Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Paru-paru terdiri dari kantung-kantung kecil yang disebut alveoli, ketika
sesoarang dalam keadaan sehat kantung-kantung alveoli akan berisi udara.
Sedangkan ketika seseorang menderita pneumonia, alveoli akan dipenuhi oleh
nanah dan cairan, yang membuat pernafasan terasa menyakitkan dan
membatasi asupan oksigen (WHO, 2018).
Angka kematian akibat pneumonia pada tahun 2018 terhadap balita sebesar
0.08 %, angka kematian akibat pneumonia pada kelompok bayi lebih besar
yaitu bekisar 0,16% dibandingkan pada anak kelompok umur 1-4 tahun sebesar
0,05% (Kemenkes RI, 2019). Karena besarnya angka kematian penderita ISPA
pneumonia, maka disebut sebagai pandemi yang terlupkan atau Forgetting
Pandemic. Namun, tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga
pneumonia disebut juga pembunuh balita yang terlupakan atau The Forgetten
Killer of Children (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2019).
Menurut WHO (World Health Pneumonia Organization) pneumonia
membunuh 808.694 anak di bawah usia 5 tahun pada tahun 2017, terhitung
15% dari semua kematian anak di bawah usia lima tahun. Pneumonia
menyerang anak-anak dan keluarga di seluruh dunia, tetapi paling umum
terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara (WHO, 2019). Pada Tahun 2018
di Indonesia, didapatkan insiden (per 1000 balita) di Indonesia sebesar 20,06%
hampir sama dengan data tahun sebelumnya 20,56% (Kemenkes RI, 2019).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) angka kejadian pneumonia pada
tahun 2007, 2013 dan 2018 terjadi naik turun. Pada tahun 2007 prevalensi
pneumonia di Indonesia sebesar 2,13% dan mengalami penurunan pada tahun
2013 sebesar 1,80%. Di tahun 2013 angka tertinggi kejadian pneumonia pada
kelompok balita usia 1-4 tahun. Angka kejadian tertinggi yang mengalami
pneumonia pada kelompok balita yaitu pada usia 12-23 bulan dan 24-35 bulan
sebesar masing-masing 2,6%. Balita laki-laki lebih banyak mengalami
pneumonia yaitu sebesar 2,5% sedangkan balita perempuan sebesar 2,3%
(Kemenkes RI, 2013). Pada tahun 2018 prevalensi pneumonia mengalami
peningkatan kembali yaitu menjadi 2,0%. Prevelensi terbanyak pada tahun
2018 yaitu terdapat di Provinsi papua yaitu 3,6% dan terendah terdapat pada
Provinsi Bali yaitu 1.0% (Kemenkes RI, 2019).
Kejadian pneumonia pada tahun 2018 di Provinsi Lampung yaitu mencapai
angka 46,65 %, sedangkan target temuan yaitu 80 % . Angka temuan kejadian
paling tinggi di Provinsi DKI Jakarta yaitu 95,53 %, dan angka terendah
temuan pneumonia pada Provinsi Kalimantan tengah yaitu 5,35 % (Kemenkes
RI, 2019). Temuan kasus pneumonia di Kota Metro pada balita selama periode
2014-2018 terjadi peningkatan dan fruktuatif. Pada tahun 2018 penderita
pneumonia balita yang ditemukan sebanyak 184 penderita, namun penemuan
kasus pneumonia pada balita dikota metro masih jauh dari target yang
diharapkan sebanyak 1.653 penderita hal tersebut dapat disebabkan karena
tenaga kesehatan yang telah dilatih MTBS tidak melakukan Desinfo kepada
petugas lain dipuskesmas dalam rangka penjaringan kasus ISPA pneumonia
dipuskesmas. Cakupan penderita pneumonia balita menurut puskesmas Metro
tahun 2018 terbanyak terdapat pada Puskesmas Banjar Asri yaitu berjumlah 47
penderita dan terendah terdapat pada Puskesmas Yosomulyo, Karang Rejo,
Mulyojati, Iring Mulyo, dan Margorejo yaitu tidak terdapat penderita
pneumonia (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2019).
Pneumonia bisa menyebabkan beberapa komplikasi pada anak seperti
Empiema, pneumotirax perikarditis purulenta, dan infeksi ekstra pada paru bisa
sampai ke meningitis (Udin, 2019:14). Pneumonia merupakan infeksi yang
menjadi penyebab paru-paru meradang. Kantung-kantung yang berfungsi
menyerap oksigen menjadi kurang. Akibat kurangnya berfungsi penyerapan
oksigen di dalam kantung-kantung paru oksigen menjadi kurang dan membuat
sel-sel tubuh tidak bekerja. Akibat terburuk dari pneumonia yaitu dapat
menyebabkan penderitanya meninggal dunia (Misnadiarly, 2008:11).
Karena angka kematiannya yang tinggi pneumonia menjadi masalah
kesehatan di dunia, tidak hanya di negara berkembang pneumonia juga banyak
terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Di
Indonesia sendiri pneumonia masuk kedalam penyebab kematian tertinggi
nomer tiga setelah kardivaskuler dan tuberkulosis (Misnadiarly, 2008:11-13).
Di Dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena
Pneumonia (1 balita/15 detik) dari 9 juta total kematian balita, 1 diantaranya
disebabkan oleh Pneumonia. (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2018).
Pneumonia disebabkan oleh bakteri Streptococcus Pneumonia,
Haemophilus Influenza type B, Respiratory Syncytial Virus, dan Pneumoncytis
Jiroveci. Bakteri yang menjadi penyebab paling banyak terjadinya pneumonia
di negara berkembang adalah bakteri Streptococcus Pneumonia yang terjadi
sekitar 30-50% kasus, selain itu Haemophilus Influenza type B menyumbang
30% kasus pneumonia, sedangkan Respiratory Syncytial Virus menjadi
penyebab terbesar terjadinya pneumonia oleh golongan virus (Prihaningtyas,
2014:10).
Beberapa faktor resiko pneumonia pada balita yaitu seperti gizi kurang dan
pemberian ASI tidak eksklusif yang dapat membuat sistem kekebalan tubuh
melemah. Sedangkan faktor penyakit yang sudah ada sebelumnya, seperti
infeksi HIV simptomatik dan campak, juga meningkatkan risiko anak tertular
pneumonia. Faktor-faktor lingkungan juga dapat menjadi faktor resiko anak
terkena pneumonia seperti polusi udara dalam ruangan yang disebabkan oleh
memasak dan memanaskan dengan bahan bakar biomassa (seperti kayu atau
kotoran, tinggal di rumah yang ramai, dan terdapat paparan asap rokok
disekitar anak (WHO, 2018).
Seperti penelitian sebelumnya terkait faktor resiko pneumonia telah
dilakukan seperti penelitian oleh Zulmeliza Rasyid (2013) yang meneliti
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pneumonia. Penelitian ini
bersifat kuantitatif analitik observasional dengan jenis desain studi kasus
kontrol (case control). Dimana dalam penelitian tersebut menyebutkan faktor
hubungan imunisasi DPT dan campak dengan hasil sebesar 1,6 kali menderita
pneumonia dibandingkan anak dengan imunisasi lengkap, untuk hasil dari
pemberian ASI eksklusif didapatkan hasil anak balita yang tidak diberi ASI
eksklusif lebih beresiko 1,7 kali menderita pneumonia, hubungan anak balita
dengan status gizi kurang beresiko 2,2 kali menderita pneumonia dibandingkan
dengan anak balita berstatus gizi baik, untuk jenis kelamin anak laki-laki lebih
beriko 2,5 kali menderita pneumonia dibandingkan dengan anak balita jenis
kelamin perempuan, tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu juga menunjukkan
hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia, balita yang memiliki
ibu dengan pendidikan rendah lebih beriko 3,5 kali menderita pneumonia
dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi dan ibu yang bekerja
diluar rumah anak balitanya lebih beriko 2 kali menderita pneumonia
dibandingkan dengan ibu yang bekerja didalam rumah.
Berdasarkan penelitian ini akan meneliti dengan desain yang sama, yaitu
bersifat kuantitatif analitik observasional dengan jenis desain studi kasus
kontrol (case control). Penelitian ini ingin membuktikan faktor riwayat
asfiksia, paparan asap rokok, status gizi, dan pemberian ASI tidak eksklusif
berhubungan dengan kejadian pneumonia pada bayi dan balita di RSUD Jend
Ahmad Yani Metro Pusat.

B. Rumusan Masalah
Besarnya angka kematian pada balita akibat ISPA pneumonia menjadikan
pneumonia sebagai pandemi yang terlupakan, selain itu tidak banyak perhatian
terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh balita yang
terlupakan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah
1. Bagaimana gambaran kejadian pneumonia pada bayi dan balita
berdasarkan faktor riwayat asfiksia di RSUD Jend Ahmad Yani Metro
Pusat ?
2. Bagaimana gambaran kejadian pneumonia pada bayi dan balita
berdasarkan faktor paparan asap rokok di RSUD Jend Ahmad Yani Metro
Pusat ?
3. Bagaimana gambaran kejadian pneumonia pada bayi dan balita
berdasarkan faktor status gizi di RSUD Jend Ahmad Yani Metro Pusat ?
4. Bagaimana gambaran kejadian pneumonia pada bayi dan balita
berdasarkan faktor ASI tidak eksklusif di RSUD Jend Ahmad Yani Metro
Pusat ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian infeksi saluran pernafasan akut pneumonia pada balita di RSUD
Jend Ahmad Yani Metro Pusat tahun 2019.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi penderita pneumonia pada bayi dan
balita di RSUD Jend Ahmad Yani Metro Pusat tahun 2019.
b. Mengetahui distribusi frekuensi penderita pneumonia pada bayi dan
balita berdasarkan faktor riwayat asfiksia di RSUD Jend Ahmad Yani
Metro Pusat tahun 2019.
c. Mengetahui distribusi frekuensi penderita pneumonia pada bayi dan
balita berdasarkan faktor paparan asap rokok di RSUD Jend Ahmad
Yani Metro Pusat tahun 2019.
d. Mengetahui distribusi frekuensi penderita pneumonia pada bayi dan
balita berdasarkan faktor status gizi di RSUD Jend Ahmad Yani Metro
Pusat tahun 2019.
e. Mengetahui distribusi frekuensi penderita pneumonia pada bayi dan
balita berdasarkan faktor ASI tidak eksklusif di RSUD Jend Ahmad
Yani Metro Pusat tahun 2019.
f. Mengetahui hubungan faktor riwayat asfiksia dengan kejadian infeksi
saluran pernafasan akut pneumonia pada bayi dan balita di RSUD
Jend Ahmad Yani Metro Pusat tahun 2019.
g. Mengetahui hubungan faktor paparan asap rokok dengan kejadian
infeksi saluran pernafasan akut pneumonia pada bayi dan balita di
RSUD Jend Ahmad Yani Metro Pusat tahun 2019.
h. Mengetahui hubungan faktor status gizi dengan kejadian infeksi
saluran pernafasan akut pneumonia pada bayi dan balita di RSUD
Jend Ahmad Yani Metro Pusat tahun 2019.
i. Mengetahui hubungan faktor ASI tidak eksklusif dengan kejadian
infeksi saluran pernafasan akut pneumonia pada bayi dan balita di
RSUD Jend Ahmad Yani Metro Pusat tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambahkan wawasan tentang
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi saluran pernafasan
akut pneumonia pada bayi dan balita di RSUD Jend Ahmad Yani Metro
Pusat

2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Institusi
Sebagai bahan bacaan dan masukan untuk institusi kesehatan dalam
merumuskan dan mengurangi angka kejadian pneumonia
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan dalam mengembangkan pelayanan kesehatan terkait
dengan pneumonia
c. Bagi Peneliti
Menjadikan data awal untuk panduan penelitian selanjutnya

E. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif analisis observasional dengan desain Case
control. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh bayi dan balita yang berusia
0-5 tahun yang menderita ISPA pneumonia di ruang anak RSUD Jend Ahmad
Yani Metro Pusat.
F. Kerangka Teori

Variabel Independent Variabel Dependent

Faktor penyebab
1. Respiratori Syncytial Virus
(RSV)
2. Bakeri Streptococcus
Pneumoniae
3. Staphylococcus Aureus
(Saureus)
4. Bakteri Haemophilus Influenza
Type b (Hib)
Sumber:Misnadiarly (2008)

ISPA Pneumonia

Faktor resiko
1. Riwayat asfiksia
Sumber : Behrman, dkk (1999)
2. Lingkungan
3. Persalinan prematur
4. Status gizi
5. Kurang efektif ASI
Sumber : Muchammad Fahrul
Udin (2019)
6. Riwayat imunisasi DPT dan
Campak
Sumber : dr. Arifianto, SpA
(2012)
G. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Faktor
1. Riwayat Asfiksia
Sumber : Behrman, dkk (1999)
2. Paparan asap rokok
3. Status gizi
ISPA Pneumonia
4. ASI Tidak Eksklusif
Sumber : Muchammad Fahrul
Udin (2019)

Anda mungkin juga menyukai