Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Kista intrakranial adalah malformasi sistem saraf pusat yang melibatkan


daerah otak yang berbeda, dan umumnya didiagnosis selama masa prenatal dengan
pemindaian ultrasonografi (AS). Kista malformatif adalah kumpulan penuh cairan
nontumoral yang menggunakan efek massa pada parenkim otak dan / atau pada
ventrikel, terlepas dari lokasinya di dalam ruang subarachnoid, otak atau ventrikel,
dan sifat membran pembatasnya, yang selalu tidak diketahui. Prenatal. Meskipun
sejumlah besar laporan kasus telah dipublikasikan, masih banyak ketidakpastian
mengenai epidemiologi, patogenesis, dan hasilnya. Sebagian besar lesi ini, jika
tidak dikaitkan dengan anomali janin lainnya, bersifat jinak, tetap diam secara
klinis, tidak berevolusi atau bahkan sering mengalami kemunduran secara spontan
dan tidak mengganggu perkembangan neurologis fisiologis. Normalitas otak yang
berdekatan adalah argumen utama yang mendukung lesi malformatif. Diagnosis
yang benar sangat penting untuk menyingkirkan adanya lesi langka lainnya
(misalnya neoplasma kistik atau perdarahan intrakranial) yang dapat berdampak
negatif terhadap hasil perkembangan saraf anak. Untuk menentukan prognosis yang
benar semua upaya harus bertujuan untuk secara tepat menafsirkan gambar AS
secara akurat menganalisis anatomi otak.
Pada anak-anak, lokasi yang umum adalah fosa temporal, fissure Sylvian,
dan daerah suprasellar atau infratentorial. Kista interhemispheric umumnya
berhubungan dengan agenesis korpus callosum. Pada 5% sampai 10% kasus, kista
dapat ditemukan di fossa posterior, mengakibatkan perpindahan tentatif dari
tentorium dan vermis. Namun, dalam kasus ini anatomi cerebellum dan ventrikel
keempat tetap normal, membedakannya dari anomali posterior-fossa lainnya,
seperti malformasi Dandy Walker. Banyak kista tetap stabil dalam ukuran dan tidak
menekan struktur otak vital. Kadang-kadang, kista arakhnoid besar dapat
mengindentasikan korteks yang mendasarinya dan meniru gambar lissencephaly.
Meskipun kebanyakan kista arachnoid merupakan temuan terisolasi, mereka
terkadang dikaitkan dengan penyakit metabolik seperti jenis aciduria glutarik 1.

1
Sebagian besar kista arachnoid yang dilaporkan dalam literatur (5, 6) pertama kali
didiagnosis pada trimester ketiga sementara hanya sedikit kasus yang didiagnosis
selama Trimester kedua Dalam sebuah studi besar yang dilakukan pada seorang
casistik dari 54 janin (6) sebagian besar kista arakhnoid bersifat supratentorial,
kebanyakan ditempatkan di celah interhemispheric (25%); Situs umum lainnya
adalah wilayah infratentorial (22,2%) dan dasar tengkorak dan incisure. Semua
kista didiagnosis antara usia kehamilan 20 dan 30 minggu dengan sisanya 45%
setelah 30 minggu. Dalam studi yang sama, pada 4 tahun follow up melaporkan
prognosis yang baik pada 88% kasus dalam hal perilaku, perkembangan neurologis,
dan kecerdasan. Sembilan kehamilan dihentikan karena dikaitkan dengan anomali
otak lainnya. Beberapa laporan menggambarkan resolusi lengkap kista 10 dan kista
jarang berkembang secara postnatal. Pada sebagian besar kasus ini, diagnosis
dilakukan dengan pemindaian ultrasonografi dan pencitraan resonansi magnetik
(MR), bila dilakukan, tidak mengubah diagnosis semula. Namun, pada kasus yang
dipilih, pencitraan MR prenatal dapat membantu untuk menunjukkan rincian
anatomi kelainan sistem saraf pusat lainnya, seperti kompresi saluran air,
komunikasi antara kista dan ventrikel, dan disgenesis serpensius korpus. Bretelle
dan rekan kerja (7) melaporkan adanya kista infratentorial yang terisolasi pada janin
13 minggu dengan konfirmasi patologis setelah penghentian kehamilan pada 15
minggu.
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279101/)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Sama seperti kista di tempat lain di tubuh Anda, kista di otak adalah bola
yang penuh dengan cairan, serupa

2
Ke balon miniatur yang berisi air. Kista bisa mengandung cairan, darah, mineral,
atau jaringan.
Meskipun kista cenderung tumbuh jinak, kadang kala ditemukan di bagian otak itu
Mengendalikan fungsi vital, atau mungkin ditemukan di dalam tumor ganas.
(http://hope.abta.org/site/DocServer/Cysts3-06.pdf?docID=1221)
2.2. ETIOLOGI

Pada individu dewasa imunokompeten, S. pneumonia dan N. meningitidis


adalah patogen utama penyebab MB, karena kedua bakteri tersebut memiliki
kemampuan kolonisasi nasofaring dan menembus sawar darah otak (SDO). Basil
gram negatif seperti Escherichia coli, Klebsiella spp, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas spp biasanya merupakan penyebab
MB nosokomial, yang lebih mudah terjadi pada pasien kraniotomi, kateterisasi
ventrikel internal ataupun eksternal, dan trauma kepala.1,2 Penyebab MB
berdasarkan usia dan faktor risiko.

2.3. PATOGENESIS

Patogenesis penyakit ini diduga terjadi dalam dua tahap. Pada tahap awal,
bakteremia membawa basil tuberkulosis kesirkulasi serebral dan menyebabkan
terbentuknya lesi primer tuberkulosis di otak yang dapat mengalami dorman dalam
waktu lama. Pada tahap kedua, meningitis
tuberkulosis terjadi akibat pelepasan basil Mycobacterium tuberculosis ke dalam
ruang meningen dari lesi subependimal atau subpial (terutama di fisura Sylvii).8,9
Proses patologi yang menyebabkan defisit neurologis pada meningitis tuberkulosis
adalah (1) eksudat dapat menyebabkan obstruksi aliran CSS sehingga terjadi
hidrosefalus, (2) granuloma dapat bergabung membentuk tuberkuloma
atau abses sehingga terjadi defisit neurologis fokal, dan (3) vaskulitis obliteratif
yang dapat menyebabkan infark dan sindrom stroke.

2.4. GEJALA KLINIS

3
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.
Gejala sistemik/umum:
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
• Penurunan nafsu makan dan berat badan
• Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada pasien anak
yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin
positif.

4
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita
TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Penegakan diagnosis meningitis TB didasarkan pada karakteristik klinis,


seluler laboratorium, mikrobiologi liquor cerebrospinalis (LCS), dan
radiologicalimaging (Deshpande et al., 2007). Pemeriksaan mikrobiologi LCS
secara konvensional adalah dengan pengecatan Ziehl Neelsen (ZN) dan kultur TB
(Rock et al., 2008). Hasil pengecatan ZN dari material LCS seringkali memberikan
hasil negatif palsu, disebabkan karena sedikitnya konsentrasi bakteri di dalam LCS
Caws et al. (2000), sedangkan kultur TB membutuhkan waktu yang lama sekitar 5-
8 minggu (Noussair et al., 2009). Konsentrasi bakteri dalam LCS pada kasus infeksi
susunan saraf pusat biasanya dibawah 103/ml. Penelitian membuktikan bahwa pada
konsentrasi tersebut, nilai kepositipan pengecatan hanya sekitar 25%, sedangkan
bila konsentrasi bakteri didalam LCS lebih dari 105/ml, kepositipan bisa mencapai
97% (Mandell et al., 2000). Penelitian lain menyatakan nilai kepositipan
pengecatan untuk konsentrasi bakteri < 103/ml berkisar 0-20%.
Nucleic acid amplification (NAA) assay terutama Polimerase Chain Reaction
(PCR) merupakan teknik yang cepat, spesifik, dan sensitif untuk mendeteksi
meningitis tuberkulosa (Takahashi et al., 2012). Keberhasilan PCR tergantung dari
amplifikasi DNA dengan primer yang sensitif dan spesifik (Takahashi et al., 2012).
Beberapa target amplifikasi dapat digunakan untuk mendeteksi M. tuberculosis
complex antara lain MBP-64, TRC4, 65 kDa antigen, serta IS6110 (Johansen et al.,
2004). IS6110 merupakan insertion sequence target untuk amplifikasi PCR dari M.
tuberculosis complex yang mempunyai spesifisitas tinggi sekitar 94% Caws et al.
(2000) dan sensitivitas tinggi (85-97%) (Chowdhury et al., 2012, Maurya et al.,
2012). Keberhasilan deteksi dengan menggunakan PCR juga bergantung dari
kondisi sebelum isolasi (penyimpanan sampel klinis, tranportasi) dan cara ekstraksi.
Mycobacterium mempunyai dinding sel yang khusus sehingga tahapan ekstraksi

5
DNA membutuhkan proses shock treatment melalui proses pemanasan maupun
pendinginan untuk menghancurkan dinding sel bakteri, pemberian lysozyme diikuti
Chemical treatment (Thakur et al., 2011). Keberhasilan PCR juga ditentukan oleh
jenis PCR. Real time PCR lebih sensitif daripada konvensional PCR (Halse et al.,
2011). Sentrifugasi material LCS juga dapat menambah sensitivitas pemeriksaan
karena sedikitnya jumlah bakteri di dalamnya. Kecepatan yang dibutuhkan untuk
melakukan sentrifugasi pada material LCS sangat tinggi, lebih tinggi dari pada
material yang lain.

2.6.DIAGNOSA

Diagnosis pasti meningitis ditegakkan melalui analisis, pewarnaan dan


kultur cairan serebrospinal (CSS). Pada prinsipnya, prosedur pengambilan sampel
cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal sebaiknya dikerjakan pada setiap
kecurigaan meningitis dan/atau ensefalitis.10 Kelainan CSS klasik pada meningitis
tuberkulosis adalah sebagai berikut:
(1) peningkatan tekanan lumbal;
(2) peningkatan jumlah hitung leukosit antara 10-500 sel/mm3 dengan dominan
limfosit;
(3) peningkatan konsentrasi protein berkisar 100-500 mg/dl;
(4) penurunan konsentrasi glukosa (konsentrasi glukosa rata-rata sekitar 40
mg/dl);
(5) kultur positif Mycobacterium tuberculosis pada 75% pasien setelah 3-6
minggu biakan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan dengan teknik
PCR dan diagnostik molekular lainnya. Sensitivitas teknik PCR untuk deteksi DNA
Mycobacterium tuberculosis dalam CSS sekitar 54%, namun hasil positif-palsu
juga dapat terjadi sekitar 3-20%.

2.7. TERAPI

6
Penatalaksanaan meningitis TB berdasarkan tiga komponen berbeda:
administrasi obat anti TB, modulasi respon imun dan manajemen atau
penatalaksanaan tekanan intrakranial yang meningkat. Berikut adalah guideline dan
dosis pemberian obat anti TB untuk infant dan anak-anak baik lini pertama dan lini
kedua (20):

Tabel 2.6.1 Guideline pemberian obat anti TB untuk infant dan anak-anak

Tabel 2.6.2 Guideline pemberian obat anti TB untuk infant dan anak-anak lini kedua

7
Sebuah studi oleh Thwaites dkk. dilakukan secara acak pada 61 pasien
dewasa (usia >14 tahun) meningitis tuberkulosis. Pasien mendapat terapi
antituberkulosis standar saja atau kombinasi terapi antituberkulosis dengan
ciprofloxacin 750 mg tiap 12 jam (n=16), levofloxacin 500 mg tiap 12 jam (n=15),
atau gatifloxacin 400 mg tiap 24 jam (n=15) selama 60 hari pertama. Penetrasi
levofloxacin dalam cairan serebrospinal lebih besar dibandingkan gatifloxacin dan
ciprofloxacin, dengan nilai p < 0,001. Simpulan studi ini adalah pasien meningitis
tuberkulosis besar kemungkinan mendapatkan manfaat dari terapi fluoroquinolone
yang terlihat dari kaitan pajanan-respons yang berkaitan dengan perbaikan
outcome. Fluoroquinolone menambah aktivitas antituberkulosis pada terapi
standar, tetapi harus dimulai sesegera mungkin sebelum terjadi koma untuk
mendapatkan outcome lebih baik. Meningitis tuberkulosa merupakan penyakit
tuberkulosis ekstrapulmoner yang sifatnya fatal dan harus segera didiagnosis dan
diterapi. Kemungkinan besar pasien meningitis tuberkulosa mendapatkan manfaat
dari terapi fluoroquinolone (29). Sedangkan rekomendasi World Health
Organization (WHO) untuk lini pertama obat TB adalah sebagai berikut (30):

Tabel 2.6.3 Rekomendasi dosis obat TB lini pertama dari WHO

8
Fixed-dose drug combination (FDC) adalah obat yang mengandung dua
atau lebih jenis obat di dalam satu tablet atau kapsul. Keuntungan dari penggunaan
FDC adalah menurunkan resiko pembentukan resistensi terhadap obat dan
medication errors yang lebih sedikit sebab hanya sedikit obat yang perlu diresepkan
(31). Anak-anak di atas usia 8 tahun dengan berat badan lebih dari 30 kg dapat
diberikan standard four-drug FDC atau FDC yang memiliki kandungan 4 jenis obat
TB standar yang digunakan pada pasien dewasa selama fase intensif (dua bulan)
terapi.

Tabel 2.6.4 FDC untuk TB pada usia > 8 tahun dan berat badan > 30 kg

Ethambutol susah masuk ke dalam cairan serebrospinalis sehingga untuk


regimen meningitis TB biasanya diganti dengan ethionamide atau streptomycin.
Isoniazid 15-20 mg/kg/day (dosis harian maksimum 400 mg). Rifampicin 15-20
mg/kg/day (dosis harian maksimum 600 mg). Ethionamide 15-20 mg/kg/day (dosis
harian maksimum 1 g). Pyrazinamide 30-40 mg/kg/day (dosis harian maksimum 2
g). Meningitis TB juga merupakan indikasi penggunaan kortikosteroid, biasanya

9
yang digunakan adalah prednisone oral yang diberikan dosis 2 mg/kg/hari
(maksimum 60 mg per hari) selama empat minggu sebagai tambahan obat TB dan
dilakukan tapering off setelah dua minggu (total penggunaan kortikosteroid 6
minggu).

2.8.PROGNOSA

MB yang tidak diobati biasanya berakhir fatal. Meningitis pneumokokal


memiliki tingkat fatalitas tertinggi, yaitu 19-37%.1 Pada sekitar 30% pasien yang
bertahan hidup, terdapat sekuel defi sit neurologic seperti gangguan pendengaran
dan defi sit neurologik fokal lain. Individu yang memiliki faktor risiko prognosis
buruk adalah pasien immunocompromised, usia di atas 65 tahun, gangguan
kesadaran, jumlah leukosit CSS yang rendah, dan infeksi pneumokokus.11
Gangguan fungsi kognitif terjadi pada sekitar 27% pasien yang mampu bertahan
dari MB.4

BAB III
KESIMPULAN

Kista dapat ditemukan di kompartemen otak yang berbeda dan mungkin


memiliki asal-usul yang berbeda. Choroid pleksus dan kista arachnoid adalah lesi
yang paling sering didiagnosis dan, bila tidak dikaitkan dengan anomali janin
lainnya, memiliki prognosis yang baik. Kista intraparenchymal mungkin memiliki
etiologi berbeda, dan prognosis sangat bergantung pada situs dan pada tingkat lesi.
Sangat penting untuk melakukan pemeriksaan teliti AS dan benar menafsirkan
gambar untuk mengecualikan lesi serupa lainnya yang tidak jinak dan / atau
tambahan sehingga memberikan konseling yang akurat. Dalam beberapa kasus
terbatas sulit pencitraan MR otak janin bisa saling melengkapi.

(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279101)

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Robins, Kumar, Cotran. Buku Ajar Patologi.Volume 2.Edisi 7. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC; 2002

2.Mardjono M. 1994. Neurologi Klinis Dasar, ed.6. Jakarta. Penerbit Dian Rakyat.

3. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi.Volume 2.Edisi 6. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005

4. Japardi Iskandar. Astrositoma : insidens dan pengobatan. Jurnal Kedokteran


Trisakti. No.3/Vol.22/September-desember 2003

5. Markam S. Penuntun Neurologi. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara; 2015

6.Kennedy Benjamin. Astrocytoma.2011. Available from URL:


http://emedicine.medscape.com/article/283453-overview

7. Harsono. Neurologi Klinis. 2015. Gadjah Mada University Press.

8. American Brain Tumor Association. 2007. Low Grade Astrocytoma. Illinois :


American Brain Tumor Association.

11
12

Anda mungkin juga menyukai