PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami gambaran radiologis
intracerebral pada pasien HIV AIDS.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mandibula terdiri dari corpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus.
Corpus mandibulae bertemu dengan ramus masing-masing sisi pada angulus
mandibulae. Pada permukaan luar di garis tengah corpus mandibulae terdapat sebuah
rigi yang menunjukkan garis fusi dari keduan belahan selama perkembangannya,
yaitu symphisis mandibulae. Foramen mentale dapat dilihat di bawah gigi premolar
kedua. Dari lubang ini keluar arteri, vena, nervus elveolaris inferior.4
Pada permukaan medial corpus mandibulae di bidang tengah tampak spina
mentalis, bagian atas merupakan tempat origo m. genioglossus dan bagian bawah
tempat origo m. geniohyoideus. Linea mylohyoidea tampak sebagai rigi oblik yang
berjalan ke belakang dan lateral dari area spina mentalis menuju ke area di bawah dan
dan belakang gigi molar tiga. Fovea submandibularis, dimana terdapat pars
superficialis glandula submandibularis, terletak di bawah bagian posterior linea
mylohyoidea. Fovea sublingualis, tempat dari glandula sublingualis, terletak di atas
bagian anterior linea mylohyoidea.4
Pinggir atas corpus mandibulae disebut pars alveolaria. Pada orang dewasa
berisi 16 lubang untuk akar-akar gigi. Pinggir bawah corpus mandibulae disebut
basis. Fossa digastrica merupakan lekukan kecil yang kasar pada basis, pada sisi
kanan dan kiri symphisis mandibulae. Di dalam fossa ini terdapat origo venter
anterior M. digastrikus.4
Pada permukaan lateral ramus terdapat tanda-tanda perlekatan m.masseter.
pada permukaan medial ditemuakan foramen mandibulare, untuk arteri, vena, nervus
alveolaris inferior. Di depan foramen terdapat tonjolan tulang disebut lingula, untuk
tempat perlekatan ligamentum sphenomandibulare. Foramen menuju ke dalam
kanalis mandibularis, yang bermuara ke permukaan lateral corpus mandibulae pada
foramen mentale. Canalis incicivus merupakan lanjutan ke depan dari canalis
3
mandibularis di luar foramen mentale dan di bawah gigi incicivus. Permukaan medial
processus coroideus merupakan tempat perlekatan m. temporalis. Di bawah processus
condylaris atau caput, terdapat coluum yang pendek.4
4
- Pembuluh darah: arteri dan vena facialis dan arteri dan vena lingualis
- Nodi lymphoidei; kelompok submandibularis.4
2.2 Definisi
Ameloblastoma (amel, yang berarti enamel dan blastos, yang berarti kuman)
adalah tumor, jarang jinak epitel odontogenik (ameloblasts, atau bagian luar, pada
gigi selama pengembangan) jauh lebih sering muncul di mandibula daripada maxila.
Ini diakui pada tahun 1827 oleh Cusack. Jenis neoplasma odontogenik ditunjuk
sebagai adamantinoma pada 1885. 5,6
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang
tidak menjalani diferensiasi membentuk enamel. Tumor ini biasanya unisentrik,
nonfungsional, pertumbuhannya bersifat intermiten, secara anatomis jinak, secara
klinis bersifat persisten, dan secara lokal invasif.3
2.3 Epidemiologi
Insiden terjadinya ameloblastoma adalah 1% dari seluruh tumor di mulut dan
9-11% dari tumor odontogenik.7,8 Ameloblastoma dapat mengenai berbagai usia,
sering terjadi pada usia kecil dari 10 tahun hingga dewasa dan di atas usia 90 tahun
dengan usia rata-rata 39,9 tahun. Rata-rata usia terjadinya ameloblastoma pada kulit
hitam adalah 28,7 tahun dan 41,2 tahun pada orang Asia. Perbandingan insiden antara
pria dan wanita sama. Berdasarkan lokasi anatomi, perbandingan ameloblastoma di
mandibula dan maksila adalah 5.5 : 1.8,9
2.4 Etiologi
Penyebab ameloblastoma bervariasi, namun pencetus terjadinya proses
proliferasi neoplasma jaringan epitelialnya belum diketahui. Di duga tumor ini
berawal dari; (1) Sisa sel organ enamel Malassez, baik sisa dari dental lamina
maupun selubung Hertwig pada ligament periodontal, (2) Organ enamel yang sedang
berkembang, (3) Sisa epitel serres pada gingival, (4) Sel basal dari permukaan epitel
pembentuk rahang, (5) Sel basal oral mukosa, hasil dari invaginasi sel basal epitel ke
5
tulang rahang yang sedang berkembang (6) Epitel heterotropik dari bagian tubuh
yang lain terutama kelenjar hipofisis (pituitari), yang bermigrasi ke rahang dan, (7)
Epitel dari kista terutama kista dentigerous.5 Mekanisme ameloblastoma tumbuh
membesar dan menginvasi terlihat pada ekspresi TNF-α, protein anti apoptotik (Bcl-
2,Bcl-XL), dan protein interfase (faktor pertumbuhan fibroblas [ FGF], matriks
metaloprotein [ MMP]. Ameloblastoma mengalami proliperasi terlihat dalam siklus
sel yang berhubungan dalam Ki-67. Mutasi gen p 53 tidak terlihat pada
perkembangan atau pertumbuhan ameloblastoma. Kasus ameloblastoma yang
berhubungan dengan kista dentigerous pertama kali dilaporkan oleh Cahn (1933),
selanjutnya beberapa kasus lain yang menunjukkan adanya keterkaitan antara
ameloblastoma dan kista dentigerous dilaporkan oleh antara lain Castner dkk (1967),
Dresser dan Segal (1967), Gardner dan Pecak (1980), Hutton (1967), Lee (1970),
Quinn dan Fournet (1969) dan Taylor dkk (1971).3
2.5 Klasifikasi
6
ameloblastoma luminal, (2) ameloblastoma intraluminal dan (3)
ameloblastoma mural.
3. Ameloblastoma Peripheral (Ekstraosseus) : Pertama kali dilaporkan oleh
Stanley dan Krogh (1959). Hanya 1% kejadian yang ditemukan dari
keseluruhan kasus ameloblastoma. Tumor ini mungkin terbentuk dari sisa-sisa
epitel odontogenik dibawah mukosa oral atau dari sel basal epitelial dari
permukaan epitel atau dari sisa epitel serres pada gingiva. Secara
histopatologik memiliki gambaran yang sama dengan bentuk intraoseus dari
ameloblastoma.
2.6 Patogenesis
1. Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis
dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada
perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada
bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupa retikulum stelata.
2. Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma.
Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957)
mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista
dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista
odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.
3. Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber
(1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan
dengan epiteluim oral.
4. Heterotropik epitel dari luar rongga mulut.
7
2.7 Gejala Klinis
2.8 Diagnosis
8
Radiografi:
Berupa Dental foto: periapikal dan oklusal foto, Panoramik, PA, lateral
dan submento vertex. Ameloblastoma merupakan tumor jinak yang bersifat
destruktif dan terkadang ditemukan bermetastasis. Pertumbuhannya cenderung
lambat dan dapat menyebar ke sumsum tulang tanpa terjadinya resoprsi
trabekular. Akibatnya, batas tumor tidak jelas pada gambaran radiogradi
sehingga sering berulang pasca pengangkatan tumor. 11
Dalam kebanyakan kasus, ameloblastoma menyajikan variasi
karakteristik. Berdasarkan dari radiografi, lesi pada mandibula memiliki batas
yang baik, sering ter-kortikasi, dan kadang-kadang berbentuk scalloped;
Sebaliknya, lesi pada maksilla, memiliki batas lesi yang tidak jelas dan
cenderung tumbuh di sepanjang tulang. Struktur internal bervariasi, dari benar-
benar radiolusen hingga campuran. Dengan adanya tulang sebagai septum
terciptalah kompartemen dalam. Kompartemen pada tulang berbentuk bulat
dengan ukuran yang bervariasi. Septum biasanya kasar dan melengkung dan
berasal dari tulang normal yang telah terperangkap dalam tumor. Dengan
pertumbuhan atau ekspansi tumor, terdapat perpaduan dari kompartemen dan,
sebagai hasilnya, mungkin ada transformasi dari multilokular ke ruang kistik
monolocular. Tumor di mana kompartemen besar dan sedikit jumlahnya
mungkin menyerupai multilokular epitel berlapis kista. Tampilan radiografi
ameloblastoma adalah bervariasi. HM Layak menggambarkan empat pola,
yaitu:11
9
Gambar 2. Variasi radiografi dari ameloblastoma
10
Gambar 3 Jenis gambaran radiologi pada ameloblastoma (a) rahang atas radiografi oklusal
menunjukkan jenis unicystic ameloblastoma; (b) dipotong radiografi panoramik
menunjukkan jenis jaring laba-laba; (c) dipotong radiografi panoramik menunjukkan jenis
sabun-gelembung; dan (d) intraoral periapikal radiografi menunjukkan jenis sarang lebah
1. Pola Unicystic
Tampak radiolusensi unilocular menyerupai kista, namun, tidak seperti kista,
tipe ini menyebabkan diskontinuitas dalam korteks perifer dan bahkan
mungkin menunjukkan trabekula dalam lumen.
2. Multikistik
a. Pola jaring laba-laba (Spider-web)
Merupakan penampilan yang paling umum, di mana lesi terlihat sebagai
area radiolusen besar dengan batas bergigi (scalloped). Dari pusat lumen
helai kasar trabekula membentang ke perifer, sehingga menimbulkan
karikatur jaring laba-laba (spider web). 11
b. Pola gelembung sabun (bubble soap appearance)
11
Lesi ini tampak sebagai radiolusensi multilokular dengan kompartemen
besar dari berbagai ukuran, sehingga menimbulkan penampilan
gelembung sabun, atau 'sekelompok anggur' multi-bilik, atau multi-
kistik. 11
c. Pola Sarang Lebah (Honeycomb appearance)
Merupakan bentuk umor yang tidak mengalami degenerasi kistik. Oleh
karena itu, beberapa radiolusen kecil terlihat dikelilingi oleh korteks-
korteks tulang berbentuk hexagonal atau poligonal yang berdinding
tebal, sehingga menimbulkan penampilan sarang lebah. 11
3. Perripheral Ameloblastoma
Tidak memiliki gambaran radiologis karena mengenai jaringan lunak. 11
CT Scan
Gambaran CT dapat mendeteksi perforasi kortex luar dan perluasan ke
jaringan lunak sekitarnya. 11
12
Gambar 5. Potongan Coronal CT Scan menunjukkan perluasan lesi yang meluas, destruksi dan
penipisan kortikal yang minimal
13
Gambar 7. Perluasan lesi dengan perubahan erosif, perforasi dan destruksi kortikal.
1. Ameloblastoma Multikistik
a. Tipe folikular
merupakan tipe yang paling umum dan mudah dikenali. Tipe ini ditandai
dengan pulau-pulau epitelium menggambarkan epitel organ enamel
didalam stroma jaringan ikat fibrosa dewasa. sarang-sarang epitel ini
terdiri dari inti yang berisi sel anguler menggambarkan retikulum stelata
dari organ email. Intinya dikelilingi oleh lapisan tunggal sel kolumnar
seperti ameloblast. Inti sel-sel ini terletak di kutub yang berlawanan
dengan membran dasar disebut juga sebagai reversed polarity. Pada area
lain sel perifernya lebih berbentuk kuboid dan menggambarkan sel basal.
14
Pembentukan kista umum terjadi mulai dari kista mikro hingga kista
makro. 12
b. Tipe pleksiform
Terdiri dari benang epitel panjang yang beranastomosis Benang-benang
atau lembaran-lembaran epitel tersebut diikat oleh sel mirip ameloblas
berbentuk kolumnar dan kuboid, mengelilingi sel epitel yang diatur secara
longgar. Stroma memiliki struktur yang longgar dan memiliki
vaskularisasi. Pembentukan kista tidak umum terjadi pada ameloblastoma
dengan tipe histopatologik ini. Kalaupun ada kista, maka terbentuk dari
degenerasi stroma bukan karena perubahan epitelium. 12
15
c. Tipe akantomatosa
Ketika metaplasia sel skuamosa yang luas muncul dibagian tengah pulau
epitel ameloblastoma folikular maka disebut sebagai acanthomatous
ameloblastoma. Secara histopatologik biasanya lesi ini diduga sebagai
karsinoma sel skuamosa. 13
16
e. Tipe desmoplastik
Terdiri dari pulau-pulai kecil dan benang-benang epitel odontogenik
didalam stroma yang terkolagenisasi penuh. Studi imunohistochemical
menunjukkan produksi sitokin yang mungkin menjadi penyebab
desmoplasia. Secara radiografis lesi ini menggambarkan lesi fibro-
osseus.13
17
2. Ameloblastoma unikistik
a. Ameloblastoma luminal
Tumor ini terikat ke permukaan luminal dari kista. Lesi terdiri dari
dinding kista fibrosa dengan lapisan yang berisi epitelium ameloblastik
baik parsial maupun total. Tampak lapisan basal sel kolumnar atau kuboid
dengan inti hiperkromatik yang menunjukkan adanya reverse polarity dan
vakuolisasi sitoplasmik basilar. 13
b. Ameloblastoma intraluminal
Adanya nodul-nodul ameloblastoma dari lapisan kista hingga lumen kista.
Nodul bisa secara realif kecil atau besar hingga memenuhi lumen kista.
Pada beberapa kasus nodul yang berada didalam lumen memperlihatkan
pola plexiform dan edematous seperti pada ameloblastoma konvensional,
lesi yang seperti ini disebut pelxiform unicystic ameloblastoma.13
18
Gambar 15 Ameloblastoma tipe intra luminal
c. Ameloblastoma mural
Dinding fibrosa kista diinfiltrasi oleh ameloblastoma plexiform dan
folllicullar. Perluasan dan kedalaman infiltrasi ameloblastoma bervariasi.13
3. Ameloblastoma perriferal
Adanya pulau-pulau epitelium ameloblastik pada lamina propria di bawah
epitel permukaan. Dapat menunjukkan gambaran ameloblastoma intraosseus,
umumnya tipe folikular dan tipe pleksiform, tapi lesi ini terjadi di jaringan lunak yang
menutupi penghubung gigi pada rahang. Pada kasus ini,tidak ada gambaran
radiografisnya. Beberapa lesi dapat menyebabkan erosi penekanan superficial pada
tulang alveolar tanpa disertai invasi, dan dapat menyebabkan defek cupping atau
saucerization pada tulang. 13
19
Gambar 17. Ameloblastoma tipe periperal
20
keratosis cenderung tumbuh di sepanjang tulang tanpa ekspansi yang jelas, yang
merupakan karakeristik ameloblastoma.7, 14
Giant cell granuloma umumnya terjadi di bagian anterior dari gigi-gigi molar,
terjadi pada kelompok usia yang lebih muda, dan memiliki septum yang lebih
granular dan kurang jelas. Odontogenik myxoma dapat memiliki tampakan septum
yang serupa, namun biasanya terdapat 1 atau 2 septum yang tipis, tajam, dan lurus
yang merupakan karakteristik myxoma. Adanya 1 septum dengan karakteristik
tersebut saja sudah mengindikasikan sebuah myxoma. Selain itu myxoma tidak
seekspansif ameloblastoma dan cenderung tumbuh di sepanjang tulang. Septum pada
ossifying fibroma biasanya lebar, granular, dan berbatas kurang jelas. Selain itu
terdapat trabekula kecil yang irregular. 7
2.10 Penatalaksanaan
21
multikistik yang hanya dilakukan kuretage. Oleh karena itu, reseksi tumor dengan
pinggir 1 cm dari batas bebas tumor merupakan pilihan terapi pada kasus ini. 13
22
Pemberian cairan Nitrogen pada batas tulang, sebagai terapi tambahan setelah
enukleasi dan kuretage, dapat menyebabkan devitalisasi sel di dalam tulang hingga 2
mm sekitar tulang. Penerapan terapi ini dapat dilakukan pada tumor yang memiliki
batas bebas tumor yang sulit diraih, seperti dasar tengkorak, lantai dasar orbita, atau
13
pada ameloblastoma unikistik tipe intraluminal dan luminal.
b. Chemical Fixation
Penggunaan larutan Kanoy cukup efektif diterapkan pada kasus
Amlobastoma Unikistik tipe luminal dan intraluminal. 13
2.11 Komplikasi
23
Dua faktor yang diasumsikan menjadi penyebab hipoproteinemi pada
ameloblastoma kistik yang besar: dinding kista bertindak sebagai membran
semipermeabel; dan kebocoran cairan intrakistik secara langsung melalui lubang pada
dinding kista. Beberapa penulis mengemukakan bahwa kista odontogenik berkualitas
membran semipermeabel dan memiliki kemampuan untuk mentransfer protein secara
positif. Kadar albumin cairan kista odontogenik hampir sama dengan serum albumin.
Hal ini mungkin berdasarkan berat molekul albumin yang lebih kecil dari globulin;
sehingga mudah berpindah melalui membran. Ameloblastoma bersifat odontogenik
juga dan formasi kista sering ditemukan pada pasien dengan kelainan tersebut. Dalam
kondisi ini, mungkin protein diserap melalui dinding kista dan ditransfer ke dalam
rongga kista. 2
2.12 Prognosis
Prognosis dalam hal pengobatan tumor ini baik jika kita memperhatikan
angka kematian, tetapi jika kemampuan tumor untuk menyerang secara lokal dan
menghancurkan dengan pertumbuhan yang luas ke dalam jaringan dari wajah dan
rahang diperhatikan, maka harus disimpulkan bahwa itu adalah tumor yang serius dan
satu di antara metode pengobatan yang paling memadai harus dipilih. Jurnal GumGum, more
24
rekurensi 90% dan 3,6%-4,5% jika dilakukan reseksi tumor dengan 1 cm dari batas
pinggir bebas tumor. Pada Ameloblastoma unikistik, pola mural lebih sering
mengalami rekurensi dibandingkan pola intraluminal ataupun luminal. Rekurensi
terjadi hingga 64% pada kasus pola mural yang ditatalaksana hanya dengan kuretage
dan enukleasi, dan mengalami rekurensi 16% jika disertai dengan terapi adjuvant
seperti cryotherapy atau Kanoy post enukleasi dan kuretage. Pada kasus
Ameloblastoma Periferal, rekurensi terjadi 16%-19% dalam kurun waktu 5 tahun.
Follow up pada pasien Ameloblastoma wajib dilakukan mengingat angka rekurensi
yang cukup tinggi dalam 5 tahun. Sebaiknya dilakukan orthopantomograms setiap 6
bulan pada 1 tahun pertama setelah operasi, dan setiap tahunnya untuk tahun
berikutnya. 13
25
BAB III
KESIMPULAN
26
mural disertai dengan adjunctive therapy berupa cryotherapy ataupun penerapan
larutan Kanoy. Rekurensi terjadi hingga 64% pada kasus pola mural yang
ditatalaksana hanya dengan kuretage dan enukleasi, dan mengalami rekurensi 16%
jika disertai dengan terapi adjuvant seperti cryotherapy atau Kanoy post enukleasi dan
kuretage. Pada kasus Ameloblastoma Periferal, rekurensi terjadi 16%-19% dalam
kurun waktu 5 tahun.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
12. More Chandramani et all. 2012. Radiographic analysis of ameloblastoma: A
retrospective study. Indian Journal of Dental Research 2012. 23 (5). Pg 698-690
13. Bagheri S et all. 2012. Current Therapy in Oral and Maxillofacial Surgery.
United States:El Sevier. Pg. 384-389
14. Manas M, Jasbir S, Rachna A. 2014. Ameloblastic carcinoma: A case report and
literature review. Monika Bansal Department of Pathology, Giansagar Medical
College and Hospital, Banur, Dist. Patiala, Punjab, India 36.68.51.221
29