Anda di halaman 1dari 28

LEMBARAN DAERAH

KOTA BEKASI

NOMOR : 6 2009 SERI : E

PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI

NOMOR 06 TAHUN 2009

TENTANG

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN


DI KOTA BEKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BEKASI,

Menimbang : a. bahwa bahaya kebakaran merupakan bencana yang dapat


mengancam keselamatan jiwa serta menimbulkan kerugian
yang besar, oleh karena itu perlu adanya usaha-usaha
pencegahan dan penanggulangannya;

b. bahwa kegiatan pencegahan dan penganggulangan bahaya


kebakaran bukan hanya merupakan tugas dan kewajiban
Pemerintah Daerah namun harus melibatkan masyarakat,
sehingga peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam
menangani penanggulangan bahaya kebakaran secara
preventif maupun referesif;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


huruf a dan b perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di Kota
Bekasi.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2918);

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah


Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985
Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3318);

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan


dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3469);

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1996 tentang Pembentukan


Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 111, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3663);

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan


Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4247);

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4389);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang


Pembangunan Rumah Susun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3372);

2
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);

10. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 04 Tahun 2002


tentang Penyelenggaraan Dan Retribusi Pemadam
Kebakaran (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 4
Seri B);

11. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 03 Tahun 2008


tentang Urusan Pemerintahan Wajib Dan Pilihan yang
Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Bekasi (Lembaran
Daerah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E);

12. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 06 Tahun 2008


tentang Dinas Daereh Kota Bekasi (Lembaran Daerah Tahun
2008 Nomor 6 Seri D).

Memperhatikan : Keputusan DPRD Kota Bekasi Nomor 15/174.2/DPRD/2009


tentang Persetujuan 3 (tiga) buah Rancangan Peraturan Daerah
Menjadi Peraturan Daerah Kota Bekasi.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BEKASI

dan

WALIKOTA BEKASI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN


PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI KOTA BEKASI.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

3
1. Daerah adalah Kota Bekasi.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi.
4. Walikota adalah Walikota Bekasi.
5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Bekasi.
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi Kebakaran.
7. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Kepala
SKPD yang membidangi kebakaran.
8. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kota Bekasi tentang Ketentuan
Umum Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran.
9. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas
dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan
khusus.
10. Alat pemadam api adalah alat untuk memadamkan kebakaran yang
mencakup Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan Alat Pemadam Api Berat
(APAB) yang menggunakan roda.
11. Alarm kebakaran adalah suatu alat untuk memberitahukan terjadinya
kebakaran tingkat awal yang mencakup alarm kebakaran manual dan/atau
alarm kebakaran otomatis.
12. Hydran adalah alat yang dapat mengeluarkan air, digunakan untuk
memadamkan kebakaran, baik berupa hydran halaman atau hydran gedung.
13. Pemercik (sprinkler) otomatis adalah suatu sistem, pemancar air yang bekerja
secara otomatis bilamana temperatur ruangan mencapai suhu tertentu.
14. Sistem pemadam khusus adalah suatu sistem yang ditempatkan pada suatu
ruangan tertentu untuk memadamkan kebakaran secara otomatis dengan
menggunakan bahan pemadam jenis busa dan/ jenis kimia kering.
15. Alat perlengkapan pemadam kebakaran adalah alat yang digunakan untuk
melengkapi alat pemadam kebakaran seperti : ember, karung goni, ganco,
tangga, kaleng/karung pasir.
16. Bahaya kebakaran ringan adalah ancaman bahaya kebakaran yang tidak
memiliki kemudahan terbakar dan apabila terjadi kebakaran melepaskan
panas rendah, sehingga penjalaran api lambat.
17. Bahaya kebakaran sedang 1 (satu) adalah bahaya kebakaran yang
mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang penimbunan bahan yang
mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 (dua koma lima) meter dan
apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api
sedang.

4
18. Bahaya kebakaran sedang 2 (dua) adalah ancaman bahaya kebakaran yang
mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang; penimbunan bahan
yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 (empat) meter dan
apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga penjalaran api
sedang.
19. Bahaya kebakaran sedang 3 (tiga) adalah ancaman bahaya kebakaran yang
mempunyai nilai dan kemudahan terbakar agak tinggi dan apabila terjadi
kebakaran menimbulkan panas agak tinggi, sehingga penjalaran api agak
cepat.
20. Bahaya kebakaran berat/tinggi adalah ancaman bahaya kebakaran yang
mempunyai nilai dan kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas tinggi, sehingga penjalaran api sangat cepat.
21. Bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan sebagai
wadah kegiatan manusia.
22. Bangunan terdahulu adalah bangunan yang telah dibangun sebelum
Peraturan ini diberlakukan.
23. Bangunan rendah bangunan yang mempunyai ketinggian dari permukaan
tanah atau lantai dasar sampai dengan ketinggian maksimum 14 (empat
belas) meter atau maksimum 4 (empat) lantai.
24. Bangunan menegah adalah bangunan yang mempunyai ketinggian lebih dari
14 (empat belas) meter dari permukaan tanah atau lantai dasar sampai
dengan ketingian maksimum 40 (empat puluh) meter atau maksimum 8
(delapan) lantai.
25. Bangunan tinggi adalah bangunan yang mempunyai ketinggian dari
permukaan tanah lebih dari 40 (empat puluh) meter dari permukaan tanah
atau lantai dasar atau lebih dari 8 (delapan) lantai.
26. Bangunan pabrik dan/atau bangunan industri adalah bangunan yang
peruntukannya dipakai untuk segala macam kegiatan kerja untuk
memproduksi termasuk pergudangan.
27. Bangunan umum dan perdagangan adalah bangunan yang peruntukannya
dipakai untuk segala macam kegiatan kerja atau pertemuan umum,
perkantoran, pertokoan dan pasar.
28. Bangunan perumahan adalah bangunan yang peruntukannya layak dipakai
untuk tempat tinggal orang yang terdiri dari perumahan dalam komplek
perkampungan, perumahan sederhana dan perumahan lainnya.
29. Bangunan campuran adalah bangunan yang diperuntukannya merupakan
campuran dari jenis-jenis tersebut pada huruf 27 dan 28.
30. Konstruksi tahan api adalah konstruksi yang mempergunakan bahan
bangunan dengan campuran lapisan tertentu sehingga mempunyai ketahanan
terhadap api atau belum terbakar dalam jangka waktu yang dinyatakan dalam
satuan waktu (jam).
31. Bahan berbahaya adalah setiap zat/elemen, ikatan atau campurannya bersifat
mudah menyala/terbakar, korosif dan lain-lain karena penanganan,
penyimpanan, pengolahan atau pengemasannya dapat menimbulkan bahaya
terhadap manusia, peralatan dan lingkungan.

5
32. Bahan yang mudah terbakar adalah bahan yang apabila terkena panas/jilatan
api mudah terbakar dan cepat merambatkan api.
33. Bahan yang tidak mudah terbakar adalah bahan yang apabila terkena
panas/jilatan api tidak mudah terbakar dan lambat merambatkan api.
34. Sarana jalan keluar adalah jalan yang tidak terputus atau terhalang menuju
suatu jalan umum, termasuk didalamnya pintu penghubung, ruangan
penghubung jalan lantai, tangga pelindung, tangga kedap asap, pintu jalan
keluar dan halaman luar.
35. Jalan keluar adalah jalan yang diamankan dari ancaman bahaya kebakaran
dengan dinding, lantai, langit-langit dan pintu yang tahan api.
36. Beban hunian (occupant load) adalah batas jumlah yang boleh menempati
suatu bangunan atau bagian bangunan tertentu.
37. Kapsitas sarana jalan keluar adalah jumlah minimal lebar sarana jalan keluar
yang diperlukan pada suatu peruntukan bangunan tertentu.
38. Jarak tempuh adalah jarak maksimal dari titik terjauh pada suatu ruangan
sampai pada tempat yang aman baik berupa pintu ruangan, pintu tangga
kebakaran, jalan lintasan keluar dan halaman keluar.
39. Jalan lintas keluar (exit passageway) adalah suatu jalan lintasan mendatar
dari bagian ruang yang diperluas pada ruangan jalan keluar yang ada hingga
keseluruhannya merupakan suatu kesatuan jalan keluar.
40. Ban berjalan (moving walk) adalah alat transportasi mendatar dalam
bangunan.
41. Tanda jalan keluar adalah suatu tanda yang dipasang untuk menunjukan
arah-arah jalan keluar tersebut.
42. Ruang efektif adalah ruang yang digunakan untuk menampung aktifitas yang
sesuai dengan fungsi bangunan, misalnya ruangan efektif suatu hotel antara
lain kamar, restoran dan lobby.
43. Ruang sirkulasi adalah ruang yang hanya dipergunakan lalu lintas atau
sirkulasi dalam bangunan misalnya pada bangunan hotel adalah koridor.
44. Jalan penghubung (koridor) adalah ruang sirkulasi horizontal pada bangunan
yang digunakan sebagai salah satu sarana menuju jalan keluar.
45. Jalan terlindung adalah jalan beratap yang menghubungkan antara bangunan
dengan bangunan atau bagian bangunan dengan bagian bangunan lainnya
dalam suatu bangunan.
46. Bukaan (opening) adalah lubang yang sesuai dengan fungsinya harus
terdapat pada dinding.
47. Bukaan tegak (vertical opening) adalah lubang yang menembus lantai dan
berbentuk cerobong (shaft).
48. Bahan komponen struktur bangunan adalah bahan bangunan yang dipakai
sebagai bahan pembentuk komponen struktur bangunan seperti kolom, balok,
dinding, lantai, atap dan sebagainya.
49. Dinding penyekat (partition) adalah dinding tidak permanent yang menyekat
ruang menjadi dua bagian.
50. Dinding pembagi adalah dinding yang membagi bangunan menjadi dua
bagian.

6
51. Dinding pemisah adalah dinding permanent yang memisahkan ruangan
menjadi dua bagian.
52. Dinding pelindung (parapet) adalah dinding yang membatasi melindungi
ruangan tidak permanen yang menyekat ruang atau lantai, atau balkon
terhadap bagian luar bangunan.
53. Bahan lapis penutup adalah bahan yang dipakai sebagai lapisan penutup
bagian dalam bangunan (interior finishing material).
54. Bahan pelapis lantai (floor finishing) adalah bahan pelapis yang ditempelkan
pada lantai bangunan yang tidak mudah terbakar.
55. Pembatas api (fire division) adalah dinding yang tidak mudah terbakar dan
digunakan untuk melokalisir kebakaran dalam suatu bagian bangunan.
56. Penghenti api (fire stopped) adalah suatu komponen konstruksi yang tidak
mudah terbakar, dipasang di tempat tertentu untuk menghentikan penjalaran
api.
57. Pintu tunggal adalah pintu kebakaran yang terdiri dari hanya sebuah pintu
jalan keluar.
58. Batang panik (panic hardware) adalah suatu alat berbentuk batang yang
dipasang pada pintu kebakaran untuk mempermudah membuka pintu bagi
orang dalam keadaan panik.
59. Tangga pantir (spiral) adalah tangga yang berbentuk spiral dengan beban
pemakaian ruang yang lebih kecil dari tangga biasa.
60. Tangga adalah sarana yang menghubungkan kegiatan vertikal dalam
bangunan.
61. Tangga kedap asap adalah tangga kebakaran baik berada pada bagian dalam
atau luar bangunan yang konstruksinya harus tahan api dan kedap asap.
62. Tangga kebakaran terlindung (fire isolated stairway) adalah tangga kebakaran
yang terpisah yang digunakan sebagai jalan keluar pada saat terjadi
kebakaran.
63. Tangga kebakaran tambahan (fire escape) adalah tangga tambahan yang ada
pada bangunan lama agar tersedia jalan keluar yang berbeda dan saling
berjatuhan untuk memenuhi jalan keluar.
64. Tangga tegak (ladder) adalah suatu tangga yang dipasang diluar bangunan
dan tidak digunakan sebagai sarana jalan keluar.
65. Bordes adalah tempat berpijak pada tangga yang terletak diantara 2(dua)
buah lantai.
66. Lantai tambahan (mezzanine) adalah lantai tambahan yang dibuat dalam
bangunan diantara 2 (dua) lantai bangunan, dengan luas tidak melebihi 0,5
(lima sepersepuluh) dari luas lantai bangunan tersebut.
67. Cerobong (shaft) adalah sumuran atau saluran tegak yang terdapat dalam
bangunan.
68. Luas lantai kotor adalah seluruh lantai bangunan.
69. Luas lantai bersih adalah luas lantai kotor dikurangi luas koridor, ruang tangga
dan luas ruangan yang digunakan untuk benda-benda tidak bergerak yang
berada pada lantai tersebut.
70. Suhu maksimal ruangan adalah suhu maksimal yang ditetapkan untuk suatu
ruangan.

7
71. Kaca berkawat adalah kaca yang berkerangka kawat.
72. Daerah kebakaran daerah yang terancam bahaya kebakaran yang
mempunyai jarak 50 (lima puluh) meter dari titik api kebakaran terakhir.
73. Daerah bahaya kebakaran adalah daearah yang terancam bahaya kebakaran
yang mempunyai jarak 25 (dua puluh lima) meter dari titik api kebakaran
terakhir.
74. Barisan sukarela kebakaran (balakar) adalah setiap orang atau anggota
masyarakat di Daerah yang telah diberikan ketrampilan khusus tentang
penanggulangan kebakaran dan dengan sukarela membantu tugas pemadam
kebakaran tingkat pertama yang organisasi dan tata kerjanya ditetapkan oleh
Walikota.
75. Manajemen sistim pengamaan kebakaran adalah suatu sistim pengelolaan
untuk mengamankan penghuni, pemakai bangunan maupun harta benda di
dalam dan lingkungan bangunan tersebut terhadap bahaya kebakaran.
76. Pengalih tenaga otomatis (automatic starting device) adalah suatu alat yang
apabila sumber aliran listrik utama terputus (padam) maka secara otomatis
memutuskan listrik secara keseluruhan.

BAB II
PENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN
Bagian Kesatu
Lingkungan perumahan

Pasal 2

Setiap warga penduduk di Daerah wajib berupaya aktif melakukan pencegahan dan
penanggulangan atas bahaya kebakaran, baik untuk kepentingan pribadi maupun
kepentingan umun.

Pasal 3

(1) Lingkungan perumahan dan lingkungan gedung harus direncanakan


sedemikian rupa sehingga setiap bangunan rumah bisa terjangkau oleh
pancaran air unit pemadam kebakaran dari jalan lingkungan yang bisa
didatangi mobil pemadam kebakaran.

(2) Daerah yang jauh dari sumber air dan Lingkungan perumahan serta
lingkungan bangunan gedung harus dilengkapi hidran atau sumur gali atau
reservoar atau tandon air kebakaran.

Pasal 4

(1) Jarak minimal antara blok bangunan harus diperhitungkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku berdasarkan tinggi, lebar dan persentase bukaan
yang terdapat pada bangunan sekitarnya, sehingga apabila salah satu

8
bangunan tersebut terbakar, maka bangunan lain disekitarnya tidak
terpengaruh oleh pancaran panas radiasi kebakaran tersebut.

(2) Jarak antara bangunan yang bersebelahan dengan bukaan saling berhadapan
sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memenuhi ketentuan :

Jarak Minimum Antar


No Tinggi Bangunan Gedung (m)
Bangunan Gedung (m)
1 2 3
1 s.d 8 3
2 > 8 s.d 14 > 3 s.d 6
3 > 14 s.d 40 > 6 s.d 8
4 > 40 >8

Pasal 5

(1) Penataan lingkungan perumahan diharuskan berpedoman kepada peraturan


yang berlaku dengan memperhatikan syarat teknis dan aspek lainnya :
a. jalan yang memadai untuk dilalui kendaraan unit pemadam tanpa
hambatan;
b. tersedia Hidran, Reservoar dan Sumur gali;
c. tersedia alat komunikasi umum.

(2) Syarat teknis sebagaimana pada ayat (1), akan diatur lebih lanjut oleh
Peraturan Walikota.

Pasal 6

(1) Pemasangan instalasi bahan bakar gas untuk keperluan rumah tangga harus
memenuhi persyaratan kualitas bahan maupun konstruksinya agar dapat
menjamin keselamatan, keamanan dan bahaya kebakaran.

(2) Setiap tempat yang berisi bahan berbahaya, baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak, harus dipasang etiket yang menyebutkan sifat dan tingkat
bahayanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 7

(1) Sumber listrik disetiap lingkungan perumahan harus bersumber dari


pembangkit listrik yang dikelola oleh PLN atau Sumber listrik yang
direkomendasikan oleh PLN.

(2) Setiap sumber pembangkit tenaga listrik, trasnformator maupun perlengkapan


listrik lainnya terlebih dahulu harus melalui pemeriksaaan, pengujian dan
pengawasan PLN atau instansi yang berwenang.

9
(3) SKPD yang mempunyai kewenangan dibidang kebakaran dapat membentuk
tim dengan melibatkan pihak PLN dalam rangka melakukan audit listrik secara
berkala atau pada saat diperlukan untuk menjamin bahwa seluruh jaringan
listrik yang digunakan aman terhadap bahaya kebakaran.

Pasal 8

(1) Setiap ruangan tertutup dengan luas tidak lebih dari 100 (seratus) meter
persegi harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya sebuah alat pemadam
jenis CO2 ukuran 2 (dua) Kg atau sederajat.

(2) Setiap ruangan tertutup dengan luas 500 (lima ratus) meter persegi harus
dilengkapi dengan sekurang-kurangnya sebuah pipa hidran menurut jenis dan
standard yang ditetapkan dalam Peraturan Walikota.

Pasal 9

(1) Pada setiap pelaksanaan proyek pembangunan yang sedang dilaksanakan


dan diperkirakan mudah menimbulkan bahaya kebakaran harus menyediakan
alat pemadam api ringan yang dapat dizinjing

(2) Pada tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberi tanda
“DILARANG MASUK” dan atau “DILARANG MEROKOK”

Bagian Kedua
Bangunan Pabrik dan/atau Gudang
Pasal 10

(1) Setiap bangunan pabrik harus dilindungi dengan alat pemadam api ringan
yang jenis dan jumlahnya disesuaikan dengan klasifikasi ancaman
bahaya kebakaran dan jarak jangkauannya.

(2) Setiap bangunan pabrik dengan ancaman bahaya kebakaran ringan harus
dilindungi alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimum 2A, 5B,
10B dan ditempatkan pada tempai-tempat yang jarak jangkauannya
rnaksimum 25 (dua puluh lima) meter.

(3) Setiap bangunan pabrik dengaan ancaman bahaya kebakaran sedang harus
dilindungi alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimum 2A, 10B,
20B dan ditempatkan pada tempat-tempat yang jangkauannya maksimum 20
(dua puluh) meter.

(4) Bangunan pabrik dengan ancaman bahaya kebakaran tinggi harus dilindungi
dengan alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimal 20A, 40B, 80B
dan ditempatkan pada tempat-tempat yang jangkauannya maksimum 15 (lima
belas) meter.

10
Pasal 11

(1) Setiap bangunan pabrik selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam pasal 10 ayat (2), (3) dan (4) harus dilindungi pula dengan unit hidran
kebakaran dengan ketentuan bahwa panjang selang dan pancaran air yang
ada dapat menjangkau seluruh ruangan yang dilindungi.

(2) Setiap bangunan pabrik dengan ancaman kebakaran sedang yang


mempunyai luas lantai minimum 800 (delapan ratus) m2 dan maksimum 1600
(seribu enam ratus) m2 harus dipasang 2 (dua) titik hidran setiap
penambahan luas lantai maksimum 800 (delapan ratus) m2 harus ditambah
minimum 1 (satu) titik hidran.

(3) Setiap bangunan pabrik dengan ancaman kebakaran tinggi yang mempunyai
luas lantai minimum 600 (enam ratus) m2 dan maksimum 1200 (seribu dua
ratus) m2 harus dipasang minimum 2 (dua) titik hidran setiap penambahan 2
(dua) titik lantai maksimum 600 (enam ratus) m2 harus ditambah minimum 1
(satu) titik hidran.

Pasal 12

(1) Setiap bangunan pabrik dan atau bagiannya yang proses produksinya
menggunakan atau menghasilkan bahan yang mudah menimbulkan bahaya
kebakaran harus dilindungi dengan sistim alarm sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

(2) Setiap bangunan gudang yang menyimpan bahan-bahan yang berbahaya,


baik yang berada di komplek bangunan pabrik maupun yang berdiri sendiri
harus mendapat perlindungan dari ancaman bahaya kebakaran sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Walikota.

(3) Pemasangan instalasi pemercik otomatis atau instalasi pemadam


lainnya yang dihubungkan dengan alarm otomatis pada bangunan pabrik
dan/atau gudang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus
memperhatikan keselamatan jiwa orang yang berada di dalamnya.

(4) Setiap ruangan instalasi listrik, generator gas turbin, atau instalasi pembangkit
tenaga harus dilengkapi dengan detektor kebocoran listrik yang dihubungkan
dengan sistim alarm otomatis dan sistim pemadam otomatis.

(5) Setiap ruangan tempat menyimpan cairan, gas atau bahan bakar mudah
menguap dan terbakar harus dilengkapi dengan detektor gas yang
dihubungkan dengan sistim alarm otomatis dan sistim pemadam otomatis.

11
Pasal 13

(1) Alat, pesawat, bahan cairan dan bahan lainnya yang dapat menimbulkan
ancaman bahaya kebakaran harus disimpan terpisah dan diberikan label
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Alat atau pesawat yang menimbulkan panas atau nyala api yang dapat
menyebabkan terbakarnya uap panas atau bahan sejenisnya, dilarang
dipasang atau digunakan pada jarak kurang dari 2 (dua) meter dari suatu
ruangan yang menggunakan bahan cairan yang mudah menguap dan
terbakar seperti tersebut pada ayat (1).

(3) Sistim saluran gas dan cairan yang mudah terbakar harus dilengkapi dengan
katup pengaman yang memenuhi persyaratan dan ditandai dengan jeias.

(4) Ruang atau daerah dalam bangunan tadi dan/atau gudang yang digunakan
untuk penempatan ketel didih, generator, gardu listrik, dapur utama, ruang
rnesin, tabung gas dan atau daerah lainnya yang mempunyai potensi
kebakaran harus dibatasi oleh dinding atau lantai kompartemen yang nilai
ketahanan apinya minimum 3 (tiga) jam, sedangkan pada dinding atau lantai
kompartemen tersebut harus tidak terdapat lubang terbuka kecuali untuk
bukaan yang dilindungi.

Pasal 14

(1) Ruang pengasap dan atau pengering harus dibuat dari beton dan sekurang-
kurangnya dari tembok atau yang sejenisnya serta harus dilengkapi dengan
alat pengukur panas yang digunakan untuk itu.

(2) Ruang pengasap dan atau pengering serta alat pengukur panas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus selalu dirawat dan diawasi sehingga suhu di
dalam ruangan tersebut tidak melebihi batas maksimal yang telah ditentukan.

(3) Ruang cuci kering harus dibuat dari beton dan sekurang-kurangnya dari
tembok atau sejenis serta harus dilengkapi dengan alat pengukur panas yang
digunakan untuk itu dan diawasi sehingga tidak melebihi batas maksimum.

Pasal 15

Setiap perusahaan kayu harus mengatur persedian bahan usahanya sesuai dengan
keadaan dan kondisi tempat usaha, agar tidak menutup dan/atau menghalangi orang
yang masuk dan keluar untuk memudahkan pemadaman apabila terjadi kebakaran.

12
Pasal 16

(1) Pemasangan tipe alarm kebakaran harus disesuaikan dengan klasifikasi


ketahanan api bangunan, jumlah lantai, dan jumlah luas minimum per lantai.

(2) Ketentuan pemasangan dan tipe alarm sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
akan diatur lebih lanjut oleh Walikota.

Pasal 17

(1) Setiap bangunan atau bagian bangunan yang dilindungi dengan instalasi
alarm kebakaran otomatis, pemercik otomatis atau instalasi proteksi
kebakaran otomatis lainnya harus dipasang sesuai dengan ketentuan.

(2) Suatu instalasi pemercik otomatis atau instalasi proteksi kebakaran otomatis
lainnya, kecuali sistim pemadam api thermatic, harus dihubungkan dengan
instalasi alat kebakaran otomatis yang akan memberikan isyarat alarm dan
menunjukkan tempat asal kebakaran pada panel penunjuknya.

(3) Setiap pemasangan papan penunjuk atau panel dan katup pemercik yang
berfungsi sebagai sistim alarm otomatis, maka alarm kebakaran tersebut
harus dapat dihubungkan dengan pos pemadam terdekat atau dengan Dinas
Kebakaran.

Pasal 18

(1) Dalam hal sistim pemercik yang menggunakan tangki gravitasi, maka tangki
tersebut harus direncanakan dengan baik yaitu dengan mengatur peletakan
ketinggian, kapasitas penampungannya sehingga dapat menghasilkan aliran
dan tekanan air yang cukup pada setiap kepala pemercik.

(2) Isi tangki harus terisi minimum 2/3 (dua per tiga) bagian dan kemudian diberi
tekanan sekurang-kurangnya 5 (lima) kg/cm2.

(3) Jenis kepala pemercik yang digunakan harus sesuai dengan kondisi normal
dimana pemercik dipasang yaitu 30 (tiga puluh) derajat celcius diatas suhu
ruangan rata-rata.

(4) Kepekaan kepala pemercik terhadap suhu ditentukan berdasarkan perbedaan


warna pada segel atau cairan dalam tabung gelas sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II Peraturan Daerah ini.

(5) Jaringan pipa pemercik harus menggunakan pipa baja atau pipa baja galvanis
atau pipa besi tuang dengan flens atau pipa tembaga yang harus memenuhi
Standar Industri Indonesia (SII).

13
(6) Pada bangunan menegah tinggi pemasangan pemercik harus pada
keseluruhan lantai.

(7) Instalasi pemercik otomatis yang dipasang pada setiap bangunan atau bagian
bangunan harus sesuai dengan klasifikasi ancaman bahaya kebakaran
bangunannya sebagaimana ditetapkan oleh Walikota.

Pasal 19

(1) Setiap bangunan pabrik harus dilindungi dengan alat pemadam api ringan
yang jenis dan jumlahnya disesuaikan dengan klasifikasi ancaman
bahaya kebakaran dan jarak jangkauannya.

(2) Setiap bangunan pabrik dengan ancaman bahaya kebakaran ringan harus
dilindungi alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimum 2A, 5B,
10B dan ditempatkan pada tempai-tempat yang jarak jangkauannya
rnaksimum 25 (dua puluh lima) meter.

(3) Setiap bangunan pabrik dengaan ancaman bahaya kebakaran sedang harus
dilindungi alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimum 2A, 10B,
20B dan ditempatkan pada tempat-tempat yang jangkauannya maksimum 20
(dua puluh) meter.

(4) Bangunan pabrik dengan ancaman bahaya kebakaran tinggi harus dilindungi
dengan alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimal 20A, 40B, 80B
dan ditempatkan pada tempat-tempat yang jangkauannya maksimum 15 (lima
belas) meter.

Pasal 20

Jumlah maksimal jenis bahan berbahaya yang diperkenankan disimpan dalam


komplek suatu bangunan pabrik adalah sebanyak jumlah pemakaian untuk selama
14 (empat belas) hari kerja yang diperhitungkan dari jumlah rata-rata pemakaian
setiap hari.

Pasal 21

Setiap ruangan dalam suatu bangunan pabrik yang menggunakan ventilasi atau alat
tembus atau alat hisap untuk menghilangkan debu, kotoran dan asap (uap) maupun
penyegar udara yang pemasangannya harus memenuhi persyaratan yang akan
diatur lebih lanjut oleh Walikota.

14
Bagian Ketiga
Bangunan umum dan perdagangan
Pasal 22

(1) Setiap bangunan umum/tempat pertemuan, tempat hiburan, perhotelan,


tempat perawatan perkantoran harus dilindungi dari ancaman bahaya
kebakaran dengan alat pemadam api ringan yang berdaya padam minimal 2A,
2B, 5B dan ditempatkan dengan jarak jangkauan maksimum 20 (dua puluh)
meter dari setiap tempat.

(2) Setiap bangunan tempat beribadah dan tempat pendidikan harus dilindungi
dari ancaman bahaya kebakaran dengan alat pemadam api ringan yang
berdaya pada minimum 2A, 2B, 5B ditempatkan dengan jarak jangkauan
maksimum 25 (dua puluh lima) meter dari setiap tempat.

(3) Setiap bangunan pertokoan atau pasar harus dilengkapi dengan alat
pemadam api ringan yang berdaya padam minimum 2A, 2B, 5B dan
ditempatkan dengan jarak jangkauan maksimum 20 (dua puluh) meter persegi
dari setiap tempat.

Pasal 23

(1) Setiap bangunan umum/tempat pertemuan dan perdagangan selain


memenuhi ketentuan dalam Pasal 23 Peraturan Daerah ini harus dilindungi
dengan unit hidran kebakaran dengan ketentuan panjang selang dan
pancaran air yang ada menjangkau seluruh ruangan yang dilindungi.

(2) Setiap bangunan umum/tempat petemuan, tempat hiburan, perhotelan,


tempat pariwisata, perkantoran dan pertokoan/pasar untuk setiap 800
(delapan ratus) m2 harus dipasang minimum 1 (satu) titik hidran.

(3) Setiap bangunan tempat beribadah dan pendidikan untuk setiap 1000 (seribu)
m2 harus dipasang minimum 1 (satu) titik hidran.

Pasal 24

(1) Bangunan umum dan tempat perdagangan yang harus dilindungi dengan
sistim alarm kebakaran, pemasangannya harus sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

(2) Semua ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 berlaku untuk


setiap bangunan dan atau tempat perdagangan.

15
Pasal 25

(1) Setiap terminal angkutan umum darat harus dilengkapi dengan alat pemadam
api jenis kimia serba guna dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2).

(2) Setiap terminal angkutan umum darat harus menempatkan petugas khusus
yang dapat menggunakan alat pemadam.

Pasal 26

(1) Bangunan gedung parkir harus dilindungi dari ancaman bahaya kebakaran
dengan alat pemadam apinya, alarm kebakaran, hidran kebakaran dan
pemercik sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada bangunan pabrik
dengan ancaman bahaya kebakaran sedang.

(2) Setiap peralatan parkir terbuka termasuk pool kendaraan harus dilindungi dari
ancaman bahaya kebakaran dengan alat pemadam api jenis gas atau kimia
kering serba guna yang berdaya padam minimum 3A, 5B, 10B dan
ditempatkan pada setiap tempat dengan jarak maksimum 30 (tiga puluh)
meter dari setiap tempat.

(3) Setiap pool kendaraan harus dilindungi dengan hidran kebakaran dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Pool kendaraan roda 2 (dua) yang berjumlah 300 unit atau lebih harus
terpasang 1 (satu) titik Hidrant.
b. Pool kendaraan roda 4 (empat) yang berjumlah 200 unit atau lebih
harus terpasang 1 (satu) titik Hidrant.
c. Pool kendaraan roda 6 (enam) yang berjumlah 100 unit atau lebih
harus terpasang 1 (dua) sampai 2 (dua) titik Hidrant.

Pasal 27

Setiap instalasi penjualan/pengisian bahan bakar minyak, wajib menyediakan alat


pemadam kebakaran dengan ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Walikota.

Bagian Keempat
Bangunan Perumahan

Pasal 28

(1) Bangunan perumahan dalam lingkungan perkampungan harus dilindungi dari


ancaman bahaya kebakaran dengan alat pemadam api ringan yang berdaya
padam minimum 2A, 5B dan ditempatkan pada setiap Rukun Tetangga (RT)
yang bersangkutan.

16
(2) Bangunan perumahan sederhana harus dilindungi dari ancaman bahaya
kebakaran dengan alat pemadam api ringan yang berdaya padam 2A, 5B dan
ditempatkan dengan jarak maksimum 25 (dua puluh lima) meter dari setiap
tempat.

(3) Bangunan perumahan lainnya harus dilindungi dari ancaman bahaya


kebakaran dengan alat pemadam api ringan yang berdaya padam 2A, 10B
dan ditempatkan dengan jarak jangkauan maksimum 20 (dua puluh) meter
dari setiap tempat.

Pasal 29

(1) Pada perumahan dalam lingkungan perkampungan padat, di setiap RW harus


disiapkan 1(satu) unit pompa mudah dizinjing dan tangki/penampungan air
dengan kapasitas minimum 30 (tiga puluh) m3.

(2) Setiap bangunan perumahan dengan luas minimum 1000 (seribu) m2 harus
memasang minimum 1 (satu) titik hidran.

(3) Bangunan perumahan lainnya yang mempunyai 4 (empat) lantai harus


dipasang sistim alarm kebakaran otomatis.

Pasal 30

Bagi bangunan perumahan lainnya dan bangunan perumahan yaug merupakan


bangunan menengah atau tinggi berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 Peraturan Daerah ini.

Bagian Kelima
Bangunan Campuran

Pasal 31

(1) Terhadap setiap bangunan campuran berlaku ketentuan pencegahan dan


pemadaman kebakaran yang terberat dari fungsi bagian bangunan yang
bersangkutan.

(2) Pengecualian terhadap ayat (1) apabila pada bagian bangunan yang
fungsinya mempunyai ancaman bahaya kebakaran lebih berat dipisahkan
dengan kompartemen yang ketahanan apinya disesuaikan dengan ancaman
bahaya kebakaran yang lebih berat tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.

17
Bagian Keenam
Bangunan menengah dan tinggi
Pasal 32

(1) Ketentuan yang mengatur tentang konstruksi, struktur dan bahan bangunan
serta ketentuan tentang peralatan/perlengkapan pemadam kebakaran yang
harus dipergunakan pada bangunan yang dimaksud akan diatur lebih lanjut
oleh Walikota.

(2) Untuk melindungi bangunan terhadap kebakaran yang berasal dari sambaran
petir, maka pada bangunan khususnya bangunan menengah dan bangunan
tinggi harus dipasang penangkal petir.

(3) Ketentuan mengenai peralatan dan pemasangan instalasi penangkal petir


harus mengikuti ketentuan sebagaimana tercantum dalam peraturan umum
instalasi penangkal petir.

(4) Pada atap teratas bangunan harus disediakan fasilitas penyelamat jiwa dalam
keadaan darurat.

(5) Untuk keperluan panyelamatan jiwa manusia dan atau keperluan lainnya atap
teratas bangunan dapat dipersiapkan landasan helikopter.

(6) Penyediaan landasan helikopter sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) harus
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB III
PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN
Pasal 33

(1) Pada dasarnya penanggulangan bencana kebakaran adalah merupakan


kewajiban setiap orang perorangan maupun Barisan Relawan Kebakaran
(BALAKAR).

(2) Partisipasi aktif dalam penanggulangan bencana kebakaran bisa berupa


aktifitas fisik maupun informasi/komunikasi dan ikut menjaga
ketertiban/keamanan dilokasi bencana.

Pasal 34

(1) Setiap penduduk yang berada di daerah kebakaran, yang mengetahui


terjadinya kebakaran wajib membantu secara aktif mengadakan usaha
pemadaman kebakaran, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan
umum.

18
(2) Barang siapa yang berada di daerah kebakaran dan mengetahui tentang
adanya kebakaran segera melaporkannya kepada dinas yang menangani
kebakaran.

Pasal 35

(1) Sebelum petugas Pemadam Kebakaran tiba di tempat terjadinya kebakaran,


Komandan Barisan Sukarela Kebakaran (KBSK) atau penanggung jawab
tempat tersebut, atau Kepala Wilayah setempat atau anggota Polisi yang
tertinggi pangkatnya yang hadir, berwenang bertanggung jawab mengambil
tindakan dalam rangka tugas pemadaman.

(2) Setelah petugas pemadam kebakaran tiba di tempat terjadinya kebakaran


demi kepentingan keselamatan umum dan pengamanan setempat, dilarang
bagi setiap orang didaerah bahaya kebakaran, kecuali para petugas.

(3) Setelah petugas pemadam kebakaran tiba ditempat terjadinya kebakaran


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wewenang dan tanggung jawab beralih
pada pimpinan petugas Pemadam Kebakaran.

(4) Setelah kebakaran dipadamkan, pimpinan petugas Pemadam Kebakaran


sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus segera. menyerahkan kembali
wewenang dan tanggung jawab dimaksud kepada penanggung jawab tempat
tersebut, kecuali ditentukan lain oleh Walikota.

Pasal 36

(1) Pada waktu terjadi kebakaran, siapapun yang berada di daerah kebakaran
diwajibkan menanti petunjuk dan atau perintah yang diberikan oleh petugas
yang berwenang

(2) Hal-hal yang terjadi di daerah kebakaran yang disebabkan karena tidak
dipatuhinya petunjuk dan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah menjadi tanggung jawab sepenuhnya yang bersangkutan.

Pasal 37

(1) Pemilik dan/atau penghuni bangunan atau pemilik pekarangan berkewajiban


memberikan bantuan kepada para petugas, baik diminta maupun tidak untuk
kepentingan pemadam kebakaran.

(2) Pemilik dan/atau penghuni bangunan atau pemilik pekarangan sebagaimana


dimaksud ayat. (1) berkewajiban menghindarkan segala tindakan yang dapat
menghalangi atau menghambat kelancaran pelaksanaan tugas pemadaman
kebakaran.

19
Pasal 38

Dalam hal bekas kebakaran yang berupa bangunan dan barang dapat menimbulkan
ancaman keselamatan jiwa seseorang dan/atau bahaya kebakaran, pemilik dan atau
penghuni bangunan dan barang tersebut wajib mengadakan dan memberikan
kesempatan terlaksananya tindakan yang diangggap perlu oleh pimpinan petugas
Pemadam Kebakaran atau polisi.

Pasal 39

Pemilik atau penghuni bangunan atau pekarangan wajib mengadakan


tindakan dan . memberikan kesempatan demi terlaksananya tugas pemadaman
guna mencegah, menjalarnya kebakaran, atau menghindari bahaya kebakaran, baik
di dalam maupun di pekarangan rumahnya atau bangunan lainnya.

Pasal 40

Apabila bekas kebakaran yang berupa bangunan dan barang dapat menimbulkan
ancaman keselamatan jiwa seseorang dan atau bahaya kebakaran, pemilik dan atau
penghuni bangunan dan barang tersebut wajib mengadakan pencegahan dan
memberitahukan akan kejadian hal tersebut kepada Walikota atau pejabat yang
ditunjuk.

Pasal 41

(1) Secara kelembagaan dan kewenangan, upaya penanggulangan bencana


kebakaran menjadi sebagian tugas dan tanggung jawab Pemerintah Kota
Bekasi.

(2) Pejabat yang ditunjuk selaku penanggung jawab tugas sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dapat bertindak atas nama Pemerintah Kota Bekasi.

BAB IV
SARANA PENYELAMATAN JIWA
Pasal 42

Dalam hal terjadinya kebakaran penyelamatan jiwa harus diutamakan dari pada
penyelamatan harta benda.

Pasal 43

(1) Setiap bangunan harus memenuhi ketentuan mengenai kelengkapan sarana


penyelamatan jiwa.

20
(2) Kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kontruksi,
struktur, bahan bangunan dan jenis lainnya yang akan diatur lebih lanjut oleh
Walikota.

BAB V
PEMERIKSAAN, PERIZINAN DAN PEMBINAAN
Bagian Kesatu
Izin dan Pemeriksaan

Pasal 44

(1) Pejabat yang ditunjuk berhak mengeluarkan Rekomendasi dalam hal


penataan lingkungan perumahan, mendirikan bangunan maupun izin
penggunaan Alat Pemadam Kebakaran.

(2) Untuk Rekomendasi mendirikan bangunan melalui pengujian bahan/konstruksi


sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 45

(1) Setiap bangunan yang telah memenuhi persyaratan klasifikasi maupun


kelengkapan alat pencegah dan pemadam melalui proses pengujian yang
mendapat sertifkat klasifikasi yang dikeluarkan oleh Walikota atau pejabat
yang ditunjuk.

(2) Sertifkat klasifikasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
diperbaharui setiap tahun.

(3) Permohonan sertifikat klasifikasi bangunan diajukan kepada Walikota atau


pejabat yang ditunjuk, dilampiri daftar alat pencegah dan pemadam kebakaran
yang telah dan belum dimiliki oleh yang bersangkutan.

Pasal 46

(1) Walikota atau pejabat yang ditunjuk, dalam melakukan tugasnya dapat
memasuki tempat-tempat pertunjukan, keramaian umum, pertemuan dan
kegiatan lainnya.

(2) Penyelenggaraan pertunjukan atau pertemuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) wajib melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan bahaya
kebaran sebelum dan selama berlangsungnya pertunjukan dan pertemuan
tersebut.

21
Pasal 47

(1) Walikota atau Pejabat yang ditunjuk melakukan pemeriksaan pekerjaan


pembangunan, dalam hubungannya dengan persyaratan pencegahan dan
penanggulangan bahaya kebakaran.

(2) Apabila terdapat hal-hal yang meragukan atau yang sifatnya tertutup, maka
Walikota dapat memerintahkan mengadakan penelitian dan pengujian
kembali.

(3) Semua pembiayaan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi tanggungan pemilik yang bersangkutan.

(4) Pemegang hak bangunan bertanggung jawab atas kelengkapan alat-alat


pencegahan dan pemadam kebakaran serta pemeliharaannya maupun
penggantian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 48

(1) Setiap alat pencegah dan pemadam kebakaran harus diperiksa secara
berkala paling cepat 1 (satu) tahun sekali, paling lambat 3 (tiga) tahun sekali
serta dalam waktu 5 (lima) tahun sekali harus dilaksanakan pengetesan
tabung bahan pemadamnya dengan tekanan hidrolik. Disamping itu dapat
dilakukan pemeriksaan sewaktu-waktu dengan atau tanpa pemberitahuan
terlebih dahulu oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuknya.

(2) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memakai tanda
pengenal khusus disertai Surat Tugas yang ditandatangani oleh Walikota atau
Pejabat yang ditunjuk.

(3) Alat pencegah dan pemadam kebakaran yang tidak memenuhi persyaratan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku harus segera diisi, diganti dan/atau
diperbaiki sehingga selalu berada dalam keadaan siap pakai.

(4) Setiap alat pemadam kebakaran yang digunakan harus dilengkapi dengan
petunjuk cara-cara penggunaan yang memuat uraian-uraian singkat jelas
tentang cara penggunaannya.

Pasal 49

(1) Setiap perorangan dan atau badan usaha yang melaksanakan pemasangan
sistim instalasi proteksi kebakaran harus mendapat izin Walikota atau Pejabat
yang ditunjuk.

22
(2) Setiap perusahaan dan/atau badan usaha yang memasang, mendistribusikan,
memperdagangkan atau mengedarkan segala jenis alat pencegah dan
pemadam kebakaran dan pengisian kembali harus mendapaf izin dari
Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) berlaku 3 (tiga) tahun dan
dapat dan diperpanjang atau diperbaharui.

(4) Pemegang izin harus membuat laporan tertulis kepada Walikota atau Pejabat
yang ditunjuk tentang seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan (2).

Bagian Kedua
Pembinaan

Pasal 50

(1) Setiap bangunan Pabrik, Bangunan umum dan Bangunan Perdagangan yang
berpenghuni lebih dari 30 (tiga puluh) orang atau lebih harus dilaksanakan
program pelatihan dan pancegahan pemadaman kebakaran secara berkala,
teratur dan terus menerus kecuali ditentukan lain oleh Walikota.

(2) Setiap bangunan Pabrik, Bangunan umum dan Bangunan Perdagangan yang
berpenghuni lebih dari 30 (tiga puluh) orang atau lebih dalam rangka
pembinaan partisipasi rnasyarakat dibentuk Barisan Sukarela Kebakaran Kota
Bekasi, yang pengaturannya lebih lanjut ditetapkan dengan Keputusan
Walikota.

(3) Untuk bangunan perumahan dalam lingkungan perkampungan dan bangunan


perumahan sederhana harus ditunjuk dan ditetapkan seorang pimpinan atau
Komandan Balakar yang bertanggung jawab atas pembentukan kesatuan
Balakar pada lingkungan masing-masing dan pelaksanaan program lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Untuk bangunan rumah susun yang kapasitas penghuninya lebih dari 50 (lima
puluh) orang dan bangunan pabrik serta bangunan umum dan perdagangan
yang kapasitas penghuninya lebih dari 30 (tiga puluh) orang harus ditunjuk
seorang Kepala. dan seorang Wakil Kepala Keselamatan Kebakaran Gedung
yang harus bertanggung jawab atas pelaksanaan manajemen sistim
pengamanan kebakaran setempat.

(5) Kepala dan Wakil Kepala Keselamatan Kebakaran Gedung sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) , harus memenuhi persyaratan kesehatan baik
jasmani maupun rohaninya, memiliki keterampilan dan pengetahuan
penanggulangan kebakaran serta dinyatakan telah lulus uji kelayakan yang
diadakan oleh instansi terkait.

23
Pasal 51

Manajemen sistim pengamanan kebakaran di bawah koordinasi Kepala Keselamatan


Kebakaran Gedung harus melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut :

a. menyusun rancangan strategi sistim pengamanan kebakaran termasuk protap


evakuasi;
b. mengadakan latihan pemadaman kebakaran dan evakuasi secara berkala
minimal sekali setahun;
c. pemeriksa dan pemeliharaan perangkat pencegahan dan penanggulangan
kebakaran;
d. memeriksa secara berkala ruang yang menyimpan bahan-bahan yang mudah
terbakar atau yang mudah meledak;
e. mengevakuasi pemakai bangunan dan harta benda pada waktu terjadi
kebakaran.

BAB VI
KETENTUAN LARANGAN

Pasal 52

Setiap orang atau badan hukum dilarang :

a. mengambil dan atau menggunakan air dari hidran/reservoir/tandon (bak) air


kebakaran, untuk kepentingan apapun kecuali seizin Walikota atau pejabat
yang ditunjuk;

b. mendirikan atau melakukan kegiatan usaha industri, pergudangan maupun


perdagangan barang yang rawan akan bahaya kebakaran;

c. mendirikan gudang penyimpanan bahan kimia padat maupun cair dan atau
barang-barang lainnya yang mudah terbakar;

d. membakar sampah atau barang-barang bekas lainnya ditempat yang jaraknya


tidak cukup jauh dengan perumahan;

e. menyalakan alat penerangan yang mempergunakan bahan bakar minyak


tanpa pengamanan dari bahaya kebakaran;

f. memproduksi, memperdagangkan ataupun memakai kompor dengan bahan


bakar minyak yang tidak memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan
dari bahaya kebakaran;

g. menyimpan bahan karbit atau bahan sejenis lainnya yang dalam keadaan
basah dapat menimbulkan gas yang mudah terbakar;

24
h. menyimpan benda dan seluloid (bahan untuk membuat plastik), kecuali
etalase toko dan untuk penggunaan sehari-hari dalam logam yang tertutup
dengan jarak kurang dari 1 (satu) meter dari segala jenis alat penerangan
kecuali penerangan listrik minimal 10 (sepuluh) centimeter;

i. menyimpan film ditempat yang berdekatan dengan bahan lain yang mudah
terbakar;

j. menggunakan sinar-X diruang terbuka kecuali diruang khusus serta


memperhatikan suhu tertentu;

k. menempatkan benda dan atau cairan yang mudah terbakar di dalam ruangan
tempat digunakannya sinar-X;

l. mengangkut bahan bakar bahan kimia dan bahan sejenis lainnya yang mudah
terbakar dengan mempergunakan kendaraan yang bukan peruntukannya atau
bak terbuka;

m. menimbun atau membakar limbah kayu pengolahan maupun penggergajian;

n. menggunakan peralatan dan atau bahan pemadam kebakaran yang tidak


sempurna lagi atau rusak;

o. menggunakan bahan pemadam kebakaran yang dalam penggunaannya dapat


menimbulkan proses atau reaksi kimia yang membahayakan;

p. dilarang memindahkan atau mengambil barang-barang dari daerah kebakaran


tanpa izin dari petugas.

BAB VII
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 53

Setiap pelanggaran atas kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemilik atau
pengelolaan atas penanggung jawab pembangunan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Daerah ini, dikenakan sanksi administrasi sebagai berikut :

a. menunda atau tidak diberikan izin untuk mendirikan bangunan;


b. mencabut izin yang telah dikeluarkan;
c. menangguhkan atau menutup pelaksanaan pembangunan.

25
BAB VIII
PENYIDIKAN

Pasal 54

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintahan Daerah


diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan


berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi


atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen berkenaan


dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,


pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap barang bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan


tindak pidana di bidang perpajakan daerah;

g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat


pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang
dan atau dokumen yang dibawa yang dimaksud pada huruf e di atas;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan


daerah;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai


tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan;

26
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya


penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
sesuai dengan ketentuan yang diatur Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 55

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2), Pasal 8, 9,10, 11, 12 ayat (1) dan (5), Pasal 13 ayat (1) dan (3), Pasal 14
ayat (1) dan (2), Pasal 32 ayat (2) dan (6), Pasal 48 ayat(1), Pasal 49 dan Pasal
52 diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 56

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini pemilik, pengelola dan/atau penanggung
jawab pembangunan yang sudah ada sebelum diberlakukannya Peraturan Daerah
ini segera menyesuaikan ketentuan yang berlaku pada Peraturan Daerah ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 57

Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Peraturan Daerah ini, diatur
dengan Peraturan dan/atau Keputusan Walikota paling lambat 1 (satu) tahun
terhitung sejak tanggal diundangkannya Peraturan Daerah ini.

27
Pasal 58

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Surat Keputusan Walikota Bekasi
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Ketentuan umum pencegahan dan penanggulangan
bahaya kebakaran dan Peraturan lain yang sederajat dan bertentangan dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 59

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Bekasi.

Ditetapkan di Bekasi
pada tanggal 13 Juli 2009

WALIKOTA BEKASI

Ttd/Cap

H. MOCHTAR MOHAMAD

Diundangkan di Bekasi
pada tanggal 13 Juli 2009

SEKRETARIS DAERAH KOTA BEKASI

Ttd/Cap

TJANDRA UTAMA EFFENDI


Pembina Utama Madya
NIP. 19520902 197707 1 001

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI E

28

Anda mungkin juga menyukai