Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ESENSI DAN URGENSI

NILAI – NILAI SPIRITUALITAS ISLAM

DISUSUN OLEH:
DIVANTI ALIFIA PUTRI (A14.2019.03070)
PRITHA ZAHRA PRAMESWARI (A14.2019.03149)
KHOFIFAH DESIANA (A14.2019.03154)

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG


FAKULTAS ILMU KOMPUTER
PROGRAM STUDI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan rahmat
dan karunianya sehingga makalah ini mampu tersusun hingga selesai. Tidak lupa
kami begitu mengucapkan begitu banyak terimakasih atas uluran tangan dan
bantuan berasal dari pihak yang telah bersedia berkontribusi bersama dengan
mengimbuhkan sumbangan baik anggapan maupun materi yang telah mereka
kontribusikan.

Dan kita semua berharap semoga makalah ini mampu menambah


pengalaman serta ilmu bagi para pembaca agar untuk ke depannya sanggup
memperbaiki bentuk maupun tingkatan isi makalah sehingga menjadi makalah
yang memiliki wawasan yang luas dan lebih baik lagi.

Karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman, kami percaya tetap banyak


kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat berharap saran dan
kritik yang membangun berasal dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 4 Oktober 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. 1


DAFTAR ISI ................................................................................................. 2
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................... 3

BAB II: PEMBAHASAN............................................................................. 4


2.1 Pengertian Spiritualitas............................................................... 4
2.2 Alasan Manusia Memerlukan Spiritualitas...........................5
2.3 Menggali Sumber Psikologis, Sosiologis, Filosofis, dan Teologis
tentang Konsep Ketuhanan................................................8

BAB III: PENUTUP................................................................................... 10

3.1 Kesimpulan ................................................................................ 10


3.2 Saran ........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 11

2
BAB I:
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengalaman bertuhan (spiritual) adalah pengalaman yang unik dan


autentik. Setiap orang memiliki pengalaman yang khas dalam hal merasakan
kehadirat Tuhan. Pengalaman bertuhan dapat menjadi bagian yang sangat erat dan
mempengaruhi kepribadian seseorang. Setiap manusia memiliki pengalaman kuat
mengenai kehadirat Tuhan. Namun seiring berkembangnya zaman dan teknologi,
menghilangkan kehangatan dan keeratan spiritual manusia terhadap Tuhan
sehingga kurang memaknai hidup secara benar dan kurang mengerti dirinya.

Modernisasi di segala bidang sebagai akibat dari kemajuan ilmu dan


teknologi melahirkan sikap hidup yang materialistis, hedonis, konsumtif, mekanis,
dan individualistis. Akibatnya, manusia modern banyak kehilangan kehangatan
spiritual, ketenangan, dan kedamaian.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian spiritualitas?
2. Mengapa alasan manusia memerlukan spiritualitas?
3. Apa sumber psikologis, sosiologis, filosofis, dan teologis tentang konsep
ketuhanan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari spiritualitas
2. Untuk mengetahui alasan manusia memerlukan spiritualitas
3. Untuk mengetahui sumber psikologis, sosiologis, filosofis, dan teologis
tentang konsep ketuhanan

3
BAB II:
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Spiritualitas


Pengertian spiritualitas menurut kamus Webster (dalam Hasan, 2006) kata
“spirit” berasal dari kata benda bahasa Latin “spiritus” yang berarti napas dan kata
kerja “spipare” yang berarti untuk bernapas. Melihat asal katanya, untuk hidup
adalah untuk bernafas, dan memiliki napas artinya memiliki spirit. Spiritualitas
merupakan pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan makna hidup. Spiritualitas
merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan
seseorang.

Doe (dalam Muntohar, 2010) mengartikan bahwa spiritualitas adalah dasar


bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral dan rasa memiliki. Spiritualitas
memberi arah dan arti pada kehidupan. Spiritualitas adalah kepercayaan akan
adanya kekuatan non fisik yang lebih besar daripada kekuatan diri kita; suatu
kesadaran yang menghubungkan kita langsung kepada Tuhan, atau apapun yang
kita namakan sebagai sumber keberadaan kita.

Zohar (2001) mengatakan spiritualitas tidak harus berhubungan dengan


kedekatan seseorang dengan aspek ketuhanan, sebab menurutnya seorang
humanis ataupun atheis pun dapat memiliki spiritualitas. Dalam bukunya
disebutkan bahwa agama formal adalah seperangkat aturan dan kepercayaan yang
dibebankan secara eksternal. Ia bersifat top-down, diwarisi dari para pendeta, nabi
dan kitab suci atau ditanamkan melalui keluarga dan tradisi. Sedangkan
spiritualitas adalah kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia, yang
sumber terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri.

Menurut Ahmad Suaedy (dalam Efendi, 2004), spiritualitas dalam bahasa


Inggris adalah spirituality, berasal dari kata spirit yang berarti roh atau jiwa.
Spiritualitas adalah dorongan bagi seluruh tindakan manusia, maka spiritualitas
baru bisa dikatakan dorongan bagi respon terhadap problem-problem masyarakat

4
konkrit dan kontemporer. Spiritualitas baru berbeda dengan bentuk istimewa yang
lebih berupa ajaran formal. Dalam konteks Islam, sebenarnya bisa dikatakan
spiritualitas baru dimaksudkan disini adalah kehidupan iman itu sendiri yang
dalam Islam dinyatakan dan bersumber pada kepercayaan utama yaitu “Tiada
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Pengakuan dan
kesaksian dalam hati itu tidak terjadi secara insidental melainkan terus menerus
sepanjang hidup dan karena itu merupakan tuntutan atas implementasi dari iman
yakni seruan untuk berbuat baik dan larangan berbuat jelek yang juga berlangsung
secara terus-menerus sepanjang hayat dan abadi sifatnya. Ketika pengakuan hati
itu mewujud dalam aktivitas, maka akan menjadi manusiawi dan karena itu tidak
suci, dengan demikian terbuka untuk kritik dan keberatan dan juga sebaliknya
terbuka bagi dukungan dari arah manapun. Dengan sendirinya ukuran tuntutan
kebaikan dan larangan buruk bersifat rasional dan mengikuti standar-standar
kemanusiaan universal belaka, sedangkan pengakuan dan kesaksian
iman memberi dasar komitmen.

Spiritualitas adalah pencarian dan perenungan akan keberadaan kekuatan


di luar kemampuan diri seperti kepincangan, kealpaan, dan perangai buruk
lainnya. Hal ini memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kemauan dan
kemampuan intelektual dalam mengetahui sebab musababnya. Bell Hooks
seorang intelektual dari Amerika (www.thereadinggroup.sg/articles/spiritualitas)
mengatakan kita bisa menyaksikan tidak hanya dengan intelektual kita bekerja
tetapi dengan diri kita sendiri, kehidupan kita. Pada saat darurat, kita diminta
untuk memberi semua yang ada pada diri kita walaupun semua pekerjaan telah
kita lakukan, tanpa masalah bagaimana kita menjadi revolusioner cemerlang atau
beraksi, kita akan kehilangan kekuatan dan makna jika kita tidak memiliki
integritas.

2.2 Alasan Manusia Memerlukan Spiritualitas

Pengalaman bertuhan (spiritual) adalah pengalaman yang unik dan


autentik. Setiap orang memiliki pengalaman yang khas dalam hal merasakan

5
kehadirat Tuhan. Pengalaman bertuhan dapat menjadi bagian yang sangat erat dan
mempengaruhi kepribadian seseorang. Setiap manusia memiliki pengalaman kuat
mengenai kehadirat Tuhan. Namun seiring berkembangnya zaman dan teknologi,
menghilangkan kehangatan dan keeratan spiritual manusia terhadap Tuhan
sehingga kurang memaknai hidup secara benar dan kurang mengerti dirinya.

Modernisasi di segala bidang sebagai akibat dari kemajuan ilmu dan


teknologi melahirkan sikap hidup yang materialistis, hedonis, konsumtif, mekanis,
dan individualistis. Akibatnya, manusia modern banyak kehilangan kehangatan
spiritual, ketenangan, dan kedamaian.

Menurut Carl Gustav Jung, manusia modern mengalami keterasingan diri


dari diri sendiri dan lingkungan sosial, bahkan jauh dari Tuhan. Modernisasi dan
globalisasi memiliki lima ciri:

1. Munculnya budaya global


2. Penekanan yang berlebihan terhadap kebebasan manusia dalam bersikap
3. Menguatnya rasionalisme
4. Orientasi hidup materialistis
5. Dominasi si kuat atas si lemah

Globalisasi membuat ruang spiritual dalam diri kita mengalami krisis yang
tidak lagi mengisi ruang spiritual dengan hal-hal baik, namun dengan hal-hal
buruk yang menjadikan ekspresi kehidupan kita tampak ekstrem dan beringas.
Dengan kata lain, modernitas telah menggeser bahkan mencabut realitas Ilahi
sebagai fokus bagi kesatuan dan arti kehidupan. Ditandai dengan peminggiran
aspek rohani yang pada muaranya menghilangkan dimensi paling asasi dari
eksistensi dirinya, yaitu spiritualitas.

Hilangnya realitas Ilahi ini bisa mengakibatkan timbulnya gejala


psikologis, yakni adanya kehampaan spiritual. Akibat dari itu, maka tidak heran
kalau akhir-akhir ini banyak dijumpai orang yang stres dan gelisah karena tidak
mempunyai pegangan hidup. Dari mana, akan ke mana dan untuk apa hidup ini?

6
Agar manusia kembali memiliki etika moral dan sentuhan manusiawi
dalam kehidupannya, maka penguatan spiritualitas perlu dilakukan. Untuk itu,
diperlukan pelatihan jiwa secara sistematis, dramatis, dan berkesinambungan
dengan memadukan antara olah pikir, olah rasa, olah jiwa, dan olahraga.

Sejalan dengan itu, Sayyed Hossein Nasr menghimbau manusia modern


untuk mendalami dan menjalankan praktik tasawuf sebab tasawuflah yang dapat
memberikan jawaban-jawaban terhadap kebutuhan spiritual mereka.

Tasawuf mengandung prinsip-prinsip positif yang mampu


mengembangkan masa depan manusia, seperti melakukan intopeksi, baik
berkaitan dengan masalah-masalah vertikal maupun horizontal, kemudian
meluruskan hal-hal yang kurang baik. Prinsip positif lain adalah selalu berzikir
(dalam arti yang seluas-luasnya) kepada Allah SWT., sebagai sumber gerak,
sumber kenormatifan, sumber motivasi dan sumber nilai yang dapat dijadikan
acuan hidup.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tasawuf mempunyai


peran dalam membangun spiritualitas umat. Tasawuf dapat membuat manusia
mengerem egosentrisme, dorongan hawa nafsu, dan orientasi kepada materi yang
berlebihan.

Setiap orang, sebagaimana diuraikan di atas, mempunyai potensi spiritual.


Namun, tidak semua orang mampu mengaktualisasikan potensi spiritual tersebut
menjadi kesadaran spiritual. Sadar artinya tahu, mengerti, dan paham, lalu
bertindak sesuai dengan tuntunan yang dipahaminya, bahkan ia menghayati
makna di balik sikap yang didasari pemahaman tersebut.

Orang yang memiliki kesadaran spiritual akan memiliki beberapa karakter,


diantaranya, mampu menemukan kekuatan Yang Maha Besar, merasakan
kelezatan ibadah, menemukan nilai keabadian, menemukan makna dan keindahan
hidup, membangun harmonisasi dan keselarasan dengan semesta, menghadirkan
intuisi dan menemukan hakikat metafisik, menemukan pemahaman yang
menyeluruh, dan mampu mengakses hal-hal gaib yang suprarasional.

7
Orang-orang yang memiliki kesadaran spiritual memiliki dedikasi kerja
yang lebih tulus dan jauh dari kepentingan pribadi (egoisme), apalagi bertindak
zalim kepada orang lain. Mereka memiliki kepedulian terhadap sesama, memiliki
integritas moral yang tinggi, saleh, dan peduli kepada masa depan umat manusia.

Spiritualitas merupakan puncak kesadaran Ilahiah menurut Saifuddin


Aman dalam Tren Spiritualitas Milenium Ketiga. Spiritualitas membuat kita
mampu memberdayakan seluruh potensi yang diberikan Tuhan untuk melihat
segala hal secara holistik sehingga kita mampu untuk menemukan hakikat
(kesejatian) dari setiap fenomena yang kita alami. Rohani yang kuat karena
bimbingan maksimal hati nurani tersebut akan membuat orang lebih dinamis,
kreatif, memiliki etos kerja tinggi, dan lebih peduli, serta lebih santun.

2.3 Menggali Sumber Psikologis, Sosiologis, Filosofis, dan Teologis tentang


Konsep Ketuhanan

Pembahasan tentang spiritualitas tidak pernah bisa dilepaskan dari


pembahasan tentang Tuhan. Hal itu mengingat spirit, yang dalam bahasa al-Quran
sering disebut dengan roh, merupakan anugerah Tuhan yang dilekatkan dalam diri
manusia. Adanya roh atau spirit membuat manusia mengenal Tuhan dan dapat
merasakan nikmatnya patuh pada sesuatu yang dianggap suci dan luhur.

Bagaimana Tuhan dirasakan kehadiratnya dalam perspektif Psikologis?

Adanya keterbukaan pada Yang Adikodrati adalah fithrah manusia sejak


lahir ke dunia. Manusia secara alami dapat merasakan Yang Gaib karena di dalam
dirinya ada unsur spirit. Spirit sering digambarkan dengan jiwa halus yang
ditiupkan oleh Tuhan ke dalam diri manusia. Al-Qusyairi dalam tafsirnya Latha’
if al-Isyarat menunjukan bahwa roh memang latifah (jiwa halus) yang
ditempatkan Tuhan dalam diri manusia sebagai potensi untuk membentuk
karakter yang terpuji. Roh merupakan semacam sim card ketuhanan yang
dengannya manusia mampu berhubungan dengan Tuha n sebagai kebenaran sejati.
Karena adanya roh, manusia mempunyai bakat bertuhan, artinya roh-lah yang
membuat manusia mengenal Tuhan sebagai potensi bawaan lahir.

8
Bagaimana Tuhan dirasakan kehadiratnya dalam perspektif Sosiologis?

Manusia dalam hidupnya senantiasa bergumul dengan ketidakpastian akan


hari esok, keberuntungan, kesehatan, dan sebagainya. Manusia juga bergumul
dengan ketidakmampuannya yaitu untuk mencaai keinginan yang diharapkan,
baik yang bersifat sehari-hari maupun yang ideal. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan manusia. Ketidakmampuan ini terus dialami baik oleh manusia
primitif maupun modern. Misalnya, mengapa manusia harus mati? Bagaimana
menghindari kematian? Dalam ketidakmampuan ini, manusia mencari
pertolongan, juga kepada kekuatan-kekuatan yang ada di luar dunia, yang tidak
kelihatan/supranatural.

9
BAB III:
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa problema manusia


modern di atas adalah manusia yang kehilangan masa depannya, merasa
kesunyian dan kehampaan jiwa di tengah-tengah derunya laju kehidupan. Untuk
ini spiritualitas yang berkenaan dengan ibadah, zikir, taubat dan berdo’a menjadi
penting, sehingga ia tetap mempunyai harapan, yaitu bahagia hidup di akhirat
nanti. Bagi orang-orang yang sudah lanjut usia yang dahulu banyak menyimpang
hidupnya akan terus dibayangi perasaan dosa, jika tidak segera bertaubat.
Spiritualitas memberi kesempatan bagi penyelamatan manusia yang demikian.

3.2 Saran

Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan. Besar
harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi, kami menyadari makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi di masa yang
akan datang.

10
DAFTAR PUSTAKA

Psychologymania. 2013. Pengertian Spiritualitas. Diakses dari https://www.


psychologymania.com/2013/04/pengertian-spiritualitas.html?m=1 pada tanggal 3
Oktober 2019.

Wijaya, Estanu (2014, 11 November). Pentingnya Spiritualitas Dalam Kehidupan


Manusia Modern. Dikutip 3 Oktober 2019 dari Kajian Santri di http://estanu
wijaya.blogspot.com/2014/11/pentingnya-spiritualitas-dalam.html?m=1

Ahmad, Intan. 2016. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

11

Anda mungkin juga menyukai