Anda di halaman 1dari 12

Perspektif Vol. 8 No. 1 / Juni 2009.

Hlm 30 - 41
ISSN: 1412-8004

Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu Pada Komoditas


Perkebunan Rakyat
ADANG AGUSTIAN DAN BENNY RACHMAN
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Indonesian Center For Agricultural Socio Economic and Policy Studies
Jalan A. Yani No.70, Bogor 1616

Diterima tanggal 28 Februari 2009. Disetujui tanggal 15 Juni 2009.

ABSTRAK internal and external constraints faced by farmers, (2)


The application of IPM technology on small estate
Kajian ini dimaksudkan untuk mensintesis tingkat commodities is profitable, and (3) The application of
implementasi dari introduksi teknologi pengendalian IPM technology can be sustained if it is supported with
hama terpadu (PHT) pada usahatani perkebunan intensive counseling on technical and management, as
rakyat (kopi, lada dan teh), efektivitas penerapan well as product marketing.
teknologi PHT, dan menganalisis perspektif
keberlanjutan teknologi PHT. Data dan informasi Key words: IPM technology, small estate farm,
diperoleh dari berbagai hasil kajian terkait penerapan adoption
teknologi PHT perkebunan rakyat. Hasil kajian
menunjukkan bahwa: (1) Secara umum introduksi PENDAHULUAN
teknologi PHT relatif baik diterapkan oleh para petani
perkebunan rakyat, meskipun penerapannya belum
Secara umum, para petani komoditas
secara penuh karena terdapatnya kendala internal dan
perkebunan rakyat (kopi, lada dan teh) memiliki
eksternal yang dihadapi petani; (2) Penerapan
teknologi PHT pada komoditas perkebunan rakyat karakteristik yaitu, skala pemilikan lahan yang
masih dapat meningkatkan keuntungan usahatani relatif sempit dan lokasi usahatani yang
yang relatif lebih tinggi dibanding dengan peningkatan terpencar dan kurangnya dukungan sarana/
biaya usahataninya, dan (3) Penerapan teknologi PHT prasarana, modal dan keterampilan yang
dapat berkelanjutan apabila didukung dengan terbatas, serta rendahnya akses pasar.
penyuluhan yang intensif menyangkut aspek teknis, Keterbatasan yang dimiliki petani tersebut
manajemen dan pemasaran hasil. menyebabkan belum optimalnya tingkat
produksi dan produktivitas serta mutu produk
Kata kunci: Teknologi PHT, perkebunan rakyat,
yang belum sesuai dengan tuntutan pasar.
tingkat adopsi
Masalah lainnya dalam peningkatan produktivi-
ABSTRACT tas adalah adanya serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT) dan belum
The Implementation of IPM Technology on berkembangnya kelembagaan petani. Menurut
Small Estate Farm Commodities Suryana (2004), agribisnis perkebunan masih
harus lebih ditingkatkan antara lain karena
The purpose of this study is to analyze the
produktivitas komoditas dan lahan perkebunan
implementation level of introduced technology of
belum sepenuhnya menerapkan teknologi
Integrated Pest Management (IPM) on small estate
farms (coffee, tea and pepper), effectiveness of the
rekomendasi seperti: varietas, pemeliharaan
implementation of IPM technology, and analyze the berupa pemupukan dan penerapan pengendalian
perspective of the sustainability of IPM technology. hama terpadu (PHT), cara panen, sistem dan pola
Data and information obtained from the results of penguasaan perkebunan secara efektif.
various studies related to the application of the Usaha untuk menyelamatkan hasil
technology of IPM on small estate farm. Results komoditas perkebunan dari serangan hama
showed that: (1) In general introduction of IPM penyakit, para petani secara intensif atau bahkan
technology is well applied by the farmers, although its
cenderung berlebihan menggunakan pestisida
application has not been fully adopted due to the

30 Volume 8 Nomor 1, Juni 2009 : 30 - 41


untuk penyemprotan lahan usahataninya. penyelenggaraan PHT, pemerintah
Penggunaan pestisida yang berlebihan ini menyelenggarakan pelatihan Sekolah Lapang
berimplikasi pada meningkatnya biaya usahatani PHT (SL-PHT) bagi petugas dan petani. Menurut
dan menimbulkan masalah bagi lingkungan. Direktorat Perlindungan Perkebunan (2001),
Houndekon and Groote (1998), mengungkapkan tujuan kegiatan pelatihan tersebut adalah agar
bahwa biaya eksternal penggunaan pestisida di petugas dan petani memiliki pengetahuan dan
Negeria ketika sedang mengendalikan belalang keterampilan dalam menerapkan 4 prinsip PHT
kembara telah mematikan ternak senilai yaitu: (1) budidaya tanaman sehat, (b) pelestarian
253.800.956 FCFA (1 USD = 610 FCFA). Di musuh alami, (c) pengamatan agroekosistem
Jerman, menurut Fleischer (1999) pemerintahnya secara rutin, dan (d) petani menjadi ahli PHT dan
harus mengneluarkan biaya eksternal berupa manajer di kebunnya.
biaya kontaminasi sumber air minum oleh residu Kajian ini bertujuan untuk mensintesis
pestisida sebesar 128-186 juta DM per tahun. Bila tingkat penerapan teknologi PHT pada usahatani
dibandingkan dengan nilai manfaat yang perkebunan rakyat, efektivitas penerapan
diterima dengan penggunaan pestisida, maka teknologi PHT, dan perspektif keberlanjutan
terjadi net welfare loss sebesar 900 juta DM yang teknologi PHT serta permasalahan yang
ekivalen dengan 5 persen produk domestik dihadapinya
bersih pertanian.
Menyadari akan manfaat dan kelemahan TINJAUAN TEORITIS PENERAPAN
pengendalian hama penyakit menggunakan TEKNOLOGI
pestisida, maka perlu upaya pengendalian yang
efektif dan efisien. Sehubungan dengan hal itu,
sejak tahun 1997/1998 pemerintah mengintro- Menurut Rogers and Shoemaker (1986),
duksikan program PHT pada tanaman faktor penentu penerapan teknologi tidak
perkebunan rakyat. Pengembangan PHT telah semata-mata bersumber dari diri petani, akan
dilakukan pada beberapa komoditas perkebunan tetapi tergantung pada karakteristik teknologi
rakyat seperti: kakao, lada, teh, kapas, jambu dan bagaimana teknologi tersebut mampu
mete, dan kopi. Tujuan penerapan PHT di terdiseminasikan kepada petani secara tepat.
subsektor perkebunan rakyat adalah untuk Proses adopsi suatu teknologi dapat melalui lima
mendorong pendekatan pengendalian OPT yang tahapan yaitu: (1) pengenalan, dimana seseorang
dinamis dan aman terhadap lingkungan oleh mengetahui adanya inovasi dan memperoleh
petani perkebunan rakyat melalui pemberdayaan beberapa pengertian tentang bagaiman inovasi
perangkat pemerintah yang terkait dan kelompok itu berfungsi, (2) persuasi, yaitu sikap berkenan
tani. Program ini diharapkan berpengaruh atau tidak berkenan terhadap teknologi, (3)
terhadap: (1) meningkatnya hasil dan mutu keputusan, seseorang yang terlibat dalam
produk serta pendapatan petani; (2) kegiatan yang membawanya pada pemilihan
berkurangnya penggunaan pestisida karena untuk menerima atau menolak suatu inovasi
diterapkannya PHT; (3) meningkatnya mutu dan teknologi, (4) implementasi, petani akan
bebas residu pestisida pada produk ekspor menerapkan hasil keputusannya, dan (5)
komoditi seperti lada, kopi, kakao dan teh; dan konfirmasi, dimana seseorang akan mencari
(4) mempertahankan dan melindungi kelestarian penguat atas keputusan yang telah dibuat petani
lingkungan. dan pada tahap ini mungkin terjadi seseorang
Sesuai dengan UU No.12 tahun 1992, tentang mengubah keputusannya jika ia memperoleh
Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 6 tahun informasi yang bertentangan atau kurang
1995 tentang Perlindungan Tanaman, bahwa menguntungkan baginya.
perlindungan tanaman dilaksanakan dengan Suatu teknologi baru biasanya akan
menerapkan sistem PHT yang pelaksanaannya memberikan perbaikan dalam hal penggunaan
menjadi tanggungjawab petani atas bimbingan input dalam proses produksi, yaitu: (1) pada
pemerintah. Upaya mendukung penggunaan input yang sama, apabila ada

Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 31
perbaikan dalam penggunaan input maka akan Ekologi) (Waage,1996 dalam Untung, 2003).
dapat menaikkan marginal produknya sehingga Penetapan strategi dan teknik pengendalian
slope dari fungsi produksinya yang baru akan hama yang dilakukan petani atau yang
lebih besar dari fungsi produksi yang lama, (2) direkomendasikan oleh lembaga pemerintah
terjadinya penurunan biaya produksi perunit selalu dilandasi oleh suatu pendekatan, prinsip
karena harga dari suatu input atau input lainnya atau paradigma tertentu. Saat ini, terdapat 4
menurun, sehingga dapat menambah paradigma perlindungan tanaman yang
keuntungan (Debertin, 1986). Pendapat senada diterapkan yaitu: (a) perlindungan tanaman
juga disampaikan Ghatak and Ingersent (1984) tradisional, (b) perlindungan tanaman
bahwa perubahan teknologi akan merubah fungsi konvensional, (c) PHT Klasik atau PHT teknologi,
produksi, tingkat penggunaan input dan tingkat dan (d) PHT ekologi.
keuntungan. Sementara dampak suatu introduksi Di Indonesia, program PHT muncul sejak
program secara ekonomi dalam hal penerapan tahun 1986 yaitu dengan keluarnya Inpres No.3
teknologi PHT dapat terlihat dari aspek produksi, tahun 1986. Esensi program tersebut yaitu dalam
penggunaan pupuk, biaya pestisida, biaya dan rangka menciptakan sistem pertanian yang
penerimaan (SEARCA, 1997). berwawasan lingkungan. Definisi klasik
Dengan demikian, introduksi teknologi Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu
PHT yang merupakan teknologi baru bagi petani sistem pengelolaan populasi hama yang
diharapkan dapat menciptakan perbaikan memanfaatkan semua teknik pengendalian yang
teknologi dalam budidaya, efisiensi biaya sesuai dan seserasi mungkin untuk mengurangi
usahatani, memperoleh insentif dalam populasi hama dan mempertahankannya pada
pemasaran hasil, dan pada gilirannya diharapkan suatu aras yang berada di bawah aras populasi
dapat meningkatkan produktivitas hasil hama yang dapat mengakibatkan kerusakan
uasahataninya. Bila hal ini tidak terjadi atau ekonomi (Untung, 2003).
peningkatannya tidak begitu berarti, maka petani Definisi tersebut tampaknya menjadi acuan
akan sulit mengadopsi teknologi PHT dan akan dalam mengembangkan PHT sebelum
kembali ke pola budidaya seperti biasanya. terselenggaranya SL-PHT. Hal ini tercermin pada
Menurut Wahyudi (2003), bahwa implementasi pengertian PHT yang dikemukakan Yusdja (1992)
dan pengembangan PHT sejalan dengan konsep bahwa PHT adalah suatu sistem pengelolaan
sustainable agriculture, walaupun konsep ini perlu hama (dalam arti yang luas) dengan
digarap secara sistematik dan terpadu untuk menggabungkan berbagai teknik pengendalian
memperoleh manfaat optimal. Upaya ini perlu yang serasi dengan sasaran menjadi satu
segera dikembangkan terutama untuk menolong program, agar populasi hama selalu berada pada
petani dalam mengentaskan diri dari kemiskinan. tingkat yang tidak menimbulkan kerugian
ekonomis (ekologis dan sosial diterima), sehingga
menghasilkan keuntungan ekonomis yang
TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA maksimal bagi produsen, konsumen dan
TERPADU melestarikan lingkungan. Dengan demikian
sumberdaya pertanian dapat dimanfaatkan
Istilah PHT atau Integrated Pest Management (IPM) sepanjang masa oleh generasi-generasi yang akan
sejak semula telah disadari sebagai suatu konsep datang.
atau paradigma yang dinamis, dan selalu Pendekatan yang digunakan dalam PHT adalah
menyesuaikan diri dengan dinamika ekosistem pendekatan komprehensif yang menekankan
pertanian dan sistem sosial ekonomi budaya pada ekosistem yang ada dalam lingkungan
masyarakat setempat. Pengembangan konsep tertentu, mengusahakan pengintegrasian
PHT di dunia menjadi dua paradigma yaitu berbagai teknik pengendalian yang kompatibel
Technological Integrated Pest Management (PHT sehingga populasi hama dan penyakit tanaman
Teknologi atau disebut juga PHT Klasik) dan dapat dipertahankan di bawah ambang yang
Ecological Integrated Pest Management (PHT secara ekonomis tidak merugikan, serta

32 Volume 8 Nomor 1, Juni 2009 : 30 - 41


melestarikan lingkungan dan menguntungkan pada konsep PHT melalui pemanfaatan musuh
bagi petani. alami, biopestisida serta penerapan kultur teknis
Pada perkebunan rakyat, kegiatan sosialisasi dengan mempertimbangkan aspek ekologi dan
PHT melalui SL-PHT telah dimulai semenjak ekonomi. Seringkali pelaksanaan kegiatan yang
tahun 1997 melalui beberapa tahapan yaitu: (a) berkaitan dengan masalah perlindungan
pelatihan untuk Pemandu Lapang (PL); (b) Petani tanaman di tingkat petani tingkat penerapannya
Try out dan Murni, dan (c) Petani tindak lanjut (adopsi) relatif beragam.
(petani alumni SL- PHT). Materi dasar dalam Beberapa hasil penelitian menunjukkan
pelatihan itu sama yaitu memotivasi petani untuk bahwa respon petani cukup beragam dalam
melaksanakan 4 prinsp PHT, yakni: (a) budidaya menyerap serta mengaplikasikannya pada
tanaman sehat, (b) pelestarian dan pemanfaatan kegiatan usahatani perkebunan. Berikut ini
musuh alami, (c) pengamatan agroekosistem disajikan sintesis atas tingkat penerapan
secara rutin, dan (d) petani menjadi ahli PHT teknologi PHT pada usahatani perkebunan
dan manajer di kebunnya. Untuk menerapkan rakyat dengan komoditas kopi, teh dan lada.
prinsip dasar tersebut petani dibekali berbagai Hasil penelitian Hendiarto dan Supriatna (2004)
materi yang meliputi: (a) pembibitan, (b) menunjukkan bahwa petani kopi yang pernah
pemupukan, (c) pemangkasan, (d) pemetikan, (e) mengikuti SLPHT (alumni SLPHT) pada
analisis agroekosistem (OPT, musuh alami, umumnya mampu menyerap pengetahuan yang
tanaman utama, tanaman disekitarnya, diberikan dalam kegiatan sekolah lapang, seperti
abiotik/cuaca); (f) produksi agensi pengendalian pengetahuan tentang musuh alami; pestisida
hayati, (g) panen dan (h) kelembagaan petani. nabati, pupuk organik/bokashi dan lainnya.
Disamping itu, telah terjadi peningkatan
TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI PHT keterampilan dalam cara budidaya tanaman yang
baik, benar dan efisien. Petani alumni SL-PHT
Masalah yang dihadapi dalam telah terampil dalam kegiatan-kegiatan seperti
pengembangan budidaya komoditas perkebunan penyambungan entris, pengaturan pembuatan
rakyat (kopi, lada dan teh) antara lain rorak, cara pemangkasan, pembuatan pupuk
terdapatnya gangguan hama penyakit yang organik dan utamanya dalam kegiatan
berdampak terhadap produktivitas dan kualitas pengendalian hama/penyakit tanaman kopi. Jika
hasil. Upaya untuk meningkatkan produktivitas dibandingkan dengan petani yang belum
maupun kualitas produk dihasilkan dari mengikuti sekolah lapang (SL-PHT),
tanaman yang sehat dan terbebas dari pengetahuan dan keterampilan yang dimilki
serangan/gangguan hama dan penyakit. Upaya petani alumni SL-PHT relatif lebih tinggi,
penanggulangan hama penyakit yang pernah terutama dalam hal pengendalian hama, dan
dilakukan dengan menggunakan pestisida kimia mengetahui pentingnya musuh alami serta
memang cukup berhasil, namun disamping bahaya penggunaan pestisida an-organik.
memerlukan biaya yang tinggi dampak lainnya Ragam teknologi yang diterapkan petani
adalah munculnya resistensi hama penyakit, kopi ini di sajikan pada Tabel 1, yaitu tingkat
munculnya peledakan hama secara massal dan penerapan teknologi pemangkasan, penggunaan
terbunuhnya organisme bukan sasaran serta bibit unggul, melestarikan musuh alami dan
pencemaran lingkungan (Rachmat, et al., 1999). penggunaan pestisida an-organik tidak
Melalui kegiatan SLPHT perkebunan rakyat, berlebihan telah dilakukan oleh 100 persen
maka para petani diharapkan dapat mengatasi responden petani alumni SLPHT. Sementara
kendala tersebut melalui ilmu-ilmu yang penggunaan pupuk secara optimal, penggunaan
didapatkan pada saat mengikuti SLPHT. pestisida nabati dan pengamatan hama secara
Kegiatan SLPHT pada dasarnya teratur diterapkan oleh sekitar 50-77,50 persen
memberikan bekal pengetahuan kepada petani responden petani alumni SLPHT. Menurut hasil
agar dalam melakukan perlindungan tanaman penelitian Wiryadiputra, et al. (2003), bahwa
yang dibudidayakannya senantiasa diarahkan adopsi teknologi PHT oleh petani dipengaruhi

Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 33
oleh berbagai faktor seperti: tingkat semakin mahalnya harga pestisida di tingkat
pengetahuan/pendidikan petani, tingkat sosial petani. Sementara itu, tingkat penerapan/adopsi
ekonomi, tingkat prioritas usahatani kopi, dan komponen teknologi PHT oleh petani teh telah
harga jual komoditas kopi. menunjukkan respon yang memadai dalam
Lain halnya dengan tingkat penerapan upaya pelestarian terhadap musuh alami
teknologi PHT pada petani teh, menurut hasil (76,25%), pemangkasan tanaman teh secara
penelitian Winarso dan Darwis (2004) bahwa teratur (88,75%), dan pengamatan hama secara
beberapa komponen teknologi PHT masih teratur (72,50%). Menurut Nurindah et al. (2003),
rendah di terapkan oleh petani. Anjuran Prinsip pemanfaatan musuh alami secara optimal
teknologi tentang penggunaan pupuk secara dalam pengendalian hama terpadu juga
optimal tampaknya masih sangat rendah (2,50%) dilakukan pada penerapan PHT tanaman kapas.
diterapkan oleh petani teh. Hal ini antara lain Penggunaan varietas kapas yang tahan atau
disebabkan kurangnya modal usahatani yang toleran terhadap wereng kapas merupakan kunci
mengakibatkan para petani tidak dapat untuk dapat diterapkannya PHT yang
melakukan pemupukan sesuai dosis optimal mengutamakan konservasi musuh alami.
yang dianjurkan. Begitu pula halnya dengan Selanjutnya, pada kasus penerapan
anjuran penggunaan pestisida an- teknologi PHT pada tanaman lada di ketahui
organik/kimiawi yang tidak berlebihan baru bahwa komponen teknologi PHT, seperti
diterapkan hanya oleh sekitar 12,50 persen petani pemangkasan tanaman pelindung secara teratur,
(Tabel 1). Para petani teh, masih lebih banyak penggunaan pestisida tak berlebihan,
mengandalkan pestisida kimiawi dalam mengupayakan pelestarian musuh alami dan
mengendalikan hama penyakit yang menyerang pengamatan OPT secara teratur telah
tanaman teh. Respon pestisida kimiawi yang dilaksanakan oleh sekitar 75 - 95 persen petani.
secara langsung mengatasi hama menjadi alasan (Agustian, dan Hidayat, 2004). Sementara,
petani untuk tetap bertahan dalam penerapan teknologi PHT yang dilaksanakan
penggunaannya. Alasan itulah yang menjadi oleh petani lada alumni SLPHT adalah terkait
penyebab rendahnya pengendalian hama pengendalian OPT dengan pestisida nabati
penyakit dengan memanfaatkan pestisida nabati. hanya 5 persen, penggunaan pestisida an-organik
Terkait dengan masih tingginya tidak berlebihan (10%) dan Penggunaan pupuk
pengendalian hama dengan pestisida pada secara optimal (40%) (Tabel 1). Rendahnya
tanaman teh, hasil penelitian Siswanto, et penggunaan pestisida nabati disebabkan oleh
al.(1999) mengungkapkan bahwa fakta kebiasaan petani menggunakan pestisida
dilapangan pada petani teh dalam pengendalian kimiawi, dan sulitnya memperoleh bahan untuk
hama penyakit masih mengandalkan pestisida, pestisida nabati (seperti akar tuba atau gadung).
dan meskipun ada gejala penurunan dalam Hal yang sama dengan petani lada karena alasan
penggunaannya hanya diakibatkan karena respon pestisida kimiawi secara langsung

Tabel 1. Persentase ragam komponen teknologi PHT yang diterapkan petani (kopi, teh, lada) tahun
2004/2005.
No. Ragam Komponen Teknologi PHT Petani kopi Petani teh Petani lada
1. Penggunaan pupuk secara optimal 50,00 2,50 40,00
2. Pemangkasan 100,00 88,75 95,00
3. Penggunaan bibit unggul 100,00 - 100,00
4. Melestarikan musuh alami 100,00 76,25 80,00
5. Pengamatan hama secara teratur 77,50 72,50 87,50
6. Penggunaan pestisida nabati 62,50 27,00 5,00
7. Penggunaan pestisida an-organik tidak berlebihan 100,00 12,50 10,00

Sumber: Hendiarto, dan A. Supriatna (2004); Winarso dan Darwis (2004); Agustian dan Hidayat (2004); Hutabarat et
al. (2005).

34 Volume 8 Nomor 1, Juni 2009 : 30 - 41


mengatasi hama menjadi alasan petani untuk Mengingat kondisi lahan perkebunan dan
tetap bertahan dalam penggunaannya. petani pekebun yang berskala kecil (perkebunan
Menurut Mulya et al. (2003) bahwa dalam rakyat), maka pengorganisasian diantara petani
rangka memperbaiki implementasi penerapan dalam penerapan PHT merupakan salah satu
PHT lada diperlukannya peningkatan faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pengenalan (pengetahuan) tentang penyakit penerapan PHT. Pengelolaan ekosistem
busuk pangkal batang lada (BPB) telah banyak perkebunan dalam menekan populasi hama serta
merusak tanaman lada di Bangka Selatan. Para penggunaan pestisida tidak mungkin dilakukan
petani dan petugas umumnya belum mengenal oleh petani yang bekerja sendiri. Dengan
seara baik gejala BPB, dan oleh karena itu demikian, maka pengelompokkan petani dalam
pengenalan gejala BPB merupakan bagian dari organisasi kelompok tani yang kompak dan
kurikulum SLPHT. Hal senada juga sejalan bekerja secara kontinyu tentu akan lebih efisien
dengan hasil penelitian Syafaat et. al. (2003) dalam mencapai tujuan penerapan PHT.
bahwa tingkat penerapan atau adopsi teknologi
PHT pada petani kapas hanyalah berkisar antara PERUBAHAN SIKAP DAN PERILAKU
rendah hingga sedang. Hasil penelitian lainnya PETANI
(Prasetyo dan Agustian, 2003) menyebutkan
bahwa introduksi teknologi PHT hendaknya Sekolah Lapang PHT merupakan introduksi
lebih ditingkatkan dan disebarluaskan lagi teknologi dalam perlindungan tanaman dan
dikalangan para petani jambu mete. Hal ini pemberdayaan kelompok tani yang diharapkan
disebabkan secara umum pengetahuan dalam dapat menyampaikan pengetahuan dan
pengendalian hama penyakit yang ramah keterampilan secara efektif. Konsep SLPHT
lingkungan masih terbatas pada petani. Menurut pertama kali diterapkan pada petani padi sawah,
hasil penelitian Supriadi et al. (2003), bahwa dan karena dipandang berhasil maka sekolah
pemahaman terhadap penyakit busuk akar lapang juga diterapkan pada usahatani di
sangat penting bagi petani jambu mete, subsektor lainnya yakni dalam hal ini adalah
mengingat penyakit busuk akar merupakan perkebunan rakyat.
penyakit utama yang menyebabkan kematian Secara konseptual sekolah lapang PHT
baik pada pohon muda maupun pohon yang merupakan program yang cakupannya luas dan
sudah berproduksi. Penyakit busuk akar cukup komprehensif dalam pendekatan
cenderung meluas dari waktu kewaktu. perlindungan dan budidaya tanaman serta
Berbagai faktor eksternal memiliki peran yang dilakukan secara berjenjang dalam pelatihannya.
cukup besar dalam penerapan teknologi PHT Transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan
seperti: (1) intensitas penyuluhan yang memadai, dilakukan mulai dari pelatihan PL-1 (Pemandu
(2) ketersediaan sarana input dan biopestisida Lapang-1), lalu pelatihan PL-2. Pelaksanaan
yang dapat diakses secara massal, mudah dan pelatihan membutuhkan waktu, dengan pengajar
terjangkau oleh kemampuan ekonomi petani, (3) yang sesuai dengan bidangnya dan memadukan
menggunakan varietas benih/bibit yang baik dan antara teori dan praktek. Cakupan yang luas dari
unggul sehingga dapat memperoleh program ini dimungkinkan terdapatnya
produktivitas yang tinggi, (4) pelaksanaan kontinyuitas program dengan pendekatan multi
pemanduan SLPHT dilakukan secara terpadu years program dan menghindari replikasi
dengan melibatkan secara aktif mulai dari petani, program pada lokasi dan sasaran yang sama.
penyuluh pertanian, petugas SLPHT, Dengan metode seperti ini, maka diharapkan
kelembagaan pemasaran input dan output, dinas- pada suatu waktu seluruh petani mendapat
dinas terkait, dan peneliti, (5) terdapatnya pengetahuan dan keterampilan tentang PHT dan
insentif harga jual hasil yang memadai sehingga budidaya tanaman perkebunan secara lebih baik.
petani yang menerapkan teknologi PHT akan Perubahan pengetahuan tentang manfaat
semakin bergairah dalam aktivitas usahataninya. teknologi PHT pada petani kopi cukup baik
kemajuannya dengan respon petani antara 62,2 –

Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 35
Tabel 2. Persentase perubahan pengetahuan dan sikap petani alumni SLPHT komoditas perkebunan
rakyat (kopi, teh dan lada) tahun 2004/2005
No Petani lada
Ragam Komponen Teknologi PHT Petani kopi Petani teh
.
1. Perubahan Pengetahuan tentang Manfaat PHT,
dalam hal: (%)
b. Mengetahui ambang ekonomi pengen 70,00 5,50 0,00
dalian hama penyakit
c. Pengetahuan bahaya pestisida kimia 100,00 100,00 100,00
d. Pengetahuan tentang musuh alami 100,00 76,50 80,00
dan manfaatnya.
e. Pengetahuan tentang pestisida nabati 62,50 28,00 2,50
2. Setelah selesai ikut SLPHT, petani masih aktif ikut
penyuluhan di kelom-pok taninya (%) 75,00 65,00 57,50
3. Terdapatnya perubahan kegiatan kelompok tani
setelah ikut SLPHT (%):
a. Tidak pernah ikut kegiatan kelompok lagi 0,00 22,50 27,50
b. Menjadi lebih aktif dalam kelompok 65,00 48,50 60,00
c. Kegiatan kelompok makin maju 35,00 25,50 0,00
d. Tidak tahu 0,00 3,50 12,50
4. Sikap petani bila terjadi serangan hama penyakit,
setelah ikut SLPHT: (%)
a. Menyemprot dengan pestisida 100,00 43,50 45,00
b. Mengamatinya terlebih dahulu 50,00 41,00 70,00
c. Melakukan pengendalian sesuai anjuran teknologi 52,50 32,50 65,00
PHT
d. dibiarkan saja 0,00 0,00 30,00

Sumber: Hendiarto, dan Supriatna (2004); . Winarso dan Darwis (2004); Agustian dan Hidayat (2004); Hutabarat et
al. (2005)

100% (Tabel 2). Perubahan pengetahuan akan setelah mengikuti SLPHT: Jika terdapat serangan
manfaat PHT, petani alumni SLPHT secara hama penyakit, tetap melakukan penyemprotan
dominan (62,5 – 100,0%) menyatakan merasakan dengan pestisida (43,50%), dengan melakukan
terdapatnya perubahan pengetahuan akan pengamatan terlebih dahulu (41,00%) serta
manfaat teknologi PHT. Kelompok tani pun, melakukan pengendalian sesuai anjuran
setelah munculnya kegiatan SLPHT menjadi teknologi PHT (32,50%). Lebih dari pada itu
lebih aktif seperti ditunjukkan oleh respon petani sudah tidak ada lagi petani (0,00%) yang
yang mencapai 65,00%. Sikap petani setelah membiarkan tanamannya bila terdapat serangan
mengikuti SLPHT, jika terdapat serangan hama hama penyakit.
penyakit pada tanamannya meskipun masih Perubahan pengetahuan tentang ambang
tetap melakukan penyemprotan dengan pestisida pengendalian hama penyakit dan pestisida
namun petani telah melakukan pengamatan nabati pada petani lada ternyata sangat rendah
terlebih dahulu (50,00%) dan pengendalian yaitu 0,00 dan 2,50% petani (Tabel 2). Sementara
dilakukan sesuai anjuran teknologi PHT (52,50%). pada kelompok tani, setelah munculnya kegiatan
Disamping itu, sudah tidak ada petani (0,00%) SLPHT sebesar 60,00% petani menyatakan
yang membiarkan tanamannya bila terdapat menjadi lebih aktif. Sikap petani setelah
serangan hama penyakit. mengikuti SLPHT, jika terdapat serangan hama
Berbeda halnya dengan petani kopi, petani penyakit pada tanaman lada masih tetap
teh, ternyata perubahan pengetahuan tentang melakukan penyemprotan dengan pestisida
ambang pengendalian hama penyakit dan (45,00%), dengan melakukan pengamatan
pestisida nabati relatif rendah yaitu 5,50 dan terlebih dahulu (70,00%) dan melakukan
28,00% petani (Tabel 2). Kegiatan kelompok tani pengendalian sesuai anjuran teknologi PHT
hanya 48,50% menjadi lebih aktif. Sikap petani (32,50%).

36 Volume 8 Nomor 1, Juni 2009 : 30 - 41


Sementara itu, menurut persepsi aparat atau alumni SLPHT dari kondisi sebelum mengikuti
petugas lapang dengan adanya sekolah lapang SLPHT dan setelah mengikuti SLPHT meningkat
dianggap menjadi pendekatan yang lebih efektif dari Rp 3,67 juta/ha menjadi Rp 5,17 juta/ha atau
dibanding dengan program kursus pertanian meningkat sebesar 40,07%. Selanjutnya, pada
yang hanya menekankan aspek teoritis semata usahatani teh maka keuntungan usahatani pada
(Prasetyo et al., 2001). Keaktifan sekolah lapang petani alumni SLPHT dari kondisi sebelum
yang didukung oleh keterlibatan langsung PL-1 mengikuti SLPHT dan setelah mengikuti SLPHT
dan PL-2 yang membedakan dengan program meningkat dari Rp 1,89 juta/ha menjadi Rp 2,37
pelatihan lainnya yang kerap lebih kental muatan juta/ha atau meningkat sebesar 25,40%.
administrasinya. Sementara, pada usahatani teh maka keuntungan
usahatani pada petani alumni SLPHT dari
EFISIENSI USAHATANI kondisi sebelum mengikuti SLPHT dan setelah
mengikuti SLPHT meningkat dari Rp 6,23 juta/ha
Berdasarkan beberapa hasil penelitian
menjadi Rp 10,47 juta/ha atau meningkat sebesar
menunjukkan bahwa secara umum penerapan
68,06%. Dengan demikian, Penerapan teknologi
teknologi PHT meningkatkan biaya produksi,
PHT pada komoditas perkebunan rakyat dapat
namun diikuti dengan peningkatan
meningkatkan keuntungan usahatani secara
produktivitasnya pada petani alumni SLPHT
signifikan. Persentase peningkatan keuntungan
dari kondisi sebelum mengikuti SLPHT dan
usahatani yang diraih lebih tinggi dibanding
setelah mengikuti SLPHT. Produktivitas
dengan peningkatan biaya usahataninya.
meningkat sebesar 40,0% pada petani kopi yaitu
Sejalan dengan itu, berbagai hasil kajian
dari 1128 kg/ha/tahun menjadi 1641 kg/ha/tahun;
Mauceri et al. (2007) di Ekuador menyebutkan
68,0% pada petani lada yaitu dari 732
bahwa penerapan teknologi PHT pada usahatani
kg/ha/tahun menjadi 1149 kg/ha/tahun dan 4,4%
kentang mampu meningkatkan keuntungan
pada petani teh yaitu dari 8253 kg/ha/tahun
usahatani dan menurunkan biaya produksi
menjadi 8617 kg/ha/tahun (Tabel 3).
secara efektif. Studi lainnya yang dilakukan Orr,
Bila dianalisis atas persentase perubahan et al. (2008) di New South Wales, bahwa
biaya usahatani dan peningkatan peningkatan penerapan teknologi PHT pada tanaman sayuran
keuntungan usahatani diperoleh informasi: (1) lettuce telah meningkatkan keuntungan dan
pada usahatani kopi, persentase peningkatan perbaikan lingkungan.
keuntungan usahatani (40,00%) sedikit dibawah Hasil penelitian lainnya, Manohara et al.
peningkatan biaya usahataninya (42,07%), (2) (2003) menyebutkan hama penggerek batang dan
pada usahatani teh, persentase peningkatan penyakit busuk pangkal batang merupakan
keuntungan usahatani cukup tinggi (25,40%), kendala utama produksi lada. PHT sebagai
sedangkan biaya usahatani menurun (-12,28%), bagian dalam budidaya lada ramah lingkungan
dan (3) pada usahatani lada, peningkatan dan berkelanjutan akan mengendalikan hama
keuntungan usahataninya (68,06%) lebih tinggi penggerek dan penyakit busuk pangkal batang
dibanding peningkatan biaya usahataninya dengan cara pengelolaan tanaman lada,
(26,10%). pemanfaatan musuh alami dan konservasinya.
Keuntungan usahatani kopi pada petani Senada dengan hasil penelitian tersebut, hasil

Tabel 3. Dampak penerapan teknologi PHT terhadap peningkatan produksi dan efisiensi biaya usahatani
komoditas perkebunan rakyat tahun 2004
No. Uraian Petani kopi Petani teh Petani lada
1. Rataan Perubahan Biaya Usahatani (%) + 42,08 -12,28 + 26,09
2. Rataan Peningkatan Produktivitas Usahatani (%) +45,48 +4,41 +56,97
3. Rataan Peningkatan Keuntungan Usahatani (%)
Rasio Perubahan Peningkatan Keuntungan dan +40,07 25,05 68,06
4. Peningkatan Biaya 1: 1,05 1:-0,49 1:0,38
Sumber: Hendiarto, dan Supriatna (2004); Winarso dan Darwis (2004); Agustian dan Hidayat (2004) dan Hutabarat et
al. (2005)

Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 37
penelitian Widayat et al. (2003) juga 6) Masih terbatasnya dukungan berbagai
mengungkapkan bahwa penerapan komponen kelembagaan seperti pemasaran hasil, dan
PHT pada perkebunan teh rakyat dapat permodalan dalam membantu petani untuk
meningkatkan produksi dan kualitas pucuk the lebih meningkatkan kinerja usahataninya.
serta menekan serangan OPT. Penerapan PHT
sebaiknya disertai dengan pengaturan PERSPEKTIF KEBERLANJUTAN
kelembagaan tataniaga pucuk teh rakyat secara PROGRAM PHT
terpadu agar tercipta kondisi yang kondusif
antara pihak produsen/ petani teh, pengolah dan Keberhasilan pelaksanaan PHT juga
eksportir sehingga pembagian keuntungan dapat tergantung pada aspek-aspek lain diluar
proporsional. pelaksanaan komponen teknologi PHT.
Penerapan program PHT dapat terus berlanjut
Permasalahan Penerapan Teknologi PHT bila mendapat dukungan intensif dari
Secara umum dapat dikemukakan pemerintah daerah terutama disaat setelah
permasalahan utama yang dihadapi dalam program selesai dilakukan. Tanpa kelompok
penerapan teknologi PHT secara berkelanjutan: yang solid, sangat sulit menerapkan teknologi
PHT yang memang menghendaki kebersamaan
1) Proses difusi teknologi PHT masih berjalan
dalam setiap aktifitas kegiatan usahataninya,
lambat atau bahkan stagnasi. Disisi lain,
terutama dalam menciptakan efektifitas
perubahan pengetahuan dan sikap petani
pengendalian hama penyakit tanaman.
dalam pengendalian hama penyakit sesuai
Dukungan pemerintah daerah melalui
paket teknologi PHT juga masih rendah.
berbagai program pembinaan lanjutan secara
2) Rendahnya penyebaran teknologi antara lain
langsung terhadap petani alumni peserta dan
dengan terbatasnya pembinaan terutama
juga non peserta sangat penting dalam
pasca SLPHT. Kurangnya melibatkan aparat
menunjang keberlanjutan penerapan teknologi
penyuluh pertanian, menyebabkan
PHT di tingkat petani. Dukungan pemerintah
ketergantungan terhadap para pemandu
juga diperlukan dalam menyikapi harga kopi, teh
SLPHT sangat tinggi.
dan lada yang cenderung kurang
3) Sikap dan persepsi yang kuat terhadap menguntungkan bagi petani. Dukungan tersebut
penggunaan pestisida kimiawi sebagai cara antara lain melalui upaya penciptaan kemitraan
praktis dan ampuh dalam pengendalian pemasaraan antara petani dengan pihak lembaga
hama penyakit. Kenyataan ini mempersulit pemasaran/industri pengolahan. Untuk
mengubah persepsi kearah penggunaan komoditas kopi di Malang-Jawa Timur misalnya
pestisida secara bijaksana dan dalam dapat terjalin antara kelompok tani dengan Pusat
pemasyarakatan penggunaan pestisida Koperasi Unit Desa (PUSKUD) , pada komoditas
nabati. teh di Jawa Barat misalnya dapat terjalin antara
4) Pengambilan keputusan terkait pengendalian kelompok tani dengan industri pengolahan dan
hama penyakit atau keputusan dalam hal pada komoditas lada di Bangka Belitung dapat
budidaya cenderung bersifat individual, dan terjalin antara kelompok tani dengan Kantor
belum dilakukan secara kelompok terutama Pemasaran Bersama (bila telah aktif). Tanpa
pasca pelatihan. Kelompok tani belum insentif harga jual output pada petani , maka
berfungsi dalam pengambilan keputusan tidak akan mendorong gairah berusahatani
pengendalian hama penyakit atau kegiatan secara giat dan tentunya akan menyulitkan
budidaya lainnya. dalam melanjutkan penerapan teknologi PHT.
5) Masih terbatasnya dukungan pemerintah Upaya peningkatan dan penguatan
daerah dalam membina petani dan kelompok tani menjadi sangat penting.
melanjutkan program SLPHT dengan Lemahnya kelompok tani seperti yang dialami
sumberdaya dari daerah. Mengingat kegiatan saat ini, bila terjadi kerjasama kemitraaan
SLPHT dari pemerintah pusat sudah selesai. pemasaran hanya akan menimbulkan suatu

38 Volume 8 Nomor 1, Juni 2009 : 30 - 41


hubungan yang asimetris antara kelompok tani Untuk menjamin keberlanjutan PHT juga
dengan pihak mitra. Upaya memperkuat perlu kematangan dalam perencanaan,
kelembagaan kelompok tani merupakan strategi pelaksanaan dan monitoring dan evaluasi serta
untuk meningkatkan kinerja aksi kolektif dalam pembinaan dan dukungan yang dilakukan oleh
pengendalian hama penyakit tanaman semua unsur pemerintah baik dari pusat maupun
perkebunan rakyat, dan hal ini akan daerah. Disamping itu, perlu melibatkan secara
meningkatkan efektivitas penerapan teknologi aktif penyuluh pertanian dalam kegiatan SLPHT
PHT. Oleh karena itu, pembinaan para petugas untuk menjadi pemandu lapang. Untuk
penyuluh perlu lebih ditingkatkan dengan basis menjamin keberlanjutan PHT juga diperlukan
ikatan komunal yang kuat di lingkungan petani kelembagaan PHT mulai dari tingkat pusat
kopi, teh dan lada. sampai daerah.
Untuk menjamin keberlanjutan PHT juga
perlu kematangan dalam perencanaan, Saran
pelaksanaan dan monitoring dan evaluasi serta
Pelaksanaan SLPHT masih ditemui
pembinaan serta dukungan yang dilakukan oleh
beberapa kelemahan yaitu informasi teknis PHT
semua unsur pemerintah baik dari pusat,
hanya dikuasai oleh para pemandu, sehingga
provinsi dan kabupaten yang dilakukan lintas
ketergantungan petani terhadap pemandu
sektoral dan terpadu. Melalui introduksi
sangatlah tinggi. Sementara, para petugas lain,
teknologi PHT diharapkan dapat memberikan
seperti penyuluh pertanian tidak memiliki
pengertian mendalam terhadap para petani
kemampuan teknis karena dari awal kurang
tentang pentingnya aspek lingkungan hidup baik
dilibatkan secara aktif. Dengan demikian terjadi
dalam hal pertanian maupun kehidupan
gap pengetahuan dan kemampuan antara
masyarakat secara luas.
pemandu dengan aparat Penyuluh Lapangan
(PPL) dan aparat administratif lainnya. Gap
KESIMPULAN DAN SARAN tersebut sering juga terjadi karena para PPL yang
berada dilokasi program bukanlah berlatar
Kesimpulan belakang tanaman perkebunan, namun memiliki
Mengingat kondisi lahan perkebunan latar belakang tanaman pangan.
dan petani pekebun yang berskala kecil
(perkebunan rakyat), maka pengorganisasian DAFTAR PUSTAKA
petani dalam penerapan PHT merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Agustian, A dan D. Hidayat. 2004. Bagian
penerapan PHT. Pengelolaan ekosistem Laporan: Manfaat Teknologi PHT
perkebunan dalam menekan populasi hama serta Perkebunan Rakyat Pada Tanaman Lada.
penggunaan pestisida tidak mungkin dilakukan Bagpro PHT-PR. Badan Litbang
oleh petani yang bekerja sendiri. Oleh karena itu, Pertanian. Bogor. 133 hlm.
upaya memperkuat kelembagaan kelompok tani Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production
merupakan strategi yang tepat untuk Economics. Second Edition, Mc Graw
meningkatkan kinerja aksi kolektif secara Hill Inc. New York.
serempak dalam pengendalian hama penyakit Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2001.
tanaman perkebunan rakyat, sekaligus Musuh Alami, Hama dan Penyakit
meningkatkan efektivitas penerapan teknologi Tanaman Jambu Mete. Direktorat
PHT. Perlindungan Perkebunan, Ditjen BP.
Penerapan teknologi PHT pada komoditas Perkebunan. Jakarta. 61p.
perkebunan rakyat dapat meningkatkan Fleischer, G. 1999. Social Cost and Benefit of
keuntungan usahatani secara signifikan. Chemical Pesticide Use, Case Study of
Persentase peningkatan keuntungan usahatani German Agriculture. Pesticide Policy
yang diraih lebih tinggi dibanding dengan Project Publication Series No.8, 40-41.
peningkatan biaya usahataninya. University of Hanover.

Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 39
Ghatak, S and K. Ingersent. 1984. Agriculture and Mauceri, M, J. Alwang, G. Norton, and V. Barera.
Economic Development. Harvester Press. 2007. Effectiveness of Integrated Pest
Brighton, Sussex. 380p. Management Dissemination Techniques:
Hendiarto dan A. Supriatna. 2004. Bagian A Case Study of Potato Farmers in
Laporan: Manfaat Teknologi PHT Carchi, Ecuador. Journal of Agricultural
Perkebunan Rakyat Pada Tanaman Kopi. and Applied Economics,Volume 39,
Bagpro PHT-PR. Badan Litbang Number 03, December 2007. p 765-780.
Pertanian. Bogor. 62 hlm. Orr, L, M. McDougall, S. Mullen, and D. John.
Houndekon, V. and H.D. Groote. 1998. Health 2008. An Evaluation of the Economic,
Cost and Externalities of Pesticide Use in Environmental and Social Impacts of
Locost and Grasshopper Control in the NSW DPI Investments in IPM Research
Sabel. Paper Prepared fo the Annual in Lettuce. New South Wales Department
Conference of the American Agricultural of Primary Industries Research
Economic Association, 2-5 Aug. 1988. Economists, Research Reports No.40. 39p.
Utah. 8p. Prasetyo, B, Siswanto, Wiratno, A. Agustian, C.
Hutabarat, A.Agustian, Hendiarto, B. Winarso, S. Muslim, S.H Suhartini, I. Purwantini.
Priyatno. 2005. Studi Evaluasi Penerapan 2001. Studi Pendasaran PHT Pada
Teknologi PHT Perkebunan Rakyat Pada Tanaman Jambu Mete. Bagpro PHT-PR.
Tanaman Kakao. Bagpro PHT-PR. Badan Badan Litbang Pertanian. Bogor. 69p.
Litbang Pertanian. Bogor. Prasetyo, B dan A. Agustian. 2003. Kondisi Sosial
Nurindah, Soebandijo, Subiyakto, S. A. Wahyuni, Ekonomi Usahatani dan Keragaan
dan S. Hadiyani. 2003. Analisis Status Pengendalaian hama Penyakit Pada
Penelitian dan Pengembangan PHT Pada Tanaman Jamu Mete di Propinsi
Pertanaman Kapas. Risalah Simposium NTB.2003. Risalah Simposium Nasional
Nasional Penelitian PHT Perkebunan Penelitian PHT Perkebunan Rakyat,
Rakyat, Pengembangan dan Pengembangan dan Implementasi PHT
Implementasi PHT Perkebunan Rakyat Perkebunan Rakyat Berbasis Agribisnis,
Berbasis Agribisnis, Bogor 17-18 Bogor 17-18 September 2002. Bagian
September 2002. Bagian Proyek PHT Proyek PHT Tanaman Perkebunan. p
Tanaman Perkebunan. Hlm 117-128. 233-250.
Manohara, D, Suprapto dan I.W. Laba. 2003. Rachmat, A., A. Nurawan, dan T. Subarna. 1999.
Analisis Status Penelitian dan Pengendalian Hama Terpadu Pada Teh
Pengembangan PHT Pada Pertanaman Rakyat di Jawa Barat. BPTP Jawa Barat,
Lada. Risalah Simposium Nasional Bandung. 57p.
Penelitian PHT Perkebunan Rakyat, Rogers, E dan F. Shoemaker. 1986. Communi-
Pengembangan dan Implementasi PHT cation of Innovation (Terjemahan). Usaha
Perkebunan Rakyat Berbasis Agribisnis, nasional. Edisi 3. Surabaya, Indonesia.
Bogor 17-18 September 2002. bagian 197p.
Proyek PHT Tanaman Perkebunan 2003. Siswanto, B. Prasetyo, I. Setiajie, I. Purwantini, L.
Hlm 77-94. Nasution, C.M Mahfud, M. Martosuyono,
Mulya, K, D. Manohara, dan D. Wahyuno. 2003. dan W. Widayat. 1999. Studi Pendasaran
Status Penyakit Busuk Pangkal Batang PHT pada Tanaman Jeruk dan Teh.
Lada di Bangka. Risalah Simposium Bagpro PHT-PR. Badan Litbang
Nasional Penelitian PHT Perkebunan Pertanian. Bogor. 95p.
Rakyat, Pengembangan dan Implemen- SEARCA. 1997. Suistainable Agriculture
tasi PHT Perkebunan Rakyat Berbasis Indicators. SEAMEO Regional Centre for
Agribisnis, Bogor 17-18 September 2002. Graduate Study and Research in
Bagian Proyek PHT Tanaman Agricultural. 101p.
Perkebunan. Hlm 191-198.

40 Volume 8 Nomor 1, Juni 2009 : 30 - 41


Syafaat, A. Djulin, B. Rachmanto, W. K. Sedjati, Pengembangan dan Implementasi PHT
dan K.S. Indraningsih. 2003. Analisis Perkebunan Rakyat Berbasis Agribisnis,
Kebijakan Sosial Ekonomi Pengem- Bogor, 17 – 18 September 2002. Bagian
bangan Agribisnis Komoditas Kapas Proyek PHT Tanaman Perkebunan 2003.
Dalam mendukung Pengembangan Hlm 37-54.
Teknologi PHT. Bagpro PHT-PR. Badan Widayat, W, D.J. Rayati, A. Nurawan. 2003.
Litbang Pertanian. Bogor. 123 hlm. Analisis Status Penelitian dan
Supriadi, Siswanto, Wiratno dan M. Tombe. 2003. Pengembangan PHT Pada Pertanaman
Analisis Status Penelitian dan Teh. Risalah Simposium Nasional
Pengembangan PHT Pada Pertanaman Penelitian PHT Perkebunan Rakyat,
Jambu Mete. Risalah Simposium Pengembangan dan Implementasi PHT
Nasional Penelitian PHT Perkebunan Perkebunan Rakyat Berbasis Agribisnis,
Rakyat, Pengembangan dan Implemen- Bogor 17-18 September 2002. Bagian
tasi PHT Perkebunan Rakyat Berbasis Proyek PHT Tanaman Perkebunan. Hlm
Agribisnis, Bogor 17-18 September 2002. 95-116.
Bagian Proyek PHT Tanaman Winarso, B dan V. Darwis. Manfaat Teknologi
Perkebunan. Hlm 147-160. PHT Perkebunan Rakyat Pada Tanaman
Suryana, 2004. Dukungan IPTEK dalam Teh. Bagpro PHT-PR. Badan Litbang
Pengembangan Industri perkebunan. Pertanian. Bogor. 64 hlm.
Prosiding Simposium IV Hasil Penelitian Wiryadiputra, S, Y.D Junianto, E. Sulistyowati,
Tanaman Perkebunan, Bogor 28-30 Saidi, R Hulupi, M.C Mahfud dan L.
September 2004, Buku I. Puslitbang Rosmahani. 2003. Status Penelitian dan
Perkebunan, Badan Litbang Pertanian. Pengembangan PHT Pada Pertanaman
Hlm 21-29. Kopi. Risalah Simposium Nasional
Untung, K. 2003. Strategi Implementasi PHT Penelitian PHT Perkebunan Rakyat,
dalam Pengembangan Perkebunan Pengembangan dan Implementasi PHT
Rakyat Berbasis Agribisnis. Risalah Perkebunan Rakyat Berbasis Agribisnis,
Simposium Nasional Penelitian PHT Bogor 17-18 September 2002. Bagian
Perkebunan Rakyat, Pengembangan dan Proyek PHT Tanaman Perkebunan. Hlm
Implementasi PHT Perkebunan Rakyat 129-146.
Berbasis Agribisnis. Bogor, 17-18 Yusdja, Y, C. Saleh, M. Amin, M. Amir,
September 2002. Bagian Proyek PHT A.Sribagyo. 1992. Studi Base Line Aspek
Tanaman Perkebunan 2003. Hlm 1-18. Sosek PHT Kerjasama PSE Badan Litbang
Wahyudi, A., 2003. Risalah Simposium Nasional Pertanian – Bappenas. Bogor. 113p.
Penelitian PHT Perkebunan Rakyat.

Penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat (ADANG A. dan BENNY R.) 41

Anda mungkin juga menyukai