Makala H
Makala H
Disusun Oleh
Gilbert William Tapehe
B 401 16 107
Penulis
1
Daftar Isi
Kata Pengantar......................................................................................................1
Daftar isi.................................................................................................................2
Bab I Pendahuluan................................................................................................3
Bab 2 Pembahan....................................................................................................5
2.3 Solusi.....................................................................................................7
Bab 3 Penutup........................................................................................................8
3.1 Kesimpulan............................................................................................8
3.2 Saran......................................................................................................8
Daftar Pustaka.....................................................................................9
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
4
Bab 2
PEMBAHASAN
5
pasal 279 ayat 2 menyatakan, hewan ternak yang dilibatkan dalam
pelanggaran ini dapat dirampas negara.
3. Pasal RUU KUHP tentang Makar
RUU KUHP mengatur pidana makar melalui pasal 167, 191, 192 dan 193.
Pelaku makar terhadap presiden dan NKRI diancam hukuman mati, seumur
hidup atau bui 20 tahun. Makar terhadap pemerintah yang sah, juga diancam
penjara 12 dan 15 tahun. Pasal 167 menyebut: “Makar adalah niat untuk
melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya
permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut.” Menurut analisis Aliansi
Reformasi KUHP, definisi makar di dalam RUU KUHP itu tak sesuai
dengan akar katanya pada bahasa Belanda, yakni 'aanslag' yang berarti
penyerangan. Masalah definisi ini dinilai berpotensi membikin pasal makar
bersifat karet dan memberangus kebebasan berekspresi masyarakat sipil.
4. Pasal RUU KUHP soal Gelandangan RUU KUHP juga mengatur
pemidanaan gelandangan. Pasal 431 mengancam gelandangan dengan
denda maksimal Rp1 juta. Direktur Program ICJR Erasmus Napitupulu
mendesak penghapusan pasal ini sebab ia warisan kolonial yang menilai
gelandangan sebagai: Orang tidak berguna akibat kesalahan dalam
hidupnya. Adapun Peneliti hukum Mappi FH UI Andreas Marbun menilai
pasal ini bukan solusi atas masalah gelandangan, sekaligus aneh. "Lagipula
gelandangan, kan, miskin, mana sanggup mereka bayar denda.
Dan masih banyak lagi RUU yang penulis berpendapat menui banyak
kontroversi.
6
2.2 Pendapat Penulis selaku mahasiswa
Penulis sebagai mahasiswa merasa geram dengan sikap DPR yang mengaku
sebagai Dewan Perwakilan Rakyat namun dengan terang terangan menunjukan
sikap keegoisan terhadap masyarakat indonesia, menerut penulis hal ini sangat
disesalkan tetepi mengingat bagaimana sistem pemilihan anggota dewan saat ini
yang banyak menghasilkan anggota DPR yang tidak berkompeten dalam
bidangnya, bukan berasal dari orang orang yang ahli di bidang pemerintahan, DPR
selaku wakil dari aspirasi rakyat benar-benar tidak mewakili rakyat namun
memaksa rakyat indonesia semakin terpuruk, RUU KUHP yang terkesan tidak
matang dan terburu buru tentu saja harus harus di pertanyakan.
2.3 Solusi
7
Bab 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara
lain:
8
Daftar Pustaka
Buku
Arief, Barda, Nawawi. 2009. RUU KUHP Baru Sebuah Restrukturisasi Sistem
Hukum Pidana Indonesia, Universitas Diponogoro.
Internet
https://tirto.id/isi-ruu-kuhp-dan-pasal-kontroversial-penyebab-demo-mahasiswa-
meluas-eiFu
https://news.detik.com/berita/d-4713872/h-4-ini-pasal-pasal-kontroversial-ruu-kuhp-
yang-segera-disahkan-dpr
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190923182216-8-101582/motif-dpr-kebut-
pengesahan-ruu-kuhp-di-mata-pakar-hukum