Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MANAJEMEN SUMBER DAYA ALAM

RAGAM SUMBER DAYA ALAM : SOSIO-KULTUR

Disusun oleh:

Vanessa Iin Kurniawati (20180210172)

Muhammad Ruhul Islam (20180210178)

Dimas Wahyu Prasetyo (20180210185)

Novi Umi Latifah (20180210189)

Naufa Yafi Waladi (20180210204)

PRODI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik
dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan social dalam bidang
pertanian yang seiring dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan
langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang
bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh social budaya dalam masyarakat memberikan peranan
penting dalam mencapai hasil pertanian yang optimal. Perkembangan
social budaya dan masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat
dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan falam
proses berfikir. Perubahan social dan budaya bisa memberikan dampak
positif maupun negatif.
Hubungan antara budaya dan pertanian sangatlah erat
hubungannya bahkan sejak jaman nenek moyang manusia telah mengenal
bercocok tanaman dengan alat-alat tradisional.
B. Tujuan
1. Memahami sosio-kultur dalam Manajemen Sumber Daya Alam
2. Mengetahui sosio-kultur dalam ragam sumber daya alam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sosio-kultur

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, sosial ialah segala sesuatu yang
mengenai masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka
memperhatikan kepentingan umum (kata sifat). Sedangkan budaya dari kata Sans
atau Bodhya yang artinya pikiran dan akal budi. Budaya ialah segala hal yang
dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung
cinta, rasa dan karsa. Dapat berupa kesenian, pengetahuan, moral, hukum,
kepercayaan, adat istiadat ataupun ilmu.

Maka definisi sosial budaya itu sendiri adalah segala hal yang dicipta oleh
manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan/atau dalam kehidupan
bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar budi
dan pikirannya yang diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Sosio-kultur dalam sumber daya alam


Berdasarkan wujudnya, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen
utama:

1. Kebudayaan Material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata,


konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang
dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan,
senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang,
seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar
langit, dan mesin cuci.

2. Kebudayaan Nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari


generasi ke generasi. Kebudayaan masyarakat memiliki 7 unsur, yaitu peralatan
dan perlengkapan hidup, mata mencaharian dan system ekonomi, sistem
kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem kepercayaan.
Komponen-komponen pola budaya dominan meliputi wordview, activity
orientation, time orientation, human nature orientation, human nature orientation
dan perception of self.

Adapun penjelasannya dari komponen-komponen pola budaya tersebut adalah


antara lain sebagai berikut.

3. Worldview

Pandangan terhadap dunia mengenai pertanian terhadap alam semesta:

a. Hubungan masyarakat pertanian dengan alam semesta


b. Subjugation: alam dikendalikan, dan exploitasi

Pembukaan hutan untuk kepentingan pertanian seperti kegiatan bercocok tanam .


Akibat pembuakaan lahan itu wilayah hutan menjadi sempit dan ahirnya
menyebabkan kerusakan ekosistem . dengan keadaan tersbut alas an ynag
pertama untuk lahan pertanian ternyata secara tidak langsung mengekploitasi
hutan .

4. Cooperative: alam adalah sahabat, sakral, tidak boleh dirusak

Budaya masyarakat pertanian selalu ingin membuka lahan dengan cepat dan biaya
murah maka budaya membakar hutan menjadi pilihan utama masyarakat
pertanian.

Dengan adanya perundang undangan tentang di tindak kerasnya perambahan


hutan (illegal logging) hendaknya merubah budaya perusaakn hutan .

5. Science & technology

Perbedaan cara pandang terhadap teknologi dan cara memperoleh pengetahuan


misalnya Budaya Barat teknologi berperan penting, solusi permasalahan,
meningkatkan kenyamanan dan kesenangan hidup diperoleh secara empiris,
berdasarkan pengamatan, percobaan. Contoh pemanenan gandum yang selalu
menggunakan alat berat ,pola piker budaya barat yang meminimalisir pengeluaran
dan efisiensi waktu.

Budaya Non-Barat teknologi sering bertentangan dengan struktur sosial dan nilai
tradisional. Budaya masyarakat pertanian Indonesia yang selalu terpaku pada adat
istiadat dan kedaan ekonominya yang belum tertata dengan baik, sehingga
penggunaan teknologi masih minim. Sebagai contoh penggnaan tenaga manusia
dalam pemanenan tebu di indo lampung perkasa .

6. Materialism

Kepemilikan merupakan hal yang penting dalam pertanian


– Menunjukkan kelas sosial

– Uang sangat penting untuk dapat memiliki sesuatu

7. Activity Orientation

Perbedaan orientasi kegiatan akan mempengaruhi perbedaan pola pikir dan


tingkah laku dalam budaya pertanian

Aktivitas dan Pekerjaan mendapatkan uang;

8. Efficiency & Practicality

Pertanian modern ini akan akan membedakan pola pikir , jika pertaniaan modern
itu dalam pengolahan pengolahan tanah hanya membutuhkan waktu lima jam \
hektar sedangkan pertanian tradisional yang tidak memiliki modal dan budaya
yang susah hilang harus menggunakan cangkul untuk mengolah tanahnya berhari
hari.

a. Progress dan change: Kemajuan dan Perubahan adalah hal yang bagus
b. Time Orientation
c. Konsep waktu: lampau, sekarang dan masa yang akan datang
d. Tepat waktu Budaya masyarakat petani selalu terlambat dalam
penanganan hama dan penyakit.
9. Perception of Self

Tiap budaya cenderung berbeda dalam mempersepsikan tentang diri:

Individualism: peran dan tanggung jawab individual dalam masyarakat -


masyarakat pertanian, terutama yang memiliki modal lebih banyak cenderung
lebih individualis seperti menumpuk pupuk bersubsidi kemudian menjual kepada
masyarakat dengan harga yang relative mahal.

Adat pola kebudayaan dapat ditinjau dari beberapa aspek,yaitu:

Tingkat nilai budaya, seperti hakikat bidang manusia, kedudukan manusia dalam
ruang dan waktu, karya manusia, hubungan manusia dengan lingkungan alam, dan
hakikat hubungan antar manusia.Tingkat norma-norma, seperti cara, kebiasaan,
tata kelakuan, dan adat-istiadat. Sistem hukum, meliputi tata kelakuan dalam
kehidupan sehari-hari baik secara tertulis atau tidak, tetapi nyata akibat
hukumnya.

Aturan-aturan khusus, seperti aturan jual beli, aturan sopan santun, dan lain-lain.

Paul H. Landis juga mengemukakan ciri-ciri kebudayaan tradisional yaitu:

a. Adaptasinya pasif,
b. Rendahnya tingkat invasi,
c. Kebiasaan hidup yang lamban,
d. Kepercayaan kepada takhayul,
e. Kebutuhan material yang bersahaja,
f. Rendahnya kesadaran terhadap
g. Standar moral yang kaku.

Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat
sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat
kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta
mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya
atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai
masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung
jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam
masyarakat.

Sektor pertanian sampai saat ini masih merupakan yang paling banyak menyerap
tenaga kerja. Sektor pertanian juga masih menjadi tumpuan hidup sebagian
mesyarakat, terutama di pedesaan. Namun produktivitas sektor pertanian masih
relatif rendah, karena disamping pengaruh faktor teknik produksi dan ekonomi,
juga dipengaruhi oleh faktor sosial budaya masyarakat yang belum mendukung
perkembangan sektor pertanian secara optimal.

10. Kepercayaan dan Norma Masyarakat

Faktor budaya yang dapat mempengaruhi terjadinya isu kesenjangan gender,

Partisipasi penuh dalam kegiatan reproduksi semua jenis usaha pertanian;

Tidak diikutkannya kaum perempuan dalam partisipasi aktif di dalam kegiatan


publik dalam usaha pertanian;
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sistem Irigasi Subak

Salah satu contoh kearifan lokal pertanian yang ada di Indonesia lebih
tepatnya berada di Bali yaitu Subak. Kecerdasan lokal yang dimiliki subak itu
menunjukkan identitas sosio-kultural atau sosio-religius yang unik dan unggul.
kearifan lokal dengan berbagai kecerdasan yang dimiliki subak itu merupakan
bagian dari kebudayaan masyarakat Bali yang menjadi salah satu daya tarik bagi
wisatawan berkunjung ke daerah ini. Kearifan lokal dalam organisasi subak itu
memperoleh keunikan lokal berbasis konsepsi Tri Hita Karana yakni hubungan
yang harmonis dan serasi sesama manusia, dengan lingkungan dan Tuhan yang
mendapat apresiasi universal. Esensi kearifan lokal menyangkut komitmen yang
tinggi terhadap kelestarian alam, rasa relegiusitas dan konstruksi penalaran yang
berempati pada persembahan, harmoni, kebersamaan, dan keseimbangan untuk
jagatraya yang berkelanjutan.

Dalam rentang panjang kebudayaan agraris, organisasi subak yang


diperkirakan telah berkembang sekitar sepuluh abad (sejak abad XI) telah
membangun jaringan struktural dan fungsional yang kokoh. Secara
eksistensialisme, sosialisasi dan kearifan lokal terhadap petani anggota subak
telah menembus lintas wilayah, lintas sektor dan lintas generasi, sehingga telah
mampu tumbuh. Kearifan lokal yang dibangun melalui kedalaman mitologi dalam
sinergi nilai-nilai luhur kebudayaan seperti religius, harmoni, kebersamaan, dan
keseimbangan yang dinamik memperoleh roh dan basis modal spiritualitas (Prof
Windia, 2009).

B. Suku – Suku Pedalaman (Natural Life)

Selain itu terdapat suku-suku yang berada di daerah pedalaman seperti


suku Anak Dalam di Jambi, suku Badui di Banten, suku Kajang di Sulawesi
Selatan, dll yang menerapkan natural life dimana manusia memanfaatkan alam
dengan segala isinya dan mereka juga menanam kembali apa yang telah
dimanfaatkan sehingga membentuk keseimbangan yang menjadi hukum alam dan
sumber daya alam tetap terjaga. Manusia sebagai konsumen yang memanfaatkan
isi alam untuk kepentingan hidupnya baik papan, pangan, maupun sandang.

C. Kepercayaan Masyarakat

Ada beberapa kepercayaan masyarakat yang tetap dipertahankan sampai sekarang.


Biasanya kepercayaan itu tentang hal gaib seperti larung sesaji kepala kerbau,
sedekah bumi, dan lain sebagainya. Kepercayaan ini sebagai ungkapan rasa
syukur atas hasil panen yang diperoleh dan berharap supaya hasil panen yang
diperoleh kedepannya mendapatkan hasil yang lebih banyak. Hal ini berasal dari
kepercayaan leluhur akan adanya kekuatan dari alam gaib yang menjadi budaya
masyarakat hingga saat ini.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

1. Telah diketahui bahwa dengan adanya sosiokultur maka keseimbangan


sumber daya alam yang ada di Indonesia tetap terjaga.
2. Terdapat beberapa kepercayaan yang sampai sekarang masih banyak
dipercayai oleh masyarakat tentang sesajen sebagai ungkapan rasa syukur.

Daftar Pustaka

Jodhi Yudono. 2012. Landasan Sosio Kultural pada Subak.


https://amp.kompas.com/edukasi/read/2012/05/02/15560262/Landasan.So
sio.Kultural.pada.Subak. Diakses pada tanggal 25 September 2019.

KBBI. 2019. SOSIOKULTURAL.

Mimid, Haryanto. 2014. Makalah Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Pertanian.


https://id.scribd.com/doc/225164633/Makalah-Pengaruh-Sosial-Budaya-
Terhadap-Pertanian. Diakses pada tanggal 24 September 2019.
Lampiran

Gambar 1. Sistem Irigasi Subak


Sumber Foto: suaramerdeka.com / dok

Gambar 2. Larung Kepala Sapi


Sumber Foto: Surabaya.tribunnews.com

Gambar 3. Sedekah Sapi


Sumber Foto: pojokpitu.com

Anda mungkin juga menyukai