Anda di halaman 1dari 9

Tanggal Praktikum : Rabu, 16 Oktober 2019

Dosen Pembimbing : Dr. drh. Aulia Andi Mustika, MSi.


Kelompok Praktikum : 5 Pagi (08.30-11.00)

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI VETERINER

KERACUNAN OBAT (STRIKNIN)

Oleh :
1. Rifky Wisnuardi Waskito (B04160133) _____
2. Sarasvathi Cecile (B04160135) _____
3. Irena Ivania (B04160154) _____
4. M. Nabil Ramadhan (B04160156) _____
5. Siti Nurhasanah (B04160157) _____

BAGIAN TOKSIKOLOGI VETERINER


DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Keracunan merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh bahan


organik ataupun bahan anorganik yang masuk ke dalam tubuh sehingga
menyebabkan tidak normalnya mekanisme di dalam tubuh. Akibat-akibat dari
keracunan dapat menurunkan kesadaran bahkan pada kasus-kasus tertentu dapat
menyebabkan kematian jika cara penanganan yang salah. Keracunan seperti
yang diketahui masyarakat luas, hanya menyerang bagian saluran pencernaan
saja. Namun sebenarnya keracunan dapat menyerang saluran pernafasan juga.
Misalnya keracunan akibat menghirup gas beracun yang dapat menyebabkan
kepala pusing, dan mual (Yayasan Essentia 1993).

Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi


dan farmakologi susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama diantara obat
yang bekerja secara sentral. Striknin bekerja dengan cara mengadakan
antagonisme kompetitif terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah
penghambatan pascasinaps. Striknin menyebabkan perangsangan pada semua
bagian SSP, obat ini merupakan konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas.
Pada hewan coba, konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua
anggota gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi
oleh obat yang merangsang langsung neuron pusat.

Sifat khas lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang
simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran,
penglihatan, dan perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi pada hewan yang
hanya mempunyai medula spinalis. Striknin ternyata juga merangsang medula
spinalis secara langsung, atas dasar ini efek striknin dianggap berdasarkan
kerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut konvulsi spinal. Gejala
keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot muka dan leher.
Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan motorik hebat. Pada
stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi, akhirnya terjadi
konvulsi tetanik. Episode kejang ini terjadi berulang, frekuensi dan hebatnya
kejang bertambah dengan adanya perangsangan sensorik (Sunaryo 1995).
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui gejala klinis dan penanggulangan
pada hewan coba yang keracunan striknin.

TINJAUAN PUSTAKA

Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam


otak. Secara pasti, apa yang terjadi selama kejang tergantung kepada bagian otak
yang memiliki muatan listrik abnormal. Jika hanya melibatkan daerah yang
sempit, maka penderita hanya merasakan bau atau rasa yang aneh. Jika
melibatkan daerah yang luas, maka akan terjadi sentakan dan kejang otot di
seluruh tubuh. Penderita juga bisa merasakan perubahan kesadaran, kehilangan
kesadaran, kehilangan pengendalian otot atau kandung kemih dan menjadi
linglung. (Medicastore 2008).
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan
fisiologi dan farmakologi susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama
diantara obat yang bekerja secara sentral. (Louisa & Dewoto 2007).
Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif
terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan
pascasinaps, dimana glisin juga bertindak sebagai transmiter penghambat
pascasinaps yang terletak pada pusat yanng lebih tinggi di SSP. (Louisa &
Dewoto 2007).
Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini
merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan
coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak.
Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat yang
merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang striknin ialah
kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu
pendengaran, penglihatan dan perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi pada
hewan yang hanya mempunyai medula spinalis. Striknin ternyata juga
merangsang medula spinalis secara langsung. Atas dasar ini efek striknin
dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut
konvulsi spinal. (Louisa & Dewoto 2007).
Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan tempat suntikan, segera
meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Kadar striknin di SSP tidak lebih
daripada di jaringan lain. Stirknin segera di metabolisme oleh enzim mikrosom
sel hati dan diekskresi melalui urin. Ekskresi lengkap dalam waktu 10 jam,
sebagian dalam bentuk asal. (Louisa & Dewoto 2007).
Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot muka
dan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan motorik
hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi,
akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan berada dalam sikap
hiperekstensi, sehingga hanya occiput dan tumit saja yang menyentuh alas tidur.
Semua otot lurik dalam keadaan kontraksi penuh. Napas terhenti karena
kontraksi otot diafragma, dada dan perut. Kejang ini terjadi berulang, frekuensi
dan hebatnya kejang bertambah dengan adanya perangsangan sensorik
(Mardjono 1988).

Farelax adalah obat yang digunakan untuk pengobatan simtomatik


terhadap kondisi yang terkait dengan spasmus muskuloskeletal/kejang otot. Obat
Farelax mengandung Eperisone HCl, obat antispasmodik yang bekerja sebagai
relaksan otot dan vasodilator. Eperisone HCl sendiri merupakan obat
antispasmodik yang bekerja sebagai relaksan otot/melemaskan otot rangka dan
otot polos vaskular, yang menghasilkan pengurangan myotonia, peningkatan
sirkulasi, dan penekanan refleks rasa sakit.Rumus kimia obat ini adalah 4' -ethyl-
2-methyl-3-piperidinopropiophenone. Obat ini mempunyai khasiat sebagai
relaksan otot rangka dan sebagai vasodilator karena senyawa ini beraksi pada
batang saraf pusat dan pada otot polos vascular (Katzung 1997).
METODE

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah spuid 1mL,
stopwatch, dan kendang hewan, 1 ekor tikus, sediaan striknin, dan sediaan farelax.

Prosedur Kerja

Pemeriksaan fisiologis dilakukan pada tikus normal (posisi tubuh, reflex, rasa
nyeri, tonus, frekuensi napas dan jantung). Striknin disuntikkan pada tikus secara
subkutan dengna dosis sub letal. Diamati perubahan fisiologis tikus setiap 10 menit
sampai terjadi konvulsi pada tikus. Setelah terjadi konvulsi segera diinjeksi farelax
secara IP.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1 Pemberian Striknin

Menit Posisi Reflex Rasay Tonus Frekuensi Frekuensi Konvulsi


Tubuh Nyeri Napas Jantung
(x/menit) (x/menit)

0’ - + - + 80 240 -

10’ - ++ - + 144 320 -

16’ kifosis +++ + + 200 360 -

18’ kifosis +++ + + 180 320 +++

Pembahasan
Praktikum ini digunakan seekor tikus yang terlebih dahulu diamati prilaku
normalnya dimana juga diukur denyut jantung dan frekuensi napasnya. Kemudian
tikus disuntikkan striknin sebanyak 0,5 mL secara subcutan untuk kemudian dihitung
onset serta durasi dari striknin hingga timbul gejala konvulsi. Pada saat yang
bersamaan disiapkan antidota dari striknin yaitu sediaan farelax sebanyak 0,5 mL.
Setelah terjadi konvulsi pada tikus, segera disuntikkan farelax secara intra peritoneal
dengan dosis yang sama dengan pemberian striknin.

Menit ke-0 hingga menit ke-10 setelah penyuntikan striknin, tikus masih
menunjukkan prilaku normal disertai dengan frekuensi napas dan denyut jantung
yang normal. Pada menit ke-16 tikus mulai bersikap kifosis disertai dengan gejala
konvulsi aspontan yang mulai terlihat ketika diberikan sentuhan fisik pada tubuh
tikus. Menit ke-16 juga oleh praktikan diberikan antidota farelax dikarenakan onset
striknin yang telah dimulai. Pasca penyuntikan antidota tikus tidak memperlihatkan
perbaikan keadaan, tepatnya dimenit ke-18 gejala konvulsi semakin jelas terlihat dan
akhirnya pada menit ke-20 diberikan kembali farelax sebanyak 0,5 mL dan pada saat
itu juga tikus mati. Durasi striknin yang tercata yaitu selama 4 menit.

Menurut Gery et al (1995) LD 50 striknin untuk tikus dengan rute lisan


diangka 16 mg/kg berat badan atau setara dengan 0,05 mL per ekor tikus dengan
asumsi 1 ekor tikus dengan berat 200 gram. Jika dibandingkan dengan dosis yang
diberikan ke tikus pada saat praktikum, dosis striknin yang diberikan jauh lebih
tinggi dari LD 50 sehingga antidota yang diberikan yaitu berupa sediaan farelax
tidaklah efektif, sehingga pasca pemberian striknin kedalam tubub tikus, senyawa
striknin terus bekerja hingga timbul gejala klinis dengan cepat tanpa dipengaruhi
oleh antidota yang diberikan oleh praktikan karena striknin yang diberikan kelebihan
dosis.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Antidota yang diberikan kepada tikus ketika keracunan stiknin tidak efektif
atau tidak berkhasiat dikarenakan pemberian striknin yang diatas LD 50 yang
menyebabkan tikus mati hanya dengan durasi 4 menit.

Saran

Hendaknya mahasiswa mengetahui LD 50 suatu senyawa sebelum


dilakukannya praktikum, sehingga pemberian senyawa racun dan antidota dapat
efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Gery Schmitz, Hans Lepper, Michael Heidrich. 1995. Farmakologi dan


toksikologi. Jakarta (ID): EGC.

Katzung BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. Jakarta (ID): EGC.

Louisa M, Dewoto HR . 2007. Perangsangan Susunan Saraf Pusat . Dalam :


Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Jakarta (ID): Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Mardjono M. 1988. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta (ID): Dian Rakyat.

Medicastore. 2008. Kejang Apotek Online dan Media Informasi Obat Penyakit.
Jakarta (ID): Mediastore
Sunaryo. 1995. Perangsang Susunan Saraf Pusat dalam Farmakologi dan Terapi
Ed.IV. Jakarta (ID) : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Yayasan Essentia. 1993. Perawatan Dini Penderita Keracunan. The Committe on


Toxic: American College of Surgeon. Yogyakarta (ID): Yayasan
Essentia Medica.
LAMPIRAN

Gambar 1 Sediaan Gambar 2 Sediaan Gambar 3 Tikus


Striknin Farelax Normal

Gambar 4 Tikus Gambar 5 Tikus


kifosis Mati (20’)

Anda mungkin juga menyukai