Anda di halaman 1dari 3

Pendekatan Non-Klinis Diagnosis Anemia: Tradisional, Morfologik, Fungsional dan

Probabilistik
Pendekatan tradisional adalah penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
hasil laboratorium. Selanjutnya hasil pemeriksaan klinis dianalisis dan sintesis sehingga dapat
disimpulkan sebagai sebuah diagnosis, baik diagnosis sementara atau diagnosis definitif.

Pendekatan lain adalah pendekatan morfologi, fisiologi dan probabilistik. Dari aspek morfologi
maka anemia berdasarkan hapusan darah tepi atau indeks eritrosit diklasifikasikan menjadi anemia
hipokromik mikrositer, anemia normokromik normositer dan anemia makrositer.

Pendekatan fungsional disusun bersandar pada fenomena apakah anemia disebabkan karena
penurnan produksi eritrosit di sumsum tulang, yang bisa dilihat dari penurunan angka retikulosit,
ataukah akibat kehilangan darah atau hemolisis, yang ditandai oleh peningkatan angka retikulosit.
Dari kedua pendekatan ini kita dapat menduga jenis anemia dan kemungkinan penyebabnya. Hasil
ini dapat diperkuat dengan pendekatan probabilistik (pendekatan berdasarkan pola etiologi
anemia), yang bersandar pada data epidemiologi yaitu pola etiologi anemia di suatu daerah.

Pendekatan Probablistik adalah pendekatan diagnosis anemia berdasarkan pola etiologi anemia
yang sering dijumpai. Secara umum jenis anemia yang paling sering dijumpai di dunia adalah
anemia defisiensi besi, anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia. Pola etiologi anemia pada
orang dewasa pada suatu daerah sangat diperhatikan dalam menegakkan diagnosis. Di daerah
tropis anemia defisiensi besi merupakan penyebab tersering disusul oleh anemia akibat penyakit
kronik dan thalassemia. Pada perempuan hamil anemia karena defisiensi folat perlu juga mendapat
perhatian. Pada daerah terlentu anemia akibat malaria masih cukup sering dijumpai. Pada anak-
anak tampaknya thalasemia lebih memerlukan perhatian dibandingkan dengan anemia akibat
penyakit kronik. Sedangkan di Bali, mungkin juga di Indonesia, anemia aplastik merupakan salah
satu anemia yang sering dijumpai. Jika kita menjumpai anemia di suatu daerah, maka penyebab
yang dominan di daerah itu yang perlu diperhatikan pertama. Pendekatan terbaik adalah
menggabungkan pendekatan klinis dan non-klinis.

Pendekatan Klinis Diagnosis Anemia


Pendekatan klinis diagnosis anemia harus dilakukan secara terstruktur dan sistematis. Dalam
pendekatan klinis yang menjadi perhatian adalah:
Kecepatan timbulnya penyakit (onset anemia)
Berat ringannya derajat anemia
Gejala yang menonjol

Pendekatan Berdasarkan Onset Penyakit


Berdasarkan onset anemia, kita dapat membuat dugaan jenis

anemia yang diderita pasien. Anemia yang timbul cepat (dalam beberapa hari sampai minggu)
biasanya disebabkan oleh:

Perdarahan akut
Anemia hemolitik yang didapat seperti halnya pada AIHA terjadi penurunan Hb >1 g/dL per
minggu. Anemia hemolitik intravaskular juga sering terjadi dengan cepat. seperti misalnya akibat
reaksi transfusi, atau episode hemolisis pada anemia akibat defisiensi G6PD
Anemia yang timbul akibat leukemia akut
Krisis aplastik pada anemia hemolitik kronik.

Anemia yang timbul pelan-pelan biasanya disebabkan oleh:

Anemia defisiensi besi


Anemia defisiensi folat atau vitamin Bl2
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia hemolitik kronik yang bersifat kongenital

Pendekatan Berdasarkan Beratnya Anemia


Derajat anemia dapat dipakai sebagai petunjuk diagnosis banding etiologi anemia.

Anemia berat biasanya disebabkan oleh:

Anemia defisiensi besi


Anemia aplastik
Anemia pada leukemia akut
Anemia hemolitik didapat atau kongenital seperti misalnya pada thalasemia major
Anemia pasca perdarahan akut
Anemia pada GGK stadium terminal.

Jenis anemia yang lebih sering bersifat ringan sampai sedang, jarang sampai derajat berat ialah:

Anemia akibat penyakit kronik


Anemia pada penyakit sistemik
Thalasemia Trait
Jika pada ketiga anemia tersebut di atas dijumpai anemia berat, maka harus dipikirkan diagnosis
lain, atau adanya penyebab lain yang dapat memperberat derajat anemia tersebut.

Pendekatan Berdasarkan Sifat Gejala


Dominasi gejala anemia dapat dipakai untuk membantu diagnosis etiologi anemia. Pada kelompok
penyakit ini, gejala anemia lebih menonjol dibandingkan gejala penyakit dasar dijumpai pada:

Anemia defisiensi besi


Anemia aplastik
Anemia hemolitik

Sedangkan pada anemia akibat penyakit kronik dan anemia sekunder lainnya (anemia akibat
penyakit sistemik, penyakit hati atau ginjal), gejala-gejala penyakit dasar sering lebih menonjol.
Pendekatan diagnosis anemia dengan cara gabungan hasil penilaian klinis dan laboratorik
merupakan cara yang ideal, tetapi memerlukan fasilitas kesehatan dan ketrampilan klinis yang
baik. Algoritma diagnosis anemia berdasar hasil laboratorium dapat diamati pada algoritma di
atas.

Pendekatan Terapi Anemia


Terapi anemia tidak dapat dipukul rata, pendekatannya secara spesifik etiologis. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia ialah:
Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah ditegakkan terlebih
dahulu
Pemberian hematinik (obat penambah hemoglobin) tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan
Pengobatan anemia dapat berupa:
Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut akibat anemia aplastik yang
mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut yang disertai gangguan
hemodinamik.
Terapi suportif
Terapi yang khas untuk masing-masing anemia
Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut
Dalam keadaan di mana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, terpaksa diberikan terapi
percobaan (terapi ex juvantivus). Di sini harus dilakukan pemantauan yang ketat terhadap respon
terapi dan perubahan perjalanan penyakit pasien dan dilakukan evaluasi terus menerus tentang
kemungkinan perubahan diagnosis
Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda gangguan
hemodinamik.
Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika anemia bersifat simtomatik atau adanya
ancaman payah jantung. Di sini diberikan packed red cell, jangan whole blood. Pada anemia
kronik sering dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena itu transfusi diberikan dengan
tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretika kerja cepat seperti furosemid sebelum transfusi.

Anda mungkin juga menyukai