Hlm 30 - 41
ISSN: 1412-8004
Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 31
perbaikan dalam penggunaan input maka akan Ekologi) (Waage,1996 dalam Untung, 2003).
dapat menaikkan marginal produknya sehingga Penetapan strategi dan teknik pengendalian
slope dari fungsi produksinya yang baru akan hama yang dilakukan petani atau yang
lebih besar dari fungsi produksi yang lama, (2) direkomendasikan oleh lembaga pemerintah
terjadinya penurunan biaya produksi perunit selalu dilandasi oleh suatu pendekatan, prinsip
karena harga dari suatu input atau input lainnya atau paradigma tertentu. Saat ini, terdapat 4
menurun, sehingga dapat menambah paradigma perlindungan tanaman yang
keuntungan (Debertin, 1986). Pendapat senada diterapkan yaitu: (a) perlindungan tanaman
juga disampaikan Ghatak and Ingersent (1984) tradisional, (b) perlindungan tanaman
bahwa perubahan teknologi akan merubah fungsi konvensional, (c) PHT Klasik atau PHT teknologi,
produksi, tingkat penggunaan input dan tingkat dan (d) PHT ekologi.
keuntungan. Sementara dampak suatu introduksi Di Indonesia, program PHT muncul sejak
program secara ekonomi dalam hal penerapan tahun 1986 yaitu dengan keluarnya Inpres No.3
teknologi PHT dapat terlihat dari aspek produksi, tahun 1986. Esensi program tersebut yaitu dalam
penggunaan pupuk, biaya pestisida, biaya dan rangka menciptakan sistem pertanian yang
penerimaan (SEARCA, 1997). berwawasan lingkungan. Definisi klasik
Dengan demikian, introduksi teknologi Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu
PHT yang merupakan teknologi baru bagi petani sistem pengelolaan populasi hama yang
diharapkan dapat menciptakan perbaikan memanfaatkan semua teknik pengendalian yang
teknologi dalam budidaya, efisiensi biaya sesuai dan seserasi mungkin untuk mengurangi
usahatani, memperoleh insentif dalam populasi hama dan mempertahankannya pada
pemasaran hasil, dan pada gilirannya diharapkan suatu aras yang berada di bawah aras populasi
dapat meningkatkan produktivitas hasil hama yang dapat mengakibatkan kerusakan
uasahataninya. Bila hal ini tidak terjadi atau ekonomi (Untung, 2003).
peningkatannya tidak begitu berarti, maka petani Definisi tersebut tampaknya menjadi acuan
akan sulit mengadopsi teknologi PHT dan akan dalam mengembangkan PHT sebelum
kembali ke pola budidaya seperti biasanya. terselenggaranya SL-PHT. Hal ini tercermin pada
Menurut Wahyudi (2003), bahwa implementasi pengertian PHT yang dikemukakan Yusdja (1992)
dan pengembangan PHT sejalan dengan konsep bahwa PHT adalah suatu sistem pengelolaan
sustainable agriculture, walaupun konsep ini perlu hama (dalam arti yang luas) dengan
digarap secara sistematik dan terpadu untuk menggabungkan berbagai teknik pengendalian
memperoleh manfaat optimal. Upaya ini perlu yang serasi dengan sasaran menjadi satu
segera dikembangkan terutama untuk menolong program, agar populasi hama selalu berada pada
petani dalam mengentaskan diri dari kemiskinan. tingkat yang tidak menimbulkan kerugian
ekonomis (ekologis dan sosial diterima), sehingga
menghasilkan keuntungan ekonomis yang
TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA maksimal bagi produsen, konsumen dan
TERPADU melestarikan lingkungan. Dengan demikian
sumberdaya pertanian dapat dimanfaatkan
Istilah PHT atau Integrated Pest Management (IPM) sepanjang masa oleh generasi-generasi yang akan
sejak semula telah disadari sebagai suatu konsep datang.
atau paradigma yang dinamis, dan selalu Pendekatan yang digunakan dalam PHT adalah
menyesuaikan diri dengan dinamika ekosistem pendekatan komprehensif yang menekankan
pertanian dan sistem sosial ekonomi budaya pada ekosistem yang ada dalam lingkungan
masyarakat setempat. Pengembangan konsep tertentu, mengusahakan pengintegrasian
PHT di dunia menjadi dua paradigma yaitu berbagai teknik pengendalian yang kompatibel
Technological Integrated Pest Management (PHT sehingga populasi hama dan penyakit tanaman
Teknologi atau disebut juga PHT Klasik) dan dapat dipertahankan di bawah ambang yang
Ecological Integrated Pest Management (PHT secara ekonomis tidak merugikan, serta
Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 33
oleh berbagai faktor seperti: tingkat semakin mahalnya harga pestisida di tingkat
pengetahuan/pendidikan petani, tingkat sosial petani. Sementara itu, tingkat penerapan/adopsi
ekonomi, tingkat prioritas usahatani kopi, dan komponen teknologi PHT oleh petani teh telah
harga jual komoditas kopi. menunjukkan respon yang memadai dalam
Lain halnya dengan tingkat penerapan upaya pelestarian terhadap musuh alami
teknologi PHT pada petani teh, menurut hasil (76,25%), pemangkasan tanaman teh secara
penelitian Winarso dan Darwis (2004) bahwa teratur (88,75%), dan pengamatan hama secara
beberapa komponen teknologi PHT masih teratur (72,50%). Menurut Nurindah et al. (2003),
rendah di terapkan oleh petani. Anjuran Prinsip pemanfaatan musuh alami secara optimal
teknologi tentang penggunaan pupuk secara dalam pengendalian hama terpadu juga
optimal tampaknya masih sangat rendah (2,50%) dilakukan pada penerapan PHT tanaman kapas.
diterapkan oleh petani teh. Hal ini antara lain Penggunaan varietas kapas yang tahan atau
disebabkan kurangnya modal usahatani yang toleran terhadap wereng kapas merupakan kunci
mengakibatkan para petani tidak dapat untuk dapat diterapkannya PHT yang
melakukan pemupukan sesuai dosis optimal mengutamakan konservasi musuh alami.
yang dianjurkan. Begitu pula halnya dengan Selanjutnya, pada kasus penerapan
anjuran penggunaan pestisida an- teknologi PHT pada tanaman lada di ketahui
organik/kimiawi yang tidak berlebihan baru bahwa komponen teknologi PHT, seperti
diterapkan hanya oleh sekitar 12,50 persen petani pemangkasan tanaman pelindung secara teratur,
(Tabel 1). Para petani teh, masih lebih banyak penggunaan pestisida tak berlebihan,
mengandalkan pestisida kimiawi dalam mengupayakan pelestarian musuh alami dan
mengendalikan hama penyakit yang menyerang pengamatan OPT secara teratur telah
tanaman teh. Respon pestisida kimiawi yang dilaksanakan oleh sekitar 75 - 95 persen petani.
secara langsung mengatasi hama menjadi alasan (Agustian, dan Hidayat, 2004). Sementara,
petani untuk tetap bertahan dalam penerapan teknologi PHT yang dilaksanakan
penggunaannya. Alasan itulah yang menjadi oleh petani lada alumni SLPHT adalah terkait
penyebab rendahnya pengendalian hama pengendalian OPT dengan pestisida nabati
penyakit dengan memanfaatkan pestisida nabati. hanya 5 persen, penggunaan pestisida an-organik
Terkait dengan masih tingginya tidak berlebihan (10%) dan Penggunaan pupuk
pengendalian hama dengan pestisida pada secara optimal (40%) (Tabel 1). Rendahnya
tanaman teh, hasil penelitian Siswanto, et penggunaan pestisida nabati disebabkan oleh
al.(1999) mengungkapkan bahwa fakta kebiasaan petani menggunakan pestisida
dilapangan pada petani teh dalam pengendalian kimiawi, dan sulitnya memperoleh bahan untuk
hama penyakit masih mengandalkan pestisida, pestisida nabati (seperti akar tuba atau gadung).
dan meskipun ada gejala penurunan dalam Hal yang sama dengan petani lada karena alasan
penggunaannya hanya diakibatkan karena respon pestisida kimiawi secara langsung
Tabel 1. Persentase ragam komponen teknologi PHT yang diterapkan petani (kopi, teh, lada) tahun
2004/2005.
No. Ragam Komponen Teknologi PHT Petani kopi Petani teh Petani lada
1. Penggunaan pupuk secara optimal 50,00 2,50 40,00
2. Pemangkasan 100,00 88,75 95,00
3. Penggunaan bibit unggul 100,00 - 100,00
4. Melestarikan musuh alami 100,00 76,25 80,00
5. Pengamatan hama secara teratur 77,50 72,50 87,50
6. Penggunaan pestisida nabati 62,50 27,00 5,00
7. Penggunaan pestisida an-organik tidak berlebihan 100,00 12,50 10,00
Sumber: Hendiarto, dan A. Supriatna (2004); Winarso dan Darwis (2004); Agustian dan Hidayat (2004); Hutabarat et
al. (2005).
Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 35
Tabel 2. Persentase perubahan pengetahuan dan sikap petani alumni SLPHT komoditas perkebunan
rakyat (kopi, teh dan lada) tahun 2004/2005
No Petani lada
Ragam Komponen Teknologi PHT Petani kopi Petani teh
.
1. Perubahan Pengetahuan tentang Manfaat PHT,
dalam hal: (%)
b. Mengetahui ambang ekonomi pengen 70,00 5,50 0,00
dalian hama penyakit
c. Pengetahuan bahaya pestisida kimia 100,00 100,00 100,00
d. Pengetahuan tentang musuh alami 100,00 76,50 80,00
dan manfaatnya.
e. Pengetahuan tentang pestisida nabati 62,50 28,00 2,50
2. Setelah selesai ikut SLPHT, petani masih aktif ikut
penyuluhan di kelom-pok taninya (%) 75,00 65,00 57,50
3. Terdapatnya perubahan kegiatan kelompok tani
setelah ikut SLPHT (%):
a. Tidak pernah ikut kegiatan kelompok lagi 0,00 22,50 27,50
b. Menjadi lebih aktif dalam kelompok 65,00 48,50 60,00
c. Kegiatan kelompok makin maju 35,00 25,50 0,00
d. Tidak tahu 0,00 3,50 12,50
4. Sikap petani bila terjadi serangan hama penyakit,
setelah ikut SLPHT: (%)
a. Menyemprot dengan pestisida 100,00 43,50 45,00
b. Mengamatinya terlebih dahulu 50,00 41,00 70,00
c. Melakukan pengendalian sesuai anjuran teknologi 52,50 32,50 65,00
PHT
d. dibiarkan saja 0,00 0,00 30,00
Sumber: Hendiarto, dan Supriatna (2004); . Winarso dan Darwis (2004); Agustian dan Hidayat (2004); Hutabarat et
al. (2005)
100% (Tabel 2). Perubahan pengetahuan akan setelah mengikuti SLPHT: Jika terdapat serangan
manfaat PHT, petani alumni SLPHT secara hama penyakit, tetap melakukan penyemprotan
dominan (62,5 – 100,0%) menyatakan merasakan dengan pestisida (43,50%), dengan melakukan
terdapatnya perubahan pengetahuan akan pengamatan terlebih dahulu (41,00%) serta
manfaat teknologi PHT. Kelompok tani pun, melakukan pengendalian sesuai anjuran
setelah munculnya kegiatan SLPHT menjadi teknologi PHT (32,50%). Lebih dari pada itu
lebih aktif seperti ditunjukkan oleh respon petani sudah tidak ada lagi petani (0,00%) yang
yang mencapai 65,00%. Sikap petani setelah membiarkan tanamannya bila terdapat serangan
mengikuti SLPHT, jika terdapat serangan hama hama penyakit.
penyakit pada tanamannya meskipun masih Perubahan pengetahuan tentang ambang
tetap melakukan penyemprotan dengan pestisida pengendalian hama penyakit dan pestisida
namun petani telah melakukan pengamatan nabati pada petani lada ternyata sangat rendah
terlebih dahulu (50,00%) dan pengendalian yaitu 0,00 dan 2,50% petani (Tabel 2). Sementara
dilakukan sesuai anjuran teknologi PHT (52,50%). pada kelompok tani, setelah munculnya kegiatan
Disamping itu, sudah tidak ada petani (0,00%) SLPHT sebesar 60,00% petani menyatakan
yang membiarkan tanamannya bila terdapat menjadi lebih aktif. Sikap petani setelah
serangan hama penyakit. mengikuti SLPHT, jika terdapat serangan hama
Berbeda halnya dengan petani kopi, petani penyakit pada tanaman lada masih tetap
teh, ternyata perubahan pengetahuan tentang melakukan penyemprotan dengan pestisida
ambang pengendalian hama penyakit dan (45,00%), dengan melakukan pengamatan
pestisida nabati relatif rendah yaitu 5,50 dan terlebih dahulu (70,00%) dan melakukan
28,00% petani (Tabel 2). Kegiatan kelompok tani pengendalian sesuai anjuran teknologi PHT
hanya 48,50% menjadi lebih aktif. Sikap petani (32,50%).
Tabel 3. Dampak penerapan teknologi PHT terhadap peningkatan produksi dan efisiensi biaya usahatani
komoditas perkebunan rakyat tahun 2004
No. Uraian Petani kopi Petani teh Petani lada
1. Rataan Perubahan Biaya Usahatani (%) + 42,08 -12,28 + 26,09
2. Rataan Peningkatan Produktivitas Usahatani (%) +45,48 +4,41 +56,97
3. Rataan Peningkatan Keuntungan Usahatani (%)
Rasio Perubahan Peningkatan Keuntungan dan +40,07 25,05 68,06
4. Peningkatan Biaya 1: 1,05 1:-0,49 1:0,38
Sumber: Hendiarto, dan Supriatna (2004); Winarso dan Darwis (2004); Agustian dan Hidayat (2004) dan Hutabarat et
al. (2005)
Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 37
penelitian Widayat et al. (2003) juga 6) Masih terbatasnya dukungan berbagai
mengungkapkan bahwa penerapan komponen kelembagaan seperti pemasaran hasil, dan
PHT pada perkebunan teh rakyat dapat permodalan dalam membantu petani untuk
meningkatkan produksi dan kualitas pucuk the lebih meningkatkan kinerja usahataninya.
serta menekan serangan OPT. Penerapan PHT
sebaiknya disertai dengan pengaturan PERSPEKTIF KEBERLANJUTAN
kelembagaan tataniaga pucuk teh rakyat secara PROGRAM PHT
terpadu agar tercipta kondisi yang kondusif
antara pihak produsen/ petani teh, pengolah dan Keberhasilan pelaksanaan PHT juga
eksportir sehingga pembagian keuntungan dapat tergantung pada aspek-aspek lain diluar
proporsional. pelaksanaan komponen teknologi PHT.
Penerapan program PHT dapat terus berlanjut
Permasalahan Penerapan Teknologi PHT bila mendapat dukungan intensif dari
Secara umum dapat dikemukakan pemerintah daerah terutama disaat setelah
permasalahan utama yang dihadapi dalam program selesai dilakukan. Tanpa kelompok
penerapan teknologi PHT secara berkelanjutan: yang solid, sangat sulit menerapkan teknologi
PHT yang memang menghendaki kebersamaan
1) Proses difusi teknologi PHT masih berjalan
dalam setiap aktifitas kegiatan usahataninya,
lambat atau bahkan stagnasi. Disisi lain,
terutama dalam menciptakan efektifitas
perubahan pengetahuan dan sikap petani
pengendalian hama penyakit tanaman.
dalam pengendalian hama penyakit sesuai
Dukungan pemerintah daerah melalui
paket teknologi PHT juga masih rendah.
berbagai program pembinaan lanjutan secara
2) Rendahnya penyebaran teknologi antara lain
langsung terhadap petani alumni peserta dan
dengan terbatasnya pembinaan terutama
juga non peserta sangat penting dalam
pasca SLPHT. Kurangnya melibatkan aparat
menunjang keberlanjutan penerapan teknologi
penyuluh pertanian, menyebabkan
PHT di tingkat petani. Dukungan pemerintah
ketergantungan terhadap para pemandu
juga diperlukan dalam menyikapi harga kopi, teh
SLPHT sangat tinggi.
dan lada yang cenderung kurang
3) Sikap dan persepsi yang kuat terhadap menguntungkan bagi petani. Dukungan tersebut
penggunaan pestisida kimiawi sebagai cara antara lain melalui upaya penciptaan kemitraan
praktis dan ampuh dalam pengendalian pemasaraan antara petani dengan pihak lembaga
hama penyakit. Kenyataan ini mempersulit pemasaran/industri pengolahan. Untuk
mengubah persepsi kearah penggunaan komoditas kopi di Malang-Jawa Timur misalnya
pestisida secara bijaksana dan dalam dapat terjalin antara kelompok tani dengan Pusat
pemasyarakatan penggunaan pestisida Koperasi Unit Desa (PUSKUD) , pada komoditas
nabati. teh di Jawa Barat misalnya dapat terjalin antara
4) Pengambilan keputusan terkait pengendalian kelompok tani dengan industri pengolahan dan
hama penyakit atau keputusan dalam hal pada komoditas lada di Bangka Belitung dapat
budidaya cenderung bersifat individual, dan terjalin antara kelompok tani dengan Kantor
belum dilakukan secara kelompok terutama Pemasaran Bersama (bila telah aktif). Tanpa
pasca pelatihan. Kelompok tani belum insentif harga jual output pada petani , maka
berfungsi dalam pengambilan keputusan tidak akan mendorong gairah berusahatani
pengendalian hama penyakit atau kegiatan secara giat dan tentunya akan menyulitkan
budidaya lainnya. dalam melanjutkan penerapan teknologi PHT.
5) Masih terbatasnya dukungan pemerintah Upaya peningkatan dan penguatan
daerah dalam membina petani dan kelompok tani menjadi sangat penting.
melanjutkan program SLPHT dengan Lemahnya kelompok tani seperti yang dialami
sumberdaya dari daerah. Mengingat kegiatan saat ini, bila terjadi kerjasama kemitraaan
SLPHT dari pemerintah pusat sudah selesai. pemasaran hanya akan menimbulkan suatu
Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 39
Ghatak, S and K. Ingersent. 1984. Agriculture and Mauceri, M, J. Alwang, G. Norton, and V. Barera.
Economic Development. Harvester Press. 2007. Effectiveness of Integrated Pest
Brighton, Sussex. 380p. Management Dissemination Techniques:
Hendiarto dan A. Supriatna. 2004. Bagian A Case Study of Potato Farmers in
Laporan: Manfaat Teknologi PHT Carchi, Ecuador. Journal of Agricultural
Perkebunan Rakyat Pada Tanaman Kopi. and Applied Economics,Volume 39,
Bagpro PHT-PR. Badan Litbang Number 03, December 2007. p 765-780.
Pertanian. Bogor. 62 hlm. Orr, L, M. McDougall, S. Mullen, and D. John.
Houndekon, V. and H.D. Groote. 1998. Health 2008. An Evaluation of the Economic,
Cost and Externalities of Pesticide Use in Environmental and Social Impacts of
Locost and Grasshopper Control in the NSW DPI Investments in IPM Research
Sabel. Paper Prepared fo the Annual in Lettuce. New South Wales Department
Conference of the American Agricultural of Primary Industries Research
Economic Association, 2-5 Aug. 1988. Economists, Research Reports No.40. 39p.
Utah. 8p. Prasetyo, B, Siswanto, Wiratno, A. Agustian, C.
Hutabarat, A.Agustian, Hendiarto, B. Winarso, S. Muslim, S.H Suhartini, I. Purwantini.
Priyatno. 2005. Studi Evaluasi Penerapan 2001. Studi Pendasaran PHT Pada
Teknologi PHT Perkebunan Rakyat Pada Tanaman Jambu Mete. Bagpro PHT-PR.
Tanaman Kakao. Bagpro PHT-PR. Badan Badan Litbang Pertanian. Bogor. 69p.
Litbang Pertanian. Bogor. Prasetyo, B dan A. Agustian. 2003. Kondisi Sosial
Nurindah, Soebandijo, Subiyakto, S. A. Wahyuni, Ekonomi Usahatani dan Keragaan
dan S. Hadiyani. 2003. Analisis Status Pengendalaian hama Penyakit Pada
Penelitian dan Pengembangan PHT Pada Tanaman Jamu Mete di Propinsi
Pertanaman Kapas. Risalah Simposium NTB.2003. Risalah Simposium Nasional
Nasional Penelitian PHT Perkebunan Penelitian PHT Perkebunan Rakyat,
Rakyat, Pengembangan dan Pengembangan dan Implementasi PHT
Implementasi PHT Perkebunan Rakyat Perkebunan Rakyat Berbasis Agribisnis,
Berbasis Agribisnis, Bogor 17-18 Bogor 17-18 September 2002. Bagian
September 2002. Bagian Proyek PHT Proyek PHT Tanaman Perkebunan. p
Tanaman Perkebunan. Hlm 117-128. 233-250.
Manohara, D, Suprapto dan I.W. Laba. 2003. Rachmat, A., A. Nurawan, dan T. Subarna. 1999.
Analisis Status Penelitian dan Pengendalian Hama Terpadu Pada Teh
Pengembangan PHT Pada Pertanaman Rakyat di Jawa Barat. BPTP Jawa Barat,
Lada. Risalah Simposium Nasional Bandung. 57p.
Penelitian PHT Perkebunan Rakyat, Rogers, E dan F. Shoemaker. 1986. Communi-
Pengembangan dan Implementasi PHT cation of Innovation (Terjemahan). Usaha
Perkebunan Rakyat Berbasis Agribisnis, nasional. Edisi 3. Surabaya, Indonesia.
Bogor 17-18 September 2002. bagian 197p.
Proyek PHT Tanaman Perkebunan 2003. Siswanto, B. Prasetyo, I. Setiajie, I. Purwantini, L.
Hlm 77-94. Nasution, C.M Mahfud, M. Martosuyono,
Mulya, K, D. Manohara, dan D. Wahyuno. 2003. dan W. Widayat. 1999. Studi Pendasaran
Status Penyakit Busuk Pangkal Batang PHT pada Tanaman Jeruk dan Teh.
Lada di Bangka. Risalah Simposium Bagpro PHT-PR. Badan Litbang
Nasional Penelitian PHT Perkebunan Pertanian. Bogor. 95p.
Rakyat, Pengembangan dan Implemen- SEARCA. 1997. Suistainable Agriculture
tasi PHT Perkebunan Rakyat Berbasis Indicators. SEAMEO Regional Centre for
Agribisnis, Bogor 17-18 September 2002. Graduate Study and Research in
Bagian Proyek PHT Tanaman Agricultural. 101p.
Perkebunan. Hlm 191-198.
Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 41