Konsinyasi merupakan proses penitipan barang dari supplier ke pada
pihak penjual untuk dijual kepada konsumen dengan perlakuan khusus.
Dasar perlakuan khusus ini antara lain :
1. Barang konsinyasi belum diakui sebagai milik penjual pada saat diterima 2. Barang Konsinyasi diakui pada saat terjual kepada konsumen.
Dalam aturan perpajakan indonesia, kondisi ini merupakan daerah abu-
abu. Coba kita telaah perlakuan khusus di atas.
Pada saat penerimaan dan penjualan barang konsinyasi
Data barang dicatat secara terpisah, karena kepemilikan barang telah jelas bukan milik penjual. Pihak penjual dapat mengambil laba atas barang konsinyasi tersebut setelah terjadi adanya penjualan kepada konsumen. Nilai margin keuntungan dapat ditentukan berdasarkan kesekepakatan antara pihak supplier dan pihak penjual yang dapat memiliki kondisi berikut :
Penjual harus menjual dengan harga yang ditetapkan oleh supplier
dan nilai profit akan diberikan oleh supplier setelah barang terjual.
Penjual dapat menjual dengan bebas dan pada saat barang
terjual, harga awal barang akan dibayarkan kepada supplier.
Dari sisi akuntansi persediaan, pihak penjual tidak melakukan proses
pencatatan dalam sistem akuntansi si penjual. Pencatatan hanya terjadi pada saat penjualan, yaitu : Pengakuan terjadinya kepemilikan barang pada saat terjual
Pengakuan terjadinya barang terjual
Pengakuan nilai hutang supplier
Pengakuan nilai piutang (jika penjualan kredit)
Pengakuan adanya PPN (untuk kasus tertentu mungkin tidak ada,
lihat peraturan pajak terbaru untuk kondisi ini)
Berdasarkan aturan pajak terbaru (notes : masih belum jelas - grey
area), pada saat penerimaan barang konsinyasi ini, sudah diakui kepemilikan barang dan pencatatan persediaan dengan pengakuan hutang. Dari kondisi ini dapat ditinjau, bahwa pihak pajak hanya menginginkan kemudahan dalam proses melakukan audit sistem akuntansi si penjual yang secara logis, menurut saya pribadi tidak masuk akal, karena pada dasarnya barang konsinyasi hanya merupakan barang titipan.
Permasalahan utama dalam menerapkan kondisi ini dalam pembuatan
software akuntansi menjadi signifikan, pembuatan software akuntansi membutuhkan sistem yang benar-benar standar, sehingga menghilangkan adanya kerancuan dalam proses pengakuan barang konsinyasi tersebut. Salah satu solusi, yaitu dengan membuatkan 2 opsi tersendiri yang menyebabkan adanya overhead dalam proses pengembangan software berupa penambahan kode program. Opsi tersebut yaitu : a. Pengakuan penerimaan Barang Konsinyasi dicatat dalam jurnal b. Pengakuan penerimaan Barang konsinyasi tidak dicatat dalam jurnal