DISUSUN OLEH:
DIVANTI ALIFIA PUTRI (A14.2019.03070)
PRITHA ZAHRA PRAMESWARI (A14.2019.03149)
KHOFIFAH DESIANA (A14.2019.03154)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan rahmat
dan karunianya sehingga makalah ini mampu tersusun hingga selesai. Tidak lupa
kami begitu mengucapkan begitu banyak terimakasih atas uluran tangan dan
bantuan berasal dari pihak yang telah bersedia berkontribusi bersama dengan
mengimbuhkan sumbangan baik anggapan maupun materi yang telah mereka
kontribusikan.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I:
PENDAHULUAN
3
BAB II:
PEMBAHASAN
4
konkrit dan kontemporer. Spiritualitas baru berbeda dengan bentuk istimewa yang
lebih berupa ajaran formal. Dalam konteks Islam, sebenarnya bisa dikatakan
spiritualitas baru dimaksudkan disini adalah kehidupan iman itu sendiri yang
dalam Islam dinyatakan dan bersumber pada kepercayaan utama yaitu “Tiada
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Pengakuan dan
kesaksian dalam hati itu tidak terjadi secara insidental melainkan terus menerus
sepanjang hidup dan karena itu merupakan tuntutan atas implementasi dari iman
yakni seruan untuk berbuat baik dan larangan berbuat jelek yang juga berlangsung
secara terus-menerus sepanjang hayat dan abadi sifatnya. Ketika pengakuan hati
itu mewujud dalam aktivitas, maka akan menjadi manusiawi dan karena itu tidak
suci, dengan demikian terbuka untuk kritik dan keberatan dan juga sebaliknya
terbuka bagi dukungan dari arah manapun. Dengan sendirinya ukuran tuntutan
kebaikan dan larangan buruk bersifat rasional dan mengikuti standar-standar
kemanusiaan universal belaka, sedangkan pengakuan dan kesaksian
iman memberi dasar komitmen.
5
kehadirat Tuhan. Pengalaman bertuhan dapat menjadi bagian yang sangat erat dan
mempengaruhi kepribadian seseorang. Setiap manusia memiliki pengalaman kuat
mengenai kehadirat Tuhan. Namun seiring berkembangnya zaman dan teknologi,
menghilangkan kehangatan dan keeratan spiritual manusia terhadap Tuhan
sehingga kurang memaknai hidup secara benar dan kurang mengerti dirinya.
Globalisasi membuat ruang spiritual dalam diri kita mengalami krisis yang
tidak lagi mengisi ruang spiritual dengan hal-hal baik, namun dengan hal-hal
buruk yang menjadikan ekspresi kehidupan kita tampak ekstrem dan beringas.
Dengan kata lain, modernitas telah menggeser bahkan mencabut realitas Ilahi
sebagai fokus bagi kesatuan dan arti kehidupan. Ditandai dengan peminggiran
aspek rohani yang pada muaranya menghilangkan dimensi paling asasi dari
eksistensi dirinya, yaitu spiritualitas.
6
Agar manusia kembali memiliki etika moral dan sentuhan manusiawi
dalam kehidupannya, maka penguatan spiritualitas perlu dilakukan. Untuk itu,
diperlukan pelatihan jiwa secara sistematis, dramatis, dan berkesinambungan
dengan memadukan antara olah pikir, olah rasa, olah jiwa, dan olahraga.
7
Orang-orang yang memiliki kesadaran spiritual memiliki dedikasi kerja
yang lebih tulus dan jauh dari kepentingan pribadi (egoisme), apalagi bertindak
zalim kepada orang lain. Mereka memiliki kepedulian terhadap sesama, memiliki
integritas moral yang tinggi, saleh, dan peduli kepada masa depan umat manusia.
8
Bagaimana Tuhan dirasakan kehadiratnya dalam perspektif Sosiologis?
9
BAB III:
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan. Besar
harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi, kami menyadari makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi di masa yang
akan datang.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Intan. 2016. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Jakarta.
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
11