1. MASALAH ETIS YANG TERKAIT DENGAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Manajer terlibat dalam perancangan dan penggunaan sistem pengendalian manajemen–SPM harus memliki pemahaman dasar etika , yang dimana etika adalah bidang studi yang di gunakan untuk menentukan perilaku yang sekiranya dapat di terima orang lain secara normal berdasarkan moral. Etika menawarkan metode untuk membedakan antara “benar” dan “salah ” dan untuk secara sistematis menentukan aturan –aturan yang memberikan panduan mengenai bagaimana individu dan kelompok individu harus bersikap.
2. PENTINGNYA ANALISIS ETIS YANG BAIK
Perilaku yang tidak etis dapat menimbulkan kerugian-kerugian yang dapat merugikan individu, organisasi, pasar dan masyarakat. Perilaku tersebut dapat menimbulkan kebutuhan akan UU dan standart ekstra dari pemerintah dan lembaga pengatur, peraturan, kajian dan pengawasan ekstra dalam organisasi. Model – model etika Tantangan pertama dalam mengadaptasi pemikiran etis untuk pengaturan manajerial adalah dalm mengenali keberadaan isu-isu etis yang ada atau yang mungkin ada. Utilitarianisme Pemikiran jenis utilitarianisme telah di adopsi oleh banyak perusahaan di karenakan tradisinya di bidang ekonomi dan telah tertanam dalam banyak prosedur pengambilan keputusan kebijakan publik, seperti analisis ekonomi kesejahteraan dan biaya manfaat. Hak dan kewajiban Model hak dan kewajiban menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak moral sebagai manusia. Hak–hak dasar yang sering di kutip sebagian besar masyarakat modern meliputi hak untuk bermartabat, rasa hormat, dan kebebasan. Keadilan/ kewajaran Model keahlian menyatakan bahwa orang harus diperlakukan sama, kecuali bila dalam beberapa hal mereka berbeda. Proses yang adil dilaksanakan seperti dalam mengevaluasi kinerja karyawan, tergantung pada hal – hal seperti kenetralan dan konsisten. Kelemahan dari model keadilan atau kewajaran adalah kemudahannya untuk mengabaikan efek kesejahteraan sosial agregat dan individu tertentu. Keutamaan Model perilaku moral terakhir yang umum di gunakan berakar keutamaan. Contoh dari keutamaan yang paling jelas adalah integritas, loyalitas dan keteguhan hati. Individu integrasi memiliki niat apa yang benar –benar etis tanpa mementingkan diri sendiri. Integritas adalah memiliki niat untuk melakukan apa yang benar secara etis tanpa memperhatikan kepentingan diri sendiri. Loyalitas adalah kesetiaan kepada seseorang. Sedangkan keteguhan hati adalah kekuatan untuk berdiri teguh dalam menghadapi kesulitan dan tekanan. Teori keutamaan tidak berhubungan langsung dengan tugas, walaupun secara logis sering kali tugas dapat berasal dari keutamaan. Menganalisis isu-isu etis Perilaku etis yang baik harus berdasarkan lebih dari sekedar pendapat, intuisi, atau firasat. terdapat berbagai model, tetapi kebanyakan terdiri dari langkah–langkah berikut: a. Mengklarifikasi fakta b. Menentukan masalah etis c. Menentukan alternatif d. Membandingkan nilai-nilai dan alternatif e. Menilai konsekuensi f. Membuat keputusan Mengapa orang bertindak secara tidak etis? Orang berperilaku tidak etis karena beberapa alasan, yaitu orang yang secara tidak langsung sadar bertindak buruk, tidak adanya moral atau ketidak tahuan mereka mungkin tidak mengenali masalah etis ketika mereka menghadapinnya sehingga hati nurani mereka tidak mencegah mereka untuk berperilaku tidak etis. Beberapa pengendalian manajemen isu isu Etis terkait Empat isu etis terkait SPM yang lebih sempit, tetapi sering terjadi merupakan hal yang penting. 1. Menciptakan kelonggaran anggaran 2. Mengelola laba 3. Menanggapi indikator pengendalian yang cacat 4. Menggunakan pengendalian yang terlalu “ bagus” Isu-isu tersebut merupakan isu yang penting dan diperlukan analisis untuk menanganinya. Etika menciptakan kelonggaran anggaran Ketika karyawan membuat kelonggaran, mereka mendaya gunakan pengetahuan luas mereka mengenai prospek entitas mereka. Mereka tidak berhasil mengungkapkan semua informasi dan wawasan yang mereka miliki kepada atasan mereka, dan menyajikan gambar yang menyimpang dari badan usaha mereka. Oleh karena itu, menciptakan kelonggaran anggaran dapat dianggap melanggar beberapa kewajiban yang tercantum. Sedangkan budgetee diuntungkan, penciptaan kelonggaran dapat merugikan para pemangku kepentingan, terutama bagi perusahaan dan pemiliknya. Ketika pencapaian target terjamin, usaha karyawan mungkin berkurang. Selain itu, budgetee mungkin tidak ingin terlalu banyak melampaui target mereka karena mungkin menyebabkan mereka harus diberi target yang lebih sulit dan lebih tinggi untuk periode berikutnya. Banyak manajer berpendapat bahwa menciptakan kelonggaran merupakan respons rasional dalam system pengendalian hasil. Mereka tidak melhat kelonggaran sebagai penyimpangan, tetapi sebagai sarana untuk melindungi diri dari risiko negatif atas masa depan yang tidak pasti. Dilihat dengan cara ini, kelonggaran memiliki fungsi yang serupa dengan fungsi praktik akuntansi manajemen mengenai analisis varian dan penganggaran fleksibel, keduanya digunakan untuk menghilangkan efek pada ukuran kinerja dari beberapa faktor tak terkendali, dan dengan demikian melindungi manajer dari risiko yang disebabkan oleh faktor ini. Akhirnya, manajer yang mempertahankan penciptaan kelonggaran juga sering menunjukkan bahwa kelonggaran adalah praktik yang diterima dalam proses negosiasi anggaran suatu organisasi. Manajer disemua tingkatan organisasi menegosiasi kelonggaran dalam anggaran mereka, dan semua orang menyadari adanya norma perilaku tersebut. Di banyak organisasi, atasan sebenarnya (secara implisit) mendorong bawahannya untuk menciptakan kelonggaran karena mereka juga mendapat keuntungan dari itu. Target atasan biasanya merupakan konsolidasi dari target bawahan mereka, sehingga mereka menikmati penurunan resiko dan peningkatan nilai-nilai yang diharapkan dari penghargaan mereka seperti halnya pencipta kelonggaran. Etika pengelolaan laba Bentuk manipulasi yang sering dilakukan adalah manajemen laba, yang meliputi semua tindakan yang mengubah laba yang dilaporkan (atau laporan laba rugi atau item laporan keuangan lainnya), walaupun tidak memberikan keuntungan ekonomi riil bagi organisasi, dan kadang-kadang sebenarnya menyebabkan kerugian. Umumnya, tindakan manajemen laba dirancang untuk meningkatkan penghasilan, seperti untuk mencapai target anggaran atau meningkatkan harga saham, atau untuk meratakan pola keuntungan untuk memberi kesan kemungkinan dapat diprediksinya laba yang lebih tinggi, sehingga akan mengurangi resiko. Manajemen laba dapat dianggap tidak etis karena beberapa alasan. Pertama, sebagian besar tindakan tidak terlihat jelas bagi pengguna laporan keuangan eksternal maupun internal atau informasi yang dilaporkan secara lebih umum. Kedua, manajer professional dan akuntan dapat dikatakan memiliki kewajiban untuk mengungkapkan informasi yang disajikan secara wajar. Ketiga, penghargaan yang diperoleh dari pengelolaan laba tidaklah wajar ketika kinerja yang dilaporkan bukanlah kinerja yang sebenarnya, yang artinya tidak nyata. Namun, manajer mungkin memiliki beberapa pertimbangan untuk mengelola laba. Mereka mungkin menggunakan informasi pribadi mereka mengenai prospek perusahaan untuk mengatasi gangguan jangka pendek yang tidak terlalu berarti dalam ukuran laba untuk memberikan lebih banyak tanda-tanda kinerja informative kepada pengguna laporan keuangan. Anehnya, kebanyakan orang menilai metode-metode akuntansi untuk pengelolaan laba bersih keras daripada metode operasi meskipun tujuan dari dua metode manajemen laba tersebut sama, dan efek ekonomi dari metode operasi biasanya jauh lebih merugikan bagi perusahaan. Beberapa faktor situasionalyang mungkin memengaruhi penilaian mengenai apakah tindakan manajemen laba dianggap (tidak) etis, meliputi : a. Arah manipulasi (meningkatkan, mengecilkan atau hanya meratakan laba), b. Ukuran efek (materialitas), c. Waktu (triwulan vs akhir tahun, waktu acak vs segera mendahului penawaran obligasi atau opsi saham), d. Metode yang digunakan (menyesuaikan cadangan, menunda pengeluaran diskresioner, mengubah kebijakan akuntansi), e. Maksud manajer mengenai informatif angaka (dan pengungkapan), f. Kejelasan aturan melarang tindakan, dan g. Tingkat pengulangan (penggunaan satu kali vs penggunaan terus-menerus bahkan setelah ada peringatan). Etika merespons indicator pengendalian yang cacat Ketika target dan aturan tidak didefinisikan dengan baik, target dan aturan tersebut benar-benar dapat memotivasi perilaku karyawan yang tidak sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Satu contoh respons cacat yang umum terjadi secara rinci dalam bab 11, yaitu myopia. Hal ini terjadi ketika perusahaan menempatkan penekanan yang tinggi pada pencapaian target keuntungan jangka pendek, meskipun beberapa kegiatan peningkatan laba (seperti mengurangi investasi dalam pelatihan, pemeliharaan, atau (R&D) dapat mengurangi nilai pemegang saham dalam jangka panjang. Manajer yang terlibat dalam perilaku miopik sering kali mengetahui bahwa mereka menyebabkan kerugian jangka panjang untuk entitas dan perusahaan mereka, namun mungkin di bawah tekanan, mereka memutuskan untuk tetap melakukannya. Ketika mereka menghadapi konflik kepentingan ini, sebagian besar karyawan akan memilih untuk mengikuti aturan system penghargaan, mungkin saat melobi agar ukuran diubah. Norma perilaku ini mungkin tidak etis. Professional keuangan memiliki standar etika (tugas) yang mengharuskan mereka untuk lebih cenderung kepada “kepentingan sah” organisasi mereka. Etika menggunakan indikator pengendalian yang “terlalu bagus” Sering kali, indikator pengendalian yang sangat ketat mungkin terjadi karena adanya kemajuan teknologi. Misalnya, program pengawasan computer yang memungkinkan perusahaan untuk memantau layar computer pribadi, penggunaan data, dan lalu lintas internet karyawan saat ini tersebar luas. Pengawas dapat mendengarkan panggilan penjualan karyawan, kamera dapat merekam semua tindakan yang dilakukan beberapa karyawan, computer dapat menghitung jumlah penekanan tombol oleh pegawai entri data dan operator telepon untuk mengukur produktivitas, dan perangkat lokasi dapat melacak keberadaan karyawan sepanjang hari kerja. Jumlah penekanan tombol yang benar dan laporan tentang lokasi karyawan berdasarkan waktu dapat menjadi ukuran hasil yang tepat dalam situasi tertentu. Dikatakan bahwa ada garis tipis antara hak majikan untuk memantau dan hak karyawan atas otonomi, privasi, atau kebebasan dari tekanan pengendalian yang memberi kesan bahwa para pegawainya bekerja dalam sebuah sweatshop-lingkungan kerja yang membuat para pegawainya merasa tertekan-elektronik. 3. PENYEBARAN ETIKA YANG BAIK DALAM ORGANISASI Kemajuan etika dalam sebuah organisasi biasanya berlangsung secara bertahap. Pada tahap awal, ketika organisasi kecil, organisasi menjadi perpanjangan dari pendiri atau kelompok manajemen puncak. Pendiri bertindak sebagai panutan, pengaturan standar etika, dan biasanya dapat memonitor kepatuhan karyawan dengan standar itu. Dalam tahap perkembangan berikutnya, organisasi sebagian besar menggunakan pengendalian tindakan tipe akuntabilitas. Organisasi menyampaikan standar tersebut melalui kebijakan perusahaan dan manual prosedur, kode etik perusahaan, atau seperangkat memorandum informal. Aturan mungkin perlu diperbarui dari waktu ke waktu, meskipun prinsip-prinsip dasar kode etik yang baik mungkin sebagian besar tetap sama. Setelah aturan dikomunikasikan, organisasi mengambil langkah untuk memastikan bahwa karyawan mengikuti aturan. Sering kali perusahaan meminta karyawan mereka untuk menandatangani sebuah perjanjian yang menyatakan bahwa mereka memahami dan akan mematuhi peraturan. Namun, bahkan kode etik terbaik yang telah disusun dan surat pernyataan sertifikasi karyawan yang telah ditandatangani mungkin tidaklah cukup.