Anda di halaman 1dari 18

CRITICAL REVIEW

Judul :
NPM
New Public Management

Penulis :
Jan Erik Lane

Oleh :

T. Fahrul Gafar
NIDN: 1020128403

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ABDURRAB
2016
IDENTITAS BUKU

Judul Buku : New Public Management


Penulis/Editor : Jane Erik Lane
Penerbit : Routledge
Tempat Terbit : London-UK, New York-USA
Tahun Terbit : 2002
Cetakan : Cetakan Pertama, 2000
Jumlah Halaman : 242 halaman
ISBN : 0-415-23186-8 (hbk) / 0-41523187-6 (pbk)
NEW PUBLIC MANAGEMENT (NPM)

Buku fenomenal ini merupakan buah karya Jan-Erik Lane. Dia adalah
seorang profesor ilmu politik di Jenewa Swiss. Selain sebagai seorang professor
penuh di tiga universitas, Jan-Erik Lane juga mengajarkan politik dan ekonomi
pada banyak universitas di seluruh dunia. Dia telah menjadi anggota dewan redaksi
dari banyak jurnal ilmiah dalam ilmu politik dan sosial, dan telah menerbitkan
sekitar 400 buku dan artikel.
Buku ini adalah buku yang mengkaji tentang sektor publik dan
manajemennya. Nuansa Ini terlihat pada pembagian manajemen yang dibagi
menjadi dua sektor yang berbeda, yakni sektor swasta dan sektor publik. Meskipun
ada yang disebut "Quangos"/ Quasi Non-Governmental Organisation atau
organisasi otonom non-pemerintah, atau juga disebut organisasi sektor ketiga, yakni
pemisahan antara publik dan swasta yang dilembagakan di sebagian besar negara
di dunia. Sektor publik terdiri dari perilaku organisasi yang tergabung dua alternatif
didalamnya yang disebut sebagai "negara" atau "pemerintah", akan tetapi konsep
"sektor publik" adalah konsep yang lebih luas dari dua konsep terkenal ini.
Sehingga sektor publik memasuki semua jenis kegiatan pemerintah di berbagai
tingkatan, di berbagai jenis keuangan publik serta regulasi publik pada umumnya.
Argumen dalam buku ini adalah bahwa New Public Management (NPM)
tidak hanya sebuah model baru dalam manajemen sektor publik, tetapi juga bahwa
model manajemen sektor publik ini akan lebih diterima di negara-negara di dunia,
apa pun peradaban yang melekat dan yang mereka patuhi. Dengan demikian, upaya
ini memprediksi konvergensi dalam gaya manajemen sektor publik di seluruh dunia
meskipun semua perbedaan budaya dan agama yang mengatur Negara, terpisah.
Buku ini terdiri dari 3 (tiga) bagian dan 11 (sebelas) bab yang berbicara
tentang teori tata kelola sektor publik yang dimulai dengan paradigma Public
Administration (PA), kemudian bergeser ke Public Policy Framework/ Kerangka
Kebijakan Publik, dan kemudian bergeser lagi pada Management Approach/
pendekatan manajemen.

1
Pembahasan secara sistematis dan tuntas tentang bagaimana ketiga
kerangka kerja yang berbeda ini bekerja dapat ditemui dalam Bagian I, dimana
penulis (Lane) mengambil posisi bahwa banyak kontribusi positif dari tiga
kerangka kerja tersebut yang memang dapat terintegrasi secara bersamaan dengan
NPM yang menjadi teori umum dalam tata kelola sektor publik.
Sedangkan pada bagian ke II membahas tentang latar belakang teoritis
NPM. Latar belakang teoritis NPM ditemukan dalam kritik yang kuat dari sektor
publik yang besar, yang dapat ditemukan di sekolah pilihan publik serta di Sekolah
Ekonomi Chicago, dimana keduanya sejak pertengahan 1960-an telah menyerang
tentang gagasan tata kelola sektor publik yang tengah berlaku. Sifat dasar/ umum
NPM mungkin saja telah membantu jalannya politik hak asasi baru atau neo-
konservatisme pada tahun 1980 dan kebangkitan neo-liberalisme dalam ekonomi
dunia global pada 1990-an dengan baik. Namun, tanpa senjata berat dari pemenang
Hadiah Nobel, para ekonom dan para pakar pilihan publik (public Choice), maka
pemerintah akan kurang yakin bahwa mereka berada pada jalur yang "benar" dari
sudut pandang teoritis dalam pencarian mereka terhadap model pemerintahan
alternatif.
Pada Bagian terakhir (bagian III), buku ini menganalisis ide-ide utama
dalam NPM untuk menyatakan kegunaan dan keterbatasan mereka. NPM adalah
teeori pertama dan terutama dalam pandangan kontrak (contractualism), tetapi tidak
dapat menggantikan pendekatan utama lainnya pada tata kelola sektor publik.
Dengan demikian, teori tata kelola sektor publik mencakup lebih dari sekedar NPM
saja, karena beberapa unsur kebijakan publik dan administrasi publik tidak dapat
diganti oleh contractualism.
Jan Erik Lane dalam bukunya ini menetapkan proposisi dalam
mengartikulasikan New Public Management (NPM) sebagai bentuk tunggal, teori
koheren dalam manajemen sektor publik, dan juga untuk menegaskan kembali
relevansi yang terus-menerus (berkesinambungan) dari sektor publik.
Diskusi Lane tentang NPM telah membuat referensi khusus bagi pemerintah
Australia dan New Zealand, dua dari pelaku sektor publik yang paling banyak
petualangannya. Bagi khalayak Swiss, hal ini mungkin dikarenakan Lane

2
bermaksud untuk menunjukkan NPM secara intelektual dan terhormat, dan
mengadopsi prinsip atau hal tersebut tidak berarti bahwa manajemen sektor publik
akan segera tergeser pada manajemen komersial (swasta). Dalam sebuah diskusi
berbeda yang dimaksudkan untuk berkontribusi pada argumen politik dan kebijakan
di Swiss, Lane juga berusaha untuk menantang apa yang ia lihat sebagai sebuah
kesalahpahaman sejauh mana yang terjadi dalam pengelolaan dan manajemen
negara di banyak negara.
Dalam literatur akademik dan profesional, NPM dijelaskan secara
bervariasi. Dalam rangka memahami NPM sebagai model untuk membahas sektor
publik yang berbeda dari pelopor sebelumnya yang berjuluk Old Public
Administration / “Administrasi Publik Lama”, "Pendekatan Manajemen," dan
"Kerangka Kebijakan." ini yang disebutnya sebagai "pemerintahan publik
tradisional atau lama." Dia berpendapat bahwa sekarang ada model keempat, yaitu
NPM, yang merupakan "pemerintahan umum modern." Lane menegaskan bahwa,
pada dasarnya, NPM adalah tentang kontrak (khususnya kontrak jangka pendek di
bawah hukum privat) dan atas dasar ini terletak pada klaim bahwa itu adalah "teori"
baru dan koheren dari manajemen sektor publik.
Lane mengklaim bahwa teori ini terbukti lebih unggul dari pada teori
pemerintahan umum tradisional. Teori ini bukan seperti teori sebelumnya, karena
ia memiliki keuntungan tambahan dalam penerapannya, yakni tidak hanya untuk
penyediaan pelayanan publik, tetapi juga untuk redistribusi dan regulasi.
Belanja publik sebagai persentase dari Produk Domestik Bruto (PDB)
setinggi atau lebih tinggi daripada di negara-negara OECD (Organization for
Economic and Development) satu dekade lalu. Lane mencatat bahwa pangsa PDB
ditujukan untuk mengarahkan pengeluaran pemerintah telah menurun, sedangkan
pembayaran transfer dan peraturan telah meningkat. Dalam OECD, bagaimanapun
juga, terdapat variasi besar pada saham pemerintah yang berbeda dalam ekonomi
mereka. Lane mengklasifikasikan mereka pada angka 50% atau di atas sebagai
negara kesejahteraan dan orang-orang dengan pangsa rendah (Jepang adalah 35%)
sebagai masyarakat kesejahteraan.

3
Lane juga mengatakan beberapa negara (mengutip Kanada, Australia dan
NewZealand) sedang dalam perjalanan untuk menjadi masyarakat kesejahteraan.
Pada dasarnya, perbedaan ini tampaknya menjadi sebuah pertanyaan, apakah
negara secara langsung menanggung beban keyakinan kesejahteraan warga, atau
apakah itu untuk membatasi dirinya dan untuk menciptakan kondisi di lembaga lain
dalam masyarakat yang memainkan peran ini. Lane menjelaskan pilihan antara
negara kesejahteraan (welfare state) dan masyarakat kesejahteraan (welfare
socities) sebagai isu politik yang paling mendasar yang dihadapi oleh negara-negara
maju. Dia berpendapat, mendukung memilih model kesejahteraan masyarakat atas
model negara kesejahteraan.
Lane juga mengklaim bahwa negara kesejahteraan semakin disfungsional
atau tidak berfungsi, bahwa ada hubungan yang diperlukan antara pilihan negara
kesejahteraan atau kesejahteraan masyarakat dan mekanisme penyampaian
pelayanan publik yang digunakan oleh suatu negara, dan bahwa asosiasi/
penggabungan ini adalah akar dari masalah negara kesejahteraan selama ini. Dia
mengandalkan ide-ide dari Kelembagaan Ekonomi Baru untuk menunjukkan
kekurangan relatif dari mekanisme pemberian pelayanan publik yang digunakan
oleh negara-negara kesejahteraan, terutama biro dan perusahaan publik. Dia
mengandalkan ide dari pemikiran ekonomi yang lebih tradisional tentang keadilan,
efisiensi, dan keadilan sosial untuk menantang pemikiran bagi program transfer
pemerintah. Dia menunjukkan bahwa efek redistribusi mereka sebenarnya sedikit,
mendukung kelas menengah atau pemilih median. Dia menyiratkan bahwa kedua
kesimpulan berasal dari teori kontrak NPM.
Lane juga membawakan sebuah analisis dengan klaim bahwa Swiss, yang
telah lama dilihat sebagai masyarakat kesejahteraan berkembang dengan pesat di
antara negara kesejahteraan Eropa lainnya jika menggunakan data pembanding
pada belanja publik, maka sebenarnya swiss merupakan negara kesejahteraan.
Pandangan ini berasal dari pernyataan Lane yang direklasifikasi OECD Swiss dan
meramalkan hal itu bahwa pada tahun 2001 akan memiliki sektor publik hampir
57% dari PDB. Menurut Lane, ini menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Swiss

4
yang relatif rendah demikian memperkuat apa yang ia sebut dengan Hukum Lane
yakni: semakin besar sektor publik, semakin rendah tingkat pertumbuhan ekonomi.
Lane menggunakan statistik lainnya untuk mendukung kesimpulannya.
Namun demikian, hal itu harus ditunjukkan bahwa bertentangan dengan pernyataan
Lane, OECD tidak mereklasifikasi Swiss. Penegasan Lane adalah hasil dari entri
point yang salah pada halaman web OECD pada akhir tahun 1999. Sebagaimana
yang disebutkan OECD telah menjelaskan kepada pihak berwenang Swiss, bahwa
nomor yang diberikan di halaman web yang sebenarnya adalah berdasarkan
perhitungan yang salah (maksudnya; ada kesalahan Lane dalam melakukan
citation/pengutipan-penerjemah).
Selain itu, pada halaman 117 terdapat sebuah tabel yang bersumber dari
OECD yang mengindikasikan apa yang dikatakan oleh Lane bahwa Swiss adalah
negara kesejahteraan. Tetapi tabel tersebut tidak menyebutkan dan menunjukkan
bahwa Swiss adalah Negara kesejahteraan. Selanjutnya, klaimnya bahwa OECD
memprediksi sektor publik 57 persen untuk Swiss pada tahun 2001 namun ia tidak
memiliki dasar dalam bantuk apa pun yang dihasilkan oleh OECD.
Meneruskan diskusi Swiss, buku ini menempatkan kritiknya terhadap
negara kesejahteraan dan hasil sebuah diskusi tentang kontrak dalam bentuk NPM
yang berbeda serta insentif, keuntungan dan kerugiannya, bahwa hal ini dapat diatur
untuk CEO, pemerintah, dan warga negara. (Lane menganggap CEO manajerial
yang kuat sebagai sesuatu yang diperlukan secara bersamaan untuk pengenalan
NPM). Dia menyimpulkan ada dua kelemahan potensial utama dalam kontrak rezim
di sektor publik. Yang pertama adalah bahwa apa yang pemerintah dan CEO setujui
kemungkinan saja menjadi tidak optimal bagi publik, dan yang kedua adalah bahwa
tidak ada rezim organisasi yang mengingkari dan keluar dari aturan.
Lane membahas bab terakhir untuk kompensasi atas konsekuensi yang
merugikan kontraktor. Dia mengusulkan sebuah susunan desain baru bagi
organisasi atau lembaga program untuk mendukung kontrak sektor publik. Dia
memperingatkan terhadap penggunaan kontrak hukum-swasta dengan apa yang dia
sebut sebagai pendidikan sektor lunak, pemberian perawatan, hukum dan
ketertiban, serta kesehatan, tetapi menegaskan bahwa beberapa bentuk kontrak dan

5
persaingan tetap berguna di daerah-daerah. Selain itu, ia mengusulkan penguatan
regulasi dengan menggabungkan aspek hukum publik dan swasta, dan memiliki
persaingan untuk posisi CEO pada badan pengatur.
New Public Management memiliki dua kelemahan serius dalam hal
menetapkan apa yang harus dilakukan. Secara umum, gagal untuk mengumpulkan
bukti-bukti untuk mendukung klaimnya bahwa NPM, seperti yang diterapkan di
negara-negara OECD, telah terbukti unggul daripada pendekatan analisis
manajemen publik lainnya. Asumsi Lane tampaknya menjadi pembuktian bahwa
konsistensi internal dari teori ini adalah alasan yang cukup untuk menganggap
bahwa hal itu harus bekerja dengan baik. Setelah dua dekade NPM, justifikasi
apriori saja tentunya tidak cukup.
Selanjutnya, beberapa pernyataan berani yang dibuat, yang tidak secara
meyakinkan benar; yaitu, bahwa NPM adalah sebuah teori yang koheren. Sebuah
pandangan umum bahwa NPM bukanlah sebuah teori tunggal tetapi “payung” yang
mencakup berbagai cara berpikir (paradigma) baru tentang bagaimana
mendapatkan hal-hal yang umum dilakukan, penggambaran dari sebuah
perniagaan, manajemen, ekonomi kelembagaan baru, akuntansi, dan filosofi
demokrasi modern. Treatment/ perbaikan yang dilakukan Lane pada akhirnya tidak
mendukung klaim dari teori yang koheren tunggal-nya berdasarkan kontrak. Dia
mengacu pada seperangkat ide yang beragam dari ekonomi dan memang hal itu
jauh lebih jelas bagaimana pembahasannya tentang negara kesejahteraan yang
menghubungkan dengan diskusi dia tentang kontrak.
Akhirnya, dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang jelas antara
negara kesejahteraan dan masyarakat kesejahteraan, apalagi yang didasarkan pada
pengeluaran sektor publik sebagai persentase dari PDB. Kompleksitas hubungan
antara pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam masyarakat dan perbedaan
antara negara-negara dalam hal ini tidak banyak diterangkan oleh perbedaan
(negara kesejahteraan dan masyarakat kesejahteraan) ini. Kekurangan lain yang
juga banyak terjadi, diungkapkan oleh fakta bahwa terdapat kesalahan statistik
(penelusuran selanjutnya dapat di lihat pada buku-melaui daftar tabel/ figures list)
yang menyebabkan Lane mendefinisikan sifat masyarakat Swiss yang sejahtera

6
berhubungan dengan apa yang dianggapnya sebagai masalah yang paling mendasar
dalam menajemen sektor publik. Namun sebelum mengakhiri pembahasan menarik
tentang NPM, selanjutnya dapat kita kritisi paradigma ini dengan beberapa catatan
dibawah ini.
Selayaknya sebuah proposisi atau ajuan dan usulan sebagai teori baru,
mengakibatkan NPM tidak pernah sepi akan kritik dalam bentuk bantahan atau
bahkan sanggahan. New Public Management merupakan suatu paradigma alternatif
yang menggeser model administrasi publik tradisional. Terdapat pro dan kontra
terhadap manajerialisme yang terjadi pada organisasi sektor publik. Bagi yang pro
mereka, memandang NPM menawarkan suatu cara baru dalam mengelola
organisasi sektor publik dengan membawa fungsi-fungsi manajemen sektor swasta
ke dalam sektor publik. Sementara itu, bagi yang kontra mereka mengkritik bahwa
pengadopsian prinsip-prinsip manajemen sektor swasta ke dalam sektor publik
tersebut merupakan adopsi yang kurang tepat dan tidak kritis, karena tidak semua
praktik manajemen sektor swasta itu baik.
Jika sektor publik mengadopsi praktik manajemen sektor swasta, maka hal
itu juga berarti mengadopsi keburukan di sektor swasta ke dalam sektor publik.
Selain itu, pengadopsian tersebut juga mengabaikan perbedaan yang fundamental
antara organisasi sektor publik dengan sektor swasta. Manajerialisme menurut
mereka yang kontra bertentangan dengan prinsip demokrasi. Kritik dari pendukung
administrasi publik menyatakan bahwa hal-hal baik yang terdapat dalam model
lama, seperti: standar etika yang tinggi dan pelayanan kepada negara menjadi
dikesampingkan apabila sektor publik mengadopsi prinsip manajerialisme.
Manajerialisme juga dicurigai sebagai bentuk kapitalisme yang masuk ke sektor
publik. Namun meskipun berbagai kritikan muncul, model baru manajemen sektor
publik tersebut terus berkembang baik secara teori maupun praktik. Konsep NPM
dengan cepat mampu menggeser pendekatan administrasi publik tradisional.
Mengapa manajerialisme mengalami perkembangan yang pesat dalam
organisasi sektor publik? Kebutuhan terhadap manajerialisme dalam organisasi
sektor publik adalah karena adanya tuntutan masyarakat yang semakin besar agar
sektor publik bisa menghasilkan produk (barang/jasa) yang memiliki kualitas yang

7
lebih baik atau minimal sama dengan yang dihasilkan sektor swasta. Jika sektor
publik masih tetap berpaku pada pendekatan administrasi, maka sektor publik akan
gagal menjawab tantangan tersebut. Oleh karena itu, organisasi sektor publik perlu
mengadopsi prinsip-prinsip manajerialisme.
New Public Management tidak selalu dipahami sama oleh semua orang.
Bagi sebagian orang, NPM adalah suatu sistem manajemen desentral dengan
perangkat-perangkat manajemen baru seperti controlling, benchmarking dan lean
management; bagi pihak lain, NPM dipahami sebagai privatisasi sejauh mungkin
atas aktivitas pemerintah. Sebagian besar penulis membedakan antara pendekatan
manajemen sebagai perangkat baru pengendalian pemerintah dan pendekatan
persaingan sebagai deregulasi secara maksimal serta penciptaan persaingan pada
penyediaan layanan pemerintah kepada rakyat.
Tujuan New Public Management adalah untuk merubah administrasi publik
sedemikian rupa sehingga, kalaupun belum bisa menjadi perusahaan, ia bisa lebih
bersifat seperti perusahaan. Administrasi publik sebagai penyedia jasa bagi warga
harus sadar akan tugasnya untuk menghasilkan layanan yang efisien dan efektif.
Tapi, di lain pihak ia tidak boleh berorientasi pada laba. Padahal ini wajib bagi
sebuah perusahaan kalau ia ingin tetap bertahan dalam pasar yang penuh
persaingan.
Tujuan di atas bukanlah satu tujuan yang tak dapat dicapai, seperti yang
ditunjukkan oleh pengalaman dari berbagai negara (Swedia, Belanda, Selandia
Baru, AS, Britania Raya, dan lain sebagainya) yang beberapa tahun lalu merasa
harus melakukan reformasi terhadap kinerja administrasi publik di negara mereka.
Reformasi ini juga menjadi semakin penting di negara-negara lain dan juga di
Amerika Latin. Alasan mengapa dunia politik dan administrasi tertarik pada NPM
sangat beranekaragam dan cenderung tak jelas: adminsitrasi mengharapkan
memperoleh otonomi yang lebih besar dan debirokratisasi, pihak politisi yang
mengurus masalah keuangan (parlemen) ingin secepat mungkin mereformasi
anggaran, sementara pemerintah dan juga parlemen mengharapkan memperoleh
kemungkinan pengendalian yang lebih besar dan baru. Banyak politisi khawatir,
dengan anggaran umum (Globalbudget) pihak pemerintah dan administrasi hendak

8
melepaskan diri dari kewajiban justifikasi dan ingin melucuti wewenang parlemen
dalam membuat keputusan dengan cara mengajukan anggaran yang tak berarti.
Pihak pelaksana order kecewa jika dilakukan pemangkasan anggaran atas dasar
perbandingan produksi dan biaya (benchmarking). Indikator produksi dianggap
“tak memadai” atau keseluruhannya dilihat sebagai “dampak negatif ekonomi”
yang tak pada tempatnya atau sebagai penghinaan terhadap administrasi yang
profesional.
Konsep New Public Management pada dasarnya mengandung tujuh
komponen utama, yaitu:
1. Manajemen profesional di sektor publik
2. Adanya standar kinerja dan ukuran kinerja
3. Penekanan yang lebih besar terhadap pengendalian output dan outcome
4. Pemecahan unit-unit kerja di sektor publik
5. Menciptakan persaingan di sektor publik
6. Pengadopsian gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik
7. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih besar dalam
menggunakan sumber daya
Penekanan pertama, yaitu keahlian manajemen professional, mensugestikan
top-manager (presiden, menteri, dirjen) harus mengendalikan organisasi-organisasi
publik secara aktif dengan cara yang lebih bebas dan fleksibel. Top-top manager ini
tidak lagi berlindung atas nama jabatan, tetapi lebih melihat organisasi yang
dipimpinnya sebagai harus bergerak secara leluasa bergantung pada perkembangan
sektor publik itu sendiri. Sebab itu, para top manager harus punya skill manajerial
professional dan diberi keleluasaan dalam memanage organisasinya sendiri,
termasuk merekrut dan memberi kompensasi pada para bawahannya.
Lalu, penekanan pada aspek orientasi output menghendaki para staf bekerja
sesuai target yang ditetapkan. Ini berbalik dengan OPA/ OPM yang berorientasi
pada proses yang bercorak rule-governed. Alokasi sumber daya dan reward atas
karyawan diukur lewat performa kerja mereka. Juga, terjadi evaluasi atas program
serta kebijakan dalam NPM ini.

9
Sebelum berlakunya NPM, output kebijakan memang telah menjadi titik
perhatian dari pemerintah. Namun, perhatian atas output ini tidaklah sebesar
perhatian atas unsur input dan proses. Ini akibat sulitnya pengukuran keberhasilan
suatu output yang juga ditandai lemahnya control demokratis atas output ini. NPM
justru menitikberatkan aspek output dan sebab itu menghendaki pernyataan yang
jernih akan tujuan, target, dan indikator-indikator keberhasilan (Basri, 2009).
Dari berbagai doktrin NPM di atas, konsep Reinventing Government yang
ditawarkan oleh Osborne dan Gaebler dirasa paling mendekati tentang apa dan
bagaimana NPM itu. Osborne dan Gaebler (1992) menawarkan 10 prinsip
pemerintahan yang berjiwa wirausaha, yaitu :
1. Pemerintahan katalis; Pemerintahan katalis adalah Pemerintahan yang
mengarahkan bukan mengayuh. Disini pemerintah hanya menjalankan
fungsi strategis saja tidak ikut campur dalam pelaksanaan atau kegiatan
tekniknya. Peran pemerintah hanya sebagai perencana, pencetus visi, dan
penyedia berbagai kebijakan strategis lainnya. Selain itu, berbagai metode
dapat digunakan untuk mencapai organisasi publik mencapai tujuan,
memilih metode yang paling sesuai untuk mencapai efisiensi, efektivitas,
persamaan, pertanggungjawaban, fleksibilitas seperti, privatisasi, lisensi,
konsesi, kerjasama operasional, kontrak, voucher, insentif pajak, dll.
2. Pemerintahan milik masyarakat; Menekankan adanya kontrol dari
masyarakat sebagai akibat dari pemberdayaan yang diberikan pemerintah.
Sehingga masyarakat lebih mampu dan kreatif dalam menyelesaikan
masalahnya, tanpa bergantung pada pemerintah. Akhirnya masyarakat
melayani diri mereka sendiri bukan lagi pemerintah yang melakukannya,
namun pemerintah tetap memastikan masyarakat memperoleh pelayanan
dasar mereka. Dengan adanya control dari masyarakat, pegawai negeri akan
memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih kreatif dalam
memecahkan masalah.
3. Pemerintahan Kompetetif; pemerintahan yang memasukkan semangat
kompetisi dalam pemberian layanan kepada masyarakat. Masyarakat disini
sebagai konsumen yang secara pribadi berhak memilih layanan mana yang

10
lebih baik, sehingga akhirnya pemerintah saling berkompetisi untuk dapat
menjadi yang terbaik.
4. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi; pemerintahan yang mampu
merubah orientasi dari pemerintahan yang digerakkan oleh aturanmenjadi
pemerintahan yang digerakkan oleh misi. Artinya adalah pemerintah tidak
harus berjalan sesuai aturan, karena dengan aturan pemerintah menjadi
lamban dan lebih mengutamakan prosedur yang sesuai dengan aturan.
Dengan digerakkan oleh misi maka misi utamalah yang dikedepankan
dalam menjalankan pemerintahan.
5. Pemerintahan yang berorientasi hasil; pemerintahan yang membiayai hasil
bukan input. Pemerintah dalam hal ini akan bekerja sebaik mungkin karena
penghargaan yang diterima berdasarkan hasil yang dikeluarkan oleh
masing-masing instansi. Sehingga dengan hal ini kinerja pemerintah
menjadi lebih baik untuk mendapat penghargaan yang baik pula.
6. Pemerintahan yang berorientasi pelanggan; pemerintahan yang memenuhi
kebutuhan pelanggan bukan birokrasi. Pemerintah memenuhi apa yang di
inginkan masyarakat bukan menjalankan pelayanan berdasar aturan
birokrasi. Sehingga pemerintah dalam hal ini perlu melakukan survei untuk
melihat perkembangan kebutuhan masyarakat, yang akhirnya pemerintahan
menjadi efektif dan efisisen.
7. Pemerintahan wirausaha; Pemerintahan yang menghasilkan profit bukan
menghabiskan. Berupaya untuk meningkatkan sumber-sumber ekonomi
yang dimiliki oleh instansi pemerintah dari yang tidak produktif menjadi
produktif, dari yang produksinya rendah menjadi berproduksi tinggi, yaitu
dengan mengadopsi prinsip-prinsip kerja swasta yang relevan dalam
administrasi publik.
8. Pemerintahan antisipatif; Pemerintahan yang berorientasi pencegahan
bukan penyembuhan. Pemerintah antisipatif adalah suatu pemerintahan
yang berpikir ke depan. Pemerintah berusaha mencegah timbulnya masalah
daripada memberikan pelayanan untuk menyelesaikan masalah, dengan

11
menggunakan perencanaan strategis, pemberian visi masa depan, dan
berbagai metode lain untuk melihat masa depan.
9. Pemerintahan desentralisasi; merubah pemerintahan yang digerakkan oleh
hierarki menjadi pemerintahan partisipatif dan kerjasama tim. Pemerintah
desentralisasi adalah suatu pemerintah yang melimpahkan sebagian
wewenang pusat kepada daerah melalui organisasi atau sistem yang ada.
Sehingga Pegawai di tingkat daerah dapat langsung memberikan pelayanan
dan mampu membuat keputusan secara mandiri, sehingga tercipta efisiensi
dan efektifitas.
10. Pemerintahan yang berorientasi pasar; pemerintahan yang mendorong
perubahan melalui pasar. Pemerintah yang berorientasi pasar acap kali
memanfaatkan struktur pasar swasta untuk memecahkan masalah dari pada
menggunakan mekanisme administratif, seperti menyampaikan pelayanan
atau pemerintah dan kontrol dengan menggunakan peraturan. Dengan
menciptakan insentif keuangan-insentif pajak, dan sebagainya, sehingga
dengan cara ini organisasi swasta atau anggota masyarakat berperilaku yang
mengarah pada pemecahan masalah sosial.

Hasil nyata dari proses penerapan NPM tersebut mencakup lima aspek,
yaitu : (1) saving, (2) perbaikan proses, (3) perbaikan efisiensi, (4) peningkatan
efektivitas, dan (5) perbaikan sistem administrasi seperti peningkatan kapasitas,
fleksibilitas dan ketahanan.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Organisation for Economic Co-
operation and Development menunjukkan bahwa New Public Management (NPM)
yang dikenal sebagai teknik manajemen baru yang digunakan untuk membawa
perubahan dalam pengelolaan pelayanan publik di negara-negara berkembang yang
memiliki banyak model dan jenis pemerintahan, lingkungan ekonomi dan
institusional (OECD, 1993). Praktek-praktek dan teknik konvensional telah diberi
label manajemen publik baru (NPM) atau manajerialisme baru (Hood, 1991;
Dunleavy dan Hood, 1994; dan Ferlie, et al. 1996).

12
Reformasi sektor publik pada dasarnya tidak hanya terjadi di negara-negara
maju saja. Akan tetapi beberapa negara berkembang juga secara aktif terus
melakukan reformasi lembaga publiknya. Reformasi sektor publik di negara
berkembang banyak dipengaruhi oleh peran World Bank, UNDP, IMF, dan OECD.
Reformasi sektor publik di negara-negara yang sedang berkembang banyak yang
mengarah pada penerapan New Public Management. Perubahan yang dilakukan
oleh negara-negara berkembang tersebut bercermin kepada perubahan manajerial
yang dilakukan oleh negara-negara maju terutama Inggris, Amerika Serikat,
Kanada, dan New Zealand.
Beberapa pihak berpendapat bahwa New Public Management tidak tepat
diterapkan untuk negara berkembang. Pengadopsian model New Public
Management yang dilakukan negara-negara berkembang apakah memang benar-
benar menjadikan lebih baik ataukan hanya sekedar perubahan luarnya saja.
Apakah manajerialisme yang dilakukan di negara-negara maju bisa
diimplementasikan di negara berkembang. Hal tersebut menjadi pertanyaan
mendasar, karena gaya manajemen yang ada di negara negara-negara Barat
mungkin sekali akan berbeda hasilnya jika diterapkan di tempat yang berbeda.
Sangat mungkin terjadi bahwa penerapan NPM dipengaruhi oleh faktor-faktor
kultural. Tingkat keberhasilan negara berkembang dalam mengadopsi prinsip
manajerialism model barat memang bervariasi. Sebagai contoh, Malaysia
menerapkan Total Quality Management (TQM) sebagai bentuk dari modernisasi
manajemen publik dan penerapannya dinilai sukses, namun Bangladesh dan
beberapa negara Afrika banyak mengalami kegagalan. Implementasi New Public
Management di negara-negara berkembang tidak mudah dilakukan karena
kecenderungan birokrasi masih sangat sulit dihilangkan.
Argumen bahwa New Public Management tidak tepat untuk negara-negara
berkembang karena alasan korupsi dan rendahnya kapasitas administrasi tidaklah
tepat. Penerapan NPM pada negara-negara berkembang tergantung pada faktor-
faktor kontinjensi lokal (localised contingency) bukan karena karakteristik nasional
secara umum. Faktor-faktor seperti korupsi dan lemahnya kemampuan administrasi
memang mempengaruhi kinerja pemerintah, akan tetapi localized contingencies

13
lebih besar pengaruhnya sebagai penentu keberhasilan atau kegagalan upaya
reformasi.
Terdapat beberapa masalah dalam menerapkan konsep New Public
Management di negara berkembang. Pertama, New Public Management didasarkan
pada penerapan prinsip/mekanisme pasar atas kebijakan publik dan manejemennya.
Hal ini juga terkait dengan pengurangan peran pemerintah yang digantikan dengan
pengembangan pasar, yaitu dari pendekatan pemerintah sentris (state centered)
menjadi pasar sentries (market centered approach). Negara-negara berkembang
memiliki pengalaman yang sedikit dalam ekonomi pasar. Pasar di negara
berkembang relatif tidak kuat dan tidak efektif. Perekonomian pasarnya lebih
banyak didominasi oleh asing atau perusahaan asing, bukan pengusaha pribumi atau
lokal. Di samping itu, pasar di negara berkembang tidak efektif karena tidak ada
kepastian hukum yang kuat. Sebagai contoh, masalah kepatuhan terhadap kontrak
kerja sama (contract right) sering menjadi masalah.
Kedua, terdapat permasalahan dalam privatisasi perusahaan-perusahaan
publik. Privatisasi di negara berkembang bukan merupakan tugas yang mudah.
Karena pasar di negara berkembang belum kuat, maka privatisasi akhirnya akan
berarti kepemilikan asing atau kelompok etnis tertentu yang hal ini dapat
membahayakan, misalnya menciptakan keretakan sosial.
Ketiga, Perubahan dari mekanisme birokrasi ke mekanisme pasar apabila
tidak dilakukan secara hati-hati bisa menciptakan wabah korupsi. Hal ini juga
terkait dengan permasalahan budaya korupsi yang kebanyakan dialami negara-
negara berkembang. Pergeseran dari budaya birokrasi yang bersifat patronistik
menjadi budaya pasar yang penuh persaingan membutuhkan upaya yang kuat untuk
mengurangi kekuasaan birokrasi.
Keempat, terdapat masalah untuk berpindah menuju pada model
pengontrakan dalam pemberian pelayanan publik jika aturan hukum dan
penegakannya tidak kuat. Model pengontrakan akan berjalan baik jika outcome-nya
mudah ditentukan. Jika tujuan organisasi tidak jelas, atau terjadi wabah korupsi
yang sudah membudaya maka penggunaan model-model kontrak kurang berhasil.
Terdapat permasalahan politisasi yang lebih besar di negara berkembang

14
dibandingkan di negara maju, termasuk dalam hal politisasi penyediaan pelayanan
publik, pemberian kontrak kepada kroni-kroninya.
Kelima, kesulitan penerapan New Public Management di negara
berkembang juga terkait dengan adanya permasalahan kelembagaan, lemahnya
penegakan hukum, permodalan, dan kapabilitas sumber daya manusia. terjadi
karena Selain itu, negara berkembang terus melakukan reformasi yang tidak terkait
atau bahkan berlawanan dengan agenda NPM. Paket dalam agenda NPM tidak
dilaksanakan sepenuhnya.
Namun New Public Management (NPM) tetaplah sebuah paradigma yang
menarik karena menerapkan berbagai teori yang berbasis ekonomi dalam
manajemen publik. Diskusi teoritis Jan-Erik Lane terkait masalah dan solusi dalam
kontrak sektor publik dapat digunakan secara proporsional bagi mereka merancang
mekanisme pelayanan publik. Bagaimapun juga, klaim Lane yang lebih besar yang
mengajukan NPM sebagai teori terpadu untuk berpikir tentang sektor publik tidak
berkesinambungan atau dapat dikatakan masih lemah karena banyak bermunculan
penantang dan pembantah teori ini sehingga memunculkan teori yang baru.

15
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Dunleavy, P. & C. Hood. 1994. “From Old Public Administration to New
Management”. Public Money and Management, 14(3):9-16.

Ferlie, E., A. Pettigrew, L. Ashburner and L. Fitzgerald. 1996. “The New Public
Management in Action”. Oxford: Oxford University Press.

Hood, Christopher. 1991. “A Public Management for All Seasons?” Papper of


Public Administration, 69, 1991: 3-19.

Hughes, O. E. 1998. Public Management and Administration, 2nd Ed., London:


MacMillan Press Ltd.

OECD. 1993. “Managing with Market-type Mechanisms”. Paris.

Osborne, David and Gaebler, T. 1992. Reinventing Government: How the


Entrepreneurial Spirit Is Transforming the Public Sektor, New York:
Penguins Books.

Media Online

http://setabasri01.blogspot.co.id/2009/05/new-public-management.html

16

Anda mungkin juga menyukai