Anda di halaman 1dari 46

BAB 2

LANDASAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi


a) Sistem vena pada tungkai terdiri dari komponen vena superfisialis vena
profunda, dan vena perforantes (penghubung).
b) Vena-vena superfisialis dapat dilihat di bawah permukaan kulit, terletak di
dalam lemak subkutan, tepatnya pada fasia otot dan merupakan tempat
berkumpulnya darah dari kulit setelah melalui cabang kecil.
c) Vena superfisialis yang utama adalah vena safena magna (VSM) dan vena
safena parva (VSP). Kedua vena ini berhubungan di beberapa tempat
melalui vena-vena kecil. Istilah safena berasal dari bahasa Yunani safes,
artinya mudah terlihat atau jelas, sesuai dengan keadaannya di tubuh. Vena
safena magna merupakan vena terpanjang di tubuh, mulai dari kaki sampai
ke fossa ovalis dan mengalirkan darah dari bagian medial kaki serta kulit sisi
medial tungkai.
d) Vena safena parva terletak di antara tendo Achilles dan maleolus lateralis.
Pada pertengahan betis menembus fasia, kemudian bermuara ke v. poplitea
beberapa sentimeter di bawah lutut.Vena ini mengalirkan darah dari bagian
lateral kaki. Mulai dari maleolus lateralis sampai proksimal betis VSP
terletak sangat berdekatan dengan n. Suralis, yaitu saraf sensorik yang
mensarafi kulit sisi lateral kaki.
e) Vena perforantes (penghubung) adalah vena yang menghubungkan vena
superfisial ke vena profunda, yaitu dengan cara langsung menembus fasia
(direct communicating vein). Vena ini mempunyai katup yang mengarahkan
aliran darah dari vena superfisial ke vena profunda. Bila katup ini tidak
berfungsi (mengalami kegagalan) maka aliran darah akan terbalik sehingga
tekanan vena superfisial makin tinggi dan varises dengan mudah akan
terbentuk
f) Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari a. tibialis anterior
dan a. tibialis posterior yang melanjutkan sebagaiv.poplitea dan v.femoralis.
Vena profunda ini membentuk jaringan luas dalam kompartemen posterior
betis pleksus soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan gaya
gravitasi oleh otot misalnya saat olahraga.
g) Selama kontraksi otot betis, katup-katup v. perforantes dan vena superfisialis
menutup, sehingga darah akan mengalir kearah proksimal melalui sistem
vena profunda.
h) Pada waktu relaksasi, vena profunda mengalami dilatasi yang menimbulkan
tekanan negatif. Tekanan negatif ini akan menarik darah dari sistem vena
superfisialis ke dalam sistem profunda melalui v. perforantes. Penderita
dengan insufisiensi vena, darah mengalir dari sistem vena profunda ke dalam
vena superfisialis. Sedangkan pada orang sehat katup-katup dalam v.
perforantes mencegah hal ini.
i) Vena dalam biasanya menyertai arteri dan memiliki nama yang saling
berhubungan, contohnya vena iliaka eksterna, vena femoralis, vena popliteal,
vena tibialis anterior dan posterior dan vna peronea.
j) Vena superfisial berawal dari anastomosis vena kemudian menjadi lengkung
vena dorsal.
k) Vean safenus kecil kemudian berasenden pada bagian posterior tungkai dan
terbagi menjadi dua macam vena dan bermuara ke dalam vena popliteal dan
vena femoralis dalam. Vena ini memiliki 7 hingga 13 katup untuk mencegah
aliran balik darah yang berasal dari tungkai bawah.
l) Vena sefanus besar merupakan vena yang memiliki ukuran paling panjang
didalam tubuh. Vena ini berasenden di sepanjang sisi medial kaki, tungkai
dan paha dan kemudian menyatu dengan vena femoralis dibawah ligament
inguinal. Pada vena ini kurang lebih memiliki 10 hingga 20 katup pada vena
ini.
Bentuk vena Normal Bentuk vena Phlebitis

Bentuk Vena DVT

B.KONSEP DASAR MEDIS


1.1. Pengertian Phlebitis

Phlebitis adalah peradangan pada tunika intima vena yang terjadi karena
komplikasi pemberian terapi intra vena ( IV) yang di tandai dengan bengkak, kemerahan
sepanjang vena, nyeri, peningkatan suhu pada daerah insersi kanula dan penurunan
kecepetan tetesan infus (Brooker et all, 2006).
Infusion Nursing Society (INS 2010), phlebitis merupakan peradangan pada tunika
intima pembuluh darah vena, yang sering dilaporkan sebagai komplikasi pemberian terapi
infus.
Phlebitis adalah Pemasangan jalur intravena yang tidak sesuai, dan masuknya
mikroorganisme pada saat penusukan (Brunner dan Sudarth, 2003).

Kesimpulan : Phlebitis adalah Peradangan pada tunika intima vena yang terjadi karena
komplikasi pemberian dan pemasangan terapi intravena sehingga masuknya
mikroorganismes saat penusukan.

1.2. Etiologi
Menurut Francombe (1998) dalam Brooker dan Gould (2003) mengatakan, flebitis
(peradangan vena), merupakan penyulit tersering yang berkaitan dengan terapi intravaskular,
biasanya terjadi akibat iritasi kimiawi atau mekanis. Faktor predisposisi utama adalah infus
larutan hipertonik dan adanya benda berbentuk partikel yang berasal dari obat yang belum
larut sempurna, potongan karet atau kaca dari vial, dan plastik dari kanula. Terbentuk eritema
di bagian proksimal dari tempat fungsi vena, disertai nyeri. Flebitis jarang disebabkan oleh
bakteri, tetapi septikemia lebih sering dijumpai pada pasien yang mengalami flebitis.

1.3. Patofisiologi
Di dalam proses pembentukan plebitis terjadi peningkatan permeabilitas kapiler,
dimana protein dan cairan masuk ke dalam intertisial. Selanjutnya jaringan yang
mengalami trauma teriritasi secara mekanik, kimia, dan bakteri. Sistem imun
menyebabkan leukosit berkumpul pada bagian yang terinflamasi. Saat leukosit dilepaskan,
pirogen juga merangsang sum-sum untuk melepaskan leukosit dalam jumlah besar.
Kemerahan dan ketegangan meningkat pada tahap plebitis.

Banyak faktor telah dianggap terlibat dalam patogenesis flebitis, antara lain:

a. Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan


b. Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi
c. Agen infeksius
d. Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka flebitis mencakup, usia, jenis kelamin
dan kondisi dasar (yakni: diabetes mellitus, infeksi, luka bakar). Suatu penyebab yang
sering luput perhatian adalah adanya mikropartikel dalam larutan infus dan ini bisa
dieliminasi dengan penggunaan filter .(Darmawan, 2008)

1.4 Klasifikasi Phlebitis


Pengklasifikasian phlebitis didasarkan pada faktor penyebabnya. Ada tiga kategori
penyebab terjadinya phlebitis yaitu kimia, mekanik, bakteri(INS, 2006).
1. Chemical Phlebitis (Phlebitis kimia)

Kejadian phlebitis ini dihubungkan dengan bentuk respon yang terjadi pada tunika
intima vena dengan bahan kimia yang menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan
dapat terjadi akibat dari:

a. Jenis cairan yang diberikan atau bahan material kateter yang digunakan. Ada
kalanya suatu larutan diperlukan konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah
terjadinya karamelisasi dekstrosa dalam proses sterilisasi autoclaf, jadi larutan yang
mengandung glukosa, asam amino, dan lipid yang biasa digunakan dalam nutrisi
parenteral lebih bersifat flebitogenik
b. Kecepatan pemberian larutan intravena juga dianggap salah satu penyebab utama
kejadian phlebitis.
c. Bahan kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietelin (teflon) mempunyai
resiko terjadi phlebitis lebih besar dibanding bahan yang terbuat dari silikon atau
poliuretan (INS,2006).

2. Mechanical Phlebitis
a. Penempatan katheter pada area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian phlebitis,
oleh karena pada saat ekstremitas digerakkan katheter yang terpasang ikut bergerak
dan meyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan ukuran katheter yang besar
pada vena yang kecil juga dapat mengiritasi dinding vena. (The Centers for Disease
Control and Prevention, 2002).
b. Dinding tunika intima akan mengalami trauma pada pemberian larutan 9
hiperosmoler yang mempunyai osmolalitas lebih dari 600 mOsm/L. Terlebih lagi
pada saat pemberian dengan tetesan cepat pada pembuluh vena yang kecil.
c. Semakin tinggi osmolalitas (makin hipertonis) makin mudah terjadi kerusakan pada
dinding vena perifer .
3. Backterial Phlebitis (Phlebitis Bakteri)

Phlebitis bacterial adalah peradangan vena yang berhubungan dengan adanya


kolonisasi bakteri. Adanya bakterial phlebitis bisa menjadi masalah yang serius sebagai
predisposisi komplikasi sistemik yaitu septicemia. Faktor – faktor yang berperan dalam
kejadian phlebitis bakteri antara lain :

a. Tehnik cuci tangan yang tidak baik.


b. Tehnik aseptik yang kurang pada saat penusukan.
c. Tehnik pemasangan katheter yang buruk.
d. Pemasangan yang terlalu lama. (INS, 2002)

Selama prosedur pemasangan atau penusukan harus menggunakan tehnik aseptic. Area
yang akan dilakukan penusukan harus dibersihkan dahulu untuk meminimalkan
mikroorganisme yang ada, bila kulit kelihatan kotor harus dibersihkan dahulu dengan sabun
dan air sebelum diberikan larutan antiseptic. Lama pemasangan katheter infus sering
dikaitkan dengan insidensi kejadian phlebitis. May dkk (2005) melaporkan hasil, di mana
mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien
menyebabkan bebas flebitis.

Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis post infus, antara lain :

a. Tehnik pemasangan catheter yang tidak baik.


b. Pada pasien dengan retardasi mental.
c. Kondisi vena yang baik.
d. Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.
e. Ukuran katheter terlalu besar pada vena yang kecil.

1.5. Diagnosa dan manifestasi klinis


Phlebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh
perawat. Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk kejadian phlebitis, yaitu :
a) Nyeri sepanjang kanul.
b) Eritema
c) Indurasi
d) Venous chord teraba
e) demam
INS ( Infusion Nursing Society ) 2006

Tabel VIP score ( Visual Infusion Phlebitis score ) oleh Andrew Jackson.

SKOR KEADAAN AREA PENILAIAN


PENUSUKAN
0 Tempat suntikan tampak sehat Tak ada tanda phlebitis
1 Salah satu dari berikut jelas: Mungkin tanda dini
a. Nyeri area penusukan phlebitis
b. Adanya eritema di area
penusukan
2 Dua dari berikut jelas: Stadium dini phlebitis
a. Nyeri pada area penusukan
b. Eritema
c. Pembengkakan
3 Semua dari berikut jelas: Stadium moderat phlebitis
a. Nyeri sepanjang kanul
b. Eritema
c. Indurasi
4 Semua dari berikut jelas: Stadium lanjut atau awal
a. Nyeri sepanjang kanul thrombophlebitis
b. Eritema
c. Indurasi
d. Venous chord teraba

1.6. Komplikasi
a. Emboli Paru
b. DVT(Deep Venous Thrombosis)

1.7. Test Diagnostik

a. Phlebitis mudah dikenal pada saat pemeriksaan fisik.


 Palpasi : Nyeri , hangat
 Inspeksi : Kulit kemerahan,bengkak

b. Hasil pemeriksaan kecepatan aliran Doppler terdapat aliran tambahan yang kurang
tekanan pada distal dan proksimal
c. Hasil pemeriksaan Pletismografi, ukuran kenaikan volume didalam paha atau tubuh
bagian inferior berimbas pada gangguan aliran keluar vena oleh inflamasi dibagian
paha atau inferior (kapital maksimum). Ukuran dari kecepatan aliran vena dikurangi
oleh volume pada paha atau tubuh bagian inferior. Abnormalnya terdapat pada aliran
vena yang lambat.
d. Hasil Test venografi untuk melihat kecepatan dipembuluh darah, penentuan lokasi x-
ray dan luas gumpalan pembengkakan menggunakan perbandingan media untuk
digaris penuh bagian yang rusak. Perkembangan dari sirkulasi didefinisikan sejajar.

1.8.Penatalaksanaan
 Non farmakologi
a. Berikan kompres hangat untuk menghilangkan nyeri.
Menurut Price (2005) dalam Fauziyah (2013) kompres hangat adalah memberikan
rasa hangat kepada pasien untuk mengurangi nyeri dengan menggunakan cairan
yang berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah
lokal. Menurut Triyanto (2007:129) pasien yang mengalami phlebitis dinilai skala
phlebitis dengan metode baxter scale. Selanjutnya diberikan tindakan kompres
hangat (350derajat C) selama 15 menit.
b. Pasien tirah dengan peninggian ekstremitas yang terlibat (untuk memperkecil
tekanan edema) yaitu posisi semifowler.
c. Pemeriksaan Doppler : Dipakai untuk menentukan kecepatan aliran darah dan
pola aliran dalam sistem vena dalam dan permukaan. Teknik-teknik Doppler
memungkinkan penilaian kualitatif terhadap kemampuan katup vena dalam,
permukaan dan penghubung. Teknik ini tidak mahal tetapi memerlukan
kemampuan teknik tinggkat tinggi dan pengalaman untuk menjamin keakuratan.

 Farmakologi
a. Berikan 325 mg aspirin 4x sehari atau satu obat anti inflamasi non steroid untuk
mengurangi radang
b. Terapi antikoagulan jangka singkat bisa digunakan.
c. Heparin & Hidrokortison
Heparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1 unit/mL,
mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter. Risiko plebitis yang
berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal, kalium klorida, lidocaine,
dan antimikrobial) juga dapat dikurangi dengan pemberian aditif IV tertentu,
seperti hidrokortison.

C. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT PHLEBITIS


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status, suku bangsa, alamat, no
register dan tanggal masuk.
b. Keluhan utama
Rasa nyeri (dapat timbul saat istirahat atau sedang beraktifitas),
pembengkakan tungkai, kemerahan pada tempat yang terkena dan timbulnya
luka/sores pada kaki.
c. Riwayat penyakit sekarang
 Sejak kapan klien mengalami keluhan?
 Apa yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan tersebut?
d. Riwayat penyakit dahulu
 Apakah klien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama?
 Apakah sembuh?
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien?
f. Lakukan inspeksi, perhatikan perbedaan antara keduanya, ukur dan catat phlebitis
yang terjadi.
g. Perhatikan setiap kenaikan suhu pada area yang terkena ( untuk dapat
menentukan perbedaan suhu yang lebih efektif, digunakan tangan dalam air,
keringkan dan letakkan pada kedua tumit pasien, pada kedua betis).
h. Untuk menentukan daerah nyeri tekan dan thrombosis. > keluhan utama Klien
biasanya mengalami rasa nyeri.

2. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Nyeri Akut Kontrol Nyeri Pain Management
Pengalaman (Tindakan (Peringanan nyeri batau mengurangiu nyeri ke
sensori dan personal untuk level nyaman yang dapat diterima oleh pasien)
emosional yang mengendalian Lakukan pengkajian lengkap pada nyeri
tidak nyeri) termasuk lokasi, sifat, onset/durasi, frekuensi,
menyenangkan Tingkat Nyeri kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
akibat kerusakan Tingkat Nyeri faktor pencetusnya.
jaringan yang yang diamati Kaji isyarat nonverbal ketidaknyamanan,
aktual atau atau khususnya pada mereka yang tidak dapat
potensial atau dilaporkan) berkomunikasi dengan efektif
gambaran sebagai Tanda-tanda Pastikan pasien mendapatkan pengobatan
bentuk dari Vital analgesik
kerusakan(Internati (Tingkatan Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
onal Association dimana suhu, mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
for the study of nadi, respirasi respon penerimaan pasien terhadap nyeri
pain) ; Terjadi dan tekanan Gali kepercayaan dan pengetahuan klien
mendadak atau darah dalam tentang nyeri
lamban dari batasan normal) Sadari adanya pengaruh budaya dengan respon
berbagai intensitas terhadap nyeri
ringan ke sedang Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap
dengan akhir yang kualitas hidup klien
dapat diatasi atau Gali faktor-faktor yang
diperkirakan dan meningkatkan/memperburuk nyeri
dalam durasi < 6 Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain
bulan) tentang keefektifan kontrol nyeri di masa lalu
Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan
Batasan mnyediakan dukungan
Karakteristik : Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
Perubahan Nafsu nyeri
makan Kurangi faktor presipitasi nyeri
Perubahan tekanan Kaji type dan dan sumber nyeri untuk
darah menentukan intervensi
Perubahan denyut Ajarakan teknik non farmakologi
nadi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Perubahan Ajarkan teknik dan prinsip manajemen
respiratory Rate nyeri
Laporan Kode Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Diaporesis Tingkatkan istirahat
Tingkah laku
menarik diri Analgesic administration
Tingkah laku yang (Penggunaan agen farmakologi untuk
ekspresif ( cth : menghilangkan atau mengurangi nyeri)
gelisah, menguap, Menentukan lokasi, sifat, kualitas, dan berat
menangis, cerewet) nyeri sebelum pengobatan
Muka topeng ( Periksa anjuran medis untuk obat, dosis dan
meringis, gerakan frekuensi pemberian
menarik, terlihat Nilai kemampuan klien untuk ikut serta dan
menggigit, dll) terlibat dalam pemilihan obat analgesik, dosis,
dan rute
Berhubungan Pilih analgesik yang tepat, attau kombinasi
dengan agen injury analgesik saat lebih dari satu analgesik yang
dianjurkan
Tentukan pilihan analgesik berdasarkan type
dan berat nyeri
Pilih rute IV dari IM untuk suntikan analgesik
yang teratur
Pantau tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgetik narkotik
Bentuk pengharapan positif berhubungan
dengan keefektifan analgetik untuk
mengoptimmalkan respon klien
Evaluasi keefektifan obat analgesik
Catat respon terhadap analgetik danadanya
efek yand tidak diinginkan
Evaluasi dan catat tingkat sedasi pada klien
yang mendapat golongan opioid.
2 Hyperthermi Thermoregulasi Fever Treatment
(suhu tubuh naik (Keseimbangan ( Managemen pasien dengan hyperpireksia
diatas rentang antara produksi disebabkan faktor-fkator nonenvironmetal)
normal) panas, Pantau suhu secara teratur
perolehan Pantau IWL
Batasan panas, dan Pantau warna kulit dan suhu
Karakteristik : kehilangan Pantau tekanan darah, nadi, dan respirasi
Kejang panas tubuh) Pantau adanya penurunan kesadaran
Kulit Kemerahan Hidrasi Pantau adanya serangan panas
Peningkatan suhu Cairan yang Pantau nilai leukosit, Hg, dan Hct
tubuh di atas adekuat dalam Pantau intake dan output
rentang normal kompartemen Pantau adanya abnormalitas elektrolit
Menggigil ekstra seluler Pantau adanya ketidakseimbangan asam basa
Takikardi dan intraseluler Pantau adanya aritmia jantung
Takipnea tubuh) Berikan medikasi antipiretik, sesuai anjuran
Hangat bila Status Imun Berikan medikasi untuk mengobati penyebab
disentuh (Pertahanan demam, sesuai anjuran
alamiah dan Selimuti pasien dengan selimut tipis
Faktor yang yang Beri pasien seka air hangat
berhubungan : dibutuhkan Dukung peningkatan intake cairan per oral
Hehydrasi secara tepat Beri cairan IV, sesuai anjuran
Proses Penyakit terhadap Beri kantong es yang dibungkus hnduk pada
antigen internal axila dan lipat paha
dan eksternal) Tingkatkan sirkulasi udara menggunakan kipas
angin
Dorong klien melakukan oral hygien
Beri medikadi yang tepat untuk mencegah atau
mengontrol menggigil
Temperature regulation
( Pencapaian dan atau mempertahankan suhu
tubuh dalam batasan normal)
Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan
Pantau warna kulit dan suhu tubuh
Pantau dan catat adanya tanda dan gejala
hypotermi atau hipertermi
Dukung asupan cairan dan makanan yang
adekuat
Ajarkan klien cara untuk mencegah keletihan
karena panas
Barikan medikasi antipiretik, jika perlu
3 Kerusakan Keperahan Perawatan kulit
integritas kulit infeksi Aktivitas :
berhubungan (keparahan dari Monitor karakteristik luka
dengan zat kimia, infeksi dan Bersihkan luka dengan normal saline atau
faktor mekanik berhubungan pembersih yang bersifat nonracun
dengan gejala) Pelihara teknik steril ketika dilakukan
Respon perawatan pada luka
pengobatan Ubah posisi pasien
(teraupetik dan Intruksikan pasien atau anggota keluarga
effek merugikan mengetahui prosedur perawatan luka
dari pengobatan Intruksikan pasien dan keluarga tentang tanda
yang dan gejala dari infeksi
ditentukan) Dokumentasikan lokasi luka, ukuran dan
Jaringan perubahannya.
integritas: kulit Pengawasan Kulit
dan membran Aktivitas:
mukosa(struktur  Inspeksi kulit dan membran mukosa dari
yang utuh dan kemerahan, panas yang tinggi, edema, dan
fungsi drainage
psikologis yang  Observasi ekstremitas(warna,kehangatan,
normal dari pembengkakan, denyutan, tekstur, edema,
kulit dan dan ulcer
membran  Inspeksi kondisi dari insisi bedah
mukosa)  Monitor warna kulit dan suhuh
 Monitor kulit dan membran mukosa dari
perubahan warna, memar, dan kerusakan.
 Monitor dari infeksi
 Monitor dari sumber tekanan dan fraksi
 Dokumentasikan perubahan kulit dan mukosa
membran
4 risiko cedera akibat Perfusi jaringan Perawatan sirkulasi : insufisiensi vena
kondisi perioperatif : pulmonar Aktivitas :
berhubungan (adekuat dari Inspkesi kulit dari stasis ulkus dan kerusakan
dengan aliran darah jaringan
disorientasi, edema, melalui Evaluasi edema peripherala dan denyutan
emasiasi, vaskularpulmon Berlakukan dressing sesuai dengan ukuran luka
imobilisasi, ar untuk perfusi dan type
kelemahan otot, alveoli/unit Monitor derajat dari kegelisahan atau nyeri
obesitas, gangguan kapiler) Instruksikan pasien tentang pentingnya
sensori akibat Status pemahaman terapy
anestesi. pernapasan:vent Meningkat anggota tubuh ekstremitas 20
ilasi derajat atau lebih besar diatas level jantung,
(perpindahan untuk meningkatkan vena kembali.
udara di dan Ubah posisi pasien setiap 2 jam
luar paru) Kelola profilaksis dosis rendah antikoagulan
Status sirkulasi : dan pengobatan antiplatelet(e.g hisparin,
tidak obstruksi, aspirin,dan dextra)
(tidak secara Instruksikan pasien di perawatan kaki yang
langsung aliran tepat
darah di Monitor status cairan, termasuk masukan dan
tekanan yang keluaran
sesuai melalui Utamakan adekuat hidrasi untuk menurunkan
pembuluh besar viskositas darah
dari sistemik
dan sirkulasi Perawatan Embolus : pulmonar
pulmonar) Aktivitas
Evaluasi nyeri pasien
Auskultasi suara paru dari krakel atau suara
tidak diketahui
Monitor pola respirasi untuk gejala
perpindahan respirasi
Catat level gas darah arteri
Kelola antikoagulan
Monitor efek obat antikoagulan
Menghindari overwedging kateter arteri
pulmonar untuk mencegah ruptur artery
pulmonar
Mendorong pasien relek
Monitor gejala dari jaringan oksigen yang tidak
adekuat
Pencegahan Emboli
Aktivitas
Laksanakan sebuah nilai komprehensif dari
sirkulasi peripheral
Meningkat anggota tubuh ekstremitas 20
derajat atau lebih besar diatas level jantung,
untuk meningkatkan vena kembali.
Memberlakukan kaus kaki antiemboli(e.g
elastik atau stocking pneumatik)
Melepas kaus kaki antiemboli dari 15 sampai
20 menit setiap 8 jam
Kaji pasien dengan pasive atau aktive jarak
gerakan
Ubah posisi pasien setiap 2 jam atau ambulasi
sebagai toleran
Mencegah injury untuk lumen pembuluh oleh
mencegah tekanan lokal, trauma, infeksi, atau
sepsis
Intruksikan pasien tidak menyilangkan kaki
Menahan diri dari pijatan atau kompres otot
kaki
Mendorong menghentikan merokok
Intruksikan pasien atau keluarga di pencegahan
yang tepat
Kelola profilaksis dosis rendah antikoagulan
dan pengobatan antiplatelet(e.g hisparin,
aspirin,dan dextra)
Dokumentasi :
 Catat ringkasan pulang
 Penyuluhan Klien
 Status atau pencapaian hasil
3.Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi,
tidak teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria evaluasi.

2. Deep Vena Trombosis


1.1. Pengertian DVT
Deep Vena Trombosis (DVT) adalah suatu kondisi dimana terbentuk bekuan
darah dalam vena sekunder akibat inflamasi/ trauma dinding vena atau karena
obstruksi vena sebagian yang mengakibatkan penyumbatan parsial atau total sehingga
aliran darah terganggu. (Doenges,2000)
Trombosis vena dalam adalah kondisi terbentuk bekuan dalam vena sekunder
akibat inflamasi / trauma dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian. (Triat
Virchow,2011)
Trombosis Vena dalam adalah gumpalan darah ( bisa disebut trombus) yang
terbentuk pada vena dalam tubuh. Kebanyakan gumpalan vena dalam terjadi pada
kaki bagian bawah atau paha tetapi dapat juga terjadi pada bagian tubuh lain. (Brunner
dan Suddarth,2002)
Kesimpulan : Trombosis vena adalah terjadinya bekuan darah di dalam sistem
kardiovaskuler termasuk arteri, vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi yang biasa
diakibatkan oleh inflamasi/trauma.
2.2. Etiologi
Menurut virchow terdapat tiga kelompok faktor yang dapat mempengaruhi
pembentukan trombus yang tidak normal antara lain :
 Perubahan pada permukaan endotel
Endotel normal merupakan permukaan yang rata dan halus. Dianggap bahwa pada
endotel normal terdapat muatan listrik yang akan menolak tiap unsur darah yang mendekat.
Apabila terjadi kerusakan endotel maka terjadi perubahan dalam potensial listriknya,
sehingga trombosit dapat melekat pada endotel. Suatu anggapan lain menyatakan bahwa
jaringan endotel yang rusak mengeluarkan suatu zat sehingga terjadi koagulasi darah.
 Perubahan pada aliran darahs
Bila aliran darah melambat; maka trombosit akan menepi, sehingga mudah melekat
pada dinding pembuluh. Normal dalam aliran darah terdapat suatu axial stream yang
mengandung unsur darah yang berat seperti lekosit. Trombosit mengalir pada zone yang lebih
perifer dan dibatasi dari dinding pembuluh oleh suatu zone plasma. Bila timbul keterlambatan
dalam aliran maka trombosit masuk kedalam zone plasma sehingga kontak dengan endotel
bertambah.Perubahan dalam aliran darah lebih sering terjadi dalam vena. Trombus juga
sering terjadi dalam varices, yaitu vena-vena yang melebar.
 Perubahan pada daya beku darah
Perubahan dalam jumlah dan sifat trombosit dapat mempermudah trombosis. Pada
masalah setelah mengalami pembedahan dan masa nifas, jumlah trombosit dalam darah kira-
kira 2-3 kali lipat daripada normal, serta bersifat lebih mudah melekat. Sehingga dapat
disimpulkan berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor stimuli suatu
tromboemboli yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan
daya beku darah. Selain faktor stimuli, terdapat juga faktor protektif yang berperan yaitu
inhibitor faktor koagulasi yang telah aktif (contoh: antithrombin yang berikatan dengan
heparan sulfat pada pembuluh darah dan protein C yang teraktivasi), eliminasi faktor
koagulasi aktif dan kompleks polimer fibrin oleh fagosit mononuklear dan hepar, serta enzim
fibrinolisis. Terjadinya VTE merefleksikan ketidakseimbangan antara faktor stimuli dengan
faktor protektif. Faktor risiko terjadinya VTE dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor
risiko didapat (acquired) dan faktor risiko yang diturunkan (inherited), seperti pada tabel
dibawah.
Penyebab Atau Faktor Resiko Penyakit Deep Vein Thrombosis

Darah dimaksudkan untuk mengalir, jika ia menjadi mandek ada potensi untuknya untuk
membeku/menggumpal. Darah dalam vena-vena secara terus menerus membentuk bekuan-
bekuan yang mikroskopik yang secara rutin diuraikan oleh tubuh

Jika keseimbangan dari pembentukan bekuan dan pemecahan dirubah,


pembekuan/penggumpalan yang signifikan dapat terjadi. Thrombus dapat terbentuk jika satu,
atau kombinasi dari situasi-situasi berikut hadir:

1. Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak)


a. Perjalanan dan duduk yang berkepanjangan, seperti penerbangan-penerbangan
pesawat yang panjang ("economy class syndrome"), mobil, atau perjalanan kereta
api.
b. Opname rumah sakit.
c. Operasi.
d. Trauma pada kaki bagian bawah dengan atau tanpa operasi atau gips.
e. Kehamilan, termasuk 6-8 minggu setelah partum.
f. Kegemukan.

2. Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya)


a. Obat-obat (contohnya, pil-pil pengontrol kelahiran, estrogen).
b. Merokok.
c. Kecenderungan genetik.
d. Polycythemia (jumlah yang meningkat dari sel-sel darah merah).
e. Kanker.
3. Trauma pada vena
a. Patah tulang kaki.
b. Kaki yang memar.
c. Komplikasi dari prosedur yang invasif dari vena.

2.3. Patofisiologi
Trombosis adalah pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah, dalam hal
DVT bekuan darah terjadi di pembuluh darah balik (vena) sebelah dalam, bisa terjadi terbatas
pada sistem vena kecil saja namun juga bisa melibatkan pembuluh vena besar seperti Vena
Iliaka atau Vena Kava. Seperti dibahas sebelumnya, mekanisme yang mengawali terjadinya
trombosis berdasar “trias Vircow” ada 3 faktor pendukung yakni:

1. Adanya stasis dari aliran darah


2. Timbulnya cedera pada endotel pembuluh darah
3. Pengaruh hiperkoagulabilitas darah

Stasis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya


trombosis, yang menjadi faktor pendukung terjadinya stasis adalah adanya imobilisasi
lama yakni kondisi anggota gerak yang tidak aktif digerakkan dalam jangka waktu yang
lama. Imobilisasi lama seperti masa perioperasi atau akibat paralisis, dapat menghilangkan
pengaruh dari pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi hingga terjadi pengumpulan
darah di ekstremitas bawah. Terjadinya stasis darah yang berada di belakang katup vena
menjadi faktor predisposisi timbulnya deposisi trombosit dan fibrin sehingga mencetuskan
terjadinya trombosis vena dalam.
Cedera endotel meski diketahui dapat mengawali pembentukan trombus, namun tidak
selalu dapat ditunjukkan adanya lesi yang nyata, pada kondisi semacam ini nampaknya
disebabkan adanya perubahan endotel yang samar seperti akibat terjadinya perubahan
kimiawi, iskemia atau anoksia, atau peradangan. Penyebab kerusakan endotel yang jelas
adalah adanya trauma langsung pada pembuluh darah, seperti akibat fraktur dan cedera pada
jaringan lunak, tindakan infus intra vena atau substansi yang mengiritasi seperti kalium
klorida, kemoterapi ataupun antibiotik dosis tinggi.
Hiperkoagulabilitas darah tergantung pada interaksi kompleks antara berbagai
variabel termasuk endotel pembuluh darah, faktor-faktor pembekuan dan trombosit,
komposisi dan sifat-sifat aliran darah, sistem fibrininolitik intrinsik pada sistem pembekuan
darah. Keadaan hiperkoagulasi bisa terjadi jika terjadi perubahan pada salah satu dari
variabel-variabel tersebut. Trombosis vena, apapun rangsangan yang mendasarinya, akan
meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi,
pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah
vena. Trombosis bisa melibatkan kantong katup hingga merusak fungsi katup.Katup yang
tidak berfungsi atau yang inkompeten mempermudah terjadinya stasis dan penimbunan darah
di ekstremitas.
Dalam perjalanan waktu dengan semakin matangnya trombus akan menjadi semakin
terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah. Sebagai akibatnya, resiko embolisasi
menjadi lebih besar pada fase-fase awal trombosis, namun demikian ujung bekuan tetap dapat
terlepas dan menjadi emboli sewaktu fase organisasi. Selain itu perluasan trombus dapat
membentuk ujung yang panjang dan bebas selanjutnya dapat terlepas menjadi emboli yang
menuju sirkulasi paru-paru.Perluasan progresif juga meningkatkan derajat obstruksi vena dan
melibatkan daerah-daerah tambahan dari sistem vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin
dapat distabilkan dalam derajat tertentu atau direkanalisasi dengan retraksi bekuan dan lisis
melalui system fibrinolitik endogen.Tetapi beberapa kerusakan residual tetap bertahan.

2.4. Manifestasi Klinis


Trombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena
superfisialis pada tungkai, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti
vena poplitea, vena femoralis dan vena iliaca. Sedangkan vena-vena di bagian tubuh yang
lain relatif jarang terjadi DVT .Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas,
kelainan yang timbul tidak selalu dapat diramalkan secara tepat lokasi / tempat terjadinya
trombosis. Trombosis di daerah betis mempunyai gejala klinis yang ringan karena trombosis
yang terbentuk umumnya kecil dan tidak menimbulkan komplikasi yang hebat. Sebagian
besar trombosis di daerah betis bersifat asimtomatis, akan tetapi dapat menjadi serius apabila
trombus tersebut meluas atau menyebar ke proksimal.

Trombosis vena superfisialis pada tungkai, biasanya terjadi varikositis dan gejala klinisnya
ringan dan bisa sembuh sendiri. Kadang-kadang trombosis
vena tungkai superfisialis ini menyebar ke vena dalam dan dapat
menimbulkan emboli paru yang tidak jarang menimbulkan
kematian.Trombosis vena dalam pada ekstremitas inferior dapat
menimbulkan Homan’s sign yaitu nyeri pada betis atau fosa
poplitea saat dorsofleksi sendi pergelangan kaki, tanda ini sensitif
namun tidak spesifik.
Trombosis vena dalam akan mempunyai keluhan dan gejala
apabila menimbulkan :
a. Bendungan aliran vena.
b. Peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler.
c. Emboli pada sirkulasi pulmoner.

Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa:


1. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena di
daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial dan
anterior paha. Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku
dan intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau penderita
istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.
2. Pembengkakan
Timbulnya edema disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan
jaringan perivaskuler. Apabila pembengkakan ditimbulkan
oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah
sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan
oleh peradangan perivaskuler maka bengkak timbul pada
daerah trombosis dan biasanya di sertai nyeri.
Pembengkakan bertambah kalau penderita berjalan dan
akan berkurang kalau istirahat di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.
3. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis vena
dalam dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena perubahan warna kulit di temukan
hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang
berwarna
4. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai
konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini
mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis sehingga
terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena dalam. Semua keadaan di atas akan
mengakibatkan aliran darah vena dalam membalik ke daerah superfisilalis apabila otot
berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan subkutan, pada keadaan berat
bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai.

2.5.Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. D-dimer
Tes darah yang mungkin digunakan sebagai tes
penyaringan ( screening ) untuk menentukan
apakah ada pembekuan darah. D-dimer adalah
kimia yang dihasilkan ketika bekuan darah dalam
tubuh secara berangsur-angsur larut atau terurai. Tes
digunakan sebagai indikator positif dan negatif. Jika
hasil negatif, maka tidak ada bekuan darah. Jika tes
D-dimer positif, itu tidak perlu berarti bahwa deep
vein thrombosis hadir karena banyak situasi-
situasi akan mempunyai hasil positif yang
diharapkan ( contohnya : dari operasi, jatuh, atau
kehamilan ). Untuk sebab itu, pengujian D-dimer harus digunakan secara selektif. Pengujian
darah lainnya mungkin dipertimbangkan berdasarkan pada penyebab yang potensial untuk
deep vein thrombosis.
b. Pencitraan
1. Venografi
Sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis vena. Akan
tetapi teknik pemeriksaannya relatif sulit. Mahal dan bisa menimbulkan nyeri dan
terbentuknya trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya. Prinsip
pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah dorsum pedis dan akan
kelihatan gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal ke vena iliaca.
2. Flastimografi impendas
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai.
Pemeriksaan ini lebih sensitif pada trombosis vena femorlis dan iliaca dibandingkan vena di
betis.
3. Ultra sonografi ( USG )
Pada akhir abad ini, penggunaan USG berkembang dengan pesat, sehingga adanya trombosis
vena dapat dideteksi dengan USG, terutama USG doppler. Pemeriksaan ini memberikan hasil
sensiviti 60.6 % dan spesifiti 93,3 %. Metode ini dilakukan terutama pada kasus-kasus
trombosis vena yang berulang. Yang sukar dideteksi dengan cara objektif lain.
Pemeriksaan USG terbagi menjadi 3 teknik untuk DVT :
 Kompresi ultrasound : dengan memberikan tekanan pada lumen pembuluh darah
jika tidak ada sisa lumen saat dilakukan tekanan ini mengidikasikan bahwa tidak
adanya trombosis pada vena.
 Colour flow duplex : menggunakan teknik duplex ultrasonografi tetapi dengan
tambahan warna pada doppler sehingga dengan muda mengidentifikasikan
pembuluh darah.
 Dupplex scanning : teknik B-mode ultrasonografi ini mampu melihat aliran,
gerakan katup, adanya bekuan darah / thrombuse, membedakan bekuan lama atau
baru, perubahab dinding pada sistem vena. Duplex scanning adalah kombinasi dari
real-time dan Doppler ultrasonografi, memiliki angka spesifitas 86-95%,
sensitifitas 88-98% dalam mendeteksi trombisis vena dalam. Walupun dengan
demikian harus diingat hasil pemeriksaan Dupplex scanning tergantung operatornya
( operator dependent, hasil pemeriksaan seorang operator ahli dapat berbeda dengan
hasil operator lainnya ).
4. CT-scan dan MRI
Dengan CT-scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena dalam dan jaringan lunak sekitar
tungkai yang membengkak. Sedangkan MRI sangat sensitif dan dapat mendiagnostik
kecurigaan adanya trombosis pada vena iliaca atau vena cava inferior.
2.6. Diagnosa
Untuk mendiagnosa penderita DVT dengan benar diperlukan pemeriksaan dan evaluasi
pada penderita secara hati-hati dan seksama, meliputi keluhan dan gejala klinis serta adanya
faktor resiko terjadinya trombosis vena yang didapat pada penderita sebagaimana dijelaskan
pada gambaran klinis di depan. Namun karena keluhan dan gejala klinis penyakit vena tidak
spesifik dan sensitif untuk menegakkan diagnosis sebagai DVT maka perlu ditambah dengan
metode-metode evaluasi noninvasif maupun invasif. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk
mendeteksi dan mengevaluasi obstruksi atau refluks vena melalui katup-katup yang tidak
berfungsi baik.
Scarvelis dan Wells tahun 2006 mengemukakan nilai probabilitas untuk penderita DVT
yang dikenal dengan Wells score, guna menunjang arah diagnosa. Adapun skor yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
No Jenis Kriteria Nilai
1. Menderita kanker aktif mendapat terapi 6 bl terakhir atau perawatan paliatif 1
Edema tungkai bawah > 3cm (diukur 10 cm bawah tuberositas tibial,
2. bandingkan dengan sisi sehat) 1
3. Didapat kolateral vena permukaan (non varises) 1
4. Pitting edema 1
5. Bengkak seluruh tungkai bawah 1
6. Nyeri disepanjang distribusi vena dalam 1
7. Kelemahan, kelumpuhan atau penggunaan casting pada tungkai bawah 1
Bedridden > 3hr, atau 4 minggu pasca operasi besar dengan anestesi general
8. atau regional 1
9. Penegakan diagnosa alternative 2

Interpretasi skor dari Wells adalah jika didapat minimal 2 point maka mengarah DVT dan
disarankan dengan pemeriksaan penunjang radiologis. Apabila skornya kurang dari 2 belum
tentu DVT, dipertimbangkan dengan pemeriksaan D-dimer untuk meniadakan diagnosa
DVT.
Selanjutnya ada pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa trombosis vena dalam antara lain:
a. Tes dari Homan (Homan’s test) yakni dengan melakukan dorsofleksi pada kaki
maka akan didapatkan peningkatan rasa nyeri pada betis belakang. Nilai diagnostik
pemeriksaan ini rendah dan harus hati-hati karena bisa menjadi pemicu terlepasnya
trombus.
b. Tanda dari Pratt (Pratt’s sign), dilakukan squeezing pada otot betis maka akan
timbul peningkatan rasa nyeri.
Setelah penderita dilakukan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang mengarah terjadinya
DVT selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang diantaranya:
a. Pemeriksaan D-Dimer
b. Doppler ultrasound
c. Duplex ultrasonic scanning
d. Pletismografi vena
Teknik ini mendeteksi perubahan dalam volume darah vena di tungkai. Teknik pletismograf
yang umum mencakup:
1. Impedance plethysmography yakni arus listrik lemah ditransmisikan melalui
ekstremitas dan tahanan atau resistensi dari arus diukur. Karena darah adalah
penghantar listrik yang baik tahanan akan turun bila volume darah di ekstremitas
meningkat sewaktu pengisian vena. Tahanan atau impedansi diukur melalui
elektroda-elektroda pada suatu sabuk yang dipasang keliling pada anggota tubuh.
2. Strain gauge plethysmography (SGP) yakni mendeteksi perubahan dalam
ketegangan mekanik pada elektroda yang menunjukkan adanya perubahan volume
darah.
3. Air plethysmography adalah dengan mendeteksi perubahan volume melalui
perubahan tekanan di dalam suatu manset berisi udara yang melingkari anggota
gerak, saat volume vena bertambah maka tekanan di dalam manset akan bertambah
pula.
4. Photoplethysmography (PPG) adalah teknik baru yang bergantung pada deteksi
pantulan cahaya dari sinar infra merah yang ditransmisikan ke sepanjang
ekstremitas. Proporsi cahaya yang akan terpantul kembali ke transduser tergantung
pada volume darah vena dalam jaringan pembuluh darah kulit.
e. Venografi
Merupakan teknik yang dianggap paling dipercaya untuk evaluasi dan perluasan penyakit
vena.Tetapi ada kelemahan mengingat sebagai tes invasif dibanding noninvasif yakni lebih
mahal, tidak nyaman bagi penderita, resiko lebih besar.
2.7. Tanda Dan Gejala Penyakit Deep Vein Thrombosis
Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Jika trombosis
menyebabkan peradangan hebat dan penyumbatan aliran darah, otot betis akan membengkak
dan bisa timbul rasa nyeri, nyeri tumpul jika disentuh dan teraba hangat. Pergelangan kaki,
kaki atau paha juga bisa membengkak, tergantung kepada vena mana yang terkena.
Beberapa trombus mengalami penyembuhan dan berubah menjadi jaringan parut, yang bisa
merusak katup dalam vena. Sebagai akibatnya terjadi pengumpulan cairan (edema) yang
menyebabkan pembengkakan pada pergelangan kaki. Jika penyumbatannya tinggi, edema
bisa menjalar ke tungkai dan bahkan sampai ke paha. Pagi sampai sore hari edema akan
memburuk karena efek dari gaya gravitasi ketika duduk atau berdiri. Sepanjang malam
edema akan menghilang karena jika kaki berada dalam posisi mendatar, maka pengosongan
vena akan berlangsung dengan baik.
Gejala lanjut dari trombosis adalah pewarnaan coklat pada kulit, biasanya diatas
pergelangan kaki. Hal ini disebabkan oleh keluarnya sel darah merah dari vena yang teregang
ke dalam kulit.Kulit yang berubah warnanya ini sangat peka, cedera ringan pun (misalnya
garukan atau benturan), bisa merobek kulit dan menyebabkan timbulnya luka terbuka (ulkus,
borok).Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin
didiagnosis dan diobati, karena sering menyebabkan terlepasnya trombus ke paru dan
jantung. Tanda dan gejala klinis yang sering ditemukan berupa :
a. Pembengkakan disertai rasa nyeri pada daerah yang bersangkutan, biasanya pada
ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai berjalan dan tidak berkurang
dengan istirahat.
b. Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai dikeataskan atau ditekuk.
c. Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan
d. Dapat dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu
2.8. Penatalaksanaan Penyakit Deep Vein Thrombosis
1. Terapi Nonfarmakologi
a. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah
vena
b. Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular .
c. Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-ekstensi,
menggengam, dan lain-lain. Tindakan ini akan meningkatkan aliran darah di
vena-vena yang masih terbuka (patent)
d. Pemakaian kaus kaki elastis (elastic stocking), alat ini dapat meningkatkan
aliran darah vena.
2. Terapi Farmakologi
Pada thrombosis vena superficial hanya diperlukan istirahat, peninggian letak tungkai
dan pemanasan local. Pengobatan yang lebih serius ditujukan pada thrombosis vena dalam.
Pada thrombosis vena dalam diperlukan terapi dengan antikoagulan sistemik seperti heparin
dan warfarin.
a. Terapi heparin
Terapi heparin harus diberikan dengan loading dose dati 10.000 unit diikuti dengan
infuse continuous yang awalnya berkecepatan 1.000 unit/jam. Dosis ini harus dapat
mempertahankan Partial Thromboplastin Time (PTT) antara 1,5 dan 2 kontrol waktu.
Manfaat setelah pemberian heparin ini adalah menjaga tingkat kesamaan dari antikoagulan
dan memperkecil manisfestasi perdarahan. Pada pasien yang tidak dapat menerima terapi
warfarin, heparin dapat diberikan 10.000 unit subkutan selam >12 jam untuk
mempertahankan PTT 1,5 kontrol waktu, 6 jam setelah pemberian heparin.
Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan meningkatkan proses
fibrinolisis. Heparin lebih unggul dibandingkan dengan antikoagulan oral tunggal sebagai
terapi awal untuk DVT, karena antikoagulan oral dapat meningkatkan risiko tromboemboli
disebabkan inaktivasi protein C dan protein S sebelum menghambat faktor pembekuan
eksternal. Sasaran yang harus dicapai adalah activated PTT 1,5 sampai 2,5 kali lipat untuk
mengurangi risiko rekurensi DVT, biasanya dapat dicapai dengan dosis heparin ≥30.000
U/hari atau >1250 U/jam.
Metode yang sering dipakai adalah bolus intravena inisial diikuti dengan infus
heparin kontinu. Selain itu metode pemberian subkutan dua kali sehari juga efektif. Pada
tahun 1991 Cruikshank dkk mempublikasikan normogram standar untuk dosis heparin.
Menurut protokol ini, pasien diberikan bolus inisial 5000 U UFH diikuti dengan 1280 U/jam
UFH. Dosis heparin dititrasi menurut nilai aPTT selanjutnya. Pada penelitian Cruikshank
tersebut nilai aPTT sasaran tercapai dalam 24 sampai 48 jam.
Untuk sebagian besar pasien dengan DVT, heparin harus diberikan ≥5 hari dan tidak
dihentikan sampai INR (internationalized normalized ratio) pada kisaran terapeutik ≥2 hari.
Low molecular weight heparin (LMWH) juga efektif terhadap DVT, bila dibandingkan
dengan UFH, maka LMWH lebih mempunyai keuntungan yaitu pemberian subkutan satu
atau dua kali sehari dengan dosis yang sama dan tidak memerlukan pemantauan
laboratorium. Keuntungan yang lain yaitu kemungkinan risiko perdarahan yang lebih sedikit
dan dapat diberikan dengan sistem rawat jalan di rumah tanpa memerlukan pemberian
intravena kontinu. Komplikasi termasuk perdarahan, osteopenia, reaksi hipersensitivitas,
trombositopenia, dan thrombosis. Reaksi heparin dinetralisir/dihambat oleh pemberian
protamin sulfat IV; 1 mg protamin sulfat akan menetralisir sekitar 100 unit heparin.
b. Terapi warfarin
Warfarin adalah antikoagulan oral yang paling sering digunakan untuk tatalaksana
jangka panjang DVT. Warfarin adalah antagonis vitamin K yang menghambat produksi
faktor II, VII, IX dan X, protein C dan protein S. Efek warfarin dimonitor dengan
pemeriksaan protrombin time (PT) dan diekspresikan sebagai internationalized normalized
ratio (INR). Terapi warfarin harus dimulai segera setelah PTT berada pada level terapeutik,
baiknya dalam 24 jam setelah inisiasi terapi heparin. Sasaran INR yang ingin dicapai adalah
2.0 sampai 3.0. Dosis inisial warfarin adalah 5 mg dan biasanya mencapai INR sasaran pada
hari ke-4 terapi. Dosis warfarin selanjutnya harus diindividualisasi menurut nilai INR.

Warfarin diberikan pada dosis 10 mg/hari sampai waktu protrombin memanjang.


Kemudian dosis dapat diturunkan menjadi 5 mg/hari diberikan untuk memperhatikan waktu
protrombin pada 1,2-1,5 kontrol waktu untuk trombrosis vena. Warfarin biasanya dilanjutkan
penggunaanya selama 3 bulan, namun sebaliknya pada kasus yang tanpa komplikasi.
Monitoring farmakologi obat sangat diperlukan pada pasien yang memakai warfarin, karena
banyak obat-obat lain yang dapat mempengaruhi efek warfarin, baik yang menghambat
maupun yang memperkuat seperti antibiotic, barbiturate, salisilat, rifampisin, kontrasepsi oral
dll.
Komplikasi berupa perdarahan harus diterapi dengan mengganti factor antikoagulan
dengan fresh frozen plasma. Apabila antikoagulan masih harus digunakan setelah episode
perdarahan berhenti, maka vitamin K tidak boleh diberikan karena dapat membuat pasien
refrakter terhadap warfarin dalam waktu yang lama.
c. Trombolisis
Pengobatan dengan trombolisis, contohnya streptokinase, urokinase recombinant
tissue activator (tPA) dapat dipertimbangkan pada pasien bila disertai emboli paru masif dan
syok. Obat fibrinolisis mengurangi besarnya darah beku pada DVT kaki yang diperlihatkan
dengan angiografi, yaitu 30-40% terjadilisis komplet dan 30% terjadi lisis parsial. Obat
trombolisis diberikan langsung melalui kateter pada pasien dengan trombolisis iliofemoral
masif. Beberapa penelitian melaporkan pada pasien yang mendapatkan obat trombolisis,
angka kejadian sindrom pascatrombosis berkurang. Akan tetapi, saat ini pemberian obat
trombolisis vena hanya dianjurkan pada trombolisis vena iliofemoral.
d. Antiagregasi trombosit
Umumnya tidak diberikan pada DVT, kecuali ada indikasi. Seperti sindrom
antifosfolipid (APS) dan sticky platelet syndrome. Aspirin dapat diberikan dengan dosis
bervariasi mulai dari 80-320 mg.
e. Trombektomi vena
Trombektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil yang baik bila dapat
dilakukan segera sebelum lewat tiga hari dengan tujuan pertama untuk mengurangi gejala
pascaflebitis, mempertahankan fungsi katup dan dengan demikian mencegah terjadinya
komplikasi seperti ulkus stasis padatungkai bawah dan untuk mencegah emboli paru.Kadang
trombektomi masih memberikan hasil yang baik,walaupun dilakukan setelah lewat 5 hari
bahkan sampai 4 minggu apalagi bila trombosis yang terjadi segmental. Bila terjadi stenosis
pada salah satu segmen vena dipertimbangkan untuk diatasi dengan balon dan bidai.
Kontraindikasi trombektomi adalah pada pasien dengan tumor yang inoperable atau bila
pemberian antikoagulan tidak dianjurkan.
Indikasi yang tepat untuk melakukan trombektomi pada thrombosis vena adalah pada
kasus phlegmasia cerulea dolens yaitu suatu kombinasi trombosis vena dalam dengan iskemi
yang sangat nyeri, hilangnya pulsasi distal dan ekimosis. Trombektomi (dengan membuat
fistula arteri-vena sementara) merupakan pilihan baik pula pada pasien dengan thrombosis
vena ileofemoral kurang dari satu minggu. Tindakan ini bertujuan mencegah meluasnya
trombosis serta terjadinya emboli dan rusaknya katup vena.
Kontraindikasi relative adalah perdarahan susunan saraf pusat, metastasis tumor, pada
pembedahan, hipertensi berat, perkarditis atau endokarditis dan perdarahan aktif atau
kecenderungan untuk mengalami perdarahan. Kontraindikasi relative pada penggunaan
antikoagulan jangka panjang adalah alkoholisme dan kehamilan trimester pertama karena
warfarin bersifat teratogenik.

C . ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS


3. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status, suku bangsa, alamat, no register
dan tanggal masuk.
b. Keluhan utama
Rasa nyeri (dapat timbul saat istirahat atau sedang beraktifitas), pembengkakan tungkai,
kemerahan pada tempat yang terkena dan timbulnya luka/sores pada kaki.
c. Riwayat penyakit sekarang
 Sejak kapan klien mengalami keluhan?
 Apa yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan tersebut?
d. Riwayat penyakit dahulu
 Apakah klien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama?
 Apakah sembuh?
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien?
f. Pengkajian fisik
Terbentuknya sumbatan aliran darah vena karena trombosis (bekuan darah) di dalam
pembuluh darah vena terutama pada vena tungkai bawah yang ditandai dengan tungkai yang
membengkak dan nyeri.

d. Diagnosa dan Rencana Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Hyperthermi Thermoregulasi Fever Treatment
(suhu tubuh naik (Keseimbangan ( Managemen pasien dengan hyperpireksia
diatas rentang antara produksi disebabkan faktor-fkator nonenvironmetal)
normal) panas, Pantau suhu secara teratur
perolehan Pantau IWL
Batasan panas, dan Pantau warna kulit dan suhu
Karakteristik : kehilangan Pantau tekanan darah, nadi, dan respirasi
Kejang panas tubuh) Pantau adanya penurunan kesadaran
Kulit Kemerahan Hidrasi Pantau adanya serangan panas
Peningkatan suhu Cairan yang Pantau nilai leukosit, Hg, dan Hct
tubuh di atas adekuat dalam Pantau intake dan output
rentang normal kompartemen Pantau adanya abnormalitas elektrolit
Menggigil ekstra seluler Pantau adanya ketidakseimbangan asam basa
Takikardi dan intraseluler Pantau adanya aritmia jantung
Takipnea tubuh) Berikan medikasi antipiretik, sesuai anjuran
Hangat bila Status Imun Berikan medikasi untuk mengobati penyebab
disentuh (Pertahanan demam, sesuai anjuran
alamiah dan Selimuti pasien dengan selimut tipis
Faktor yang yang Beri pasien seka air hangat
berhubungan : dibutuhkan Dukung peningkatan intake cairan per oral
Hehydrasi secara tepat Beri cairan IV, sesuai anjuran
Proses Penyakit terhadap Beri kantong es yang dibungkus hnduk pada
antigen internal axila dan lipat paha
dan eksternal) Tingkatkan sirkulasi udara menggunakan kipas
angin
Dorong klien melakukan oral hygien
Beri medikadi yang tepat untuk mencegah atau
mengontrol menggigil
Temperature regulation
( Pencapaian dan atau mempertahankan suhu
tubuh dalam batasan normal)
Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan
Pantau warna kulit dan suhu tubuh
Pantau dan catat adanya tanda dan gejala
hypotermi atau hipertermi
Dukung asupan cairan dan makanan yang
adekuat
Ajarkan klien cara untuk mencegah keletihan
karena panas
Barikan medikasi antipiretik, jika perlu
2 Nyeri Akut Kontrol Nyeri Pain Management
Pengalaman (Tindakan (Peringanan nyeri batau mengurangiu nyeri ke
sensori dan personal untuk level nyaman yang dapat diterima oleh pasien)
emosional yang mengendalian Lakukan pengkajian lengkap pada nyeri
tidak nyeri) termasuk lokasi, sifat, onset/durasi, frekuensi,
menyenangkan Tingkat Nyeri kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
akibat kerusakan Tingkat Nyeri faktor pencetusnya.
jaringan yang yang diamati Kaji isyarat nonverbal ketidaknyamanan,
aktual atau atau khususnya pada mereka yang tidak dapat
potensial atau dilaporkan) berkomunikasi dengan efektif
gambaran sebagai Tanda-tanda Pastikan pasien mendapatkan pengobatan
bentuk dari Vital analgesik
kerusakan(Internati (Tingkatan Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
onal Association dimana suhu, mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
for the study of nadi, respirasi respon penerimaan pasien terhadap nyeri
pain) ; Terjadi dan tekanan Gali kepercayaan dan pengetahuan klien
mendadak atau darah dalam tentang nyeri
lamban dari batasan Sadari adanya pengaruh budaya dengan respon
berbagai intensitas normal) terhadap nyeri
ringan ke sedang Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap
dengan akhir yang kualitas hidup klien
dapat diatasi atau Gali faktor-faktor yang
diperkirakan dan meningkatkan/memperburuk nyeri
dalam durasi < 6 Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain
bulan) tentang keefektifan kontrol nyeri di masa lalu
Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan
Batasan mnyediakan dukungan
Karakteristik : Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
Perubahan Nafsu nyeri
makan Kurangi faktor presipitasi nyeri
Perubahan tekanan Kaji type dan dan sumber nyeri untuk
darah menentukan intervensi
Perubahan denyut Ajarakan teknik non farmakologi
nadi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Perubahan Ajarkan teknik dan prinsip manajemen
respiratory Rate nyeri
Laporan Kode Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Diaporesis Tingkatkan istirahat
Tingkah laku
menarik diri Analgesic administration
Tingkah laku yang (Penggunaan agen farmakologi untuk
ekspresif ( cth : menghilangkan atau mengurangi nyeri)
gelisah, menguap, Menentukan lokasi, sifat, kualitas, dan berat
menangis, cerewet) nyeri sebelum pengobatan
Muka topeng ( Periksa anjuran medis untuk obat, dosis dan
meringis, gerakan frekuensi pemberian
menarik, terlihat Nilai kemampuan klien untuk ikut serta dan
menggigit, dll) terlibat dalam pemilihan obat analgesik, dosis,
dan rute
Berhubungan Pilih analgesik yang tepat, attau kombinasi
dengan agen injury analgesik saat lebih dari satu analgesik yang
dianjurkan
Tentukan pilihan analgesik berdasarkan type
dan berat nyeri
Pilih rute IV dari IM untuk suntikan analgesik
yang teratur
Pantau tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgetik narkotik
Bentuk pengharapan positif berhubungan
dengan keefektifan analgetik untuk
mengoptimmalkan respon klien
Evaluasi keefektifan obat analgesik
Catat respon terhadap analgetik danadanya
efek yand tidak diinginkan
Evaluasi dan catat tingkat sedasi pada klien
yang mendapat golongan opioid.
3 Kurang Pengetahuan : Teaching : Prescribe Medication
Pengetahuan Proses Penyakit (menyiapkan pasien untuk melakukan
(Ketidakhadiran Tingkat pengobatan yang ditentukan dengan aman dan
atau kurangnya pemahaman memantau efeknya)
informasi kognitif proses penyakit Anjurkan klien mengenali sifat-sifat khusus
berhubungan dan pencegahan dari obat-obatannya
dengan topik komplikasi) Informasikan ke pasien tentang obat generik
khusus) Pengetahuan : dan nama dagangnya pada setiap obat
Perawatan Ajarkan klien tujuan dan kerja setiap obat
Batasan Penyakit Jelaskancara pemberi pelayanan kesehatan
Karakteristik : (Tingkat memilih obat yang tepat
Tidak tepat saat Pemahaman Ajarkan pasien cara pemberian /aplikasi yang
mengikuti instruksi tentang penyakit tepat
Tingkah laku yang berkaitan Ulangi kembali pengetahuan klien tentang
tidak sesuai dengan pengobatannya
Tingkkah laku Informasi yang Puji pengetahuan klien tentang pengobatannya
melebih-lebihkan dibutuhkan Evaluasi kemampuan klien untuk meminum
Mengungkapkan untuk obat sendiri
masalah memperoleh .anjurkan klien melakukan tindakan yang
dan dilakukan sebelum minum obat
Faktor yang mempertahanka Informasikan pada klien konsekuensi jika putus
berhubungan : n kesehatan obat
Tidak akrab dengan optimal) Ajarkan klien efek samping yang dimiliki
sumber infosrmasi Pengetahuan setiap obat
Kurang paparan Resimen Ajarkan pada klien cara mencegah dan
informasi Pengobatan menghilangkkan efek sampingnya
(Tingkat Ajarkan klien tindakan tepat yang harus
Pemahaman dilakukan bila ada efek samping
tentang resimen Ajarkan kllien tanda dan gejala overdosis/dosis
pengobatan kurang
khusus Ajarkan pada klien tentang kemungkinan
Pengetahuan : adanya interaksi obat dengan makanan
Prosedur Ajarkan kepada klien cara menyimpan obat-
Pengobatan obatnya
(Tingkat Bantu klien menulis perkembangan jadual
pemahaman pengobatan
tentang Sediakan klien informasi tertulis tentang
prosedur yang tujuan, cara kerja, efek samping dan lain-
dibutuhkan lainnya- tentang pengobatannya
sebagai bagian Teaching : Procedure/Treatment
dari resimen ( Menyiapkan pasien untuk mengerti dan siap
pengobatan) mental terhadap pengobatan dan tindakan
Proses yang ditetapkan)
Informasi Informasikan ke klien/orang terdekat tentang
kapan dan dimana tindakan/pengobatan akan
Pengetahuan : dilakukan
Medikasi Informasikan ke klien/orang terdekat berapa
(Tingkanpemah lama tindakan/pengobatan akan dilakukan
aman tentang hingga akhir
penggunaan Informasikan ke klien/orang terdekat siapa
obat yang yang akan melakukan tindakan/pengobatan
aman) tersebut
Kuatkan kembali kepercayaan klien saat
melibatkan staf lain
Tentukan pengalaman masa lalu klien dan
tingkat pengetahuan tentang
tindakan/pengobatan yang akan dilakukan
Jelaskan tujuan dari tindakan/pengobatan
Gmbarkan kegiatan pengobatan/tindakan yang
akan dilakukan
Jelaskan tindakan/pengobatan yang dilakukan
Ajarkan pada klien cara ikut serta dalam
pengobatan/tindakan yang akan dilakukan
Perkenalkan klien kepada staf yang akan
terlibat dapa tindakan/pengobatan
Tentukan harapan pasien terhadap
tindakan/pengobatan yang akan dilakukan
Perbaiki harapan yang tidak realistik terhadap
tindakan/pengobatan yang akan dilakukan.
Diskusikan pengobatn alternatif lainnya
Sediakan waktu untuk klien bertanya dan
memperhatikan
Libatkan keluarga/orang terdekat klien
Teaching : Disease Process
(Membantu klien memahami informasi
berhubungan dengan proses penyakit)
Nilai tingkat pengetahuan klien sekarang tetang
psoses penyakit ()
Jelaskan patofisiologi penyakit dan
hubungannya dengan anatomi dan fisiologi
Review pengetahuan klien tentang kondisinya
Puji pengetahuan klien tentang kondisinya
Gambarkan tanda dan gejala umum tentang
penyakit klien
Kaji apa yang telah dilakukan klien untuk
mengatasi gejala
Gambarkan proses penyakit klien
Kenali kemungkinan penyebab
Berikan informasi tentang kondisi klien
Mengenali perubahan kondisi fisik untuk
pasien
Berikan ketenangan tentang kondisi pasien
Berikan informasi kepada keluarga/orang
terdekat tentang perkembangan klien
Berikan informasi tentang pengukuran
diagnostik yang tersedia
Diskusikan perubahan gaya hidupyang
dibutuhkan untuk mencegah komplikasi di
masa depandan/atau mengendalikan proses
penyakit
Diskusi kan pilihan terapi dan tindakan
Diskusikan alasan dibelakang
managemen/terapi/tindakan yang dianjurkan
Dukung pasien untuk mendapatkan
pilihan/mencari pendapat kedua
Gali sumber/dukungan yang tersedia
Anjurkan klien pada tanda dan gejala apa harus
melapor ke pemberi pelayanan kesehatan
Berikan nomor telepon yang harus dihubungi
bila terjadi komplikasi
Kuatkan kembali informasi yang telah
diberikan
oleh anggota tim kesehatan lainnya.
4 Ketidakefektifan Status sirkulasi Cardiac Preacautions(Pencegahan jantung)
perfusi jaringan (tidak obstruksi, Aktivitas :
perifer tidak Membatasi merokok
berhubungan mengalirnya Mencegah penyebab situasi emosi yang intensi
dengan defisiensi darah secara Mencegah terlau panas atau dingin pada pasien
pengetahuan langsung di Membatasi untuk berdebat
tentang pemberat tekanan yang Menyediakan makanan yang kecil
(gaya hidup kurang disediakanmelal Mendorong aktiviitas yang tidak kompertitif
gerak,trauma) ui jalur besar Menginstruksikan pasien di latihan progresif
dari sistemik Menginstruksikan pasien dan keluarga pada
dan sirkulasi gejala kompromi jantung yang
paru) mengidentifikasikan kebutuhan istirahat
Perfusi jaringan Menyelenggarakan terapy relaksasi
: Mempromosikan tehnik effektive dari
jantung(adekuat pengurangan stress.
dari aliran Perawatan jantung
darah melalui Aktivitas:
vaskulari Evaluasi nyeri dada
coronary untuk Mendokumentasikan distrimia jantung
mempertahanka Mencatat tanda dan gejala dari penurunan
n fungsi curah jantung
jantung) Monitor frekuensi tanda vital
Tanda vital Monitor status jantung
(suhu, nadi, Monitor status pernapasan dari gejala
respirasi, dan kegagalan jantung
tekanan darah Monitor abdomen untuk mengidentifikasikan
dalam keadaan penurunan perfusi
rata-rata Monitor keseimbangan cairan
normal) Monitor aktivitas toleren pasien
Status Monitor pencocokan nilai laboratorium
cardiopulmonar Menerima adanya perubahan tekanan darah
y Evaluasi respon pasien untuk ektopi atau
(adekuat dari distrimia
volume darah Memonitor keadaan pasien
yang Sering medukung spritual kepada pasien dan
dikeluarkan keluarga
dari ventrikel Mengatur periode latihan dan istirahat untuk
dan perubahan mencegah kelelahan
dari carbon
dioksida dan
oksigen di level
alveoli)

5 Kerusakan Keperahan Perawatan kulit


integritas kulit infeksi Aktivitas :
berhubungan (keparahan dari Monitor karakteristik luka
dengan zat kimia, infeksi dan Bersihkan luka dengan normal saline atau
faktor mekanik berhubungan pembersih yang bersifat nonracun
dengan gejala) Pelihara teknik steril ketika dilakukan
Respon perawatan pada luka
pengobatan Ubah posisi pasien
(teraupetik dan Intruksikan pasien atau anggota keluarga
effek merugikan mengetahui prosedur perawatan luka
dari Intruksikan pasien dan keluarga tentang tanda
pengobatan dan gejala dari infeksi
yang Dokumentasikan lokasi luka, ukuran dan
ditentukan) perubahannya.
Jaringan Pengawasan Kulit
integritas: kulit Aktivitas:
dan membran  Inspeksi kulit dan membran mukosa dari
mukosa(struktur kemerahan, panas yang tinggi, edema, dan
yang utuh dan drainage
fungsi  Observasi ekstremitas(warna,kehangatan,
psikologis yang pembengkakan, denyutan, tekstur, edema,
normal dari dan ulcer
kulit dan  Inspeksi kondisi dari insisi bedah
membran  Monitor warna kulit dan suhuh
mukosa)  Monitor kulit dan membran mukosa dari
perubahan warna, memar, dan kerusakan.
 Monitor dari infeksi
 Monitor dari sumber tekanan dan fraksi
 Dokumentasikan perubahan kulit dan mukosa
membran
6 Gangguan citra Adaptasi untuk Peningkatan citra tubuh
tubuh berhubungan cacat fisik Aktivitas :
dengan (respon adaftasi  Menentukan harapan utama citra tubuh
cedera,penyakit, untuk sebuah pasien di tingkat perkembangan
trauma. tantangan  Gunakan panduan antisipatif untuk
fungsi mempersiapkan pasien untuk prediksi
signifikan perubahan di citra tubuh
karena cacat  Kaji pasien untuk membahas perubahan yang
fisik) disebabkan oleh sakit atau bedah
Citra tubuh  Bantu pasien menentukan luasnya perubahan
(persepsi aktual di tubuh
penampilan kita  Kaji pasien untuk menyaring penampilan
dan fungsi fisik dari perasaan harga diri
tubuh)  Kaji pasien untuk menentukan pengaruh dari
sebuah grup pertemanan
 Kaji pasien untuk diskusi stress affektif citra
tubuh karena kondisi kongenital, injury,
penyakit, atau bedah
 Monitor apakah pasien bisa terlihat ada
perubahan bagian tubuh
 Tingkatkan kalau perubahan di citra tubuh
sudah berkontribusi untuk meningkatkan
isolasi sosial

7 risiko cedera akibat Perfusi jaringan Perawatan sirkulasi : insufisiensi vena


kondisi perioperatif : pulmonar Aktivitas :
berhubungan (adekuat dari Inspkesi kulit dari stasis ulkus dan kerusakan
dengan aliran darah jaringan
disorientasi, melalui Evaluasi edema peripherala dan denyutan
edema, emasiasi, vaskularpulmon Berlakukan dressing sesuai dengan ukuran luka
imobilisasi, ar untuk perfusi dan type
kelemahan otot, alveoli/unit Monitor derajat dari kegelisahan atau nyeri
obesitas, gangguan kapiler) Instruksikan pasien tentang pentingnya
sensori akibat Status pemahaman terapy
anestesi. pernapasan:vent Meningkat anggota tubuh ekstremitas 20
ilasi derajat atau lebih besar diatas level jantung,
(perpindahan untuk meningkatkan vena kembali.
udara di dan Ubah posisi pasien setiap 2 jam
luar paru) Kelola profilaksis dosis rendah antikoagulan
Status sirkulasi : dan pengobatan antiplatelet(e.g hisparin,
tidak obstruksi, aspirin,dan dextra)
(tidak secara Instruksikan pasien di perawatan kaki yang
langsung aliran tepat
darah di Monitor status cairan, termasuk masukan dan
tekanan yang keluaran
sesuai melalui Utamakan adekuat hidrasi untuk menurunkan
pembuluh besar viskositas darah
dari sistemik
dan sirkulasi Perawatan Embolus : pulmonar
pulmonar) Aktivitas
Evaluasi nyeri pasien
Auskultasi suara paru dari krakel atau suara
tidak diketahui
Monitor pola respirasi untuk gejala
perpindahan respirasi
Catat level gas darah arteri
Kelola antikoagulan
Monitor efek obat antikoagulan
Menghindari overwedging kateter arteri
pulmonar untuk mencegah ruptur artery
pulmonar
Mendorong pasien relek
Monitor gejala dari jaringan oksigen yang tidak
adekuat
Pencegahan Emboli
Aktivitas
Laksanakan sebuah nilai komprehensif dari
sirkulasi peripheral
Meningkat anggota tubuh ekstremitas 20
derajat atau lebih besar diatas level jantung,
untuk meningkatkan vena kembali.
Memberlakukan kaus kaki antiemboli(e.g
elastik atau stocking pneumatik)
Melepas kaus kaki antiemboli dari 15 sampai
20 menit setiap 8 jam
Kaji pasien dengan pasive atau aktive jarak
gerakan
Ubah posisi pasien setiap 2 jam atau ambulasi
sebagai toleran
Mencegah injury untuk lumen pembuluh oleh
mencegah tekanan lokal, trauma, infeksi, atau
sepsis
Intruksikan pasien tidak menyilangkan kaki
Menahan diri dari pijatan atau kompres otot
kaki
Mendorong menghentikan merokok
Intruksikan pasien atau keluarga di pencegahan
yang tepat
Kelola profilaksis dosis rendah antikoagulan
dan pengobatan antiplatelet(e.g hisparin,
aspirin,dan dextra)

Dokumentasi :
 Catat ringkasan pulang
 Penyuluhan Klien
 Status atau pencapaian hasil

3.Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah
teratasi,tidak teratasi,atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria evaluasi.

BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Phlebitis adalah suatu peradangan pada pembuluh darah vena yang disebabkan
karena iritasi kimia,mekanik dan bakteri.
Phlebitis disertai dengan gejala nyeri yang terlokalisasi,pembengkakkan,kulit kemerahan
timbul dengan cepat diatas vena,pada saat diraba terasa hangat,panas suhu tubuh cukup
tinggi.
Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena terutama
pada tungkai bawah.
Penyebab dari deep vein thrombosis adalah :
 Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak)
 Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya)
 Trauma pada vena
Tanda dan gejala klinis yang sering ditemukan berupa :
a. Pembengkakan disertai rasa nyeri pada daerah yang bersangkutan, biasanya pada
ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai berjalan dan tidak berkurang
dengan istirahat.
b. Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai dikeataskan atau ditekuk.
c. Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan
d. Dapat dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu
Faktor-faktor penyebab pada trombosis vena dikenal dengan virchow triad (tiga
serangkai Virchow) yaitu perubahan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah
dan perubahan komposisi darah
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan terbagi dua, yaitu penatalaksanaan secara
nonfarmakologi maupun penatalaksanaan secara farmakologi (misalnya pemberian
heparin dan weafrin).
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan untuk pasien penderita deep vein
thrombosis adalah :
 Hipertermi
 Nyeri akut
 Kurang pengetahuan
 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan defisiensi
pengetahuan tentang pemberat (gaya hidup kurang gerak,trauma)
 Kerusakan integritas kulit
 Gangguan citra tubuh
 Resiko cidera

B. SARAN

Deep vein trhombosis dan phlebitis merupakan penyakit yang sering terjadi di
masyarakat. Penyakit ini bahkan hanya dapat disebabkan oleh kurangnya pergerakan atau
mobilitas. Oleh karena itu, masyarakat perlu mengetahui seluk beluk penyakit ini, misalnya
penyebab, tanda dan gejala, serta pengobatannya, sehingga diharapkan dapat melakukan
tindakan pencegahan agar terhindar dari penyakit deep vein thrombosis. Dan kita sebagai
calon perawat harus memerhatikan pentingnya prosedur tindakan pemberian terapi cairan
atau pemasangan infus sehingga tidak terjadi penyakit Phlebitis.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. 2001. Kapita Selekta


Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Katzung BG. 1994. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.
T. Heather Herdman. 2009. NANDA International NURSING DIAGNOSES : Definitions &
Classification 2009-2011. Wiley-Blackwell.
Sue Moorhead, Marion Johnson, Maridean L. Mass, Elizabeth Swanson. 2008. Nursing
Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. BOOK AID International.
Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman. 2004. Nursing
Interventions Classification (NIC), Fifth Edition. Elsevier.
Dahlan M. Trombosis Arterial Tungkai Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI;2007.
Tambunan KL. Trombosis : Masalah di Indonesia Masa Kini dan Masa Datang.
Jakarta : Yoga Buana;2009.
Supandiman I. Trombosis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 3.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI;2001.
Rani AA, Soegondo, Nazir AU et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R et al. Trombosis Vena. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I. edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2001.
http://www.totalkesehatananda.com/dvt1.html

Anda mungkin juga menyukai