Junal MTB
Junal MTB
PENDAHULUAN
1
Sebagian besar kista arachnoid yang dilaporkan dalam literatur (5, 6) pertama kali
didiagnosis pada trimester ketiga sementara hanya sedikit kasus yang didiagnosis
selama Trimester kedua Dalam sebuah studi besar yang dilakukan pada seorang
casistik dari 54 janin (6) sebagian besar kista arakhnoid bersifat supratentorial,
kebanyakan ditempatkan di celah interhemispheric (25%); Situs umum lainnya
adalah wilayah infratentorial (22,2%) dan dasar tengkorak dan incisure. Semua
kista didiagnosis antara usia kehamilan 20 dan 30 minggu dengan sisanya 45%
setelah 30 minggu. Dalam studi yang sama, pada 4 tahun follow up melaporkan
prognosis yang baik pada 88% kasus dalam hal perilaku, perkembangan neurologis,
dan kecerdasan. Sembilan kehamilan dihentikan karena dikaitkan dengan anomali
otak lainnya. Beberapa laporan menggambarkan resolusi lengkap kista 10 dan kista
jarang berkembang secara postnatal. Pada sebagian besar kasus ini, diagnosis
dilakukan dengan pemindaian ultrasonografi dan pencitraan resonansi magnetik
(MR), bila dilakukan, tidak mengubah diagnosis semula. Namun, pada kasus yang
dipilih, pencitraan MR prenatal dapat membantu untuk menunjukkan rincian
anatomi kelainan sistem saraf pusat lainnya, seperti kompresi saluran air,
komunikasi antara kista dan ventrikel, dan disgenesis serpensius korpus. Bretelle
dan rekan kerja (7) melaporkan adanya kista infratentorial yang terisolasi pada janin
13 minggu dengan konfirmasi patologis setelah penghentian kehamilan pada 15
minggu.
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279101/)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Sama seperti kista di tempat lain di tubuh Anda, kista di otak adalah bola
yang penuh dengan cairan, serupa
2
Ke balon miniatur yang berisi air. Kista bisa mengandung cairan, darah, mineral,
atau jaringan.
Meskipun kista cenderung tumbuh jinak, kadang kala ditemukan di bagian otak itu
Mengendalikan fungsi vital, atau mungkin ditemukan di dalam tumor ganas.
(http://hope.abta.org/site/DocServer/Cysts3-06.pdf?docID=1221)
2.2. ETIOLOGI
2.3. PATOGENESIS
Patogenesis penyakit ini diduga terjadi dalam dua tahap. Pada tahap awal,
bakteremia membawa basil tuberkulosis kesirkulasi serebral dan menyebabkan
terbentuknya lesi primer tuberkulosis di otak yang dapat mengalami dorman dalam
waktu lama. Pada tahap kedua, meningitis
tuberkulosis terjadi akibat pelepasan basil Mycobacterium tuberculosis ke dalam
ruang meningen dari lesi subependimal atau subpial (terutama di fisura Sylvii).8,9
Proses patologi yang menyebabkan defisit neurologis pada meningitis tuberkulosis
adalah (1) eksudat dapat menyebabkan obstruksi aliran CSS sehingga terjadi
hidrosefalus, (2) granuloma dapat bergabung membentuk tuberkuloma
atau abses sehingga terjadi defisit neurologis fokal, dan (3) vaskulitis obliteratif
yang dapat menyebabkan infark dan sindrom stroke.
3
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.
Gejala sistemik/umum:
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
• Penurunan nafsu makan dan berat badan
• Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala khusus:
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada pasien anak
yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin
positif.
4
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita
TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
5
DNA membutuhkan proses shock treatment melalui proses pemanasan maupun
pendinginan untuk menghancurkan dinding sel bakteri, pemberian lysozyme diikuti
Chemical treatment (Thakur et al., 2011). Keberhasilan PCR juga ditentukan oleh
jenis PCR. Real time PCR lebih sensitif daripada konvensional PCR (Halse et al.,
2011). Sentrifugasi material LCS juga dapat menambah sensitivitas pemeriksaan
karena sedikitnya jumlah bakteri di dalamnya. Kecepatan yang dibutuhkan untuk
melakukan sentrifugasi pada material LCS sangat tinggi, lebih tinggi dari pada
material yang lain.
2.6.DIAGNOSA
2.7. TERAPI
6
Penatalaksanaan meningitis TB berdasarkan tiga komponen berbeda:
administrasi obat anti TB, modulasi respon imun dan manajemen atau
penatalaksanaan tekanan intrakranial yang meningkat. Berikut adalah guideline dan
dosis pemberian obat anti TB untuk infant dan anak-anak baik lini pertama dan lini
kedua (20):
Tabel 2.6.1 Guideline pemberian obat anti TB untuk infant dan anak-anak
Tabel 2.6.2 Guideline pemberian obat anti TB untuk infant dan anak-anak lini kedua
7
Sebuah studi oleh Thwaites dkk. dilakukan secara acak pada 61 pasien
dewasa (usia >14 tahun) meningitis tuberkulosis. Pasien mendapat terapi
antituberkulosis standar saja atau kombinasi terapi antituberkulosis dengan
ciprofloxacin 750 mg tiap 12 jam (n=16), levofloxacin 500 mg tiap 12 jam (n=15),
atau gatifloxacin 400 mg tiap 24 jam (n=15) selama 60 hari pertama. Penetrasi
levofloxacin dalam cairan serebrospinal lebih besar dibandingkan gatifloxacin dan
ciprofloxacin, dengan nilai p < 0,001. Simpulan studi ini adalah pasien meningitis
tuberkulosis besar kemungkinan mendapatkan manfaat dari terapi fluoroquinolone
yang terlihat dari kaitan pajanan-respons yang berkaitan dengan perbaikan
outcome. Fluoroquinolone menambah aktivitas antituberkulosis pada terapi
standar, tetapi harus dimulai sesegera mungkin sebelum terjadi koma untuk
mendapatkan outcome lebih baik. Meningitis tuberkulosa merupakan penyakit
tuberkulosis ekstrapulmoner yang sifatnya fatal dan harus segera didiagnosis dan
diterapi. Kemungkinan besar pasien meningitis tuberkulosa mendapatkan manfaat
dari terapi fluoroquinolone (29). Sedangkan rekomendasi World Health
Organization (WHO) untuk lini pertama obat TB adalah sebagai berikut (30):
8
Fixed-dose drug combination (FDC) adalah obat yang mengandung dua
atau lebih jenis obat di dalam satu tablet atau kapsul. Keuntungan dari penggunaan
FDC adalah menurunkan resiko pembentukan resistensi terhadap obat dan
medication errors yang lebih sedikit sebab hanya sedikit obat yang perlu diresepkan
(31). Anak-anak di atas usia 8 tahun dengan berat badan lebih dari 30 kg dapat
diberikan standard four-drug FDC atau FDC yang memiliki kandungan 4 jenis obat
TB standar yang digunakan pada pasien dewasa selama fase intensif (dua bulan)
terapi.
Tabel 2.6.4 FDC untuk TB pada usia > 8 tahun dan berat badan > 30 kg
9
yang digunakan adalah prednisone oral yang diberikan dosis 2 mg/kg/hari
(maksimum 60 mg per hari) selama empat minggu sebagai tambahan obat TB dan
dilakukan tapering off setelah dua minggu (total penggunaan kortikosteroid 6
minggu).
2.8.PROGNOSA
BAB III
KESIMPULAN
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279101)
10
DAFTAR PUSTAKA
2.Mardjono M. 1994. Neurologi Klinis Dasar, ed.6. Jakarta. Penerbit Dian Rakyat.
11
12