RI
Disusun oleh :
Senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih
memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang
luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah tentang “Ketetapan
MPR RI” Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita
semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama
Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh
alam semesta.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan tugas mata kuliah
Pendidikan pancasila. saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
Tak lupa dengan seluruh kerendahan hati, saya meminta kesediaan pembaca untuk
memberikan kritik serta saran yang membangun mengenai penulisan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
C. Tujuan.......................................................................................................................... 2
A. Kesimpulan .................................................................................................................10
B. Saran ..........................................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Majelis Permusyawaratan Rakyat atau yang lebih dikenal dengan lembaga MPR
muncul pertama kalinya pada saat sidang kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dewasa ini MPR mempunyai andil yang cukup
besar dalam menjalankan fungsi kepemerintahan RI. Salah satu produk hukum yang
dikenal lahir dari lembaga negara tersebut ialah Ketetapan MPR / TAP MPR . Namun
TAP MPR dalam beberapa dekade terakhir mengalami suatu kondisi yang kontradiktif.
Sebelumnya, dalam UU No. 10/2004 TAP MPR dikeluarkan dari hierarki peraturan
Tahun 1966 dan TAP MPR No. III Tahun 2000. Akhirnya TAP MPR dikeluarkan dari
hierarki dengan berlakunya UU No. 10/2004. Namun , Sesuai ketentuan Pasal 7 ayat
(1) UU 12/2011, Tap MPR dimasukkan kembali ke dalam hierarki peraturan perundang-
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
1
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
kedudukan tap MPR tersebut setelah amandemen UUD 1945 . Mengapa bisa terjadi hal
demikian ? . Apa yang menyebabkan TAP MPR kembali dimasukkan kedalam Hirarki
perundang-undangan di Indonesia.
Serta bagaimana pula apabila TAP MPR itu sendiri yang dikeluarkan oleh MPR
bertentangan dengan UUD RI 1945 dan juga bila UU bertentangan dengan TAP MPR.
fenomena tersebut. Hal tersebutlah yang akan kami bahas didalam bentuk makalah
formal berikut sebagai bentuk kritis dalam hal menanggapi tentang TAP MPR RI
dewasa ini.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
sangat dikenal dan melekat di hati sanubari hampir seluruh rakyat Indonesia.
Keberadaan MPR sudah dikumandangkan sejak berdirinya Republik ini dan secara
resmi telah disebut dalam UUD 1945. Pada awalnya MPR diposisikan sebagai lembaga
yang berkedudukan sebagai lembaga negara tertinggi. MPR berwenang memilih dan
kepada MPR karena Presiden sebagai mandataris MPR. Lembaga ini juga berwenang
haluan negara. Pada masa reformasi, posisi MPR telah mengalami reposisi dengan
dilakukannya perubahan UUD 1945. MPR tidak lagi ditempatkan sebagai lembaga
tertinggi negara tetapi berkedudukan sebagai lembaga negara yang statusnya menjadi
tidak jelas antara sebagai joint session ataukah permanent body. MPR hanyalah
sebuah perkumpulan anggota DPR dan anggota DPD yang terjadi secara rutin untuk 5
tahun sekali atau bila ada kejadian-kejadian insidental yang menyangkut penyimpangan
Dasar atau bila terjadi hal yang menyebabkan tidak berfungsinya Presiden dan/atau
Wakil Presiden seperti sebab berhalangan tetap atau sudah tidak memenuhi syarat lagi.
3
Kewenangan MPR yang lain yang masih dipertahankan adalah MPR berwenang
insidental, artinya tidak secara rutin dilakukan dan hanya bila ada kemauan politik saja
untuk menjalankan kewenangan ini. Dengan demikian tugas rutin MPR hanyalah
dilakukan setiap 5 tahun sekali, dan tugas kesehariannya tidak ada, oleh karenanya
Secara umum, implikasi dari perubahan UUD 1945, tentu saja memberikan akibat
implikasi mendasar akibat perubahan UUD 1945 terhadap kedudukan dan kewenangan
1. MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi Negara sebagai perwujudan Pasal 1 ayat
2 UUD 1945, yakni menjadi representasi absolut dari kedaulatan rakyat Indonesia.
MPR pasca perubahan UUD 1945, kini memiliki kedudukan sederajat dengan
2. Sebagai konsekuensi MPR yang tidak lagi menjadi lembaga tertinggi Negara, maka
MPR bukanlah lembaga perwakilan, akan tetapi cendrung menjadi “joint sesion”
antara anggota DPR dan anggota DPD yang memiliki fungsi bersifat lembaga
Secara implisit, roh atau eksistensi MPR menjadi ada atau diadakan jika berkenaan
dengan kewenangan yang diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun
4
MPR itu sendiri baru dikatakan ada (actual existence) pada saat kewenangan atau
oleh Indonesia, supremasi parlemen yang memegang fungsi legislasi, hanya ada
3. MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk membuat ketetapan yang bersifat
Negara, berarti aturan dasar Negara kita berlaku secara singular atau tunggal yang
bertumpu kepada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. MPR kini tidak lagi
berwenang menerbitkan aturan dasar Negara (grundnorm) di luar UUD NRI Tahun
Sejalan dengan point ke-3 diatas, Harun Al Rasyid menegaskan bahwa TAP MPR
tidak bisa dijadikan sebagai peraturan perundang-undangan atau memuat hal-hal yang
bersifat regeling (pengaturan) Lebih lanjut menurut Harun Al Rasyid, ketetapan MPR
B. Ketetapan MPR RI
dikeluarkan oleh MPR serta mempunyai kekuatan Hukum mengikat ke luar dan ke
5
Permusyawaratan Rakyat tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum
Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
bagi Partai Komunis Indonesia dan larangan setiap Kegiatan untuk Menyebarkan
Demokrasi Ekonomi.
5. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas KKN.
Nasional.
9. Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.
6
10. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
11. Ketetapan MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
13. Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolahan
Tujuan pembentukan Ketetapan MPR tersebut adalah untuk meninjau materi dan
status hukum setiap TAP MPRS dan TAP MPR, menetapkan keberadaan (eksistensi)
dari TAP MPRS dan TAP MPR untuk saat ini dan masa yang akan datang, serta untuk
151t u151g kepastian hukum. Dengan ditetapkannya Ketetapan MPR tersebut, seluruh
Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang berjumlah 139 dikelompokkan ke dalam
materi dan status hukumnya. Kategori I yakni TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku (delapan ketetapan), Kategori II yakni TAP MPRS/TAP MPR
yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan (tiga Ketetapan) dan Kategori III yakni
TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya
MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-
Undang (11 Ketetapan), Kategori V yakni TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan masih
berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib Baru oleh MPR Hasil
Pemilu 2004 (lima Ketetapan). Kategori VI yakni TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan
7
tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig),
wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara,
kini berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara
lainnya (seperti Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK). TAP MPR sudah tidak
dibentuk lagi:
Pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2003, MPR menetapkan Ketetapan MPR RI
Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan
MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Tujuan
pembentukan Ketetapan MPR tersebut adalah untuk meninjau materi dan status hukum
setiap TAP MPRS dan TAP MPR, menetapkan keberadaan (eksistensi) dari TAP
MPRS dan TAP MPR untuk saat ini dan masa yang akan datang, serta untuk memberi
kepastian hukum.
Ketetapan MPR yang berjumlah 139 dikelompokkan ke dalam 6 pasal (kategori) sesuai
apabila munculnya pertentangan antara TAP MPR terhadap UUD RI 1945 dan
8
pertentangan antara UU terhadap TAP MPR ? Maka jawabannya adalah apabila timbul
sebenarnya dapat melakukan pengujian terhadap TAP MPR. Hal tersebut dapat kita
lihat pada ketentuan pasal 4 TAP MPR Nomor I/MPR/2003, yang secara tersirat telah
menyamakan kedudukan TAP MPR dengan produk UU yang diharuskan untuk dibuat
sebagai pengganti norma yang diatur dalam TAP MPR sebelumnya. Kecuali, TAP MPR
yang disebutkan dalam pasal 2 TAP MPR Nomor I/MPR/2003, Mahkamah Konstitusi
4.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sebelum dilakukan atas perubahan UUD 1945, MPR dikonstruksikan sebagai
wadah penjelmaan seluruh rakyat yang berdaulat, tempat kemana Presiden harus
2. Secara yuridis, MPR itu sendiri sebagai lembaga baru menjadi ada apabila
3. Dalam tata tertib MPR tahun 1998 dan tatib MPR seterusnya (sampai sekarang)
kata “keputusan” dalam kalimat norma tatib tersebut diganti dengan kata “putusan”.
4. Tujuan pembentukan Ketetapan MPR tersebut adalah untuk meninjau materi dan
status hukum setiap TAP MPRS dan TAP MPR, menetapkan keberadaan
(eksistensi) dari TAP MPRS dan TAP MPR untuk saat ini dan masa yang akan
5. Lembaga negara yang dapat menentukan status hukum dan materi kedelapan
undang-undang.
10
B. Saran
UUD 122 sebaiknya diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai cara
aspirasi melalui sosialisasi seperti metode FGD dan MPR goes to Campus serta
memanfaatkan sarana-sarana media massa dan media sosial. Selain itu, secara
hubungan internal MPR agar lebih giat melakukan konsilidasi dukungan parpol
melakukan amandemen.
11