Anda di halaman 1dari 5

Nama: Sandy Marchiano

NPM: 19.18.1.0017
Kisah Ibu Ibu Tua

Kisah ini menceritakan tentang seseorang yang hidup di negara orang lain dan cerita
ini di mulai keika bulan Oktober. Hujan turun. Bagian belakang rumah saya adalah hutan dan
di depan ada jalan dan di luar itu ladang terbuka. Daerah ini adalah salah satu dari bukit-bukit
rendah, rata ke dataran. Dan beberapa puluh mil jauhnya, di seberang tanah datar , terletak
kota besar,
Pada hari ini sedang turun hujan yang sangat lebat, dedaunan pohon yang berjatuhan
menutupi jalan di depan jendela say jatuh seperti hujan yang sangat lebat , daun kuning,
merah, dan emas jatuh lurus ke bawah. Hujan mengalahkan mereka sehingga mereka
berjatuhan . Mereka di sambar oleh kilatan biru terlihat dari langit. Pada bulan Oktober daun
itu dibawa pergi, oleh angin yang sangat kencang keluar dari dataran. Mereka melayang
kesana kemari seperti orang yang sedang berdansa.
Kemarin pagi orang itu bangun saat matahari terbit dan pada saat itu saya berjalan-
jalan di sekitaran tempat tinggal. Ketika saya berjalan - jalan ada kabut yang sangat tebal dan
saya tidak bisa melihat apa pun di dalam kabut itu. Aku pun mulai turun ke daerah bawah
bukit daerah dataran dan kembali ke bukit tersebut kemudian di sekitaran bukit terlihat kabut
kembali, kabut itu seperti bangunan besar pepohonan setelah melewati itu muncul secara tiba
- tiba, hal yang sangat aneh, seperti berada di jalan kota saat larut malam , kemudian orang
tiba-tiba keluar dari kegelapan ke lingkaran cahaya di bawah lampu jalan. Di atas ada cahaya
matahari di siang hari yang memaksa cahaya itu masuk perlahan kedalam kabut yang sanagt
tebal. Kabut bergerak perlahan - lahan melewati puncak-puncak pohon. Tetapi dii bawah
pepohonan itu masih terlihat tebalnya kabut , berwarna abu - abu. Rasanya saya seperti
sedang berada di sekitaran pemukiman pabrik - pabrik. Kemudian Seorang ibu - ibu tua
menghampiri saya dalam kabut. Saya kenal dia cukup baik. Tetapi orang-orang dsekitaran
sini menyebut dirinya gila. Dia tinggal sendirian di sebuah gubuk kecil yang sangat jauh di
dalam hutan dan memiliki seekor anjing besar yang selalu dibawanya ketika sedang berjalan -
jalan. Setiap pagi saya sering bertemu dengannya berjalan di jalanan dan dia telah memberi
tahu saya tentang pria dan wanita yang adalah saudara lelaki dan perempuannya, sepupunya,
bibi, paman, saudara ipar. Gagasan memiliki dia. Dia tidak bisa mendekati orang yang dekat
sehingga dia mendapatkan nama dari koran dan pikirannya bermain dengannya. Suatu pagi
dia mengatakan kepada saya bahwa dia adalah sepupu dari pria bernama Cox yang pada saat
saya menulis adalah kandidat untuk kepresidenan. Pada pagi lain dia memberi tahu saya
bahwa Caruso penyanyi itu menikahi seorang wanita yang merupakan saudara iparnya. "Dia
adalah saudara perempuan istriku," katanya, memegang erat anjing kecil itu. Mata abu-
abunya yang berair tampak menarik bagiku. Dia ingin aku percaya. "Istri saya adalah gadis
langsing yang manis," katanya. “Kami tinggal bersama di sebuah rumah besar dan di pagi
hari berjalan bergandengan tangan. Sekarang saudara perempuannya telah menikah. Dia
adalah keluargaku sekarang. ”Seperti yang dikatakan seseorang, lelaki tua itu belum pernah
menikah, aku pergi bertanya-tanya.
Di awal September, saya mendatanginya tempat ibu - ibu tua itu yang sedang duduk
di bawah pohon yang sangat besar di samping jalan dekat rumahnya. Anjing itu
menggonggong ke arah saya , kemudian berlari kearah orang tua itu dan memeluknya. Pada
saat itu di kota itu dan para warga sedang mendapatkan berita yang sangat hot yaitu cerita
tentang seorang jutawan yang mendapat masalah dengan seorang rekan bisnisnya yang telah
meniduri istrinya. Orang tua itu memberi tahu saya bahwa rekan bisnis dari orang kaya itu
adalah saudara laki lakinya. Orang tua itu berusia 60 tahun dan seorang rekan bisnis yang
kisahnya muncul di banyak berita berumur sekitar 45 tahun , tetapi dia berbicara tentang
masa kecil ketika mereka masih bersama. "Kamu tidak akan menyadarinya untuk melihat
kami sekarang, tetapi kami pada waktu itu miskin," katanya. ".
Kami tinggal di sebuah gubuk kecil di sisi bukit. Suatu ketika ada badai yang sangat besar,
dan angin hampir menyapu rumah kami. Ayah kami adalah seorang tukang becak, sekaligus
sebagai tukang bangunan dan ia sering sekali mengantarkan penumpang kesana kemari tanpa
diberi upah lantas ia lebih fokus terhadap membangun rumah untuk orang lain, rumah
tersebut berdiri kokoh kuat untuk orang lain, tetapi gubuk kami sendiri ia tidak pernah
membangunnya dengan sangat kuat. ”Ia menggelengkan kepalanya dengan sedih. "Adikku
itu mendapat masalah. Rumah kami tidak dibangun dengan sangat kuat, ”katanya ketika saya
pergi menyusuri jalan setapak.
Selama sebulan, dua bulan, surat kabar kota itu, yang dikirim setiap pagi di desa kami,
telah diisi dengan kisah pembunuhan. Seorang pria di sana telah membunuh istrinya dan
tampaknya tidak ada alasan untuk perbuatan itu. Kisahnya berjalan seperti ini.
Pria itu, sekarang dihukum di pengadilan dan tidak diragukan lagi akan di hukum
mati, bekerja di suatu perusahaan, dia menjadi mandor di sana , dan tinggal bersama istri dan
mertuanya di sebuah apartemen di suatu daerah. Dia mencintai seorang gadis yang bekerja di
kantor tempat dia bekerja. Dia datang dari sebuah kota di Mnk dan ketika dia pertama kali
datang ke kota itu tinggal dirumahh sodaranya yang telah meninggal. Bagi mandor itu, dia
merupakan seorang lelaki yang suram dengan mata berwarna hitam, dia menatap kearah
wanita itu, terlihatnya wanita paling cantik di dunia. Meja kerjanya berada di dekat jendela di
sudut pabrik, semacam sayap gedung, dan mandor, di bawah toko, memiliki meja di dekat
jendela lain. Dia duduk di mejanya sedang membuat lembaran berisi catatan pekerjaan yang
sama sedang dilakukan oleh setiap orang di kantornya. Ketika dia menengok ke sebelah
kanan, dia bisa melihat gadis itu sedang bekerja di mejanya. Laki - laki itu tidak berpikir
untuk mencoba mendekatinya atau mendapatkan hatinya. Dia memandangnya seperti orang
yang sedang melihat pelangi atau menaiki gunung yang indah pemandangannya.
Sore hari setelah hari pulang bekerja dia pulang ke rumahnya sendiri dan makan
malam. Dia selalu menjadi pria yang pendiam dan ketika dia tidak berbicara tidak ada yang
berpikiran. Setelah makan malam dia, bersama istrinya, pergi ke sebuah pertunjukan theater.
Ketika mereka pulang kerumah, mertuanya sedang duduk di bawah lampu listrik sedang
meunggu mereka pulang.
Ibu mertuanya memiliki hati yang sangat baik. Dia menggantikan seorang pembantu
di rumahnya dan tidak mendapat bayaran. Ketika putrinya ingin pergi ke sebuah pertunjukan,
dia melambaikan tangannya dan tersenyum. "teruskan," katanya. "Aku tidak mau pergi. Saya
lebih suka duduk di sini, "Dia mendapat buku dan duduk membacanya.
Gadis di kantor itu tahu bahwa mandor itu telah jatuh cinta padanya dan pikiran itu
sedikit membuatnya senang. Sejak kematian bibinya, dia pergi untuk tinggal di rumah kos
dan tidak ada hubungannya di malam hari. Meskipun mandor itu tidak berarti apa-apa
baginya, ia bisa menggunakannya. Baginya dia menjadi simbol. Terkadang dia datang ke
kantor dan berdiri sejenak di dekat pintu. Tangannya yang besar ditutupi dengan minyak
hitam. Dia menatapnya tanpa melihat. Sebagai gantinya dalam imajinasinya berdiri seorang
pria muda ramping tinggi. Dari mandor dia hanya melihat mata abu-abu yang mulai menyala
dengan api aneh. Mata itu mengungkapkan keinginan, keinginan yang rendah hati dan penuh
perhatian.

Dia menginginkan seorang kekasih yang datang kepadanya dengan tatapan seperti itu
di matanya. Kadang-kadang, mungkin sekali dalam dua minggu, dia berlama - lama
mengerjakan pekerjaannya di kantor, berpura-pura memiliki pekerjaan yang harus
diselesaikan. Melalui jendela dia bisa melihat mandor itu, menunggunya. Ketika semua orang
sudah pergi, dia menutup laptopnya dan segara pergi dari kantornya. Pada saat yang sama
mandor itu pun keluar dari pintu kantornya.
Mereka berjalan bersama di sepanjang jalan, separuh blok jalanan dia lewati , ke
tempat ia menyimpan mobilnya di tempat parkir. Kantor itu berada di sebuah tempat bernama
Hotshil (samaran) dan ketika mereka pergi, malam hari pun akan tiba. Jalan-jalan dipenuhi
dengan rumah-rumah mewah yang dihiasi lampu-lampu yang indah, cat rumah yang mewah
dan anak-anak yang sedang bermain basket di halaman rumahnya.
Dia berjalan di sisinya berjalan dengan hati yang tidak enak, berusaha
menyembunyikan tangannya. Dia telah menggosok kedua tangannya dengan hati-hati
sebelum meninggalkan kantornya, tetapi bagi mereka itu tampak seperti potongan-potongan
sampah kotor yang tergantung di sisinya. Kejadian ini terjadi berulang kali berjalan bersama -
sama dan selama musim panas. "Panas sekali," katanya. Dia tidak pernah berbicara
kepadanya tentang apa pun kecuali cuaca. "Panas sekali," katanya; "Aku pikir mungkin
hujan."
Perempuan itu menginginkan pacar yang suatu saat akan datang, seorang pria muda
yang tinggi dan kaya, seorang pria kaya yang memiliki rumah mewah, tanah, mobil mewah.
Lelaki yang berjalan di sampingnya tidak ada hubungannya dengan konsepsinya tentang
cinta. Dia berjalan bersamanya, tinggal di kantor sampai yang lain pergi berjalan tanpa dia
sadari, karena matanya, karena hal yang sangat ingin di matanya yang pada saat yang sama
rendah hati, yang tunduk kepadanya. Di hadapannya tidak ada bahaya. Dia tidak akan pernah
berusaha mendekati perempuan itu terlalu dekat, untuk menyentuhnya dengan tangannya. Dia
aman dengannya
Setelah mengantarkan perempuan itu ia sampai di apartemennya pada malam hari,
lelaki itu duduk di bawah lampu listrik bersama istri dan ibu mertuanya. Di kamar sebelah,
kedua anaknya sedang tidur. Dalam waktu singkat istrinya akan memiliki anak lagi. Dia telah
bersamanya ke sebuah pertunjukan. Ketika itu salah satu anaknya menangis. Anak itu ingin
bangun dari tempat tidur dan duduk di pangkuan ibunya. Tidak ada yang aneh atau tidak
biasa atau indah semua itu bisa saja terjadi.
Suatu malam, sekitar enam minggu yang lalu, pria yang bekerja sebagai mandor di
pabrik sepeda membunuh istrinya dan dia sekarang di pengadilan diadili karena pembunuhan
itu. Setiap hari sosmed dipenuhi dengan berita dan cerita itu. Pada malam pembunuhan itu, ia
membawa istrinya seperti biasa ke sebuah pertunjukan dan mereka pulang pukul sembilan.
Mereka sampai di pintu masuk ke gedung apartemen dan melangkah ke lorong gelap.
Kemudian tiba-tiba dan tampaknya tanpa pikir panjang pria itu mengeluarkan pisau dari
sakunya. ia berputar dan memukuli istrinya. Dia memukul dua kali, belasan kali, dengan
marah. Ada teriakan dan tubuh istrinya jatuh.
Petugas kebersihan itu lupa menyalakan gas di lorong bawah. Setelah itu, mandor
memutuskan bahwa itulah alasan dia melakukannya, itu dan fakta bahwa sosok gelap seorang
lelaki yang melesat keluar dari lorong dan kemudian melesat kembali. "Tentunya," katanya
pada dirinya sendiri, "Aku tidak akan pernah bisa melakukannya seandainya gas dinyalakan."
Dia berdiri di lorong dan berpikir. Istrinya sudah mati dan bersama dengan
kematiannya anaknya yang masih di dalam kandungan sama naasnya seperti ibunya.
Kemudia ada suara pintu terbuka di apartemen-apartemen. Selama beberapa menit tidak ada
yang terjadi. Istri dan anaknya yang belum lahir tewas mengenaskan, itu saja.
Dia berlari ke atas berpikir cepat. Dalam kegelapan di tangga bawah dia memasukkan
pisaunya kedalam sakunya dan tidak ada darah di tangannya atau di pakaiannya. Pisaunya
kemudian dia cuci dengan hati-hati di kamar mandi, ketika kegembiraannya sedikit mereda.
Dia memberi tahu semua orang cerita yang sama. "Sudah ada perampokan," jelasnya.
“Seorang lelaki keluar dari lorong dan mengikuti saya dan istri saya pulang. Dia mengikuti
kami ke lorong gedung dan tidak ada cahaya. ”Petugas kebersihan itu lupa menyalakan
lampu. Ya ada pergulatan dan dalam kegelapan istrinya terbunuh. Dia tidak bisa mengatakan
bagaimana itu terjadi. “Tidak ada cahaya. Petugas kebersihan itu lupa menyalakan lampu,
”katanya terus.
Selama satu atau dua hari mereka tidak menanyainya secara khusus dan dia punya
waktu untuk menyingkirkan pisaunya. Dia berjalan-jalan dan membuangnya ke sungai,
jembatan yang dia lintasi ketika pada malam musim panas dia berjalan ke mobil jalan dengan
gadis yang ia temui itu, yang jauh dan tidak terjangkau oleh pihak kepolisian.
Dan kemudian dia ditangkap dan dia mengaku, menceritakan segalanya. Dia
mengatakan dia tidak tahu mengapa dia membunuh istrinya dan berhati-hati untuk tidak
mengatakan apa-apa tentang gadis di kantor. Surat kabar berusaha menemukan motif
kejahatan itu. Mereka masih berusaha. Seseorang pernah melihatnya di malam hari ketika dia
berjalan dengan gadis itu dan dia diseret ke dalam perselingkuhan dan fotonya dicetak di
koran. Itu menyebalkan baginya, karena tentu saja dia bisa membuktikan bahwa dia tidak ada
hubungannya dengan pria itu.
Kemarin pagi kabut tebal menyelimuti desa kami di sini di pinggir kota dan saya
berjalan-jalan jauh di pagi hari. Ketika saya kembali dari dataran rendah ke daerah perbukitan
kami, saya bertemu dengan lelaki tua yang keluarganya memiliki begitu banyak konsekuensi
yang aneh. Untuk sesaat dia berjalan di sampingku memegangi anjing kecil di tangannya. Itu
dingin dan anjing itu merengek dan menggigil. Dalam kabut, wajah lelaki tua itu tidak jelas.
Perlahan bergerak bolak-balik dengan tepi kabut di udara atas dan dengan puncak pohon. Dia
berbicara tentang pria yang telah membunuh istrinya dan yang namanya diteriakkan di
halaman-halaman koran kota yang datang ke desa kami setiap pagi. Ketika dia berjalan di
sampingku dia meluncurkan kisah panjang tentang kehidupan yang dia dan saudaranya, yang
sekarang menjadi pembunuh, pernah hidup bersama. "Dia adalah saudaraku," katanya
berulang kali, menggelengkan kepalanya. Dia tampak takut aku tidak akan percaya. Ada
fakta yang harus ditetapkan. "Kami dulu laki-laki, aku dan lelaki itu," dia memulai lagi. "Kau
tahu kita bermain bersama di gudang belakang rumah ayah kita. Ayah kami pergi melaut
dengan kapal. Itulah cara nama kami menjadi bingung. Kamu mengerti itu. Kami memiliki
nama yang berbeda tetapi kami adalah saudara. Kami memiliki ayah yang sama. Kami
bermain bersama di gudang belakang rumah ayah kami. Sepanjang hari kami berbaring
bersama di jerami di gudang dan di sana hangat.
Dalam kabut tubuh ramping ibu ibu tua itu menjadi seperti pohon kecil berbonggol-
bonggol. Kemudian itu menjadi sesuatu yang menggantung di udara. Berayun bolak-balik
seperti tubuh yang tergantung di tiang gantungan. Wajah itu memintaku untuk mempercayai
cerita yang coba diceritakan oleh bibir. Dalam benak saya segala sesuatu yang menyangkut
hubungan pria dan wanita menjadi bingung, kacau. Roh lelaki yang telah membunuh istrinya
masuk ke tubuh ibu tua kecil itu di tepi jalan. Berusaha keras untuk menceritakan kepada
saya kisah yang tidak akan pernah bisa diceritakannya di ruang sidang di kota, di hadapan
hakim. Seluruh kisah tentang kesendirian umat manusia, tentang upaya menjangkau
kecantikan yang tak terjangkau berusaha mengungkapkan diri dari bibir seorang lelaki tua
yang bergumam, tergila-gila dengan kesendirian, yang berdiri di sisi jalan pedesaan di pagi
berkabut memegang sedikit Anjing di pelukannya.
Lengan ibu ibu tua itu memegangi anjing itu begitu erat sehingga ia mulai merengek
kesakitan. Semacam guncangan mengguncang tubuhnya. Jiwa itu tampak berusaha keras
untuk melepaskan diri dari tubuh, terbang melintasi kabut turun melintasi dataran ke kota, ke
penyanyi, politisi, jutawan, pembunuh, kepada saudara, sepupu, saudara perempuan, turun di
kota. Intensitas keinginan lelaki tua itu mengerikan dan dalam simpati tubuh saya mulai
bergetar. Lengannya menegang tentang tubuh anjing kecil itu sehingga menjerit kesakitan.
Saya melangkah maju dan merobek lengannya dan anjing itu jatuh ke tanah dan berbaring
merengek. Tidak diragukan lagi itu telah terluka. Mungkin tulang rusuknya sudah hancur.
Lelaki tua itu memandangi anjing yang tergeletak di kakinya, seperti di lorong gedung
apartemen, pekerja dari pabrik sepeda memandangi istrinya yang sudah meninggal. "Kami
adalah saudara," katanya lagi. “Kami memiliki nama yang berbeda tetapi kami adalah
saudara. Ayah kami, Anda paham, melaut. ”
Saya duduk di rumah saya di pedesaan dan hujan. Di depan mataku, bukit-bukit jatuh
tiba-tiba dan ada dataran datar dan di luar dataran kota. Satu jam yang lalu ibu tua dari rumah
di hutan melewati pintu saya dan anjing besar itu tidak bersamanya. Mungkin saat kita
berbicara dalam kabut dia menghancurkan kehidupan temannya. Bisa jadi anjing seperti istri
pekerja dan anaknya yang belum lahir sekarang mati. Daun-daun pohon yang melapisi jalan
di depan jendelaku jatuh seperti hujan, daun kuning, merah, dan keemasan jatuh lurus ke
bawah,

Anda mungkin juga menyukai