Anda di halaman 1dari 4

Pengertian

Miastenia gravis adalah penyakit yang menyerang hubungan antara sistem saraf (nervus)
dan sistem otot (muskulus). Penyakit miastenis gravis ditandai dengan kelemahan dan kelelahan
pada beberapa atau seluruh otot, di mana kelemahan tersebut diperburuk dengan aktivitas terus
menerus atau berulang-ulang. Miastenia gravis adalah penyakit autoimun yang menyerang
neuromuskular juction ditandai oleh suatu kelemahan otot dan cepat lelah akibat adanya antibodi
terhadap reseptor asetilkolin (AchR) sehingga jumlah AchR di neuromuskular juction berkurang.
Patofisiologi
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh neryus besar bermielin yang berasal dari sel kornu
anterior medulla spinalis dan batang otak. Nervus ini mengirim keluar aksonnya dalam nervus spinalis
atau kranialis menuju perifer. Nervus yang bersangkutan bercabang berkali-kali dan mampu
merangsang 2000 serat otot rangka. Kombinasi saraf motorik dengan serabut otot yang dipersarafinya
disebut unit motorik. Walaupun masing-masing neuron motorik mempersarafi banyak serabut otot,
namun masing masing serabut otot dipersarafi oleh neuron motorik tunggal.

Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf nrotorik dengan serabut otot disebut
sinanps atau taut neuromuscular. Taut neuromuskular adalah sinaps kimia antara saraf dan otot yang
terdiri dari tiga komponen dasar ( elemen prasinaptik, elemen pascasinaptik, dan celah sinaptik
dengan lebar sekitar 200Å di antara dua elemen). Elemen prasinaptik terdiri dari akson terminal yang
berisi vesikel sinaptik dengan neurotransmiter asetilkolin. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam
akson terminal(bouton). Membran plasma akson terminal disebut membran prasinanps. Elemen
pascasinaptik terdiri dari membran pascasinaps (membrane pasca penghubung), atau ujung lempeng
motorik dari serat otot. Membran pascasinaps dibentuk oleh invaginasi yang disebut saluran sinaps
membran otot atau sarkolema ke dalam tonjolan akson terminal. Membran pascasinaps memiliki
banyak lipatan (celah subneural), yang sangat meningkatkan luas permukaan. Membran pascasinaps
juga mengandung reseptor asetilkolin dan mampu membangkitkan lempeng akhir motorik yang
sebaliknya dapat menghasilkan
potensial aksi otot. Asetilkolinesterase yaitu enzim yang memsak asetilkoin juga terdapat dalam
membran pascasinaps. Celah sinaptik mengacu pada ruangan antara merusak membrane prasinaptik
dan membran pascasinaptik. Ruang tersebut terisi oleh bahan gelatin yang
dapat menyebar melalui cairan ekstraselular (ECF).

Apabila impuls saraf mencapai taut neuromuskular, membran akson prasinaptik terminal
terdepolarisasi, menyebabkan pelepasan asetilkolin ke dalam celah sinaptik. Asetilkolin menyeberangi
celah sinaptik secara difus dan menyatu dengan bagian reseptor asetilkolin dalam membran
pascasinaptik. Masuknya ion Na secara mendadak dan keluarnya ion K menyebabkan depolarisasi
ujung lempeng, yang diketahui sebagai ujung lempeng potensial (endplatepotentinl, EPP). Ketika EPP
mencapai puncak, EPP akan menghasilkan potensial aksi dalam membran otot tidak bertaut yang
menyebar sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini merangkai serangkaian reaksi yang menyebabkan
kontraksi serabut otot. Begitu terjadi transmisi melewati penghubung neuromuskular, asetilkolin akan
dirusak oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orang normal, jumlah asetilkolin dipoplia akibat lesi
batang otak yang mengenai jaras serabut atau nucleus dari otot ekstraokular dan nystagmus.

Manifestasi Klinis
Miastenia gravis adalah suatu gangguan autoimun yang mengganggu fungsi reseptor
asetilkolin dan menurunkan efisiensi taut neuromuskular. MG paling sering timbul sebagai penyakit
tersembunyi bersifat progresif, yang ditandai oleh kelemahan dan kelelahan otot. Namun keadaan
tersebut tetap terbatas pada kelompok otot tertentu. Perjalanan penyakit sangat bervariasi pada
setiap pasien sehingga sulit untuk menentukan prognosis. Pada 9O% pasien gejala awal melibatkan
otot okular yang menyebabkan ptosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
memperhatikan otot levator palpebra kelopak mata. Bila penyakit terbatas pada otot mata,
perjalanan penyakit sangat ringan dan tidak meningkatkan angka mortalitas. Otot wajah, laring, dan
faring juga sering terlibat dalam MG. Keterlibatan ini dapat mengakibatkan regurgitasi melalui
hidung ketika berusaha menelan (otot palatum) dan tidak dapat menutup mulut, yang disebut
sebagai tanda rahang menggantung (hanging jaw sign). Dengan terkenanya otot wajah, pasien akan
terlihat seperti menggeram bila mencoba tersenyum.

Keterlibatan otot pernapasan dibuktikan dengan batuk lemah, dan akhirnya serangan
dispnea, dan ketidak mampuan untuk membersihkan mukus dari cabang trakheobronkial. Gelang
bahu dan pelvis dapat terkena pada kasus berat; dapat terjadi kelemahan umum pada otot skelet.
Berdiri, berjalan, atau bahkan menahan lengan di atas kepala (misal, ketika menyisir rambut) dapat
sulit dilakukan.

Penatalaksanaan
a. Acetilkolinesterase
inhibitor Dapat diberikan piridostigmin bromida (mestinon) 30-120 mg/3-4 jam/oral.
Dosis parenteral 3-6 mg/4-6 jam/ iv tiap hari akan membantu pasien untuk mengunyah,
menelan, dan beberapa aktivitas sehari-hari. Pada malam hari, dapat diberikan mestinon
long-acting 180 mg. Apabila diperlukan, neostigmin bromida (prostigmine ): 7,5-45 mg/2-6
jam/oral. Dosis parenteral : 0,5-1 mg/4 jam/iv atau im. Neostigmin dapat menginaktifkan
atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tidak segera dihancurkan. Akibatnya
aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan daya
tahan semula. Pemberian antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada Miastenia gravis
golongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi
parasimpatis, termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat,
lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan. Efek samping gastro intestinal (efek samping
muskarinik) berupa kram atau diare dapat 14 diatasi dengan pemberian propantelin
bromida atau atropin.
b. Kortikosteroid
Dapat diberikan prednison dimulai dengan dosis rawal 10- 20 mg, dinaikkan bertahap (5-10
mg/minggu) 1x sehari selang sehari, maksimal 120 mg/6 jam/oral, kemudian diturunkan
sampai dosis minimal efektif. Efek sampingnya dapat berupa: peningkatan berat badan,
hiperglikemia, osteopenia, ulkus gaster dan duodenum, katarak.
c. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik,
efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa gangguan
saluran cerna,peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2-3
mg/kg BB/hari/oral selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan
darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap
bulan sekali. Pemberian prednisolon bersamasama dengan azatioprin sangat dianjurkan.
d. Plasma Exchange (PE)
PE paling efektif digunakan pada situasi dimana terapi jangka pendek yang
menguntungkan menjadi prioritas.Dasar terapi dengan PE adalah pemindahan anti-
asetilkolin secara efektif.Respon dari terapi ini adalah menurunnya titer antibodi. Dimana
pasien yang mendapat tindakan berupa hospitalisasi dan intubasi dalam waktu yang lama
serta trakeostomi, dapat diminimalisasikan karena efek dramatis dari PE.Terapi ini
digunakan pada pasien yang akan memasuki atau sedang mengalami masa krisis. PE dapat
memaksimalkan tenaga pasien yang akan menjalani timektomi atau pasien yang kesulitan
menjalani periode pasca operasi. Jumlah dan volume dari 15 penggantian yang dibutuhkan
kadang-kadang berbeda tetapi umumnya 3-4 liter sebanyak 5x dalam 2 minggu.
e. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Dosis standar IVIG adalah 400 mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama, dilanjutkan 1
gram/kgbb/hari selama 2 hari.
f. Timektomi
Timektomi umumnya dianjurkan pada pasien umur 10-55 tahun dengan Miastenia
gravis generalisata. Walaupun timektomi merupakan terapi standar di berbagai pusat
pengobatan namun keeefektivitasannya belum dapat dipastikan oleh penelitian prospektif
yang terkontrol. Timektomi diindikasi pada terapi awal pasien dengan keterlibatan
ekstremitas bawah dan bulbar.
Referensi :
1. https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-1-_-Miasthenia-
Gravis.pdf
2.Price,sylvia anderson.,et al. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses -Proses penyakit.
Diterjemahkan oleh Bhrahm U.pendit. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai