Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari setidaknya kita selalu melihat suatu bentuk


kekerasan yang terjadi disekitar kita, perilaku bullying adalah salah satu contoh dari
Agresi. Perilaku Agresi tersebut tidaklah hanya bertumpu pada satu titik point namun
telah diketahui bahwa perilaku agresi tidak terbatas pada hal-hal kecil saja, namun lebih
dari itu. Agresi juga bisa dikaitkan dengan perasaan marah yang terkait dengan
ketegangan dan kegelisahan dan dapat menjerumus pada pengerusakan dan
penyerangan.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Agresi ?


2. Apa saja aspek – aspek dalam perilaku agresi?
3. Apa saja bentuk perilaku agresi ?
4. Faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya perilaku agresi ?
5. Bagaimana pendekatan- pendekatan dalam memahami perilaku agresi ?
6. Bagaimana penanganan dalam perilaku agresi ?

TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari agresi.


2. Untuk mengetahui aspek – aspek perilaku agresi.
3. Untuk mengetahui bentuk perilaku agresi.
4. Untuk mengetahui faktor munculnya perilaku agresi.
5. Untuk mengetahui pendekatan- pendekatan dalam memahami perilaku agresi.
6. Untuk mengetahui penanganan perilaku agresi.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Agresi

Myers (dalam Sarwono, 2002) menyatakan perilaku agresi adalah perilaku fisik
atau lisan yang disengaja dengan maksud menyakiti ata merugikan orang lain. Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia, agresi adalah perasaan marah atau tindakan kasar akibat
kekecewaan, kegagalan dalam mencapai pemuas atau tujuan yang dapat diarahkan
kepada orang atau benda (Kusumawati & Nu’man, 2007). Mac Neil & Stewart (dalam
Hanurawan, 2010) menjelaskan bahwa perilaku agresif adalah suatu perilaku atau suatu
tindakan yang diniatkan untuk mendominasi atau berperilaku secara destruktif, melalui
kekuatan verbal maupun kekuatan fisik yang diarahkan pada objek sasaran perilaku
agresif. Objek sasaran perilaku meliputi lingkungan fisik, orang lain dan diri sendiri.

Baron mengatakan bahwa agresi merupakan segala bentuk perilaku yang


dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhlukhidup lain yang terdorong untuk
menghindari perlakuan tersebut, baik fisik maupun psikis. Ini berarti bahwa jika individu
menyakiti orang lain karena unsur ketidaksengajaan, maka perilaku tersebut bukan
dikategorikan perilaku agresif. Rasa sakit akibat tindakan medis, walaupun dengan
sengaja dilakukan bukanlah termasuk perilaku agresif. Sebaliknya, jika niat menyakiti
orang lain tapi niat tersebut tidak berhasil, hal ini merupakan perilaku agresif (Dayakisni
& Hudaniah, 2009)

Perilaku agresif menurut Murry (Halll & Lidzey, 1993) di definisikan sebagai
suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, melalui; berkelahi, melukai, menyerang,
membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan
yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Hal yang
terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresif dari seorang individu atau
kelompok. Dill dan Dill (1998) melihat perilaku agresif sebagai perilaku yang dilakukan
berdasarkan pengalaman dan adanya rangsangan situasi tertentu sehingga menyebabkan
seseorang itu melakukan tindakan agresif. Perilaku ini bisa dilakukan secara dirancang,
seketika atau karena rangsangan situasi. Tindakan agresif ini biasanya merupakan
tindakan anti sosial yang tidak sesuai dengan kebiasaan, budaya maupun agama dalam
suatu masyarakat.

Lebih lanjut Bandura (1973) beranggapan bahwa perilaku agresif merupakan


sesuatu yang dipelajari dan bukannya perilaku yang dibawa individu sejak lahir.
Perilaku agresif ini dipelajari dari lingkungan sosial separti interaksi dengan keluarga,
interaksi dengan rekan sebaya dan media massa melalui modelling.

Dari beberapa defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Agresi merupakan


tingkah laku atau perilaku yang dapat merugikan individu lain atau kelompok lain baik
secara fisik ataupun verbalnya. Dalam hal ini agresi dapat dikatakan sebagai perilaku
yang sangat penting dalam unsur psikologi, karena pengaruhnya sangat besar, baik
terhadap individu maupun kelompok.
2. Aspek – aspek perilaku agresi
Aspek-aspek perilaku agresi menurut Bush & Denni (dalam Tuasikal, 2001) antara
lain:
- Agresi fisik (physical agression) ialah bentuk perilaku agresif yang dilakukan
dengan menyerang secara fisik dengan tujuan untuk melukai atau
membahayakan seseorang. Perilaku agresif ini ditandai dengan adanya kontak
fisik antara agresor dan korbannya.

- Agresi verbal (verbal agression) yaitu agresivitas dengan kata-kata. Agresi


verbal dapat berupa umpatan, sindiran, fitnah, dan sarkasme.

- Kemarahan (anger)ialah salah satu bentuk indirect agressionatau perilaku


agresi tidak langsung berupa perasaan benci kepada orang lain maupun
sesuatu hal atau karena seseorang tidak dapat mencapai tujuannya.

- Permusuhan (hostility)merupakan komponen kognitif dalam agresivitas yang


terdiri atas perasaan ingin menyakiti dan ketidakadilan.

3. Bentuk Perilaku Agresi

Menurut Buss (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) membagi agresi kedalam
beberapa bentuk, yaitu:

1. Agresi fisik aktif langsung, adalah tindakan agresif yang dilakukan individu atau
kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau
kelompok lain yang menjadi target dan terjadi kontak fisik secara langsung.
Contohnya memukul, menikam, atau menembak seseorang.

2. Agresi fisik pasif langsung, adalah tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu atau kelompok dengan cara tidak brhadapan secara langsung dengan
individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik
secara langsung. Contohnya memasang ranjau atau jebakan untuk melukai orang
lain, menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh oranglain.

3. Agresi fisik aktif tidak langsung, adalah tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu atau kelompok kepada individu atau kelompok lain yang menjadi
targetnya namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung. Misalnya
demonstrasi, aksi mogok, dan aksi diam.

4. Agresi fisik pasif tidak langsung, adalah tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh
individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu atau
kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara
langsung. Contonhnya tidak peduli, apatis, masa bodoh, menolak melakukan
tugas penting, tidak mau melakukan perintah.

5. Agresi verbal aktif langsung, adalah tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan
individu atau kelompok lain. Contoh menghina orang lain dengan kata-kata
kasar, mengomel.
6. Agresi verbal aktif tidak langsung, adalah tindakan agresi verbal yang dilakukan
oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung
dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya. Contoh
menyebarkan berita tidak benar atau gosip tentang orang lain.

7. Agresi verbal pasif langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu atau kelompok pada individu atau kelompok lain yang menjad targetnya
dengan berhadapan secara langsung namun tidak terjadi kontak verbal secara
langsung. Misalnya menolak bicara atau bungkam.

8. Agresi verbal pasif tidak langsung, adalah tindakan agresi verbal yang dilakukan
oleh individu atau kelompok pada individu atau kelompok lain yang menjadi
targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung. Misalnya tidak
memberi dukungan, tidak menggunakan hak suara.

4. Faktor Penyebab Perilaku Agresi

Beberapa faktor penyebab perilaku agresi menurut Davidoff (1991), yaitu:

1. Amarah. Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf
parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang
biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau
mungkin juga tidak dan saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju,
menghancurkan atau melempar sesuatu dan timbul pikiran yang kejam.

2. Faktor biologis. Ada tiga faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi,
yaitu:
- Gen yang berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang
mempengaruhi perilaku agresi.

- Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau
menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Orang yang berorientasi
pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi dibanding orang yang tidak
pernah mengalami kesenangan atau kebahagiaan.

- Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor


keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Wanita yang mengalami
masa haid kadar hormon kewanitaan yaitu estrogendan progesterone menurun
jumlahnya akibatnya banyak wanita mudah tersinggung, gelisah, tegang dan
bermusuhan.

3. Kesenjangan generasi. Adanya perbedaan atau jurang pemisah antara remaja


dengan orang tuanya, dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang
semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang
tua dan remaja diyakini sebagai penyebab timbulnya perilaku agresi pada remaja.
4. Lingkungan. Ada tiga faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku agresi,
yaitu:
- Kemiskinan. Bila seorang remaja dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan,
maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan.

- Anonimitas. Bahwa terlalu banyak rangsangan indera dan kogniitf membuat


dunia menjadi sangat impersonal. Setiap individu cenderung menjadi anonim
(tidak mempunyai identitas diri) dan bila seseorang merasa anonim ia cenderung
melakukan semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma
masyarakat dan kurang berismpati pada orang lain.

- Suhu udara yang panas. Suhu suatu lingkungan yang tinggi memilikidampak
terhadap perilaku sosial berupa peningkatan agresi.

5. Peran belajar model kekerasan. Anak-anak dan remaja banyak belajar


menyaksikan adegan kekerasan melalui televisi dan permainan.

6. Frustrasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang
berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan,
dan banyak kebutuhan yang harus segera dipenuhi tetapi sulit sekali tercapai
sehingga mereka jadi mudah marah dan berperilaku agresi.

7. Proses pendisiplinan yang keliru. Pendidikan disiplin yang otoriter dengan


penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik,
dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk pada remaja. Pendidikan
disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang yang penakut, tidak
ramah dengan orang lain, dan membenci orang yang memberi hukuman,
kehilangan spontanitas dan inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan
kemarahannya dalam bentuk agresi terhadap orang lain

5. Pendekatan – Pendekatan dalam Memahami Perilaku Agresi


Dari sudut pandang psikologi, ada sejumlah teori besar yang mendasari
pemikiran mengenai agresi, antara lain teori instinct oleh Sigmund Frued, teori survival
oleh Charles Darwin dan teori social learning oleh Neil Miller dan John Dollard, yang
kemudian dikembangkan lagi oleh Albert Bandura. Teori Freud memandang perilaku
agresif sebagai hal yang intrinsik dan merupakan instinct yang melekat pada diri
manusia. Selanjutnya Darwin dengan teori survival nya memandang bahwa secara
historis, perilaku agresif ini dianggap sebagai suatu tindakan manusia untuk kebutuhan
survival agar tetap dapat menjaga dan mengembangkan kemanusiawiannya ataupun
membangun dan mengembangkan komunitas. Teori social learning yang dipelopori oleh
Neil Miller dan John Dollard yang meyakini bahwa perilaku agresi merupakan
perolehan daripada hasil belajar yang dipelajari sejak kecil dan dijadikan sebagai pola
respon.

Dalam perkembangannya selanjutnya, Bandura dan Walters (1959, 1963),


mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar melalui
peniruan. Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku
melalui peniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita
terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku
model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses pembelajaran
semacam ini disebut “observational learning”pembelajaran melalui pengamatan.
Percobaan Bandura dan Walters (1963) mengindikasikan bahwa ternyata anak-anak bisa
mempunyai perilaku agresi hanya dengan mengamati perilaku agresi sesosok model,
misalnya melalui film atau bahkan film kartun. Dari sinilah akhirnya melahirkan
beragam perspektif dalam melihat perilaku agresi

6. Penanganan

Wilkowski & Robinson (2008) menyatakan bahwa amarah merupakan kondisi


perasaan internal secara khusus berkaitan dengan meningkatnya dorongan untuk
menyakiti oranglain, sedangkan agresi terkait langsung dengan tindakan nyata menyakiti
oranglain. Menurut teori integrasi kognitif tentang trait‐anger yang diajukan, individu
yang memiliki trait‐anger yang tinggi lebih cenderung mengalami bias dalam
menginterpretasi suatu situasi provokatif yang selanjutnya memicu proses yang secara
spontan meningkat kan amarah dan dorongan agresi‐nya. Berdasar teori ini pula,
program pengelolaan amarah dikembang kan untuk meningkatkan kemampuan remaja
mengendalikan diri melalui proses kognitif sehingga diharapkan kecenderungan amarah
dan perilaku agresifnya dapat dikurangi (Gambar1).

Program yang dinilai efektif untuk mengurangi agresivias, baik sebagai


pencegahan maupun penanganan, adalah yang menggunakan pendekatan
kognitif‐perilakuan (Goldstein & Glick, 1994 ; Kellner &Tutin ,1995 ;Kellner &Bry,
1999; Whitfield, 1999; Deffenbacher ,Oetting, &DiGiuseppe, 2002; Knorthetal., 2007;
Blake &Hamrin, 2007 ) karena tidak hanya focus pada aspek kognitif saja, namun juga
memperhitungkan fungsi individu pada aspek afektif dan perilaku. Perubahan pada
salah satu aspek akan diikuti oleh perubahan pada aspek yang lainnya
(Martin&Sandra,2005), yang sering kali disebut sebagai penanganan multi komponen
atau multi modal (Sukholdosky et al.,dalam Blake & Hamrin, 2007).

Ruminative
Attention

Situasi Interpretasi Interpretasi Memunculkan Amarah


Provokatif Otomatis Permusuhan

Keterangan: Upaya
Perilaku
: proses yang dapat meningkatkan Pengendalian menekam
amarah & agresi Agresi
Diri
: proses yang dapat menurunkan
amarah & agresi
Program Pengelolaan
Amarah
Gambar 1 : Kerangka pikir penelitian berdasar teori integrasi kognitif tentang trait-anger
(Wilkowski & Robinson, 2008. Dalam personality and Social Psychology Reviw, Vol.12
No.1 hlm.14).)

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dalam hal ini, dapat di simpulkan bahwa Pencegahan perilaku agresif


merupakan sebuah upaya besar untuk membina sebuah bangsa yang besar dan berjaya.
Dengan memahami kompleksitas dan kerumitan perilaku agresif, akan dipahami pula
bagaimana menyusun sebuah strategi yang komprehensif yang mampu menjawab
permasalahan pada diri individu (pelaku), khususnya masalah perilakunya. Kendala
strategis yang yang menghambat pengembangan strategi mencegah (atau bahkan
menangani) perilaku agresif adalah sikap publik yang pada umumnya menganggap
bahwa agresi atau kekerasan merupakan salah satu fitur yang melekat padadiri manusia
dan tidak dapat dielakkan (Lore dan Schultz dalam Krahe, 2001). Walau pada
kenyataannya agresi atau menjadi agresif bukan merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari, melainkan hanya merupakan strategi opsional belaka. Salah satu teknik yang
dewasa ini tengah ramai diujicobakan adalah melalui ”latihan mengelola amarah”.
Referensi :
1. Firman Syarif. 2017. Hubungan Kematangan Emosi Dengan Perilaku Agresi
Pada Mahasiswa Warga Asrama Komplek Asrama Ayu Sempaja. Psikoborneo. 5
(2): 267-280.

2. Laela Siddiqah. 2010. Pencegahan dan Penanganan Perilaku Agresif Remaja


Melalui Pengelolaan Amarah (Anger Management). Jurnal Psikologi. 37 (1): 50-
64.

3. Badrun Susantyo. 2011. MEMAHAMI PERILAKU AGRESIF: Sebuah


Tinjauan Konseptual. Informasi. 16 (3).

4. Risa Fadila. 2013. Hubungan Identitas Sosial dengan Perilaku Agresif pada Geng
Motor. Psikologia. 8 (2): 73-78

Anda mungkin juga menyukai