Etika dan Teknologi Komunikasi dalam Komunikasi Antarpribadi
Menurut Aristoteles ada 3 jenis persahabatan yaitu
(a) Persahabatan yang didasarkan pada manfaat, yakni persahabatan yang sesuai dengan kebermanfaatan yang sifatnya tidak tetap dan berubah sesuai dengan lingkungannya; (b) Persahabatan yang didasarkan pada kesenangan yang umumnya merupakan persahabatan di antara remaja karena kehidupan para remaja diatur perasaannya, dan kepentingan utamanya adalah kesenangan mereka sendiri; (c) Persahabatan yang didasari kebaikan, yang merupakan persahabatan yang sempurna karena merupakan persahabatan orang yang baik dan memiliki kesamaan dalam kebaikan. Dalam penggunaan teknologi komunikasi dalam komunikasi antarpribadi dan konsekuensi-konsekuensi etisnya. Kita bisa melihat, ternyata tidak mudah dan tidak sederhana untuk melihat etis tidaknya satu tindakan komunikasi yang menggunakan perangkat teknologi komunikasi. Apalagi bila dalam penggunaannya, pemaikaian perangkat teknologi komunikasi tersebut seperti “memebenarkan” dan “mendukung” penggunanya untuk berbohong sehingga orang yang berkomunikasi pun sebenarnya sudah menyadari kemungkinan memperoleh informasi palsu. Tentu saja kenyataan kemungkinan memperoleh informasi palsu dalam chatting itu hanya akan diketahui oleh mereka yang terbiasa menggunakan perangkat teknologi tersebut. Bagi orang yang pernah menggunakannya dan baru sekali menggunakannya bisa saja mempercayai informasi yang disampaikan dari lawan komunikasinya dalam chatting. Ini tentunya akan membawa konsekuensi etis. Teknologi komunikasi memang melahirkan tantangan baru terhadap etika berkomunikasi. Kita memang tidak bisa sekedar memandang teknologi komunikasi itu sebagai kepanjangan (ekstensi) indra kita, seperti televisi kita pandang sebagai kepanjangan indra penglihatan kita atau telepon sebagai ekstensi kemampuan kita mendengar. Karena teknologi tersebut memiliki hukum-hukumnya sendiri yang menuntut kita menyesuaikan diri saat mempergunakan sarana tersebut dalam berkomunikasi. Tidak mengherankan bila banyak kritisi sosial yang memandang teknologi itu sudah bergerak otonom. Teknologi sudah bergerak mengikuti hukum-hukumnya sendiri dan manusia mesti menyesuaikan diri dengan hukum-hukum tersebut. Itu sebabnya ada yang menyimpulkan, akhirnya teknologi memperbudak manusia. Manusia bukan lagi menjadi tuan atas teknologi melainkan menjadi hamba yang mengikuti keinginan teknologi. Dari persepktif ini, wajar bila kemudian perilaku komunikasi kita pun tidak hanya ditentukan kehendak kita berkomunikasi melainkan juga ditentukan oleh hukum-hukum teknologi komunikasi dan informasi tersebut. Dari perspektif ilmu komunikasi, sudah sejak awal ilmu ini sangat menekankan pada tanggung jawab etis. Bahkan sejak awal kelahiran ilmu komunikasi, para ilmuwan komunikasi sudah bergulat dengan kewajiban moral tersebut sejalan dengan peluang-peluang yang kita miliki untuk berkomunikasi (lihat, Griffin, 2003:34). Peluang-peluang untuk berkomunikasi tersebut makin membesar dan nyaris tanpa batas karena dukungan teknologi komunikasi dan informasi. Karena itu, penting bagi kita untuk selalu memperhatikan dimensi etis dari setiap tindak komunikasi yang kita lakukan. Dimensi etis itu pulalah yang membuat tindakan komunikasi kita menjadi tindakan yang manusiawi dan menjunjung martabat kemanusiaan kita. Tentu saja, hal tersebut akan mencakup pula komunikasi antarpribadi sebagai bentuk komunikasi manusia yang paling tinggi sentuhan kemanusiaannya (human touch). Salah satu ciri tingginya sentuhan kemanusiaan itu adalah adanya pertimbangan etis dalam berkomunikasi. Teknologi komunikasi tidak dengan sendirinya memperkecil sentuhan kemanusiaan tersebut. Bahkan diharapkan justru makin meningkatkan sentuhan kemanusiaan sehingga dimensi etis tidak bisa dipandang sepi atau diabaikan dalam semua tindak komunikasi. Kesantunan dan kejujuran, misalnya akan tetap merupakan hal penting dalam komunikasi antarpribadi sekalipun komunikasinya dilakukan melalui perantaraan teknologi komunikasi dan informasi. Karena itu, kiranya penting bagi kita mengetahui Kredo Etika Komunikasi yang dikembangkan National Communication Association (NCA) seperti yang menjadi apendiks dalam buku Griffin (2003:A-23). Dalam mukadimah etika komunikasi itu dinyatakan bahwa “komunikasi yang etis merupakan hal yang mendasar untuk pemikiran yang bertanggung jawab, pengambilan keputusan, dan pengembangan relasi dan komunitas dan di dalam dan di antara berbagai konteks, kultur, saluran dan media”. Ini berarti, apa pun media komunikasi yang kita gunakan dalam komunikasi antarpribadi, maka komunikasi yang etis hendaknya tetap menjadi pedoman tindakan kita.