pembelian barang oleh instansi pemerintah (Pasal 1 ayat (1) huruf b
PMK-224/PMK.011/2012)

VI. PEMUNGUT (Pasal 1 ayat (1) huruf b, c, d PMK-107/PMK.010/2015)


Yang ditunjuk sebagai Pemungut PPh Pasal 22 Bendaharawan adalah:
1. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang; (Pasal 1 ayat (1) huruf b PMK-107/PMK.010/2015)
2. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan (UP); (Pasal 1 ayat (1) huruf c PMK-107/PMK.010/2015)
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan,
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka
pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja Kementerian Negara/ Lembaga. (Pasal 1 angka 16 PMK
73/PMK.05/2008)
3. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS). (Pasal 1 ayat (1) huruf d PMK-107/PMK.010
/2015)
Kuasa Pengguna Anggaran, yang selanjutnya disebut Kuasa PA, adalah pejabat yang memperoleh
kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
(Pasal 1 angka 8 PMK 73/PMK.05/2008)

VII. TARIF
PPh Pasal 22 Bendaharawan = 1,5% x Harga Pembelian tidak termasuk PPN (Pasal 2 ayat (1) huruf b PMK-107/PMK.010
/2015)
Pemungutan PPh Pasal 22 ini bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan
bagi Wajib Pajak yang dipungut. (Pasal 9 ayat (1) huruf a PMK-107/PMK.010/2015)
Besarnya pungutan PPh Pasal 22 yang diterapkan terhadap WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% (seratus
persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP. (Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 36
TAHUN 2008) dan (Pasal 2 ayat (3) PMK-107/PMK.010/2015)

VIII. MAP DAN KJS (S-6/PJ.13/2016)


A. Istilah bendaharawan pada PER-44/PJ/2015 mengacu pada jabatan bendaharawan pada tingkat administrasi
pemerintahan, dan tidak didasarkan pada sumber dana pengelolaan keuangan. Dengan demikian maka pengertian:
1. Bendaharawan APBN adalah Bendaharawan Pemerintah Pusat pada kantor/satuan kerja kementerian
negara/lembaga.
2. Bendaharawan APBD adalah Bendaharawan Pemerintah Daerah pada kantor/satuan kerja pemerintah daerah,
baik propinsi, kabupaten, maupun kota.
3. Bendaharawan Dana Desa adalah Bendaharawan Pemerintah Desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa untuk
melaksanakan pengelolaan keuangan desa.
B. Penggunaan KJS atas jenis-jenis pajak yang dipungut bendaharawan, atas APBD yang bersumber dari APBN, maupun
keuangan desa yang bersumber dari APBN dan/atau APBD, didasarkan pada jabatan bendaharawan pada tingkat
administrasi pemerintahan. Dengan demikian, maka: (S-6/PJ.13/2016)
1. Bendaharawan APBD yang mengelola keuangan yang bersumber dari APBD atau APBN akan menggunakan
KJS 920.
2. Bendaharawan Dana Desa yang mengelola keuangan yang bersumber dari APBDesa, APBD atau APBN akan
menggunakan KJS 930.
3. untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut Bendaharawan APBN, akan menggunakan KJS
910. PER-44/PJ/2015

IX. PENGECUALIAN PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN


No. Sejak 1 Januari 2009 s/d 30 No. Sejak 31 Agustus 2010 (Pasal 3 No. Sejak 24 Februari 2013 (Pasal 3
Agustus 2010 (PMK-210/PMK.03 PMK-154/PMK.03/2010) PMK-224/PMK.011/2012 stdd
/2008) PMK-107/PMK.010/2015)
1 Pembayaran yang jumlahnya 1 Pembayaran yang jumlahnya paling 1. Pembayaran yang dilakukan oleh
paling banyak Rp 1.000.000,00 banyak Rp 2.000.000,00 dan tidak pemungut pajak yang jumlahnya paling
dan tidak merupakan jumlah yang merupakan pembayaran yang banyak Rp2.000.000,00 (dua juta
terpecah-pecah; terpecah-pecah; rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah
Pengecualian ini dilakukan tanpa (Pasal 3 ayat (1) huruf e
SKB. (Pasal 3 ayat 4 PMK PMK-224/PMK.011/2012 stdd
154/PMK.03/2010) PMK-107/PMK.010/2015)

Pengecualian ini dilakukan tanpa SKB.


(Pasal 3 ayat (4) PMK-224/PMK.011
/2012)
2 Pembayaran untuk pembelian 2 Pembayaran untuk pembelian : 2. pembayaran untuk:
bahan bakar minyak, listrik, gas, air bahan bakar minyak, bahan bakar
minum (PDAM), dan benda-benda gas, pelumas, benda-benda 1. pembelian bahan bakar
pos; poslistrik, gas, pelumas, air minyak, bahan bakar gas,
minum/PDAM dan benda-benda
pos. pelumas, benda-benda pos;
2. pemakaian air dan listrik.
Pengecualian ini dilakukan tanpa
SKB. (Pasal 3 ayat 4 PMK (Pasal 3 ayat (1) huruf e
154/PMK.03/2010) PMK-224/PMK.011/2012)

Pengecualian ini dilakukan tanpa SKB.


(Pasal 3 ayat (4)
PMK-224/PMK.011/2012 stdd
PMK-107/PMK.010/2015)
3 Pembayaran atau pencairan dana 3 Pembayaran untuk pembelian 3. Pembayaran untuk pembelian barang
Jaringan Pengaman Sosial (JPS) barang sehubungan dengan sehubungan dengan penggunaan dana
oleh Kantor Perbendaharaan dan penggunaan dana Bantuan Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Kas Negara (KPKN); Operasional Sekolah (BOS). (Pasal (Pasal 3 ayat (1) huruf g
3 ayat 1 huruf h PMK 154/PMK.03 PMK-224/PMK.011/2012 stdd
/2010) PMK-175/PMK.011/2013)
Pengecualian ini dilakukan tanpa Pengecualian ini dilakukan tanpa SKB.
SKB. (Pasal 3 ayat 4 PMK (Pasal 3 yat (4)
154/PMK.03/2010) PMK-224/PMK.011/2012 stdd
PMK-107/PMK.010/2015)
4 Pembayaran yang diterima karena 4 Pembayaran yang diterima karena 4. Pembayaran yang diterima karena
penyerahan sehubungan dengan penyerahan sehubungan dengan penyerahan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan dalam pekerjaan yang dilakukan dalam pekerjaan yang dilakukan dalam rangka
rangka pelaksanaan proyek rangka pelaksanaan proyek pelaksanaan proyek Pemerintah yang
Pemerintah yang dibiayai dengan Pemerintah yang dibiayai dengan dibiayai dengan hibah luar negeri;
hibah luar negeri; hibah luar negeri;
Selengkapnya KLIK DISINI
Selengkapnya KLIK Selengkapnya KLIK
DISINI DISINI
5 Pembayaran untuk pembelian 5 Pembayaran untuk pembelian
gabah dan/atau beras oleh gabah dan/atau beras oleh
Perusahaan Umum Badan Urusan Perusahaan Umum Badan Urusan
Logistik (BULOG); Logistik (BULOG);

Pengecualian ini dilakukan tanpa


SKB. (Pasal 3 ayat 4 PMK
154/PMK.03/2010)
5. pembayaran untuk pembelian minyak
bumi, gas bumi, dan/ atau produk
sampingan dari kegiatan usaha hulu di
bidang minyak dan gas bumi yang
dihasilkan di Indonesia dari:

1. kontraktor yang melakukan


eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja
sama; atau
2. kantor pusat kontraktor yang
melakukan eksplorasi dan
eksploitasi berdasarkan
kontrak kerja sama;

(Pasal 3 ayat (1) huruf e angka 4


PMK-146/PMK.011/2013 stdd
PMK-107/PMK.010/2015)

Ketentuan ini berlaku sejak


ditetapkannya BUMN sebagai
pemungut PPN (yaitu sejak
sejak 24 Februari 2013) (Pasal
10A PMK-146/PMK.011/2013
stdd PMK-107/PMK.010/2015)
Pengecualian ini dilakukan
tanpa SKB. (Pasal 3 ayat (4)
PMK-146/PMK.011/2013 stdd
PMK-107/PMK.010/2015)
6. pembayaran untuk pembelian panas
bumi atau listrik hasil pengusahaan
panas bumi dari Wajib Pajak yang
menjalankan usaha di bidang usaha
panas bumi berdasarkan kontrak kerja
sama pengusahaan sumber daya panas
bumi ;

(Pasal 3 ayat (1) huruf e angka 5


PMK-146/PMK.011/2013 stdd
PMK-107/PMK.010/2015)

Ketentuan ini berlaku sejak


ditetapkannya BUMN sebagai
pemungut PPN (yaitu sejak
sejak 24 Februari 2013) (Pasal
10A PMK-146/PMK.011/2013
stdd PMK-107/PMK.010/2015)
Pengecualian ini dilakukan
tanpa SKB. (Pasal 3 ayat (4)
PMK-146/PMK.011/2013 stdd
PMK-107/PMK.010/2015)

X. CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN


PPh Pasal 22 atas pembelian barang ini terutang dan dipungut pada saat pembayaran (Pasal 4 ayat (3)
PMK-107/PMK.010/2015)
Dalam hal pembelian barang dan/atau bahan-bahan pembayarannya dilakukan secara angsuran, maka PPh
Pasal 22 terutang dan dipungut pada saat pembayaran berdasarkan jumlah pembayaran angsuran dan
pelunasan yang dilakukan. (Huruf E angka 2 huruf b SE-70/PJ/2015)
Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak wajib disetor oleh pemungut ke kas negara
melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan SSP yang telah
diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak (Pasal 5 ayat (2) PMK-107/PMK.010/2015) (SSP diisi
dengan nama dan NPWP rekanan bendaharawan pemerintah. Di kolom penyetor diisi dengan nama, tanda tangan,
dan cap bendaharawan).

X. SAAT PENYETORAN DAN PELAPORAN (PMK-80/PMK.03/2010 )


Penyetoran dilakukan pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari
belanja Negara atau belanja Daerah
Pelaporan dilakukan paling lama 14 hari setelah masa pajak berakhir

Dicetak 30 March 2017 - 11:30

Anda mungkin juga menyukai