Anda di halaman 1dari 75

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

DINAS TENAGA KERJA, PERINDUSTRIAN, KOPERASI DAN UKM


Jalan Conge No.99, Ngembalrejo, Ngembal Rejo, Ngembalrejo, Kec. Bae,
Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 59319

Laporan Pendahuluan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
1
Bab

PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Induk Pembangunan Industri Kabupaten (RIPIK) Kudus

Latar Belakang
Maksud Kegiatan
Tujuan Kegiatan
Sasaran
Lingkup Pekerjaan
Pendekatan Pelaksanaan
Dasar Hukum
Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan
Sistematika Laporan Pendahuluan

1.1. LATAR BELAKANG

P embangunan industri ke depan ditujukan agar sektor industri dapat tumbuh lebih
cepat sehingga dapat berperan lebih besar dalam penciptaan nilai tambah yang
berujung pada peran sektor industri pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja. Peningkatan pertumbuhan dan peran sektor industri tersebut
akan dapat dicapai apabila berbagai permasalahan yang dihadapi saat ini dapat diatasi,
yaitu: 1) masih lemahnya daya saing industri nasional, belum kuat dan belum dalamnya
struktur industri nasional; 2) masih terkonsentrasinya kegiatan industri di Pulau Jawa; dan
3) belum optimalnya regulasi pemerintah dalam mendukung kemajuan sektor industri.
Kondisi akan lemahnya struktur industri Indonesia, dikarenakan seluruh sektor ekonomi
tumbuh sehngga memerlukan permintaan impor yang tinggi, kondisi tersebut disebabkan
karena bahan baku dan modal sendiri yang masih minim. Kondisi tersebut diperparah
apabila ekspor negara merosot karena ekonomi global yang fluktuatif (Darmin Nasution,
2008) 1.

1
http://www.kemenperin.go.id/artikel/4299/Struktur-Industri-Indonesia-Masih-Lemah

Pendahuluan 1-1
LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Induk Pembangunan Industri Kabupaten (RIPIK) Kudus

Dalam UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian disusun dengan tujuan untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Undang-undang tersebut memberikan peran yang
lebih besar kepada pemerintah dalam mendorong kemajuan industri nasional secara
terencana. Peran tersebut diperlukan sebagai jawaban terhadap gagalnya mekanisme
pasar dalam mengarahkan perekonomian nasional untuk tumbuh lebih cepat dan
mengejar ketertinggalan dari negara lain yang lebih dahulu maju. Peran pemerintah dalam
mendorong kemajuan sektor industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun
secara sistematis dalam suatu dokumen perencanaan.
Amanah Tentang Peridustrian diatas, mengharuskan bahwa setiap Pemerintah Daerah
diwajibkan untuk menyusun pembangunan industri di daerahnya masing-masing.
Rencana Induk Pembangunan Iindustri Provinsi/kabupaten/kota mesti mengacu pada
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) dan Kebijakan Industri Nasional.
Selain itu RIPIK harus memperhatikan potensi sumber daya daerah dan rencana tata
ruang wilayah Kabupaten. Selain amanah dari undang-undang diatas, sektor industri yang
ada di Kabupaten Kudus adalah merupakan basis Kabupaten Kudus dengan kontribusi
sebesar 61,44 % terhadap PDRB Kabupaten Kudus. Disamping itu secara geografis
Kabupaten Kudus sangat strategis, berada pada jalur perlintasan ekonomi antar provinsi,
yang memiliki mobilitas tinggi. Dismaping potensi diatas maka Kabupaten Kudus juga
dihadapi masalah seperti ketersediaan lahan/ruang untuk kepentingan investasi sedikit,
sehingga perlu adanya pengaturan yang optimal akan pengembangan sektor industri.

Gambar: Foto Industri Rokok Di Kabupaten Kudus


Dalam merencanakan pembangunan maupun pengembangan industri di daerah harus
memenuhi unsur-unsur dan pertimbangkan efektifitas dari berbagai segi:
a. Kemudahan untuk memperoleh kapling industri siap bangun yang sudah dilengkapi
berbagai prasarana dan sarana penunjang.
b. Memberi kepastian hukum lokasi tempat usaha, sehingga terhindar dari segala bentuk
gangguan dan diperolehnya rasa amenitis bagi dunia usaha.
c. Mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus mengatasi permasalahan dampak
lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatanindustri.
Oleh karena itu aspek tata ruang bagi pembangunan atau pengembangan industri menjadi
pedoman utama yang harus dipatuhi maka agar meminimalisir terjadinya resiko-resiko
serta masalah-masalah konflik penggunaan lahan. Apabila kegiatan industri telah dapat
diarahkan pada lokasi peruntukannya, maka akan lebih mudah bagi penataan ruang
daerah, khususnya pada daerah sekitar lokasi industri.

Pendahuluan 1-2
LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Induk Pembangunan Industri Kabupaten (RIPIK) Kudus

Dari aspek lingkungan hidup, konsep pembangunan industri jelas mendukung peningkatan
kualitas lingkungan daerah secara menyeluruh. Dengan dikelompokkan kegiatan industri
pada satu lokasi pengelolaan maka akan lebih mudah menyediakan fasilitas pengolahan
limbah dan juga pengendalian limbahnya. Sudah menjadi kenyataan bahwa pertumbuhan
industri secara individual memberikan pengaruh besar terhadap kelestarian lingkungan
karena tidak mudah untuk melakukan pengendalian pencemaran yang dilakukan oleh
industri-industri yang tumbuh secara individu.
Sehubungan dengan diperlukannya dokumen Rencana Induk Pengembangan Industri,
maka Pemerintah Kabupaten Kudus dalam hal ini melalui OPD Dinas Tenaga Kerja
Perindustrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disnaker Perinkop dan UKM)
mengadakan kegiatan penyusunan RIPIK sebagai acuan dan panduan dalam perencanaan
pembangunan dan kebijakan industri Daerah.

1.2. MAKSUD KEGIATAN


Maksud penyusunan Rencana Induk Pembangunan Industri Kabupaten (RIPIK) Kudus
Tahun 2020-2040 adalah sebagai pedoman bagi pemerintah dan pelaku industri dalam
pembangunan industri di Kabupaten Kudus.

1.3. TUJUAN KEGIATAN


Tujuan Rencana Induk Pembangunan Industri Kabupaten (RIPIK) Kudus Tahun 2020-2040,
adalah untuk mendapatkan gambaran arah kebijakan pembangunan dan pengembangan
industri daerah selama 20 tahun kedepan di Kabupaten Kudus Berdasarkan potensi dan
permasalahannya

1.4. SASARAN
1. Meningkatnya penguasaan pasar di Kabupaten Kudus terhadap impor bahan baku,
barang modal, serta meningkatkan ekspor produk industri;
2. Tercapainya percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh Kabupaten
Kudus;
3. Meningkatnya pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi;
4. Peningkatnya penyerapan tenaga kerja yang kompeten di sektor industri;
5. Kuatnya struktur industri dengan tumbuhnya industri hulu dan hilir yang berbasis
sumber daya alam.

1.5. DASAR HUKUM


1. Undang–undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
2. Undang-undang Nomor 13 tahun 2014 tentang Perindustrian;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan
Industri Nasional tahun 2015-2035;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang;
5. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 110 tahun 2016 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Propinsi (RPIP) dan Rencana
Pembangunan Industri Kabupaten/Kota (RPIK);
6. Peraturan Daerah Kabupaten Kudus nomor 16tahun 2012tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Kudus tahun 2012-2032.

Pendahuluan 1-3
LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Induk Pembangunan Industri Kabupaten (RIPIK) Kudus

1.6. LINGKUP PEKERJAAN


1. Melaksanakan Koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait pada waktu
melaksanakan pekerjaan;
2. Melakukan assesment dan rencana terhadap: 1) industri unggulan daerah; 2)
sistematika RPIK; 3) pelaksanaan; 4) pembinaan dan pengawasan; dan 5)
pembiayaan;
3. Membuat pelaporan melalui tahapan pendahuluan, antara dan akhir dari dokumen
RIPIK Tahun 2020-2040.

1.7. PENDEKATAN PELAKSANAAN


1. Pendekatan Normatif, Pendekatan yang digunakan untuk merumuskan suatu
kebijakan dan strategi berdasarkan data dan informasi yang tersedia serta mengacu
pada produk peraturan dan perundangan yang terkait dengan substansi;
2. Pendekatan Fasilitatif dan Partisipatif, Pendekatan dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan yang terkait;
3. Pendekatan Teknis Akademis, Pendekatan dilakukan dengan menggunakan
metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan secara akademis, baik itu dalam
pembagian tahapan pekerjaan maupun teknik-teknik identifikasi, analisas,
penyusunan RIPIK Kudus Tahun 2020-2040.

1.8. MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN


Mekanisme pelaksanaan pekerjaan dengan melakukan metodologi dan analisis. Metode
pengumpulan data adalah dengan cara pengamatan langsung ke wilayah yang menjadi isu
yang mengemuka dan data-data kajian yang telah ada pada titik yang menjadi acuan.
Proses pelaksanaan kegiatan meliputi:
1. Studi literatur.
2. Tinjauan terhadap tantangan Industri pada masa sekarang dan yang akan datang
serta berbagai upaya dalam menjawab tantangan tersebut.

1.9. SISTEMATIKA LAPORAN PENDAHULUAN


Dalam kaitannya dengan penyusunan laporan pendahuluan ini dibagi menjadi 4 bagian
(BAB), diantaranya:
A. BAB 1 PENDAHULUAN, yaitu bagian bab yang menjelaskan ilustrasi Kerangka Acuan
Kerja (KAK) dari keseluruhan isi dan muatan Rencana Induk Pembangunan Industri
Kabupaten (RIPIK) Kudus. Diantaranya berisikan: latar belakang, maksud dan tujuan,
lingkup kegiatan, keluaran dan sistematika penyusunan laporan pendahuluan.
B. BAB 2 PENDEKATAN DAN METODE, yang menjelaskan mengenai pemahaman kegiatan
yang tertuang dalam KAK. Disamping itu juga berisi mengenai pendekatan dan
metodologi yang akan dilakukan berdasarkan: Pemahaman muatan KAK, tinjauan
pustaka dan Metodologi;

Pendahuluan 1-4
LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Induk Pembangunan Industri Kabupaten (RIPIK) Kudus

C. BAB 3 GAMBARAN AWAL WILAYAH, mendiskripsikan tentang Kabupaten Kudus secara


umum, diantaranya Karakteristik Lokasi Dan Wilayah, Potensi Pengembangan Wilayah,
Demografi, Aspek Kesejahteraan Masyarakat;
D. BAB 4 MANAJEMEN PELAKSANAAN PEKERJAAN, mendiskripsikan tentang manajemen
tim dalam melaksanakan kegiatan ini diantaranya: waktu, tenaga ahli, keluaran,
pelaporan kegiatan, dan hasil kerja.

Pendahuluan 1-5
2
Bab

PENDEKATAN DAN METODOLOGI


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Pendekatan Teori
Metodologi

2.1. PENDEKATAN TEORI


2.1.1. PENGERTIAN INDUSTRI

I ndustri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Sedangkan Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yakni
kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir,
dan kelompok industri kecil. Dalam pembangunan industri, pemerintah menetapkan
bidang usaha industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang
menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat
diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia serta menetapkan jenis-jenis
industri yang khusus diperuntukan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh
masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.

Pendekatan dan Metodologi II -1


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Konsep yang berkaitan dengan industri adalah sebagai berikut :


1) Bahan mentah adalah semua bahan yang
didapat dari sumber daya alam dan/atau yang
diperoleh dari usaha manusia untuk
dimanfaatkan lebih lanjut, misalnya kapas
untuk inddustri tekstil, batu kapur untuk
industri semen, biji besi untuk industri besi dan
baja.
2) Bahan baku industri adalah bahan mentah
yang diolah atau tidak diolah yang dapat
dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam
industri, misalnya lembaran besi atau baja
untuk industri pipa, kawat, konstruksi
jembatan, seng, tiang telpon, benang adalah
kapas yang telah dipintal untuk industri
garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan baku
industri margarine.
3) Barang setengah jadi adalah bahan mentah
atau bahan baku yang telah mengalami satu
atau beberapa tahap proses industri yang
dapat diproses lebih lanjut menjadi barang
jadi, misalnya kain dibuat untuk industri
pakaian, kayu olahan untuk industri mebel dan
kertas untuk barang-barang cetakan.
4) Barang jadi adalah barang hasil industri yang
sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun
siap pakai sebagai alat produksi, misalnya
industri pakaian, mebel, semen, dan bahan
bakar.
5) Rancang bangun industri adalah kegiatan
industri yang berhubungan dengan
perencanaan pendirian industri dan pabrik
secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.
6) Perekayasaan industri adalah kegiatan industri
yang berhubungan dengan perancangan dan
pembuatan mesin atau peralatan pabrik dan
peralatan industri lainnya.

2.1.2. KLASIFIKASI INDUSTRI

2.1.2.1. KLASIFIKASI INDUSTRI VERSI BPS


Klasifikasi industri yang digunakan dalam survei industri pengolahan adalah klasifikasi
yang berdasar kepada International Standard Industrial Classification of all Economic
Activities (ISIC) revisi 4 , yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan nama
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009.

Pendekatan dan Metodologi II -2


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Kode baku lapangan usaha suatu perusahaan industri ditentukan berdasarkan produksi
utamanya, yaitu jenis komoditi yang dihasilkan dengan nilai paling besar. Apabila suatu
perusahaan industri menghasilkan 2 (dua) jenis komoditi atau lebih dengan nilai yang
sama maka produksi utama adalah komoditi yang dihasilkan dengan kuantitas terbesar.

Sedangkan berdasarkan penggolongan pokok dibedakan menjadi 24 (dua puluh empat)


yaitu:
1. Makanan
2. Minuman
3. Pengolahan tembakau
4. Tekstil
5. Pakaian jadi
6. Kulit, barang dari kulit dan alas kaki
7. Kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari
bambu, rotan dan sejenisnya
8. Kertas dan barang dari kertas
9. Pencetakan dan reproduksi media rekaman
10. Produk dari batu bara dan pengilangan minyak bumi
11. Bahan kimia dan barang dari bahan kimia
12. Farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional
13. Karet, barang dari karet dan plastik
14. Barang galian bukan logam
15. Logam dasar
16. Barang logam, bukan mesin dan peralatannya
17. Komputer, barang elektronik dan dan optik
18. Peralatan listrik
19. Mesin dan perlengkapan ytdl
20. Kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer
21. Alat angkutan lainnya
22. Furnitur
23. Pengolahan lainnya
24. Jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan.

Pendekatan dan Metodologi II -3


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.1.2.2. KLASIFIKASI INDUSTRI VERSI SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN


Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas, ada juga pengklasifikasian industri
berdasarkan SK Menteri Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai
berikut:
NO KLASIFIKASI INDUSTRI DISKRIPSI
1 Industri Kimia Dasar (IKD) Merupakan industri yang memerlukan: modal yang
besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan
teknologi maju. Adapun industri yang termasuk
kelompok IKD adalah sebagai berikut:
1) Industri kimia organik, misalnya: industri
bahan peledak dan industri bahan kimia
tekstil.
2) Industri kimia anorganik, misalnya: industri
semen, industri asam sulfat, dan industri kaca.
3) Industri agrokimia, misalnya: industri pupuk
kimia dan industri pestisida.
Industri selulosa dan karet, misalnya: industri
kertas, industri pulp, dan industri ban.

2 Industri Mesin Logam Dasar dan Industri ini merupakan industri yang mengolah
Elektronika (IMELDE) bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat
atau rekayasa mesin dan perakitan.
Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai
berikut:
1) Industri mesin dan perakitan alat-alat
pertanian, misalnya: mesin traktor, mesin
hueler, dan mesin pompa.
2) Industri alat-alat berat/konstruksi, misalnya:
mesin pemecah batu, buldozer, excavator, dan
motor grader.
3) Industri mesin perkakas, misalnya: mesin
bubut, mesin bor, mesin gergaji, dan mesin
pres.
4) Industri elektronika, misalnya: radio, televisi,
dan komputer.
5) Industri mesin listrik, misalnya: transformator
tenaga dan generator.
6) Industri keretaapi, misalnya: lokomotif dan
gerbong.
7) Industri kendaraan bermotor (otomotif),
misalnya: mobil, motor, dan suku cadang
kendaraan bermotor.
8) Industri pesawat, misalnya: pesawat terbang
dan helikopter.
9) Industri logam dan produk dasar, misalnya:

Pendekatan dan Metodologi II -4


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

NO KLASIFIKASI INDUSTRI DISKRIPSI


industri besi baja, industri alumunium, dan
industri tembaga.
10) Industri perkapalan, misalnya: pembuatan
kapal dan reparasi kapal.
11) Industri mesin dan peralatan pabrik, misalnya:
mesin produksi, peralatan pabrik, the blower,
dan kontruksi.
3 Aneka Industri (AI) Industri ini merupakan industri yang tujuannya
menghasilkan bermacammacam barang
kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang
termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1) Industri tekstil, misalnya: benang, kain, dan
pakaian jadi.
2) Industri alat listrik dan logam, misalnya: kipas
angin, lemari es, dan mesin jahit, televisi, dan
radio.
3) Industri kimia, misalnya: sabun, pasta gigi,
sampho, tinta, plastik, obatobatan, dan pipa.
4) Industri pangan, misalnya: minyak goreng,
terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan
kemasan.
5) Industri bahan bangunan dan umum,
misalnya: kayu gergajian, kayu lapis, dan
marmer.

4 Industri Kecil (IK) Industri ini merupakan industri yang bergerak


dengan jumlah pekerja sedikit, dan teknologi
sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah
tangga, misalnya: industri kerajinan, industri alat-
alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah
(gerabah).

5 Industri pariwisata Industri ini merupakan industri yang menghasilkan


nilai ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya
bisa berupa: wisata seni dan budaya (misalnya:
pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan
(misalnya: peninggalan, arsitektur, alat-alat
observasi alam, dan museum geologi), wisata alam
(misalnya: pemandangan alam di pantai,
pegunungan, perkebunan, dan kehutanan), dan
wisata kota (misalnya: melihat pusat
pemerintahan, pusat perbelanjaan, wilayah
pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).

Pendekatan dan Metodologi II -5


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.1.2.3. KLASIFIKASI BERDASARKAN KRITERIA


Adapun macam-macam industri berdasarkan kriteria masing-masing, adalah sebagai
berikut.
NO KRITERIA INDUSTRI DISKRIPSI
1 Klasifikasi Industri 1) Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya
Berdasarkan Bahan Baku diperoleh langsung dari alam. Misalnya: industri hasil
pertanian, industri hasil perikanan, dan industri hasil
kehutanan.
2) Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih
lanjut hasilhasil industri lain. Misalnya: industri kayu lapis,
industri pemintalan, dan industri kain.
3) Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier.
Kegiatan industrinya adalah dengan menjual jasa layanan
untuk keperluan orang lain. Misalnya: perbankan,
perdagangan, angkutan, dan pariwisata
2 Klasifikasi Industri 1) Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya
Berdasarkan Produksi diperoleh langsung dari alam. Misalnya: industri hasil
Yang Dihasilkan pertanian, industri hasil perikanan, dan industri hasil
kehutanan.
2) Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih
lanjut hasilhasil industri lain. Misalnya: industri kayu lapis,
industri pemintalan, dan industri kain.
3) Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier.
Kegiatan industrinya adalah dengan menjual jasa layanan
untuk keperluan orang lain. Misalnya: perbankan,
perdagangan, angkutan, dan pariwisata.

Klasifikasi Industri 1) Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan


Berdasarkan Bahan mentah yang diperoleh dari hasil kegiatan pertanian.
Mentah Misalnya: industri minyak goreng, Industri gula, industri
kopi, industri teh, dan industri makanan.
2) Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah
bahan mentah yang berasal dari hasil pertambangan.
Misalnya: industri semen, industri baja, industri BBM
(bahan bakar minyak bumi), dan industri serat sintetis.
3) Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan
yang dapat mempermudah dan meringankan beban
masyarakat tetapi menguntungkan. Misalnya: industri
perbankan, industri perdagangan, industri pariwisata,
industri transportasi, industri seni dan hiburan.

Klasifikasi Industri 1) Industri berorientasi pada pasar (market oriented industry),


Berdasarkan Lokasi Unit yaitu industri yang didirikan mendekati daerah persebaran
Usaha konsumen.
2) Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment
oriented industry), yaitu industri yang didirikan mendekati
daerah pemusatan penduduk, terutama daerah yang
memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang
pendidikannya.

Pendekatan dan Metodologi II -6


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

NO KRITERIA INDUSTRI DISKRIPSI


3) Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented
industry), yaitu industri yang didirikan dekat atau ditempat
pengolahan. Misalnya: industri semen di Palimanan
Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk di
Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak),
dan industri BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan
kilang minyak).
4) Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang
didirikan di tempat tersedianya bahan baku. Misalnya:
industri konveksi berdekatan dengan industri tekstil,
industri pengalengan ikan berdekatan dengan pelabuhan
laut, dan industri gula berdekatan lahan tebu.
5) Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain
(footloose industry), yaitu industri yang didirikan tidak
terikat oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan
di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan
pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja.
Misalnya: industri elektronik, industri otomotif, dan
industri transportasi.

Klasifikasi Industri 1) Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan
Berdasarkan Proses mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya
Produksi hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri
yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri alumunium,
industri pemintalan, dan industri baja.
2) Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah
jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan
dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen.
Misalnya: industri pesawat terbang, industri konveksi,
industri otomotif, dan industri meubeler.

Klasifikasi Industri 1) Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-


Berdasarkan Barang Yang mesin atau alat produksi lainnya. Misalnya: industri alat-
Dihasilkan alat berat, industri mesin, dan industri percetakan.
2) Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang
siap pakai untuk dikonsumsi. Misalnya: industri obat-
obatan, industri makanan, dan industri minuman.

Klasifikasi Industri 1) Industri dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN),


Berdasarkan Modal Yang yaitu industri yang memperoleh dukungan modal dari
Digunakan pemerintah atau pengusaha nasional (dalam negeri).
Misalnya: industri kerajinan, industri pariwisata, dan
industri makanan dan minuman.
2) Industri dengan penanaman modal asing (PMA), yaitu
industri yang modalnya berasal dari penanaman modal
asing. Misalnya: industri komunikasi, industri perminyakan,
dan industri pertambangan.
3) Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu

Pendekatan dan Metodologi II -7


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

NO KRITERIA INDUSTRI DISKRIPSI


industri yang modalnya berasal dari hasil kerja sama antara
PMDN dan PMA. Misalnya: industri otomotif, industri
transportasi, dan industri kertas.

Klasifikasi Industri 1) Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan
Berdasarkan Subjek milik rakyat, misalnya: industri meubeler, industri makanan
Pengelola ringan, dan industri kerajinan.
2) Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan
milik Negara yang dikenal dengan istilah BUMN, misalnya:
industri kertas, industri pupuk, industri baja, industri
pertambangan, industri perminyakan, dan industri
transportasi.

Klasifikasi Industri 1) Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal
Berdasarkan Cara relatif kecil, teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari
Pengorganisasian 10 orang biasanya dari kalangan keluarga, produknya masih
sederhana, dan lokasi pemasarannya masih terbatas
(berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri
makanan ringan.
2) Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri:
modal relative besar, teknologi cukup maju tetapi masih
terbatas, pekerja antara 10-200 orang, tenaga kerja tidak
tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas (berskala
regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan
industri mainan anak-anak.
3) Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal
sangat besar, teknologi canggih dan modern, organisasi
teratur, tenaga kerja dalam jumlah banyak dan terampil,
pemasarannya berskala nasional atau internasional.
Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri
otomotif, industri transportasi, dan industri persenjataan.

Klasifikasi Industri 1) Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan


Berdasarkan Tenaga Kerja tenaga kerja kurang dari empat orang. Ciri industri ini
memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal
dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri
biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota
keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri
kerajinan, industri tempe/ tahu, dan industri makanan
ringan.
2) Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah
sekitar 5 sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki
modal yang relative kecil, tenaga kerjanya berasal dari
lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara.
Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri
pengolahan rotan.
3) Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga
kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang
adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja
memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan

Pendekatan dan Metodologi II -8


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

NO KRITERIA INDUSTRI DISKRIPSI


memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri
konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
4) Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja
lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki
modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk
pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan
khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui Klasifikasi
Industri Istilah industri sering diidentikkan dengan semua
kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah
atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang
jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut
sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal,
pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut
semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang
sifatnya produktif.

2.1.3. TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI


Dalam Undang-Undang nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian disebutkan bahwa
pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan
dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam pandangan
umum, bahwa pembangunan industri di Indonesia bertujuan untuk :
1. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan
memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur
perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya
untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi
pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada
khususnya;
3. Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi
yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha
nasional;
4. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah,
termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
5. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta
meningkatkan peranan koperasi industri;
6. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional
yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil
produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan
daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka
memperkokoh ketahanan nasional.
Sementara tujuan pembangunan kawasan industri secara tegas dapat di simak di dalam
Kepres No. 41 Tahun 1996 Tentang Kawasan Industri, pada pasal 2 yang menyatakan ”
pembangunan kawasan industri bertujuan untuk :

Pendekatan dan Metodologi II -9


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

1. mempercepat pertumbuhan industri di daerah;


2. memberikan kemudahan bagi kegiatan industri;
3. mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan industri; dan
4. meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.
Menurut Tim Koordinasi Kawasan Industri Departemen Perindustrian RI, tujuan utama
pembangunan dan pengusahaan kawasan industri (industrial estate) adalah untuk
memberikan kemudahan bagi para investor sektor industri untuk memperoleh lahan
industri dalam melakukan pembangunan industri. Pembangunan kawasan industri
dimaksudkan sebagai sarana upaya pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang
lebih baik melalui penyediaan lokasi industri yang telah siap pakai yang didukung oleh
fasilitas dan prasarana yang lengkap dan berorientasi pada kemudahan untuk mengatasi
masalah pengelolaan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah industri.
Menurut Sadono Sukirno Penciptaan kawasan perindustrian ditujukan untuk
pembangunan industri di daerah guna mempertinggi daya tarik dari daerah tersebut ,
dengan harapan akan di peroleh manfaat sebagai berikut: menghemat pengeluaran
pemerintah untuk menciptakan prasarana, untuk menciptakan efisiensi yang lebih tinggi
dalam kegiatan industri-industri , dan untuk menciptakan perkembangan daerah yang
lebih cepat dan memaksimumkan peranan pembangunan daerah dalam keseluruhan
pembangunan ekonomi. Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor yang lebih penting lagi yang
mendorong usaha menciptakan kawasan perindustrian adalah besarnya keuntungan
potensial yang akan diperoleh berbagai industri apabila fasilitas yang demikian disediakan
kepada mereka. Oleh sebab itu pengembangan kawasan perindustrian terutama
dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak perangsang kepada para penanam modal.
Langkah tersebut akan mengurangi masalah mereka untuk menciptakan atau
mendapatkan tempat bangunan, dan dapat mengurangi biaya yang diperlukan utuk
mendirikan industrinya karena bangunan perusahaan dapat disewa atau di beli dengan
biaya yang tidak terlalu mahal. Kawasan perindustrian dapat menimbulkan pula berbagai
jenis external aconomies kepada industri-industri tersebut. Dengan demikian adanya
pertumbuhan industri dalam kawasan industri dapat mempertinggi efisiensi kegiatan
industri tersebut.

2.1.4. KAWASAN INDUSTRI


Di Indonesia pengertian kawasan industri dapat mengacu kepada keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 41 Tahun 1996. Menurut Keppres tersebut, yang dimaksud dengan
kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri.
Menurut Marsudi Djojodipuro, kawasan industri (industrial estate) merupakan sebidang
tanah seluas beberapa ratus hektar yang telah dibagi dalam kavling dengan luas yang
berbeda sesuai dengan keinginan yang diharapkan pengusaha. Daerah tersebut minimal
dilengkapi dengan jalan antar kavling, saluran pembuangan limbah dan gardu listrik yang
cukup besar untuk menampung kebutuhan pengusaha yang diharapkan akan berlokasi di
tempat tersebut.
Berdasarkan pada beberapa pengertian tentang kawasan industri tersebut, dapat
disimpulkan, bahwa suatu kawasan disebut sebagai kawasan industri apabila memiliki ciri-
ciri sebagai berikut :

Pendekatan dan Metodologi II -10


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

1. adanya areal/bentangan lahan yang cukup luas dan telah dimatangkan,


2. dilengkapi dengan sarana dan prasarana,
3. ada suatu badan (manajemen) pengelola,
4. memiliki izin usaha kawasan industri,
5. biasanya diisi oleh industri manufaktur (pengolahan beragam jenis).

Ciri-ciri tersebut diatas yang membedakan “kawasan industri” dengan “Kawasan


Peruntukan Industri”, “ Zona Industri”, dan ”Cluster Industri”. Kawasan Peruntukan
Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah
(Kabupaten/Kota) yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud Zona Industri adalah
satuan geografis sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kegiatan industri, baik
berupa industri dasar maupun industri hilir, berorientasi kepada konsumen akhir dengan
populasi tinggi sebagai penggerak utama yang secara keseluruhan membentuk berbagai
kawasan yang terpadu dan beraglomerasi dalam kegiatan ekonomi dan memiliki daya ikat
spasial. Cluster Industri adalah pengelompokan di sebuah wilayah tertentu dari berbagai
perusahaan dalam sektor yang sama.

2.1.5. PUSAT PERTUMBUHAN INDUSTRI


Istilah pusat pertumbuhan industri dikenal dalam teori Perroux (1970), teori ini menjadi
dasar dari strategi kebijaksanaan pembangunan industri di daerah yang banyak
diterapkan di berbagai negara dewasa ini. Perroux mengatakan, pertumbuhan tidak
muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di
beberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti
dari teori Perroux adalah sebagai berikut :
1. Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan (L’industrie matrice) yang
merupakan industri pengerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena
keterkaitan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan
mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat dengan industri
unggulan tersebut.
2. Pemusatan industri pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan
perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yag
berbeda antar daerah sehingga perkembangan industri di daerah tersebut akan
mempengaruhi perkembangan daerah-daerah tersebut.
3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif ( industri
unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dari
industri unggulan atau pusat pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan
mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif.

Pendekatan dan Metodologi II -11


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Selanjutnya Perroux mengatakan bahwa, ditinjau dari aspek lokasinya, pembangunan


ekonomi daerah tidak merata dan cenderung terjadi proses aglomerasi (pemusatan) pada
pusat-pusat pertumbuhan. Pada gilirannya pusat-pusat pertumbuhan tersebut akan
mempengaruhi daerah daerah yang lambat perkembangannya. Terjadinya aglomerasi
industri tersebut mempunyai manfaat-manfaat tertentu yaitu keuntungan skala ekonomis
(usaha dalam jumlah besar) dan keuntungan penghematan biaya. Beberapa manfaat
dengan terjadinya aglomerasi dijelaskan sebagai berikut:
1. Keuntungan Internal Perusahaan. Keuntungan ini timbul karena ada faktor-faktor
produksi yang tidak dapat dibagi yang hanya dapat diperoleh dalam jumlah tertentu.
Kalau dipakai dalam jumlah yang lebih banyak. Biaya produksi per unit akan lebih
rendah dibandingkan jika dipakai dalam jumlah yang lebih sedikit.
2. Keuntungan lokalisasi (localization economies) Keuntungan ini berhubungan dengan
sumber bahan baku atau fasilitas sumber. Artinya dengan terpusatnya industri, maka
setiap industri merupakan sumber atau pasar bagi industri yang lain.
3. Keuntungan Eksteren (keuntungan urbanisasi),artinya, aglomerasi beberapa industri
dalam suatu daerah akan mengakibatkan banyak tenaga yang tersedia tanpa
membutuhkan latihan khusus untuk suatu pekerjaan tertentu dan semakin mudah
memperoleh tenaga-tenaga yang berbakat jadi manajer.
Di samping itu aglomerasi tersebut juga akan mendorong didirikannya perusahaan jasa
pelayanan masyarakat yang sangat diperlukan oleh industri, misalnya: listrik , air minum,
perbankan dalam skala yang lebih besar. Oleh karena perusahaanperusahaan tersebut
dibangun dalam skala yang besar, maka biaya dapat ditekan lebih rendah. Di samping
keuntungan skala ekonomis tersebut, aglomerasi mempunyai keuntungan lain yaitu
menurunnya biaya transportasi. Penumpukan industri pada suatu daerah akan
mendorong didirikannya perusahaan jasa angkutan dengan segala fasilitasnya. Dengan
adanya fasilitas tersebut, industri-industri tidak perlu menyediakan atau mengusahakan
jasa transportasi sendiri. Padahal penyediakan jasa transportasi sendiri biaya sangat
mahal. Kawasan industri yang dapat berkembang dengan baik, di dalamnya akan berdiri
banyak pabrik maupun pergudangan. Banyaknya pabrik yang berdiri di suatu kawasan
industri dapat merangsang pemusatan /aglomerasi industri di suatu daerah. Dampak
positip dari adanya aglomerasi tersebut adalah akan tumbuhnya perekonomian di daerah
yang bersangkutan yang pada ujungnya kemakmuran daerah dan kesejahteraan
masyarakatnya akan meningkat.

2.1.6. KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI


Albert O Hirschman menunjukkan bahwa pertumbuhan yang cepat dari satu atau
beberapa industri mendorong perluasan industri-industri lainnya yang terkait dengan
sektor industri yang tumbuh lebih dahulu tersebut. Keterkaitan-keterkaitan (linkages) ini
bisa keterkaitan ke belakang (backward linkages) jika pertumbuhan tersebut , misalnya,
industri tekstil menyebabkan dalam produksi kapas atau zat-zat pewarna untuk
disediakan bagi industri tekstil tersebut. Keterkaitan tersebut bisa juga keterkaitan ke
depan (forward linkages) yaitu jika adanya industri tekstil domestik tersebut mendorong
tumbuhnya investasi dalam industri pakaian jadi misalnya.
Keberadaan kawasan industri yang di dalamnya banyak berdiri berbagai macam industri,
akan menjadi daya tarik bagi investor untuk mendirikan pabrik di daerah dimana kawasan
industri berada khususnya di dalam kawasan industri. Daya tarik ini dapat terjadi salah

Pendekatan dan Metodologi II -12


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

satunya di karenakan industri yang berdiri sebelumnya mempunyai keterikatan dengan


industri yang baru seperti keterkaitan bahan baku, sebagai pemasok, dapat memakai
mesin produksi bersama-sama sehingga menghemat investasi, bahkan bagi Perusahaan
Asing dapat berupa keterikatan karena negara asal, dan lain-lain.
Beberapa pengertian sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35/M-
IND/PER/3/2010 tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri adalah sebagai berikut :
a. Kawasan Industri (Industrial estate) adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan
dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin usaha
kawasan industri;
b. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi
kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan;
c. Perusahaan Industri adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha
industri di wilayah Indonesia;
d. Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan
pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri;
e. Tata Tertib Kawasan Industri (estate regulation) adalah peraturan yang ditetapkan
oleh Perusahaan Kawasan Industri, yang mengatur hak dan kewajiban Perusahaan.
Kawasan Industri, Perusahaan Pengelola Kawasan Industri, dan Perusahaan Industri
dalam pengelolaan dan pemanfaatan Kawasan Industri;
f. Tim Nasional Kawasan Industri selanjutnya disingkat Timnas-KI adalah Tim yang
dibentuk oleh Menteri Perindustrian dengan tugas membantu dalam pelaksanaan
kebijakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri.

2.1.7. REVOLUSI INDUSTRI 4.0

2.1.7.1. KONSEP REVOLUSI INDUSTRI


Merujuk beberapa literatur Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Revolusi industri terdiri dari dua (2)
kata yaitu revolusi dan industri.
Revolusi berarti perubahan yang
bersifat sangat cepat, sedangkan
pengertian industri adalah usaha
pelaksanaan proses produksi. Apabila
ditarik benang merah maka
pengertian revolusi industri adalah
suatu perubahan yang berlangsung
cepat dalam pelaksanaan proses
produksi dimana yang semula
pekerjaan proses produksi itu dikerjakan oleh manusia digantikan oleh mesin, sedangkan
barang yang diproduksi mempunyai nilai tambah (value added) yang komersial.
Pada konteks revolusi industri dapat diterjemahkan proses yang terjadi sebenarnya
adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut
dasar kebutuhan pokok (needs) dengan keinginan (wants) masyarakat. Perjalanan

Pendekatan dan Metodologi II -13


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

perubahan dalam revolusi yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan
terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan.
Dasar perubahan ini sebenarnya adalah pemenuhan hasrat keinginan pemenuhan
kebutuhan manusia secara cepat dan berkualitas. Revolusi Industri telah mengubah cara
kerja manusia dari penggunaan manual menjadi otomatisasi atau digitalisasi. Inovasi
menjadi kunci eksistensi dari perubahan itu sendiri. Inovasi adalah faktor paling penting
yang menentukan daya saing suatu negara atau perusahaan. Hasil capaian inovasi
kedepan ditentukan sejauh mana dapat merumuskan body of knowledge terkait
manajemen inovasi, technology transfer and business incubation, science and
Technopark.

GAMBAR: 2.1. GAMBAR REVOLUSI INDUSTRI


Istilah "Revolusi Industri" diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui
di pertengahan abad ke-19. Revolusi industri ini pun sedang berjalan dari masa ke masa.
Dekade terakhir ini sudah dapat disebut memasuki fase ke empat 4.0. Perubahan fase ke
fase memberi perbedaan artikulatif pada sisi kegunaaannya. Fase pertama (1.0)
bertempuh pada penemuan mesin yang menitikberatkan (stressing) pada mekanisasi
produksi. Fase kedua (2.0) sudah beranjak pada etape produksi massal yang terintegrasi
dengan quality control dan standarisasi. Fase ketiga (3.0) memasuki tahapan
keseragaman secara massal yang bertumpu pada integrasi komputerisasi. Fase keempat
(4.0) telah menghadirkan digitalisasi dan otomatisasi perpaduan internet dengan
manufaktur (BKSTI 2017).

2.1.7.2. PERAN PELAKU INDUSTRI


Pelaku industri bagi perusahaan adalah sebagai entitas organisasi yang membuat atau
menyediakan barang atau jasa bagi konsumen. Ruh sebuah bisnis umumnya dibentuk
untuk menghasilkan keuntungan (profit oriented) dan meningkatkan kemakmuran bagi
pemiliknya (self interest). Secara sederhana dapat disimpulkan visi industri bagi pelaku
industri adalah visi mereka yang terlembaga dan teroganisasi dalam perusahaan untuk
meraih keuntungan sebesar-besarnya. Melayani konsumen pada hakikatnya melayani

Pendekatan dan Metodologi II -14


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

kepentingan/ tujuannya sendiri. Implikasi dari tata kerja industri ini menyasar semua
orang baik yang terlibat proses produksi sampai pengguna akhir (end user/konsumen).
Pilihannya hanya tinggal dua menjadi pemain dengan segala resiko (risk taker) atau
pemakai dengan menerima resiko (risk maker). Industri merupakan kegiatan ekonomi
yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Lingkup
skala perindustrian terdapat berbagai jangkauan yakni industri kecil, sedang, besar, dan
industri rumah tangga. Berapapun dimensi industri adalah tempat penciptaan lapangan
kerja. Efek kesempatan kerja yang diciptakan sama besar dengan yang dihasilkan,
sehingga akan mempunyai dampak petumbuhan ekonomi. Berdirinya sebuah industri
akan mempunyai multi player affect bagi tumbuh dan berkembangnya laju perekonomian
dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Industri memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi di semua sektor
kehidupan, dan tanggungjawab pemerintah/ pemilik industri adalah pemerataan
pertumbuhan sebuah industri. Hal ini dikarena industri mampu memberikan manfaat
(benefit) sebagai berikut: pertama Industri memberikan lapangan kerja dimana ia
didirikan. Kedua, Industri memberikan tambahan pendapatan tidak saja bagi pekerja atau
kepala keluarga, tapi bagi anggota keluarga lain. Ketiga, pada beberapa hal industri
mampu memproduksi barang - barang keperluan penduduk setempat dan daerah secara
lebih efisien atau lebih murah (Eni Fitriawati, 2010). Peran industri yang begitu besar
diatas dan menyangkut hajat hidup masyarakat dapat disebut sebagai modal sosial.
Namun apabila modal sosial tersebut dikelola pada perspektif pemilik modal yang selalu
bertumpu pada profit oriented dengan cara efisiensi pekerja dan itu secara perlahan
menghilangkan makna modal sosial, maka sesungguhnya revolusi industri pada fase
berapapun akan berujung pada revolusi sosial yang menyebabkan kekacauan (chaos)
sebuah pemerintahan. Disinilah urgensinya sinergisitas revolusi industri 4.0 sebagai
kebutuhan dengan revolusi mental yang menekankan aspek pemberdayaan masyarakat.
Revolusi industri yang mengedepankan tata nilai pertumbuhan ekonomi masyarakat
melalui pemberdayaan akan mampu membangun kerukunan dan kerjasama yang sinergi
guna berkembangnya ekonomi masyarakat. Seperti halnya pendapat Boourdeou yang
menyatakan bahwa modal ekonomi bukanlah modal dari segala modal. Tapi membangun
mental/ kharakter (character building) suatu masyarakat adalah potensi ekonomi yang
mampu mengalir dalam struktur sosial, sehingga dapat dijadikan dasar untuk bergerak
bagi revolusi industri tersebut ke arah kemanfaatan.

2.1.7.3. POTENSI KEUNTUNGAN MEMASUKI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0


Secara obyektif tidak dapat dipungkiri bahwa revolusi industri terkini menyimpan
beragam keuntungan dan tantangan besar yang harus dihadapi bagi setiap entitas diri
yang terlibat didalamnya. Khususnya soal ekonomi bagi suatu bangsa dan negara. Salah
satu keuntungan yang diperoleh adalah menemuka peluang baru namun juga diikuti oleh
tantangan baru. Disisi lain, keadaan tersebut memunculkan kompetisi yang makin ketat
baik antar sesama individu/ perusahaan dalam negeri maupun dengan perusahaan asing.
Kompetisi ini justru semakin meningkatkan kualitas internal maupun ekternal setiap
individu/perusahaan.
Revolusi industri juga memunculkan ekonomi berbasis teknologi atau yang lebih dikenal
dengan ekonomi digital. Pada era ini potensi Indonesia lebih besar kepada dunia.
Indonesia merupakan empat negara besar dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta
penduduk yang terdiri dari multikultural dan terbagi pada daerah kepulauan yang terpisah

Pendekatan dan Metodologi II -15


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

jarak, ruang dan waktu. Jumlah penduduk yang besar ini dan mayoritas penduduknya ada
pada rentang usia 15-64 tahun, dimana usia tersbut disebut usia produktif (Indonesia-
invesment, 2017). Besarnya angka usia produktif ini dapat dikatakan sebagai bonus
demografi. Secara sederhana bonus demografi dapat diartikan sebagai peluang (window
of oppurtunity) yang dinikmati suatu negara akibat dari besarnya proporsi penduduk
produktif. Bonus demografi juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
perkapita. Struktur penduduk yang didominasi usia produktif berpotensi meningkatkan
tabungan dan meminimalkan konsumsi. Berdasarkan data Menteri Keuangan Sri Mulyani
sudah lebih 85 juta penduduk Indonesia menggunakan jaringan internet. Disinilah
Indonesia mempunyai peluang dalam e-commerce dan pengembang ekonomi digital
(Detiknews, 3/2/2018).

GAMBAR: 2.2. PERKEMBANGAN REVOLUSI INDUSTRI


Pelbagai inovasi berbasis ekonomi digital telah lahir dan terus berkembang diantaranya
Go-Jek, Buka Lapak, Tokopedia dan lainnya berbagai start up yang terus tumbuh dan
berkembang mengatasimasalah yang ada di masyarakat secara digital. Teknologi digital
akan menciptakan 3,7 juta pekerjaan baru dalam 7 tahun mendatang dan mayoritas
bergerak pada sektor jasa. Tantangannya adalah peningkatan keahlian diri (skill) yang
harus ditingkatkan dengan cara yang tepat pula dan kemauan untuk melakukan inovasi
secara berkelanjutan (suistanable). Industri kreatif kini telah menjelma menjadi kekuatan
baru menjadi sektor gemilang dalam penopang perekonomian Indonesia. Pelaku usaha ini
mengerti cara memahami dengan selalu inovatif dan adaptif terhadap permintaan minat,
perubahan selesara pasar. Sehingga mampu menciptakan peluang kerja secara massal
ditengah ancaman putus hubungan kerja secara massal pula.

Pendekatan dan Metodologi II -16


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.1.8. KONSEP PENGEMBANGAN PENENTUAN INDUSTRI UNGGULAN DAERAH

2.1.8.1. DAYA SAING PENGEMBANGAN (EKONOMI) LOKAL


Pengembangan (ekonomi) lokal menjadi suatu kebijakan pengembangan wilayah yang
dianggap tepat dalam menghadapi globalisasi dewasa ini, meskipun hal ini bukan suatu
konsep kebijakan yang baru sama sekali. Tetapi pergeseran fokus orientasi pembangunan
wilayah ini (=endogenous development) dianggap mampu memberikan keluaran dan
outcome atau manfaat yang lebih berdaya guna dan besar kepada kondisi perekonomian
wilayah. Pengembangan ekonomi lokal merupakan proses kemitraan antara pemerintah
daerah dengan stakeholders dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya
manusia serta kelembagaan secara lebih baik melalui pola kemitraan dengan tujuan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan menciptakan pekerjaan baru. Dimana
proses pembentukan formasi kelembagaan baru, pengembangan alternatif industri,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang diarahkan untuk memproduksi produk yang lebih
baik, identifikasi pasar baru, alih teknologi, harus dilakukan secara kemitraan dengan
pihak swasta. Jadi pengembangan ekonomi lokal sebagai suatu proses yang melibatkan
multiaktor untuk menciptakan –secara bersama – sama- kondisi yang lebih baik dalam
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, dalam suatu lokalitas yang bisa
berupa batasan geografis atau suatu wilayah. Format multiaktor meliputi masyarakat,
para pengusaha dan sektor non pemerintah lainnya. Dengan memperhatikan terminologi
proses tersebut, maka pengembangan ekonomi lokal merupakan sesuatu yang dinamis
dan mengandung keberlanjutan/sustainibilitas pembangunan. Dinamisasi ini –sekaligus
kelenturan- yang menciptakan kekuatan ekonomi lokal sebagai pendorong pertumbuhan
wilayah. Hal ini dicirikan oleh adanya perbaikan kapasitas tenaga kerja, identifikasi pasar
baru (emerging market) dan alih teknologi sehingga mampu menciptakan kesempatan
kerja.

Penekanan kepada pola kemitraan dalam proses untuk mencapai tujuan pertumbuhan
ekonomi daerah dan perluasan kesempatan kerja tersebut, dapat dinyatakan menjadi
penciri bagaimana keberhasilan pengembanan ekonomi lokal. Format kelembagaan baru
yang dimaknai sebagai adanya pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan pihak
swasta dan stakeholders lainnya dalam mengelola dan meningkatkan sumber daya alam
dan manusia untuk memproduksi produk yang lebih baik, memberi arahan bahwa
pendekatan kelembagaan sangat penting dalam proses pengembangan lokal. Pendekatan
kelembagaan merupakan pendekatan kualitatif yang mengimplementasikan bagaimana
fungsi dan peranan tata kelola serta institusi lokal dalam suatu lokalitas mampu
mengarahkan pengembangan ekonomi lokal mencapai tujuannya. Pola–pola kemitraan ini
seharusnya menjadi agenda pembangunan ekonomi lokal yang diimplementasikan di
tingkat kota/kabupaten. Forum stakeholders dibentuk dan dikembangkan dalam rangka

Pendekatan dan Metodologi II -17


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

upaya pengembangan daerah secara terkoordinir dan simultan yang melibatkan berbagai
pihak –termasuk pihak swasta.
Permasalahan yang lazim dihadapi oleh perekonomian wilayah antara lain adalah belum
optimalnya penggunaan potensi unggulan daerah, masih panjangnya mata rantai
produksi, terbatasnya jaringan infomasi dan akses pasar, lemahnya daya saing, kualitas
SDM yang rendah, dan belum optimalnya pelaksanaan kemitraan usaha. Permasalahan–
permasalahan yang masih dihadapi tersebut menunjukkan bahwa kinerja pembangunan
wilayah belum sesuai dengan apa yang menjadi arahan kebijakan pembangunan wilayah
yakni menuju kemandirian yang bertumpu pada potensi yang dimiliki daerah. Sehingga
perlu ditekankan upaya penanganan dengan kebijakan dan strategi yang
berkesinambungan supaya tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat tercapai. Upaya
penanganan tersebut dilakukan melalui pengembangan klaster, yang merupakan salah
satu bentuk pengembangan potensi daerah. Pengertian klaster dipahami sebagai
pengelompokkan secara dekat suatu kelompok usaha sejenis. Lebih jauh bahwa
pengembangan klaster juga diperlihatkan oleh adanya pertalian usaha dalam rangka
penguatan ekonomi lokal. Klaster berperanan sebagai “engine of developement”.
Kekuatan yang muncul dalam pengembangan ekonomi lokal inilah yang menciptakan dan
menumbuhkan daya saing wilayah atau bahkan daya saing secara nasional. Daya saing
suatu perekonomian bisa diukur dari 3 (tiga) indikator, yaitu : teknologi, institusi publik,
dan lingkungan makro ekonomi. Dengan adanya inovasi dan alih teknologi yang
dikembangkan secara terus menerus maka kemampuan suatu perekonomian akan
memiliki keunggulan, ditunjang oleh institusi publik yang ”non-governs” pada institusi
lokal dengan lebih mendorong kapasitas dan keberdayaannya serta adanya stabilitas
lingkungan makro ekonomi. Daya saing ekonomi lokal terbentuk karena peranan dan
komitmen multiaktor di dalamnya yang membentuk suatu format kelembagaan lokal
untuk menghilangkan hambatan birokratif bagi pengembangan industri/perusahaan –
perusahaan lokal, memperbaiki kegagalan pasar, dan menciptakan keunggulan lokalitas
dengan spesialisasi produk yang berciri khas/unik. Keunggulan persaingan yang dibentuk
demikian merupakan kecenderungan yang timbul dalam suatu perekonomian. Sehingga
apabila penguatan (strengthening) ini berlanjut/sustain maka perusahaan–perusahaan
lokal tersebut akan tumbuh besar/size-nya dan jumlahnya/kuantitas, yang akan
menciptakan suatu pengelompokkan atau clustering.
Pengertian ”cluster” berbeda dengan pengertian kawasan industri secara umum. Dalam
cluster berisikan perusahaan dalam sektor yang sama sedangkan kawasan industri bisa
berisikan banyak perusahaan dengan banyak sektor yang berbeda. Jadi ciri utama cluster
adalah sektoral dan konsentrasi spasial dari perusahaan (spatial concentrations of firms).
Dengan terkonsentrasinya perusahaan–perusahaan sejenis dalam satu wilayah atau
lokalitas dalam memproduksi satu produk tertentu maka sudah dapat menunjukkan
karakteristik kawasan sebagai suatu cluster. Sehingga cluster adalah sekelompok
perusahaan dan lembaga terkait yang berdekatan secara geografis dan memiliki
kemiripan yang mendorong kompetisi serta juga bersifat komplementer, sebagai strategi
untuk memperkuat daya saing. Sehingga persyaratan cluster adalah proximity/ kedekatan,
kesamaan ”forms” perusahaan yang saling komplementer dan terkait, serta penyedia jasa
pendukung dan institusi pendukung.
Cluster dapat berupa sebuah kawasan tertentu, sebuah wilayah sampai wilayah yang lebih
luas. Bahkan cluster juga berupa sebuah wilayah lintas negara. Sehingga kriteria

Pendekatan dan Metodologi II -18


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

geografisnya terletak pada apakah efisiensi ekonomi atas jarak tersebut ada dan mewujud
dalam berbagai aktivitas usaha yang menguntungkan atau tidak. Ini mempengaruhi dalam
memetakan sebuah cluster. Pemetaan (mapping) sebuah cluster tidak hanya keberadaan
sekelompok industri tertentu dalam suatu wilayah tertentu saja melainkan pada
bagaimana keterkaitan dan keterpaduan antar industri yang ada serta berbagai institusi
pendukungnya. Cluster mementingkan keterkaitan, komplementaritas dan spillover
teknologi, skills/ketrampilan tertentu, informasi, pemasaran/ marketing, dan kebutuhan
konmsumen melewati perusahaan dan industri.
Keterkaitan itu didasari oleh suatu modal sosial yang terbentuk oleh norma–norma sosial,
adanya kepercayaan, semangat kebersamaan antar pelaku di dalamnya, yang membentuk
tatatan/order. Keterkaitan ini diimplikasikan dalam rantai produksi/value chain sejak dari
inputting – processing – output – marketing. Adanya ekonomi efisiensi akibat dari
”economies of localization” menciptakan output produk yang memiliki daya saing.
Semakin pendek rantai produksi maka semakin efisien, dan cost of production menjadi
rendah, serta harga/pricing dapat terkontrol. Sehingga tujuan clustering memang
berujung kepada penciptaan daya saing.

GAMBAR: 2.3. SKEMA MATA RANTAI KEGIATAN DALAM KLASTER

2.1.8.2. STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN


Strategi pengembangan sektor unggulan secara klasik dipengaruhi oleh masalah fungsi -
fungsi ekonomi yang melekat pada produk unggulannya. Yaitu : fungsi produksi –
distribusi – konsumsi.

Pendekatan dan Metodologi II -19


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

PROGRAM – PROGRAM
INVESTASI
PENGEMBANGAN
EFFORTS
SEKTOR
INOVATIF
UNGGULAN
INPUT – INPUT
STRATEGIS

pembangunan kawasan dan wilayah

GAMBAR: 2.4. DIAGRAM UPAYA INOVASI PENGEMBANGAN SEKTOR UNGGULAN


Bila dikaitkan dengan pengembnagan di masa yang akan datang, maka perlu dilakukan
identifikasi untuk mencari sektor unggulan dan produk unggulan yang memberikan
dampak peningkatan pada perekonomian masyarakat. Hasilnya kemudian akan dianalisis
signifikansinya untuk kemudian dijadikan peluang investasi dan peluang usaha yang
memiliki syarat berdampak luas pada perekonomian masyarakat lokal. Langkah
selanjutnya adalah melakukan perencanaan marketing yang didasarkan pada prediksi apa
yang diharapkan di masa datang dari kinerja saat ini. Marketing Plan ini bisa berwujud
perluasan pasar / pangsa pasar dan strategi promosi. Bersamaan dengan itu dilakukan
upaya – upaya peningkatan baik terhadap kualitas dan output / intensifikasi produk
maupun diversifikasi produk. Dari langkah tersebut dapat dirumuskan ke dalam program –
program yang lebih implementatif dan operasional.

GAMBAR: 2.5. MULTIPLIER EFFECT SEKTOR UNGGULAN


Program pengembangan sektor unggulan disajikan dalam bentuk tabel yang
menggambarkan tujuan program, sasaran program, dan kegiatan program, besaran biaya,
sampai pada dinas / instansi pelaksana program. Program ini dirancang setelah melalui
assesment strategi pengembangan yang dipertajam dengan kemauan dan rencana
program dari dinas / instansi terkait.

2.1.8.3. PEMBANGUNAN WILAYAH BERBASIS DAYA SAING DAN ORIENTASI KEDUDUKAN


Skenario pembangunan kota disusun atas dasar daya saing dan orientasi kedudukan
mengartikan bahwa pada “KUDUS” melekat kedudukan dan positioning-nya. Sehingga
dengan bermodalkan kedudukan dan orientasi peningkatannya, ke depan strategi
pengembangan wilayah harus tepat dan mampu menjawab tantangan global dan
mempertahankan citra wilayah yang semakin bagus. Kedudukan “Kudus” di-assesment

Pendekatan dan Metodologi II -20


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

secara competitive advantages dan comparative advantages sehingga akan melahirkan


daya saing. Seberapa besar daya saing ini dapat dihitung berdasarkan keunggulan –
keunggulan yang diidentifikasi dan dianalisis ini. Barulah dapat disusun suatu skenario
pembangunan komprehensif.

Outward
Oriented

Area
Devel

Area
Deve KUDUS
Outward
Oriented Outward
Oriented

Area
Devel
Internal Integrated
Backward
Oriented
Oriented

HINTERLAND AND BUFFER ZONE

GAMBAR: 2.6. PEMBANGUNAN WILAYAH BERDAYA SAING DAN ORIENTASI KEDUDUKAN


OUTWARD ORIENTED
“Kudus” harus selalu berorientasi ke depan / outward oriented yang diwujudkan secara fisik maupun
non fisik. Ke depan akan mengidentifikasi, mengkaji, menganalisis, menyusun strategi untuk secara
competitive advantage menjadi wilayah yang maju dan kuat, dibandingkan wilayah lainnya .
BACKWARD ORIENTED
Dengan orientasi ke belakang akan selalu memperhitungkan peranan wilayah hinterland dan buffer
zone yang linkage dengan “Kudus”, sehingga keberlangsungan supply untuk kebutuhan
pembangunan “Kudus” dapat terjaga
INTERNAL INTEGRATE ORIENTED
Pengembangan di dalam secara internal perlu dilakukan secara terpadu, terlebih bila masuk ke
dalam area development / kawasan – kawasan. Antar kawasan harus membentuk linkage atau
keterkaitan dan secara bersama – sama akan membentuk kekuatan besar / big push power bagi
pengembangan kota. Aspek ini mencakup analisis masalah dan potensi pengembangan secara fisik
dan non fisik.

Pendekatan dan Metodologi II -21


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.1.8.4. PENDEKATAN VALUE CHAIN (RANTAI PRODUKSI) AGRIBISNIS


Rerangka value chain (value chain framework) merupakan suatu metoda memecah rantai
(chain), dari raw material sampai dengan end use costumer ke dalam aktivitas-aktivitas
stratejik yang relevan untuk memahami perilaku biaya dan sumber-sumber diferensiasi,
karena suatu aktivitas biasanya hanya merupakan bagian dari set aktivitas yang lebih
besar dari suatu sistem yang menghasilkan nilai (Shank dan Govindarajan, dalam Reading
in Management Accounting, 1997).
Konsep value chain dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan tertentu dalam hal ini
agar dapat mendorong pengembangan-pengembangan industri atau usaha mikro, kecil
dan menengah yang terdapat dalam suatu wilayah agar dapat bersaing dan bertahan
dalam persaingan usaha. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
perekonomian wilayah adalah melalui strategi dan kebijakan pembangunan yang
diarahkan pada pertumbuhan ekonomi dengan fokus pengembangan usaha masyarakat
atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pada dasarnya strategi ini adalah strategi
untuk membangun nilai-nilai sosio-kultural masyarakat. Pemerintah daerah pada saat ini
mulai mencoba memperkenalkan konsep value chain di wilayahnya, penerapan value
chain pada konsep pengembangan ini lebih bertujuan agar UMKM mampu menjadi
kompetitor yang patut diperhitungkan oleh perusahaan besar, hal ini diharapkan dapat
membuka jalan bagi para UMKM untuk lebih termotivasi dalam menghadapi hambatan
serta membuka lapangan baru. Pentingnya value chain bagi penembangan UMKM ini
adalah untuk mengetahui proses pembuatan produk yang efektif, hambatan-hambatan
yang dihadapi dan target-target yang ingin dicapai. Strategi untuk mengembangkan usaha
kecil dan menengah ini, karena UMKM merupakan sektor usaha yang menjadi bagian
terbesar dari mata pencaharian masyarakat. Maka tidak adil apabila hasil dari
pembangunan hanya dinikmati oleh sekelompok orang atau usaha yang telah memiliki
perusahaan yang besar, tetapi harus adanya pendistribusian yang baik terhadap tingkat
atau segmen masyarakat menengah dan bawah.
Michael Porter mengidentifikasi serangkaian kegiatan umum saling generik ke berbagai
perusahaan. Model yang dihasilkan dikenal sebagai nilai dan rantai digambarkan berikut:

Input Proses Output Pemasaran

GAMBAR: 2.7. PRIMARY VALUE CHAIN ACTIVITIES RANTAI NILAI KEGIATAN UTAMA
Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk menciptakan nilai yang melampaui biaya
menyediakan produk atau layanan, sehingga menghasilkan margin keuntungan.
 Input termasuk penerimaan, pergudangan, inventory dan kontrol dari bahan masukan.
 Proses yang menciptakan nilai-kegiatan yang mengubah input menjadi produk akhir.
 Output diperlukan adalah kegiatan untuk mendapatkan produk akhir kepada
konsumen, termasuk pergudangan, pemenuhan pesanan, dan lain-lain
 Pemasaran adalah aktivitas yang terkait dengan mendapatkan pembeli untuk membeli
produk, termasuk saluran pilihan, iklan, biaya, dan lain-lain.

Pendekatan dan Metodologi II -22


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.1.8.5. DAYA SAING


Istilah daya saing (competitiveness) didefinisikan dan dipahami beragam oleh banyak
pihak. Porter (1990) mengomentari perbedaan pandangan tentang daya saing ini sebagai
berikut: ”There is no accepted definition of competitiveness. Whichever definition of
competitiveness is adopted, an even more serious problem has been there is no generally
accepted theory to explain it.” Namun pada intinya terdapat tiga tataran berbeda tentang
daya saing yang perlu dicermati dalam perspektif ekonomi, yaitu: mikro, meso, dan
makro. Simplifikasi dari pengertian daya saing adalah seperti ditunjukkan pada gambar
berikut. Beragam definisi ~ perbedaan keberterimaan (acceptability) oleh berbagai
kalangan (misalnya akademisi, praktisi, pembuat kebijakan). “Perbedaan” pada beragam
tingkatan:
 Perusahaan (mikro) : definisi yang paling “jelas.”
 Industri (meso) : walaupun beragam, umumnya dapat dipahami: pergeseran perspektif
pendekatan “sektoral” - pendekatan “klaster industri.”
 Ekonomi (makro) : dipandang sangat penting, walaupun masih sarat perdebatan dan
kritik (latar belakang teori).

GAMBAR: 2.8. SIMPLIFIKASI PENGERTIAN DAYA SAING

Daya saing daerah dengan tekanan perhatian pada “daya tarik investasi di daerah” yang
mencermati perkembangan dari tahun ke tahun. Sementara itu, kajian daya saing
wilayah dalam perspektif teknologi, yaitu dengan melihat faktor kemampuan dan iklim
teknologi. Mengingat demikian beragam pengertian yang diadopsi tentang istilah daya
saing dan diterapkan dalam upaya-upaya pengukuran/pengumpulan data dan analisis,
maka konsep operasional yang dianut dalam upaya penataan data perlu didefinisikan.
Konsep pengembangan pemahaman tentang daya saing daerah nampak dalam gambar
berikut. ”

Pendekatan dan Metodologi II -23


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

GAMBAR: 2.9. PERSPEKTIF TEORITIS DAYA SAING DAERAH


Daya saing daerah ”yang dimaksud adalah” kemampuan daerah menciptakan /
mengembangkan dan menawarkan: iklim/lingkungan yang paling produktif bagi bisnis
dan inovasi; daya tarik atau menarik “investasi,” talenta (talented people), dan faktor-
faktor mudah bergerak (mobile factors) lainnya; serta potensi berkinerja unggul secara
berkelanjutan di suatu daerah.” Ditinjau dari tataran analisis yang berbeda, maka istilah
daya saing tersebut memberikan tekanan pengertian yang berbeda namun saling
berkaitan. Karena itu, upaya ”memotret” daya saing daerah akan berkaitan dengan
konteks untuk tujuan apa dan pada tataran mana gambaran tersebut diambil (lihat
ilustrasi). Apabila pengertian daya saing dipandang sebagai suatu konsepsi tentang
proses dinamis yang berkembang dari waktu ke waktu, maka tentunya penelaahan pada
beberapa dimensi yang relevan dan sangat penting berkaitan dengan sisi masukan,
proses, dan keluaran terkait dengan daya saing merupakan hal yang penting untuk
digali.

GAMBAR: 2.10. KERANGKA TATARAN BERBEDA TENTANG PENGERTIAN DAYA SAING DAERAH

Pendekatan dan Metodologi II -24


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Perlu dipahami bahwa upaya untuk menelaah daya saing terus dikembangkan oleh
banyak pihak dan mengungkapkan tekanan dan cakupan yang berbeda. Sebagai
ilustrasi, Porter dan Stern. (2001) menyampaikan bagaimana kerangka kapasitas inovatif
dan kerangka determinan daya saing (the four diamonds framework) digunakan dalam
menganalisis klaster industri tertentu, seperti diilustrasikan berikut ini.

GAMBAR: 2.11. KAPASITAS INOVATIF DAN KERANGKA DETERMINAN DAYA SAING

2.2. METODOLOGI
Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif, yaitu dilakukan melalui
studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder, baik yang berupa perundang-
undangan maupun hasil-hasil penelitian, hasil pengkajian dan referensi lainnya sebagai
dasar pembangunan dan pengembangan industri maupun pengkajian aspek-aspek lain
yang terkait, seperti historis serta pengalaman para stakeholders terkait, hasil-hasil
penelitian dan konsep – konsep yang berkaitan dengan pembangunan industri.

2.2.1. SUMBER DATA.


Untuk memperoleh data yang mendukung penyusunan Rencana Pembangunan Industri
Kabupaten (RPIK), sumber data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library
research), yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data sekunder dan data primer.

Pendekatan dan Metodologi II -25


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

a. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara mempelajari, mencatat, menelaah dan menganalisis literature ataupun
buku publikasi dan hasil-hasil laporan pengkajian terdahulu yang berkaitan erat
dengan masalah-masalah yang dikaji. Data yang dibutuhkan meliputi:
- Data dasar yang diperoleh dari Publikasi BPS dan instansi terkait, Data Kabupaten
dalam Angka, Kecamatan dalam Angka, PDRB, dan publikasi BPS lain yang relevan
dengan studi ini.
- Data dari OPD terkait.
Untuk melaksanakan kegiatan Kajian ini dibutuhkan beberapa jenis data dan
sumbernya, seperti terinci berikut ini:
TABEL: 3.1. KEBUTUHAN DATA SEKUNDER DAN SUMBER DATA
KEBUTUHAN DATA SUMBER
Kabupaten Kudus Dalam Angka BPS Kabupaten Kudus
Data PDRB Kabupaten Kudus BPS Kabupaten Kudus
Sensus Pertanian BPS Kabupaten Kudus
Statistik Potensi BPS Pusat
Dokumen RPJPD BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Dokumen RPJMD BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Dokumen RKPD BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Dokumen RTRW BAPPELITBANGDA Kabupaten Kudus / Browsing
Kependudukan DISDUKCAPIL Kabupaten Kudus / Browsing
Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi Dan
UKM Kabupaten Kudus
Data Pendidikan Dinas Pendidikan, Kepemudaan, Dan Olahraga
Kabupaten Kudus
Data Pertanian Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus
Data Perindustrian dan Perdagangan DINAS TENAGA KERJA, PERINDUSTRIAN, KOPERASI
DAN UKM Kabupaten Kudus
Data/Profil Investasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Kudus
Data/Informasi/Dokumen Lainnya lainnya
Bahan Hukum Bagian Humum / JDIH Kabupaten Kudus

b. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan.


Sumber data primer diperoleh dengan cara:
- Wawancara mendalam dengan para stakeholder yang terkait dengan studi ini
dengan menggunakan alat bantu interview guide yang memuat pertanyaan
mengenai agribisnis dan jenis usaha yang ada, kondisi sosial ekonomi dan budaya
masyarakat, penyerapan tenaga kerja, dan pasar.
- Observasi lapangan. Observasi bertujuan untuk merekam keadaan kondisi fisik. Hal-
hal yang diobservasi antara lain meliputi prasarana dan sarana yang ada, serta
potensi-potensi agribisnis yang tersedia.

Pendekatan dan Metodologi II -26


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2.2.2. TEKNIK PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA.


Dalam melakukan penelitian ini, pengumpulan dan pengambilan data dilakukan melalui di
instansi/lembaga terkait dan survey primer.
Analisis data dilakukan melalui:
1) Review kebijakan payung, diantaranya: produk Rencana Induk Perindustrian 1) RIPIN,
2) RIPIP, sedangkan dokumen perencanaan tata ruang diantaranya: 1) RTRW
Nasional, 2) RTRW Provinsi dan 3) RTRW Kabupaten Kudus;
2) Analisis penentuan industri unggulan daerah;
3) Analisis keseimbangan kegiatan sosial ekonomi dan daya dukung lingkungan.

2.2.3. TEKNIK PENYUSUNAN RPIK


A. DASAR PERTIMBANGAN PENYUSUNAN RPIK
Sesuai Pasal 4 Permenperin No. 110 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan RPIP
dan RPIK, penyusunan RPIP/RPIK memperhatikan:

GAMBAR: 2.12. DASAR PERTIMBANGAN PENYUSUNAN RPIK

B. KETERKAITAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN INDUSTRI

Pendekatan dan Metodologi II -27


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

GAMBAR: 2.13. SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN INDUSTRI

Pendekatan dan Metodologi II -28


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

BOTTOM-UP TOP-DOWN
VISI & MISI PEMBANGUNAN DAERAH POTENSI DAERAH RIPIN/KIN KEBIJAKAN LINTAS SEKTORAL

INDUSTRI INDUSTRI SARANA &


SUMBER DAYA
SASARAN KUANTITATIF & KUALITATIF UNGGULAN DAERAH PRIORITAS NASIONAL INDUSTRI
PRASARANA
INDUSTRI
PEMBANGUNAN INDUSTRI DAERAH

PERWILAYAHAN PEMBERDAYAAN
SASARAN PEMBANGUNAN PER SEKTOR INDUSTRI PRIORITAS DAERAH INDUSTRI INDUSTRI
INDUSTRI PRIORITAS YANG AKAN DIKEMBANGKAN

PENAHAPAN
CAPAIAN
RPIP/K

STRATEGI DAN PROGRAM


PEMBANGUNAN INDUSTRI MENDUKUNG
YANG MENJADI PRIORITAS DAERAH

GAMBAR: 2.14. KERANGKA PIKIR PENYUSUNAN RPIK

Pendekatan dan Metodologi II -29


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

C. PRINSIP PENYUSUNAN RPIK


1) Visioner dan futuristik, kurun waktu 20 tahun ke depan (perhatikan
RPJPD/RPJMD);
2) Memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki + sarana prasarana untuk
industri unggulan existing dan untuk industri baru memperhatikan daya
dukung lingkungan;
3) Selaras dengan pembangunan industri nasional (RIPIN) yang mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah  kesejahteraan
masyarakat daerah meningkat lebih cepat jika industri daerah dibangun
4) Sinergi dan harmonis dengan RPIP;
5) Substansi RPIK: fokus industri prioritas dan unggulan; keseimbangan hulu-hilir
dan/atau skala besar-menengah-kecil; lokasi/pewilayahan; sesuai RTRW;
Strategi, program, dan pentahapan (lima tahunan) ;
6) Pedoman semua pemangku kepentingan hingga 20 tahun ke depan.

Pendekatan dan Metodologi II -30


3
Bab

GAMBARAN AWAL WILAYAH


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Kondisi Fisik Dasar


Kondisi Tata Guna Lahan
Kondisi Kependudukan
Kondisi Perekonomian
Kondisi Sarana Prasarana
Potensi Daya Tarik Wisata

3.1. KONDISI FISIK DASAR


3.1.1. LUAS DAN BATAS WILAYAH

S ecara geografis wilayah Kabupaten Kudus terletak antara 110o36’ dan 110o50’
Bujur Timur dan antara 6o51’ dan 7o16’ Lintang Selatan. Jarak terjauh dari barat ke
timur adalah 16 km dan dari utara ke selatan 22 km. Secara administratif
Kabupaten Kudus terbagi menjadi 9 Kecamatan dan 123 Desa serta 9 Kelurahan. Luas
wilayah Kabupaten Kudus tercatat sebesar 42.516 hektar atau sekitar 1,31 persen dari
luas Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Dawe yaitu 8.584
Ha (20,19 persen), sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kota seluas 1.047 Ha
(2,46 persen) dari luas Kabupaten Kudus (Tabel 3.1 & Gambar 3.2). Secara administratif
Kabupaten Kudus berbatasan dengan 4 (empat) Kabupaten yaitu:
Sebelah utara : Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati,
Sebelah timur : Kabupaten Pati,
Sebelah selatan : Kabupaten Grobogan dan Pati
Sebelah barat : Kabupaten Demak dan Jepara.
Lihat Peta (Gambar 3.1).

Gambaran Awal Wilayah III - 1


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

GAMBAR: 3.1. PETA ADMINISTRASI KABUPATEN KUDUS

TABEL 3.1 : LUASAN LAHAN TIAP KECAMATAN DI KABUPATEN KUDUS, TAHUN 2017

KECAMATAN LUAS (HA) PERSENTASE (%)


01. Kaliwungu 3,271.28 7.69
02. K o t a 1,047.32 2.46
03. J a t i 2,629.80 6.19
04. Undaan 7,177.03 16.88
05. Mejobo 3,676.57 8.65
06. Jekulo 8,291.67 19.50
07. B a e 2,332.27 5.49
08. Gebog 5,505.97 12.95
09. D a w e 8,583.73 20.19
Jumlah 42,515.64 100.00
Sumber: Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

Gambaran Awal Wilayah III - 2


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Sumber: Diolah dari Statistik Kab. Kudus Tahun 2018


GAMBAR: 3.2. GRAFIK DISTRIBUSI LUASAN LAHAN TIAP KECAMATAN DI KABUPATEN KUDUS

3.1.2. KONDISI GEOLOGI


Kondisi geologi yang terdapat di Kabupaten Kudus merupakan struktur geologi primer
yang terdiri dari kenampakan perlapisan batu gamping dan pasir di bagian selatan dari
Kota Kudus. Fase tektonik yang terjadi di Komplek Muria erat kaitannya dengan fase
tektonik di cekungan Jawa Timur Utara, terutama Zona Rembang (Van Bemmele, 1949).
Sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Kudus adalah aluvial coklat tua sebesar 32,12
persen dari luas tanah di kab. Kudus. Dimana sebagian besar tanahnya memiliki
kemiringan 0-2 derajat dan kedalaman efektif lebih dari 90 cm.

3.1.3. KONDISI TOPOGRAFI

Wilayah Kabupaten Kudus memiliki topografi yang beragam yaitu ketinggian wilayah
yang berkisar antara 5 - 1600 m. di atas permukaan laut. Wilayah yang memiliki
ketinggian terendah, yaitu 5 meter di atas permukaan laut berada di Kecamatan
Undaan, Sedangkan wilayah dengan ketinggian tertinggi berada di Kecamatan Dawe,
yang berupa dataran tinggi dengan ketinggian 1600 meter di atas permukaan laut.

Gambaran Awal Wilayah III - 3


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

a. Kelerengan 0 - 8%
Kelerengan ini memiliki bentuk lahan berupa dataran koluvial dengan relief datar.
Kelerengan ini terdapat di Kecamatan Undaan, Kecamatan Kota, Kecamatan Jati,
Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Mejobo, sebagian Kecamatan Jekulo, Kecamatan
Gebog, dan Kecamatan Bae.
b. Kelerengan 8 - 15%
Kelerengan ini memiliki bentuk lahan berupa dataran aluvial dengan relief landai.
Kelerengan ini terdapat di sebagian Kecamatan Jekulo, Kecamatan Dawe sebelah
selatan, Gebog dan Kecamatan Mejobo.
c. Kelerengan 15 - 25%
Kelerengan ini memiliki bentuk lahan berupa perbukitan struktural dengan relief
bergelombang dan agak curam. Kelerengan ini terdapat di Kecamatan Dawe dan
daerah perbukitan Pati Ayam bagian timur.
d. Kelerengan 25 - 45%
Kelerengan ini memiliki bentuk lahan berupa perbukitan struktural dengan relief
berbukit kecil dan curam. Kelerengan ini terdapat di daerah perbukitan Pati Ayam
bagian utara, Kecamatan Dawe, Kecamatan Jekulo dan Kecamatan Gebog.
e. Kelerengan > 45%
Kelerengan ini memiliki bentuk lahan berupa perbukitan struktural dengan relief
bergelombang dan sangat curam. Kelerengan ini terdapat di sebagian Kecamatan
Jekulo, Kecamatan Dawe, Kecamatan Gebog dan daerah Puncak Muria bagian
selatan.

3.2. KONDISI TATA GUNA LAHAN


3.2.1. KAWASAN HUTAN
Kawasan hutan adalah kawasan yang difungsikan sebagai sabuk hijau atau daerah
resapan. Kawasan hutan di Kabupaten Kudus terdiri atas 3 jenis hutan yaitu: hutan
produksi, hutan lindung dan hutan lainnya. Untuk luas hutan yang ada diKabupaten
Kudus, baik hutan produksi, hutan lindung maupun hutan lainnya luasnya tidak
mengalami perubahan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari total luas hutan
BKPH yaitu 3.531,2 Ha, sebagian besar (45,04 persen) diperuntukkan untuk hutan
produksi, dan sisanya untuk hutan lindung.
Luasan hutan yang terdapat di Kabupaten Kudus dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel
3.2)
TABEL 3.2 : LUAS HUTAN MENURUT JENIS PERUNTUKAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013-2017
JENIS LUAS HUTAN (HA)
LOKASI
PERUNTUKAN 2013 2014 2015 2016 2017
Gunung Muria 230.00 - - - -
HUTAN PRODUKSI
Gunung Patiayam 1,590.40 1,590.40 1,590.40 1,590.40 1,590.40
Gunung Muria 2,117.40 1,288.90 1,288.90 1,288.90 1,288.90
HUTAN LINDUNG
Gunung Patiayam - - - - -
Gunung Muria - 652.00 652.00 652.00 652.00
HUTAN LAINNYA
Gunung Patiayam - - - - -
Gunung Muria 2,347.40 1,940.90 1,940.90 1,940.90 1,940.90
JUMLAH
Gunung Patiayam 1,590.40 1,590.40 1,590.40 1,590.40 1,590.40
TOTAL 3,937.80 3,531.30 3,531.30 3,531.30 3,531.30
Sumber: Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

Gambaran Awal Wilayah III - 4


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

3.2.2. KAWASAN PERTANIAN


Luas wilayah Kudus terdiri dari 20.561 hektar (48,36 persen) merupakan lahan pertanian sawah dan
9.791 hektar (23,03 persen) adalah lahan pertanian bukan sawah. Sedangkan sisanya adalah lahan
bukan pertanian sebesar 12.164 hektar (28,61 persen). Jika dilihat menurut jenis pengairan, lahan
pertanian sawah yang menggunakan irigasi seluas 14.034 hektar (68,26 persen) sedangkan tadah
hujan 6.527 hektar (31.74 persen).
Untuk lahan pertanian bukan sawah seluas 9.791 hektar, sebagian besar digunakan untuk
tegal/kebun sebesar 60,93 persen, untuk perkebunan sebesar 9,11 persen dan sisanya untuk
ladang, hutan rakyat, tambak, kolam dan lainnya.

TABEL 3.3 : LUAS PENGGUNAAN LAHAN MENURUT KECAMATAN DI KAB. KUDUS, 2017 (HA)
LAHAN PERTANIAN
LAHAN BUKAN
KECAMATAN BUKAN JUMLAH
SAWAH PERTANIAN
SAWAH
1. Kaliwungu 1,984 413 874 3,271
2. Kota 145 165 737 1,047
3. Jati 1,027 165 1,438 2,630
4. Undaan 5,742 273 1,162 7,177
5. Mejobo 1,755 103 1,819 3,677
6. Jekulo 4,307 3,259 726 8,292
7. Bae 881 270 1,181 2,332
8. Gebog 2,052 1,767 1,687 5,506
9. Dawe 2,668 3,376 2,540 8,584
JUMLAH/TOTAL 20,561 9,791 12,164 42,516
Sumber: Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

Sumber: Diolah dari Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018


GAMBAR: 3.3. GRAFIK LUAS PENGGUNAAN LAHAN MENURUT KECAMATAN

Gambaran Awal Wilayah III - 5


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

3.2.3. KAWASAN PERMUKIMAN


Kawasan permukiman yaitu kawasan selain kawasan lindung sebagai tempat aktivitas manusia,
sedangkan perumahan yaitu kawasan yang terdiri dari rumah-rumah dan merupakan permukiman
yang sudah mempunyai fasilitas. Kawasan permukiman dibedakan menjadi 2, yaitu kawasan
permukiman perkotaan dan kawasan permukiman perdesaan. Kawasan permukiman perkotaan
adalah ruang yang diperuntukkan bagi pengelompokkan permukiman penduduk dengan dominasi
kegiatan non pertanian (pemerintahan, perdagangan, dan jasa dan lain lain) untuk menampung
penduduk pada saat sekarang maupun perkembangannya dimasa yang akan datang.
Kawasan permukiman perkotaan yang terdapat di Kabupaten Kudus meliputi Kecamatan Kota,
Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Bae dan Kecamatan Jati. Sedangkan kawasan permukiman
perdesaan adalah ruang yang diperuntukkan bagi pengelompokkan permukiman penduduk yang
terikat dengan pola lingkungan pedesaan, yang dominasi usahanya adalah di bidang pertanian dan
sarana prasarana pertanian. Kawasan permukiman perdesaan yang terdapatdi Kabupaten Kudus
meliputi Kecamatan Undaan, Kecamatan Dawe, Kecamatan Jekulo, Kecamatan Gebog dan
Kecamatan Mejobo.

3.3. KONDISI KEPENDUDUKAN


Data kependudukan merupakan data pokok yang dibutuhkan baik kalangan pemerintah maupun
swasta sebagai bahan untuk perencanaan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan. Hampir setiap
aspek perencanaan pembangunan baik di bidang sosial, ekonomi maupun politik memerlukan data
penduduk karena penduduk merupakan subjek sekaligus objek dari pembangunan.
Jumlah penduduk Kabupaten Kudus hasil proyeksi penduduk pada tahun 2017 tercatat sebesar
851.478 jiwa, terdiri dari 419.212 jiwa laki-laki (49,23 persen) dan 432.266 jiwa perempuan (50,77
persen). Persebaran jumlah penduduk menurut kecamatan paling tinggi adalah Kecamatan Jati
yakni sebesar 12,83 persen dari jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Kudus, diikuti Kecamatan
Jekulo 12,76 persen, dan Kecamatan Dawe 12,72 persen.
Sedangkan kecamatan yang terkecil jumlah penduduknya adalah Kecamatan Bae sebesar 8,63
persen. Bila dilihat dari perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuannya, maka
diperoleh rasio jenis kelamin pada tahun 2017 sebesar 96,98 yang berarti bahwa pada setiap 100
penduduk perempuan terdapat 97 penduduk laki-laki. Dengan perkataan lain bahwa penduduk
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki-laki, ini bisa dilihat di semua
kecamatan, bahwa angka rasio jenis kelamin di bawah 100, yaitu berkisar antara 94,12 dan 98,34.

TABEL 3.4 : JUMLAH PENDUDUK DARI TAHUN 2010 – 2017 DI KABUPATEN KUDUS
TAHUN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH SEX RATIO
Tahun 2010 383,512 395,564 779,076 96.95
Tahun 2011 388,906 400,969 789,875 96.99
Tahun 2012 394,093 406,310 800,403 96.99
Tahun 2013 399,324 411,569 810,893 97.02
Tahun 2014 404,326 416,783 821,109 97.01
Tahun 2015 409,312 421,991 831,303 97.00
Tahun 2016 414,315 427,184 841,499 96.99
Tahun 2017 419,212 431,266 850,478 96.98
Sumber: Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

Gambaran Awal Wilayah III - 6


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Sumber: Diolah dari Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018


GAMBAR: 3.4. GRAFIK JUMLAH PENDUDUK TAHUN 2010-2017 DI KABUPATEN KUDUS
.
Jumlah penduduk di Kabupaten Kudus tahun 2007 adalah 747.488 jiwa yang meliputi
sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Kudus, jumlah penduduk tertinggi berada di
Kecamatan Jekul yaitu 95.096 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terrendah ada di
Kecamtan Bae yakni 60.526 jiwa. Sebaran penduduk tertinggi di Kabupaten Kudus berada
di Kecamatan Jekulo, sedangkan yang terrendah ada di Kecamatan Bae.

TABEL 3.5 : PERSEBARAN PENDUDUK PER KECAMATAN KABUPATEN KUDUS TAHUN 2017
KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1. Kaliwungu 47,354 48,532 95,886
2. Kota 47,985 50,982 98,967
3. Jati 53,406 55,832 109,238
4. Undaan 37,518 38,178 75,696
5. Mejobo 37,942 38,960 76,902
6. Jekulo 53,581 55,082 108,663
7. Bae 36,184 37,257 73,441
8. Gebog 51,527 52,824 104,351
9. Dawe 53,715 54,619 108,334
Jumlah/Total 419,212 432,266 851,478
Sumber: Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

Gambaran Awal Wilayah III - 7


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Sumber: Diolah dari Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018


GAMBAR: 3.5. GRAFIK PERSEBARAN PENDUDUK PER KECAMATAN KABUPATEN KUDUS TAHUN
2017

Kepadatan penduduk dalam kurun waktu lima tahun (2013 – 2017) cenderung mengalami
kenaikan seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Pada tahun 2017 tercatat sebesar 2.003 jiwa
setiap satu kilo meter persegi. Di sisi lain persebaran penduduk masih belum merata. Kecamatan
Kota merupakan kecamatan yang terpadat yaitu 9.450 jiwa per km2. Kecamatan Undaan paling
rendah kepadatan penduduknya yaitu 1.055 jiwa per km2 (Tabel 3.6 dan Gambar 3.6).

TABEL 3.6 : KEPADATAN PENDUDUK PER KECAMATAN KABUPATEN KUDUS TAHUN 2017
2 KEPADATAN
KECAMATAN LUAS DAERAH (KM ) PENDUDUK 2
(JIWA/KM )
1. Kaliwungu 32.71 95,886 2,931
2. Kota 10.47 98,967 9,452
3. Jati 26.3 109,238 4,154
4. Undaan 71.77 75,696 1,055
5. Mejobo 36.77 76,902 2,091
6. Jekulo 82.92 108,663 1,310
7. Bae 23.32 73,441 3,149
8. Gebog 55.06 104,351 1,895
9. Dawe 85.84 108,334 1,262
Jumlah/Total 425.16 851,478 2,003
Sumber: Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

Gambaran Awal Wilayah III - 8


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Sumber: Diolah dari Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018


GAMBAR: 3.6. GRAFIK KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN
KUDUS TAHUN 2017
Berdasarkan kelompok umur, dapat diidentifikasi bahwa jumlah penduduk wanita
terbanyak di Kabupaten Kudus berusia produktif diatas 15 tahun, sedangkan untuk jumlah
penduduk laki-laki terbanyak di Kabupaten Kudus berusia 20-24 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kelahiran penduduk di Kabupaten Kudus cukup tinggi
berbanding terbalik dengan penduduk usia lanjut yang jumlahnya semakin sedikit. Hal ini
menunjukkan Kabupaten Kudus didomonasi oleh penduduk usia kerja baik yang berjenis
kelamin wanita maupun laki-laki. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding
jumlah penduduk laki-laki. Sedangkan menurut kelompok umur, jumlah penduduk
produktif (usia 15-59) lebih banyak, yaitu jiwa dibanding dengan jumlah penduduk non
produktif (usia 60 ke atas) lihat tabel 3.7 dan Gambar 3.7.

TABEL 3.7 : JUMLAH PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN DI
KABUPATEN KUDUS TAHUN 2017
KELOMPOK UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
00-04 33,231 31,394 64,625
05-09 34,526 32,816 67,342
10-14 33,727 32,293 66,020
15-19 37,744 37,668 75,412
20-24 41,415 38,770 80,185
25-29 35,373 34,733 70,106
30-34 31,761 33,867 65,628
35-39 30,386 33,683 64,069
40-44 30,557 32,684 63,241
45-49 28,566 30,897 59,463
50-54 26,458 27,170 53,628
55-59 20,453 21,284 41,737
60-64 14,123 16,019 30,142
65-69 9,712 11,895 21,607
70-74 5,863 7,967 13,830
75+ 5,317 9,126 14,443
419,212 432,266 851,478

Gambaran Awal Wilayah III - 9


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Sumber: Diolah dari Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018


GAMBAR: 3.7. GRAFIK PENDUDUK MENURUT KELOMPUK USIA DI KABUPATEN KUDUS 2017

3.4. KONDISI PEREKONOMIAN


3.4.1. INDUSTRI
Sektor Industri merupakan tiang penyangga utama dari perekonomian Kabupaten Kudus
dengan kontribusi sebesar 80,82 persen terhadap PDRB Kabupaten Kudus. Sektor ini
dibedakan dalam kelompok industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri
rumah tangga. Menurut BPS, Industri Besar adalah perusahaan dengan tenaga kerja 100
orang atau lebih, Industri Sedang adalah perusahaan dengan tenaga kerja antara 20 s/d
99 orang, Industri Kecil adalah perusahaan dengan tenaga kerja antara 5 s/d 19 orang dan
Industri Rumahtangga punya tenaga kerja kurang dari 5 orang.
Banyaknya seluruh perusahaan industri pada Tahun 2014 sejumlah 12,938 dengan jumlah
tenaga kerja sebesar 250,039 orang (Tabel 3.8).
Berdasarkan nilai produksinya total pada Tahun 2014 senilai Rp. 133,576,288.49 (dalam
juta), (Tabel 3.9)

Gambaran Awal Wilayah III - 10


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

TABEL 3.8 : BANYAKNYA SELURUH PERUSAHAAN INDUSTRI DAN JUMLAH TENAGA KERJA DI
KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 - 2014
2013 2014
KECAMATAN
PERUSAHAAN/ PERUSAHAAN/
TENAGA KERJA TENAGA KERJA
UNIT USAHA UNIT USAHA
1. Kaliwungu 1,830 13,314 1,848 13,447
2. Kota 2,159 137,213 2,180 138,585
3. Jati 1,575 27,768 1,591 28,046
4. Undaan 472 2,028 477 2,049
5. Mejobo 1,804 4,606 1,822 4,652
6. Jekulo 1,065 5,518 1,076 5,574
7. Bae 1,270 30,555 1,283 30,861
8. Gebog 1,237 20,224 1,249 20,426
9. Dawe 1,398 6,336 1,412 6,399
Jumlah/Total 12,810 247,562 12,938 250,039
Sumber: Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

TABEL 3.9 : BANYAKNYA SELURUH PERUSAHAAN INDUSTRI DAN NILAI PRODUKSI DI


KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 - 2014
2013 2014
KECAMATAN PERUSAHAAN/ NILAI PRODUKSI PERUSAHAAN/ NILAI PRODUKSI
UNIT USAHA (JUTA RP) UNIT USAHA (JUTA RP)
1. Kaliwungu 1,830 6,620,537.17 1,848 6,686,742.54
2. Kota 2,159 31,617,568.52 2,180 31,933,744.21
3. Jati 1,575 78,934,740.14 1,591 79,724,087.54
4. Undaan 472 588,177.94 477 594,059.72
5. Mejobo 1,804 677,037.38 1,822 683,807.75
6. Jekulo 1,065 1,019,608.57 1,076 1,029,804.66
7. Bae 1,270 7,833,021.43 1,283 7,911,351.64
8. Gebog 1,237 3,334,080.76 1,249 3,367,421.57
9. Dawe 1,398 1,628,979.07 1,412 1,645,268.86
Jumlah 12,810 132,253,750.98 12,938 133,576,288.49
Sumber: Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

Berdasarkan data BPS tercatat perusahaan industri besar dan sedang di Kabupaten Kudus
tahun 2015 tercatat sebanyak 186 perusahaan dengan menyerap 101.433 orang tenaga
kerja. Kalau dibandingkan dengan tahun sebelumnya jumlah perusahaan mengalami
peningkatan sebesar 5,08 persen. Untuk jumlah tenaga kerjanya juga mengalami
peningkatan sebesar 3,29 persen.
Sedangkan dilihat dari jenis industrinya, perusahaan industri tembakau masih
mendominasi dengan 35,48 persen dari jumlah usaha industri besar dan sedang, diikuti
industri pakaian jadi sebesar 20,43 persen, Industri makanan dan minuman 8,06 persen.
Sedangkan penyerapan tenaga kerja terbesar masih dari industri tembakau/rokok yaitu
sebesar 76,46 persen diikuti industri kertas/barang dari kertas 10,83 persen dan industri
mesin/TV/radio 3,53 persen (Tabel 3.10).

Gambaran Awal Wilayah III - 11


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

TABEL 3.10 : JUMLAH INDUSTRI BESAR DAN SEDANG


PERUSAHAAN TENAGA
NO JENIS INDUSTRI
(UNIT) KERJA
1 Makanan dan Minumam 15 2,046
2 Pengolahan Tembakau 66 77,553
3 Tekstil 6 1,360
4 Pakain Jadi 38 1,640
5 Kulit dan Barang Dari Kulit 13 1,364
6 Kayu dan Barang dari Kertas 8 1,365
7 Kertas dan Barang dari Kertas 12 10,989
8 Percetakan 12 1,087
9 Industri Kimia, Barang Dari Bahan Kimia dan Jamu 4 105
10 Barang Galian Bukan Logam 2 277
11 Barang dari Logam, Kecuali Mesin dan Peralatannya 2 40
12 Mesin, Radio, TV, Peralatan Komunikasi dan Perlengkapannya 7 3,583
13 Pengolahan Lainnya (Perhiasan alat musik alat OR, mainan anak dll) 1 24
Jumlah 186 101,433
Sumber: Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

3.4.2. SARANA PERDAGANGAN


Potensi ekonomi suatu daerah khususnya sektor perdagangan dapat diketahui dari
banyaknya pasar yang ada. Pasar merupakan media pertemuan antara penjual dan
pembeli, sehingga semakin ramai transaksi terjadi berarti semakin tinggi pula potensi
sektor perdagangan.
Data dari Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Kudus, pada tahun 2017,
terdapat 75 pasar modern, 5 buah pasar daerah, 20 buah pasar desa dan 3 buah pasar
hewan. Dimana jumlahnya adalah 103 pasar. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang
cukup besar jika di bandingkan dengan jumlah kecamatan yang ada, atau rata-rata per
kecamatan ada sekitar 10 sampai 11 buah pasar (Tabel 3.11).

TABEL 3.11 : JUMLAH SARANA PERDAGANGAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2017


PASAR PASAR PASAR PASAR
KECAMATAN JUMLAH
MODERN DAERAH DESA HEWAN
1. Kaliwungu 13 0 4 0 17
2. Kota 21 4 2 0 27
3. Jati 12 1 1 1 15
4. Undaan 3 0 4 0 7
5. Mejobo 6 0 3 1 10
6. Jekulo 5 0 2 0 7
7. Bae 10 0 2 0 12
8. Gebog 3 0 1 1 5
9. Dawe 2 0 1 0 3
Jumlah/Total 75 5 20 3 103
Sumber: Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

Gambaran Awal Wilayah III - 12


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

3.4.3. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)


Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan suatu aspek dalam perekonomian
wilayah yang sangat penting, karena dengan adanya PDRB dapat diketahui atau diperoleh
gambaran secara menyeluruh tentang kondisi perekonomian suatu wilayah, apakah
wilayah tersebut berkembang atau tidak. PDRB sangat berkaitan erat dengan sektor
ekonomi, karean sektor ekonomi merupakan salah satu sektor vital dalam suatu wilayah
yang berhubungan langsung dengan permasalahan-permasalahan dasar yang
berhubungan erat dengan penduduk, seperti tingkat kesejahteraan, tingkat pendapatan,
dan lain-lain.
Nilai PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010 sebesar 68,65 trilyun rupiah, naik sebesar
2,97 persen dari tahun sebelumnya (Tabel 3.12), dengan komposisi sektor terbesar di
industri pengolahan sebesar 79% disusul sektor perdagangan besar dan eceran sebesar
5,9% (Tabel 3.13).

TABEL 3.12 : PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2010 MENURUT
LAPANGAN USAHA DI KABUPATEN KUDUS 2013 - 2017 ( JUTA RUPIAH )
KATEGORI TAHUN 2013 TAHUN 2014 TAHUN 2015 TAHUN 2016 TAHUN 2017
A. Pertanian, Kehutanan,
1,411,791.30 1,411,497.53 1,494,021.47 1,538,392.87 1,565,509.95
dan Perikanan
B. Pertambangan dan
64,288.45 68,603.19 70,090.00 73,295.18 76,537.99
Penggalian
C. Industri Pengolahan 48,686,055.46 50,761,165.50 5,243,523,151.00 53,266,024.58 54,446,668.19
D. Pengadaan Listrik, Gas 30,036.01 31,655.01 32,258.44 34,185.01 36,348.61
E. Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, 12,855.53 13,495.94 14,200.46 14,891.14 15,802.63
Limbah dan Daur Ulang
F. Konstruksi 1,915,308.69 1,999,819.54 2,124,491.15 2,334,354.15 2,506,891.17
G. Perdagangan Besar dan
Eceran, dan Reparasi 3,329,984.91 3,498,312.58 3,691,332.80 3,879,205.14 4,110,046.49
Mobil dan Sepeda Motor
H. Transportasi dan
646,980.73 700,315.73 760,448.65 806,935.26 856,922.05
Pergudangan
I. Penyediaan Akomodasi
658,605.80 708,052.77 760,938.83 811,291.95 865,177.26
dan Makan Minum
J. Informasi dan
377,372.13 425,455.46 465,997.21 506,605.39 570,409.10
Komunikasi
K. Jasa Keuangan 943,019.75 989,663.96 1,063,315.51 1,157,361.07 1,210,369.29
L. Real Estate 340,359.07 364,735.88 392,477.27 416,219.50 442,425.31
M,N. Jasa Perusahaan 54,902.81 58,809.45 63,785.82 69,821.54 75,769.73
O. Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan 488,250.92 492,548.43 5,188,677.50 531,195.12 544,992.64
dan Jaminan Sosial Wajib
P. Jasa Pendidikan 512,406.23 560,137.27 600,908.19 645,035.76 690,282.21
Q. Jasa Kesehatan dan
160,893.67 178,862.12 190,878.15 207,137.59 224,608.70
Kegiatan Sosial
R,S,T,U. Jasa lainnya 311,465.06 337,550.70 350,884.52 377,133.75 410,292.22
PRODUK DOMESTIK
59,944,576.52 62,600,681.06 5,260,787,856.97 66,669,085.00 68,649,053.54
REGIONAL BRUTO
Sumber: Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

Gambaran Awal Wilayah III - 13


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Sumber: Diolah dari Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018


GAMBAR: 3.8. PDRB ADHK THIN 2013-2017 DI KABUPATEN KUDUS

TABEL 3.13 : DISTRIBUSI PROSENTASE PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2010 MENURUT LAPANGAN
USAHA DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2017
KATEGORI %
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2.28%
B. Pertambangan dan Penggalian 0.11%
C. Industri Pengolahan 79.31%
D. Pengadaan Listrik, Gas 0.05%
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0.02%
F. Konstruksi 3.65%
G. Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5.99%
H. Transportasi dan Pergudangan 1.25%
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.26%
J. Informasi dan Komunikasi 0.83%
K. Jasa Keuangan 1.76%
L. Real Estate 0.64%
M,N. Jasa Perusahaan 0.11%
O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0.79%
P. Jasa Pendidikan 1.01%
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.33%
R,S,T,U. Jasa lainnya 0.60%
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100.00%
Sumber: Diolah dari Statistik Kabupaten Kudus Tahun 2018

Gambaran Awal Wilayah III - 14


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

3.5. KONDISI SARANA PRASARANA


3.5.1. KONDISI SARANA PRASARANA TRANSPORTASI
A. PRASARANA JALAN
Di Kabupaten Kudus terdapat tiga penggolongan status jalan dimana masing-masing
dikelola secara terpisah. Ketiganya adalah jalan negara, jalan provinsi dan jalan
kabupaten dengan panjang 715.382 km. Jalan negara yangmelewati wilayah
Kabupaten Kudus adalah jalur Pantura atau disebut juga jalan Deandels, yang
membelah Kabupaten Kudus sepanjang 24,59 Km atau 3,44 persen dari total panjang
jalan. Kemudian jalan provinsi sepanjang 51,53 km atau 7,20 persen dan yang ketiga
jalan Kabupaten sepanjang 639,26 km atau 89,36 persen. Dilihat dari jenis
permukaannya, baik jalan negara, provinsi maupun kabupaten sepanjang 715,382 km
sebesar 90,86 persen sudah beraspal dan 8,52 persen sudah dibeton.
Untuk jalan dengan kondisi baik yaitu 46,90 persen di tahun 2016 dan 54,50 persen di
tahun 2017. Kondisi jalan rusak ringan sebesar 12,44 persen dan jalan dengan kondisi
rusak berat sebesar 7,62 persen di tahun 2017. Kondisi jalan Kabupaten,jalan yang
sudah diaspal sebesar 99,31 persen, sisanya berupa kerikil, tanah dan beton.
Kecamatan Dawe memiliki jalan kabupaten terpanjang (18,11 persen), diikuti
Kecamatan Gebog (14,19 persen) dan Kecamatan Jekulo (12,96 persen). Sedangkan
untuk kondisi jalan rusak ringan menurun dari 12,98 persen tahun 2007 menjadi 9,92
persen di tahun 2008. Sedangkan untuk kondisi rusak berat bertambah dari 7,47
persen menjadi 9,78 persen di tahun 2008. Khusus untuk jalan Kabupaten semua
Kecamatan jalannya sudah beraspal, tidak ada yang masih tanah atau kerikil.
Kecamatan Dawe memiliki jalan Kabupaten terpanjang (19,47 %), diikuti kecamatan
Jekulo (12,91%), dan kecamatan Gebog (12,04%). Berikut adalah tabel kondisi dan
status jalan yang ada di Kabupaten Kudus.
B. SARANA KENDARAAN
Pada tahun 2017 yang lalu, banyaknya kendaraan bermotor di Kabupaten Kudus
khususnya jenis bus dan truk masing-masing adalah sebanyak 1.178 unit dan 2.964
unit. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang tercatat
masing-masing sebesar 1.171 dan 2.850 unit atau untuk bus naik sebesar 0,60 % dan
untuk kendaraan jenis truk naik sebesar 4,00 %. Untuk kendaraan bermotor,
mobil,dan sepeda motor di Kabupaten Kudus masing-masing ada sebanyak 23.675
unit dan 197.614 unit. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun
sebelumya yang tercatat masing-masing sebesar 22.239 dan 177.431 unit atau untuk
mobil sebesar 6,46 % dan untuk sepda motor naik sebesar 11,38%. Untuk kendaraan
bermotor wajib uji sebanyak 7.877 unit yang terdiri dari 1.202 unit kendaraan umum
dan 6.675 unit bukan umum.
Dari sebanyak 7.877 kendaraan tersebut persentasenya adalah, mobil pemnumpang
dan bus sebanyak 14,95 %, mobil barang sebesar 84,68 % dan mobil gandengan
sebesar 0,37 persen. Sedangkan untuk kendaraan tidak bermotor pada tahun 2017
yang lalu mengalami peningkatan jumlah sebesar 0,05 %. Yakni menjadi 96.442 unit
di tahun 2017 dari jumlah tahun 2016 sebanyak 96.393 unit.

Gambaran Awal Wilayah III - 15


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

3.5.2. KONDISI SARANA PRASARANA POS DAN TELEKOMUNIKASI


Pada tahun 2017 jaringan telekomunikasi di Kabupaten Kudus kapasitas terpasang
jumlahnya mencapai 20.152 Satuan Sambungan Telepon (SST). Pelanggan telepon
rumah berjumlah 16.103 orang. Fasilitas telepon umum tahun 2017 mengalami
penurunan dibanding tahun sebelumnya menjadi hanya sebesar 52 unit. Kondisi
seperti ini mungkin disebabkan penggunaan telepon selular yang semakin meningkat.
Dilihat dari banyaknya prsarana kantor pos, Kabupaten Kudus mempunyai satu unit
kantor pos yang terletak di kecamatan kota dan kecamatan lainnya masing0masing
punya satu unit kantor pos pembantu dan selain itu terdpat pula 2 unit agen pos.
Untuk data operasionalnya bisa dilihat dari besranya surat pos, paket pos dan wesel
pos baik yang dikirim maupun yang diterima. Secara umum baik surat pos, paket pos
ataupun wesel terlihat lebih banyak yang diterima disbanding dengan yang dikirikan
dari kantor pos Kabupaten Kudus. Untuk wesel pos dalam negeri, dikirim melalui
kantor pos Kudus sebesar 6.949 lembar dengan nilai uang sebesar 6,18 milyar rupiah.
Sedangkan esel pos yang diterima oleh kantor pos Kudus adalah sebesar 19.403
lembar dengfan nilai 16,45 milyar rupiah.

3.6. POTENSI DAYA TARIK WISATA 1


3.6.1. POTENSI DAYA TARIK WISATA TANGIBLE KABUPATEN KUDUS
Potensi daya tarik wisata tangible dapat diartikan sebagai daya tarik wisata yang
berbentuk dalam hal ini berwujud. Kabupaten Kudus yang memiliki daya tarik wisata
cukup representatif untuk dikunjungi oleh wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan
mancanegara (wisman), diantaranya adalah sebagai berikut :
A. MENARA KUDUS
Menara Kudus terletak sekitar 1,5 Km.
ke arah barat dari pusat kota Kudus
(Alun-alun/Simpang Tujuh); tepatnya
di Desa Kauman, Kecamatan Kota
Kudus. Ciri khas Menara Kudus berupa
bangunan monumental yang bernilai
arkeologis dan historis tinggi. Dari
aspek arkeologis, Menara Kudus
merupakan bangunan kuno hasil
akulturasi kebudayaan Hindu-Jawa dan
Islam. Menara Kudus dibangun oleh
Sunan Kudus pada tahun 1685 Masehi
yang disimbolkan dalam
Candrasengkala Gapuro Rusak Ewahing Jagad yang bermakna tahun Jawa 1609
atau 1685 Masehi.
Bentuk konstruksi dan gaya arsitektur Menara Kudus, yang tingginya sekitar 17
meter mirip dengan candi-candi Jawa Timur era Majapahit - Singosari (misalnya
Candi Jago) dan juga menyerupai menara Kulkul di Bali, sehingga Menara Kudus
menjadi simbol Islam Toleran, dalam arti Sunan Kudus menyebarluaskan agama
Islam di Kudus dengan tetap menghormati pemeluk agama Hindu-Jawa yang dianut

1
Sumber: Dokumen Laporan Akhir Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Kudus, Tahun 2010

Gambaran Awal Wilayah III - 16


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

masyarakat setempat. Bentuk fisik Menara Kudus adalah tinggi dan ramping yang
dibangun dengan bahan batu-bata merah yang disusun dan dipasang bertumpukan
tanpa semen perekat. Bangunan Menara Kudus tidak dapat dipisahkan dengan
Masjid Menara Kudus dan Makam Sunan Kudus, karena secara geografis-fungsional
ketiganya merupakan satu kesatuan dengan sejarah berdirinya Kota Kudus.
B. MUSEUM KRETEK
Museum Kretek terletak sekitar 3 Km. ke arah selatan dari pusat kota Kudus,
tepatnya di Desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati. Ciri khas Museum Kretek dibangun
sebagai simbol kota Kudus sebagai Kota Kretek, berdasarkan gagasan dari Gubernur
Jawa Tengah pada saat itu, H. Soepardjo Roestam dan diresmikan pembukaan pada
tanggal 3 Oktober 1986 oleh Menteri Dalam Negeri RI, H. Soepardjo Roestam.
Tujuan pembangunan Museum Kretek adalah untuk menyajikan benda-benda
koleksi yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan rokok kretek sebagai
upaya meningkatkan nilai-nilai kewiraswastaan masa lalu dan masa kini untuk
diteruskan dan ditingkatkan pada masa mendatang. Dengan demikian generasi
muda pada saat ini dan mendatang, diharapkan memiliki jiwa kewiraswastaan yang
tangguh.

GAMBAR 2.1. MUSEUM KRETEK


Museum Kretek merupakan tempat untuk merekonstruksi sejarah Rokok Kretek
Kudus dari era kejayaan Raja Rokok Kretek Kudus, Niti Semito, sampai dengan
perkembangan industri rokok Kudus era modern sekarang ini. Jadi Museum Kretek
memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, penelitian, dan rekreasi. Museum Kretek
menyimpan berbagai peralatan dan mesin-mesin tradisional pembuatan rokok
kretek dan rokok klobot serta sarana promosi rokok pada masa itu. Selain itu,
pengunjung juga dapat mengamati foto-foto dokumentasi lintasan sejarah rokok
kretek Kudus dan juga dapat mengamati & diorama yang menggambarkan proses
produksi tradisional dengan tangan (tanpa alat bantu) dan produksi rokok giling
tangan, yang menghasilkan rokok kretek dan rokok klobot; serta proses produksi
rokok filter dengan mesin modern. Di samping itu ada diorama yang
menggambarkan proses penanaman dan pengolahan bahan baku rokok kretek
(tembakau, cengkeh, dan klobot jagung).
C. RUMAH ADAT KUDUS
Rumah Adat Kudus terletak di kompleks Museum Kretek dan juga terdapat di
sebelah selatan Menara Kudus serta di Puri Maerokoco Semarang. Ciri khas Rumah
Adat Kudus, yang menurut kajian historis-arkeologis, telah ditemukan pada tahun
1500-an Masehi, dibangun dengan bahan baku 95% berupa kayu jati (tectona

Gambaran Awal Wilayah III - 17


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

grandis) berkualitas tinggi dengan teknologi pemasangan sistem knock down


(bongkar pasang tanpa paku). Rumah Adat Kudus merupakan salah satu rumah
tradisional yang terjadi akibat endapan suatu evolusi kebudayaan manusia, dan
terbentuk karena perkembangan daya cipta masyarakat pendukungnya.

GAMBAR 2.2. RUMAH ADAT KUDUS


Proses akulturasi arsitektur tradisional asli Kudus memakan waktu yang cukup
panjang, mengingat banyaknya kebudayaan asing (Hindu, Cina, Eropa, dan
Persia/Islam) yang masuk ke kawasan Kudus dengan waktu yang cukup panjang.
Upaya pelestarian Rumah Adat Kudus sebagai warisan budaya bangsa dan
peninggalan sejarah telah dilakukan masyarakat Kudus dengan merelokasi Rumah
Adat Kudus yang dibuat pada tahun 1828 Masehi di kompleks Museum Kretek
Kudus. Rumah Adat Kudus, dengan atapnya yang berbentuk Joglo, memiliki
kekhasan (keunikan) khusus, dibandingkan dengan rumah-rumah adat yang lain di
Indonesia.
D. TUGU IDENTITAS KUDUS
Daya tarik wisata Tugu Identitas Kudus terletak di Desa Getas Pejaten, Kecamatan
Jati Kudus, di sebelah kanan Jalan Raya Kudus Semarang, sekitar 1 Km ke arah
selatan dari Alun-alun/Simpang Tujuh (pusat kota Kudus). Lokasi tersebut
mempunyai nilai historis karena merupakan salah satu tempat pertempuran para
pejuang Kudus dalam merebut kemerdekaan. Tugu Identitas Kudus merupakan
monumen perjuangan rakyat Kudus dalam merebut kemerdekaan RI.
Tugu ini dibangun mulai tanggal 25 Mei 1986 dan peresmiannya dilakukan oleh
Gubernur Jawa Tengah, H. Ismail, pada tanggal 28 September 1987. Bentuk
keseluruhan Tugu Identitas Kudus merupakan replika Menara Kudus, yang selama
ini telah dinyatakan sebagai bentuk bangunan yang menjadi ciri khas daerah Kudus
dan telah menjadi Lambang Daerah Kabupaten Kudus. Seluruh Lis (Jawa: pelipit)
yang ada pada bangunan Tugu Identitas melambangkan arti perjuangan merebut
kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 dan melambangkan arti falsafah serta
pandangan hidup bangsa Indonesia,
E. KAWASAN WISATA GUNUNG MURIA (COLO)
Kawasan Colo terletak sekitar 18 Km. ke arah utara dari pusat kota Kudus, tepatnya
di kawasan Pegunungan Muria, yakni Desa Colo - Kecamatan Dawe Kudus. Ciri khas
Pegunungan Muria, dengan ketinggian ± 1.602 m di atas permukaan air laut;
merupakan kawasan dataran tinggi yang terdiri dari beberapa perbukitan atau
pegunungan, antara lain :

Gambaran Awal Wilayah III - 18


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

1) Pegunungan Argo Jembangan


2) Pegunungan Argo Piloso
3) Pegunungan Rahtawu
4) Perbukitan Pasar
5) Perbukitan Ringgit
Daya tarik wisata Colo memungkinkan pengunjung/wisatawan untuk dapat
menikmati panorama alam pegunungan yang indah mempesona dengan udara
yang bersih dan sejuk. Selain sebagai lokasi rekreasi dan tempat tujuan berziarah ke
Sunan Muria. Colo juga sering dimanfaatkan sebagai lokasi penyuluhan, pembinaan,
konvensi, diklat (pendidikan dan pelatihan); rapat-rapat (raker, rakor, dan lain-lain)
yang termasuk kegiatan wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention, and
Exhibition) yang diadakan di Convention Hall Hotel Graha Muria, di kawasan daya
tarik wisata colo terdapat beberapa tempat wisata yang menarik, yaitu:

TABEL IV-1. POTENSI


DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN GUNUNG MURIA (COLO),
KABUPATEN KUDUS
NO. NAMA POTENSI KETERANGAN
DAYA TARIK WISATA (DTW)
1. Makam Sunan Muria (Syeh R. Umar Menyatu dengan Masjid Sunan Muria terletak di salah satu puncak G.
Said, salah satu dari Wali Muria. Makam Sunan Muria menjadi salah satu tujuan Wisata Ziarah.
Songo/Wali Sembilan) Makam ini sangat ramai dikunjungi peziarah yang berasal dari
berbagai daerah.

2. Air Terjun Monthel Air terjun dengan ketinggian ± 25 meter ini, dari Pesanggrahan Colo
atau dari Masjid dan Makam Sunan Muria dapat dicapai dengan
berjalan kaki selama ± 30 menit menyusuri jalan setapak di tengah-
tengah kebun kopi sambil menikmati udara yang segar dan sejuk
serta panorama alam pegunungan yang asri dan indah, juga sambil
menikmati alunan irama musik alam dari bunyi gemericik air terjun
yang jatuh di bebatuan yang diselingi bunyi-bunyian satwa liar khas
pegunungan dan kicauan burung burung.

3. Wisata Alam/Eko Wisata Dengan ketinggian ± 1.150 m dpl, terletak di Pegunungan Argo
(Ecotourism) Jembangan - G. Muria, berjarak ± 3 Km. dari Pesanggrahan Colo. Di
kawasan Eko Wisata ini pengunjung/wisatawan dapat menyaksikan
dan mengamati keanekaragaman hayati yang tumbuh alami, yakni

Gambaran Awal Wilayah III - 19


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

NO. NAMA POTENSI KETERANGAN


DAYA TARIK WISATA (DTW)
berbagai jenis tumbuhan pegunungan.
4. Makam Syeh Sadzali Menurut masyarakat setempat, Syeh Sadzali adalah murid/santri
Sunan Muria yang sangat setia mendampingi dan membantu Sunan
Muria dalam menyebarluaskan agama Islam, oleh karena itu nama
harum Syeh Syadzali senantiasa dihormati oleh masyarakat dan
makamnya tidak pernah sepi dari para peziarah.
5. Sumber Air Tiga Rasa Di kawasan wisata ini erdapat mata air/sumber air yang memiliki 3
rasa. Masyarakat setempat percaya bahwa ketiga jenis rasa air ini
mempunyai khasiat yang berbeda jika diminum.
 Sumber Air Pertama : mempunyai rasa tawar-tawar masam
(Jawa: anyep-anyep asem/kecut) yang bekhasiat dapat
mengobati berbagai penyakit.
 Sumber Air Kedua : mempunyai rasa yang mirip dengan
minuman ringan bersoda yang bekhasiat dapat menumbuhkan
rasa percaya diri dalam menghadapi berbagai permasalahan
hidup.
 Sumber Air Ketiga : mempunyai rasa mirip minuman keras yang
bekhasiat dapat memperlancar rezeki jika bekerja keras.
 Ketiga jenis air tersebut jika dicampur menjadi satu, rasanya
menjadi rasa air tawar.
6. Air Terjun Gonggomino Di kawasan wisata ini terdapat Air Terjun Gonggomino yang
merupakan air terjun kedua selain Air Terjun Monthel. Air Terjun
Gonggomino dapat dicapai dengan menyusuri sebuah sungai yang
terdapat di kawasan Rejenu.

7. Bumi Perkemahan dan Wana Daya tarik wisata ini terletak di kawasan hutan pinus, berjarak ± 3
Wisata Kajar. Km. ke arah selatan dari daya tarik wisata Colo, tepatnya di Desa
Kajar, Kecamatan Dawe Kudus. Dengan ketinggian ± 600 m dpl,
kawasan Kajar merupakan lokasi yang tepat untuk kegiatan camping
and hiking (perkemahan dan jelajah medan/lintas alam); baik bagi
pelajar, pramuka, maupun remaja pada umumnya.· Taqim Arts
Studio Studio, sanggar dan gallery seni milik seniman Mustaqim ini
terletak ± 0,5 Km di sebelah utara dari Bumi Perkemahan dan Wana
Wisata Kajar. Dalam jangka panjang,Taqim Arts Studio berupaya
melibatkan masyarakat Desa Kajar untuk bersama-sama menjadikan
Desa Kajar, sebagai Desa Seni.

Sumber: indonesia.go.id

Gambaran Awal Wilayah III - 20


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

F. KAWASAN RAHTAWU
Lokasi daya tarik wisata alam/eko
wisata Rahtawu terletak di sebelah
barat Pegunungan Muria ± 20 Km.
ke arah Barat Laut dari pusat kota
Kudus (Alun-alun/Simpang Tujuh);
tepatnya di Desa Rahtawu,
Kecamatan Gebog Kudus.
Pengunjung dapat menikmati
panorama alam pegunungan yang
asri dan indah mempesona dengan
udara yang bersih, segar dan sejuk.
Rahtawu memiliki banyak petilasan
tokoh-tokoh dunia pewayangan, misalnya petilasan Begawan Sakri, Pandu
Dewonoto, Dewi Kunti, Jonggring Saloko, Eyang Semar, Eyang Abiyoso, dan lain-
lain. Selain itu para pelajar, remaja, dan pemuda-pemudi yang berhobi pecinta alam
(penjelajahan alam, hiking, mendaki gunung, dan lain-lain) dapat menyusuri jalan
setapak menjelajahi medan pegunungan Rahtawu untuk menaklukkan puncak
gunungnya.
G. TAMAN KRIDA WISATA
Taman Krida Wisata terletak di
Kompleks Gedung Olah Raga (GOR)
Wergu Wetan, Kecamatan Kota
Kudus, dengan jarak ± 1,5 Km, ke
arah Timur dari pusat kota Kudus,
tepatnya di Kelurahan Wergu
Wetan, Kecamatan Kota Kudus. Ciri
khas Taman Krida Wisata
merupakan taman rekreasi keluarga
dengan suasana yang asri, sejuk,
dan teduh karena rimbun dan
lebatnya dedaunan pepohonan di
taman ini. Taman rekreasi ini dilengkapi dengan berbagai patung binatang yang
menarik dan bersifat edukatif bagi anak-anak, antara lain patung Dinosaurus, Kuda
Nil, Gajah, Jerapah, Singa, Harimau, dan Zebra. Selain itu, taman ini juga dilengkapi
dengan Gedung Terbuka yang representatif untuk berbagai event/kegiatan,
misalnya: seminar/sarasehan, pentas seni-budaya, lomba kreativitas remaja dan
pelajar, resepsi pernikahan, perpisahan sekolah, dan lain-lain. Taman ini juga sering
dimanfaatkan sebagai lokasi Lomba Burung Berkicau. Pada bulan Juli 2003, taman
rekreasi ini dilengkapi dengan koleksi satwa berupa 5 (lima) ekor rusa yang berasal
dari Istana Presiden RI di Kebun Raya Bogor. Selain itu Taman Krida Wisata juga
dlengkapi dengan waterboom, wahana permainan air berupa kolam tirta serta
taman wisata anak-anak.
H. SITUS PURBAKALA PATIAYAM
Pegunungan Patiayam terletak Di Desa Terban, Kecamatan Jekulo, di sana terdapat
gading gajah purba, gigi geraham nenek moyang (Homo Erectus), dan lain-lain. Situs

Gambaran Awal Wilayah III - 21


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Patiayam termasuk salah satu situs Homonid Kala Plestosen di Jawa, dan primadona
yang dapat dijumpai di Situs Patiayam ini adalah Stegodon Trigonochepalus. Pada
situs ini terdapat beberapa kegiatan penelitian seperti penggalian untuk
mengetahui sebaran temuan secara vertikal maupun rentang umur minimal dan
maksimal, survey untuk mengetahui sebaran temuan secara horisontal, dan
pemetaan untuk mendapatkan peta distribusi temuan secara lebih luas sesuai
dengan kondisi sebenarnya.
Hasil dari penelitian tersebut adalah identifikasi fosil yang teridentifikasi sebanyak
1.234 buah, tak teridentifikasi sebanyak 1.149 buah, berat fosil keseluruhan sebesar
3.446 kg, dan jumlah Individu sebanyak 13. Jenisnya: Bovidae (banteng, kerbau),
Cervidae (rusa, kijang), Chelonidae (kura-kura), Crocodilus (buaya), Elephantidae
(Gajah), Felidae (Macan, harimau), Rhinoceroti dae (Badak), Stegodon (Gajah
Purba), Suidae (Babi Hutan), Testunidae Tridacna (Kerang Laut), Hipopotamidae
(Kuda Nil) Hominidae (Manusia Purba).

Sumber: http://fahmianhar.com/menilik-situs-purbakala-patiayam-kudus/

3.6.2. POTENSI DAYA TARIK WISATA INTANGIBLE


Jenis daya tarik wisata intangible (bersifat non fisik atau non material) yang ada di
Kabupaten Kudus adalah kesenian yang pada umumnya merupakan kesenian tradisional,
dan tercatat jumlahnya lebih dari 1.300 buah yang dapat dikelompokkan menjadi 30
macam kesenian. Karakteristik jenis-jenis kesenian yang berkembang di Kabupaten
Kudus hingga saat ini, deskripsinya dapat dilihat pada uraian dan tabel berikut ini.
A. KESENIAN
Kabupaten Kudus merupakan wilayah
yang memiliki potensi cukup besar
dibidang seni dan budayanya, hal ini
dipengaruhi oleh latar belakang
terbentuknya Kota Kudus yang banyak
diwarnai oleh latar belakang agama,
terutama ketika Wali Songo mencoba
menyebarkan agama Islam di Kudus
melalui berbagai jenis seni tradisi rakyat.
Sampai saat ini seni tradisi tersebut tetap terpelihara, bahkan berkembang ke arah
seni-seni kontemporer.

Gambaran Awal Wilayah III - 22


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

B. TRADISI DAN KEBUDAYAAN


1) Tradisi Mubeng Gapura Masjid At Taqwa
Tradisi keliling (mubeng) gapura
Madiaksan Masjid Jami At-Taqwa
di Desa Loram Kulon, Kecamatan
Jati - Kabupaten Kudus, bagi
warga setempat yang akan
menikah masih tetap dilestarikan.
Pemandangan unik tersebut
dilakukan saat pasangan
pengantin dari warga sekitar yang
hendak melakukan ijab kabul di
masjid tersebut melakukan tradisi turun temurun sejak ratusan tahun dengan
keliling gapura bersama keluarga pengantin putra maupun putri.
Proses diawali dengan memasuki pintu gapura sebelah selatan yang kemudian
berjalan dan keluar melalui pintu sisi utara. Sebelum keluar, calon pengantin
tersebut mengisi buku tamu dan menyerahkan sumbangan kepada pihak
masjid. Seusai melakukan prosesi mubeng gapura Madiaksan Masjid Jami At-
Taqwa, pengantin dan keluarganya menyempatkan diri berpose dengan latar
belakang gapura masjid. Bangunan ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi
bagi peradaban masyarakat Loram dan Kudus pada umumnya. Tradisi mubeng
gapura masjid wali ini merupakan adat kebisaaan warga Desa Loram Kulon dan
sekitarnya yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
2) Upacara Buka Luwur di Makam Sunan Kudus
Makam Sunan Muria adalah salah satu daya tarik wisata Ziarah di Kabupaten
Kudus yang setiap harinya sangat ramai dikunjungi peziarah dari berbagai
daerah, terutama pada momen Upacara Buka Luwur (Penggantian kain
kelambu penutup makam Sunan Kudus) yang dilaksanakan setiap tanggal 10
Muharrom/Syuro. Peristiwa menarik dalam Upacara Buka Luwur adalah ketika
para pengunjung/peziarah berupaya memperoleh nasi bungkus selamatan dan
kain luwur bekas penutup makam yang konon dipercaya dapat memberikan
keberuntungan bagi yang memperolehnya.
3) Upacara Buka Luwur di Makam Sunan Muria
Buka luwur Sunan Muria merupakan
tradisi ritual yang masih dilestarikan
dan dilaksanakan setiap tahunnya
oleh masyarakat Kudus dan
sekitarnya untuk mengirim doa dan
mendapatkan barokah. Buka luwur
Sunan Muria dilaksanakan pada
tanggal 16 Muharrom/Syuro.
Sebelum Upacara Buka Luwur Sunan
Muria diawali dengan berbagai kegiatan antara lain : pengajian, menghafal Al
Qur’an, Kataman, membuat klambu berwarna putih untuk mengganti klambu
Sunan Muria.

Gambaran Awal Wilayah III - 23


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Dalam acara Buka Luwur telah disediakan uba rampu berupa nasi, daging
kerbau atau kambing yang dibungkus dan potonan kain kelambu yang lama
dan telah dimasukkan dalam bungkusan tersebut, kemudian jika telah selesai
upaca Buka Luwur dibagikan kepada masyarakat.
Oleh masyarakat diyakini bahwa dengan melaksanakan Upacara Buka Luwur
akan mendapatkan barokah dari Sunan Muria, sedangkan nasi dan daging
kerbau atau kambing dapat menyembuhkan orang sakit, dan kain klambu yang
dibagikan kepada masyarakat dapat digunakan sebagai jimat untuk tolak balak.
4) Kirap Ampyang Maulid
Tradisi Ampyang Maulid merupakan salah satu bentuk penyebaran agama
Islam yang dilakukan Tjie Wie Gwan - suami Ratu Kalinyamat, sekaligus
menantu Sunan Kudus dengan menggunakan pendekatan sosial budaya
kepada masyarakat Loram Kulon yang waktu itu beragama Hindu-Buddha dan
bermata pencaharian sebagai pembuat ampyang. Selain menyebarkan agama
Islam, beliau juga mewariskan beberapa tradisi budaya yang masih
dilaksanakan sampai sekarang, diantaranya adalah :

- Tradisi Nganten Mubeng Gepuro/kirab nganten


Pada masa itu karena banyaknya yang menikah, untuk mempersingkat
waktu maka Tjie Wie Gwan berpetuah pada para pengantin yang telah sah,
mengelilingi gapura lalu akan di doakan dari depan Masjid dan disaksikan
oleh warga setempat.
- Tradisi Sedekah Nasi Kepel
Saat penyebaran agama Islam, salah satu warga ada yang ingin bersedekah
tetapi belum mengetahui caranya, sehingga beliaupun berpesan kepada
warga silahkan selamatan dengan nasi kepel 7 bungkus dan lauk bothok 7
bungkus. Angka 7 ini maksudnya dalam basa Jawa berarti pitu, yang
mempunyai arti filsafat Pitulung(pertolongan), Pitutur(nasihat) dan
Pituduh(petunjuk) dalam menjalani hidup di dunia. Diharapkan dengan nasi
kepel dan bothok berjumlah 7 tersebut tidak memberatkan warga yang
tidak mampu, tetapi ingin bersedekah.
- Tradisi Ampyang Maulid
Untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW, beliau meminta
warga setempat membuat tempat makanan segi empat berbentuk masjid,
mushala, atau rumah gebyok, dengan bahan baku bambu. Ampyang

Gambaran Awal Wilayah III - 24


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

berfungsi untuk menghias sekeliling tempat makanan itu. Ampyang atau


kerupuk aneka warna terbuat dari tepung.
- Tradisi Maulidan Jawiyan, Desa Padurenan - Kecamatan Gebog
Prosesi dimulai dengan kirab budaya padurenan yaitu arak-arakan
masyakat sekitar dengan membawa hasil tani, kerajinan bordir dan
konveksi, wayang bambu, tabuhan terbang papat, dan makanan khas
Padurenan. Tradisi Maulidan Jawiyan merupakan tradisi masyarakat Desa
Padurenan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad dengan
membaca kitab albarjanzi dengan aksen Jawa yaitu kitab yang
menggambarkan sejarah nabi dengan menggunakan syair yang dilantunkan
dalam suara lantang.
5) Tradisi Dandangan di Kawasan Menara Kudus
Selain menjadi salah satu daya tarik
wisata andalan Kabupaten Kudus,
Kawasan Menara Kudus juga menjadi
pusat keramaian pada saat pelaksanaan
Dandhangan yaitu tradisi menyambut
datangnya bulan Ramadhan/bulan
Puasa. Pada saat itu di sekitar Kawasan
Menara Kudus terdapat banyak penjual
makanan khas Kudus yang
memungkinkan para pengunjung untuk
menikmati makanan khas Kudus, yaitu Soto Kudus dan Jenang Kudus, sekaligus
membeli cinderamata khas Kudus adalah Kain Bordir Kudus (busana muslimah,
kerudung, kebaya, dan lain-lain).
6) Tradisi Resik-Resik Sendang di Desa Wonosoco
Wonosoco adalah sebuah desa di Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus.
Terletak di lereng pegunungan kapur sebelah selatan dari Kota Kudus. Di desa
ini terdapat sendang yang konon ditemukan pertama kali oleh Kanjeng Sunan
Kanjoran. Air sendang ini diyakini penduduk setempat mempunyai khasiat jika
digunakan untuk membasuh muka akan kelihatan awet muda, dan jika
meminum airnya akan menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Setiap tahun di desa ini secara rutin diadakan ritual untuk menghormati
sendang yang dimeriahkan dengan acara tradisional. Acara ritual sendang
diramaikan dengan kirab berbagai hasil pertanian seperti jagung, padi, ketela,
lombok dan sayur-sayuran. Pada acara ini disuguhkan berbagai kesenian
tradisioanal Kudus seperti: terbangan, jaran kepang, dan kesenian lainya.
Dalam kirab tersebut terlihat seorang peserta kirab membawa nampan dari
bambu (tampah) yang berisi nasi dan sebuah potongan bambu yang berisi
daun berwarna hijau diikat dengan tali dari kedebog pisang yang
melambangkan kesuburan tanah.

Gambaran Awal Wilayah III - 25


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Adapun alasan pemilihan gedebog pisang dikarenakan pisang adalah sebuah


tanaman yang akan tetap tumbuh sebelum membuahkan hasil meskipun
ditebang. Dengan menali daun dalam potongan bambu dengan gedebog
pisang, rakyat Desa Wonosoco mengharapkan kesuburan tanah akan tetap
terjaga sampai tanaman mereka menghasilkan (panen). Puncak dari acara
ritual di sendang itu sendiri yakni menguras sendang yang dilakukan oleh para
sesepuh desa dan masyarakat setempat dan sebelumnya biasanya diadakan
sebuah pementasan yang unik yaitu pementasan wayang Klithik. Wayang yang
terbuat dari kayu dan jika dimainkan berbunyi “thik-thik” ini adalah sebuah
kesenian langka yang diyakini penduduk sekitar jika ditiadakan maka akan ada
pageblug atau peristiwa yang tidak diinginkan.
7) Kupatan
Kupatan adalah tradisi yang dilaksanakan
pada hari ke-7 setelah Idul Fitri. Agenda
kupatan ini dilaksanakan di banyak desa,
diantaranya adalah Desa Bulusan,
Hadipolo, Jekulo, Colo, Sendang Jodo,
Purworejo, dan Desa Kesambi – Mejobo.

8) Pengantin Adat Kudus


Pakaian pengantin tradisional adat Kudus
dapat dilihat seperti gambar di bawah ini,
di mana pengantin pria mengenakan
busana hajj (busana ala syeh dari
bangsawan quraisy). Dalam adat
pernikahan Kudus.

Gambaran Awal Wilayah III - 26


4
Bab

MANAJEMEN RENCANA
PEKERJAAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Jadwal Kegiatan
Jadwal Pelaporan
Komposisi Tim Dan Penugasan
Jadwal Penugasan Tenaga Ahli
Mekanisme Pelaksanaan Pekerjaan

4.1. JADWAL KEGIATAN

D alam membuat suatu proyek diperlukan keahlian khusus untuk memanajemen


proyek yang sedang ditangani. Perlu banyak hal yang diperhatikan agar proyek
yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, salah satunya merupakan
penjadwalan proyek. Penjadwalan dalam proyek merupakan hal yang krusial mengingat
dalam penjadwalan tersebut terdapat informasi mengenai jadwal rencana dan kemajuan
proyek yang meliputi sumber daya (biaya, tenaga kerja, peralatan, dan material), durasi
dan juga kemajuan waktu untuk menyelesaikan proyek. Dengan penjadwalan yang tepat
maka dapat memaksimalkan seluruh sumber daya dan waktu yang ada dengan hasil yang
sebaik dan secepat mungkin. Dalam Kegiatan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten
(RPIK) Kudus dibagi dalam 4 tahapan besar, diantaranya:

1. TAHAP 1: PERSIAPAN DAN PENDAHULUAN


2. TAHAP 2: KOMPILASI, IDENTIFIKASI DATA / ANTARA
3. TAHAP 3: KONSEP DAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI
4. TAHAP 4: FINALISASI

Berikut adalah tabel Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan, yang memuat setiap tahapan
pekerjaan dalam pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Kegiatan Kegiatan Rencana

Manajemen Pelksanaan Kerja 4-1


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus, lengkap dengan rencana waktu


pelaksanaan untuk masing-masing kegiatan.

TABEL 4.1 : RENCANA JADWAL KEGIATAN KEGIATAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI KABUPATEN (RPIK)
KUDUS TAHUN ANGGARAN 2019
BULAN KE 1 BULAN KE 2 BULAN KE 3
KEGIATAN
M1 M2 M1 M2 M1 M2
TAHAP 1: PERSIAPAN DAN PENDAHULUAN
Administrasi dan Perijinan
Koordinasi dan mobilisasi Tim
Mempersiapkan Pengadaan Data Awal
Menyusun metode pelaksanaan pekerjaan
Koordinasi tim dengan Tim Teknis
Penyusunan Program Kerja
Pembahasan Laporan Pendahuluan

TAHAP 2: KOMPILASI, IDENTIFIKASI DATA / ANTARA


SURVEY DATA
Survei Data
Survei Lapangan / Klarifikasi Data
Survei Instansional (Klarifikasi Data)
Kompilasi Dan Analisa Data

TAHAP 3: PERHITUNGAN SPM DAN REKOMENDASI


Konsep Perencanaan RPIK
Penyusunan Laporan Akhir
Pembahasan Laporan Draft Akhir

TAHAP 4: FINALISASI

4.2. JADWAL PELAPORAN


Produk Laporan yang harus diserahkan sesuai tahapannya dikelompokkan sebagai berikut:
1. LAPORAN PENDAHULUAN
Sebagai tahap awal dalam pelaksanaan, maka laporan pendahuluan harus mampu
memberikan gambaran yang jelas kepada pemberi pekerjaan.
a. Pendahuluan
b. Gambaran Awal Wilayah Kabupaten Kudus
c. Pendekatan dan Metodologi
d. Manajemen Pelaksanaan Kerja

Manajemen Pelksanaan Kerja 4-2


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

2. LAPORAN ANTARA
Laporan antara yang berisi antara lain :
a. Pendahuluan
b. Metode pelaksanaan pekerjaan
c. Gambaran Industri Kabupaten Kudus
d. Integrasi Kebijakan Terkait
e. Analisa dan Konsep Pembangunan RPIK
3. LAPORAN AKHIR
Laporan akhir yang berisi antara lain :
a. Pendahuluan
b. Metode pelaksanaan pekerjaan
c. Gambaran Industri Kabupaten Kudus
d. Integrasi Kebijakan Terkait
e. Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus
f. Kesimpulan dan Rekomendasi
g. Lampiran

TABEL 4.2 : RENCANA JADWAL PELAPORAN KEGIATAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI


KABUPATEN (RPIK) KUDUS TAHUN ANGGARAN 2019
Bulan Ke 1 Bulan Ke 3 Bulan Ke 4 Keterangan
No Laporan
M1 M2 M1 M2 M1 M2 Jumlah satuan
1 Laporan Pendahuluan  5 Buku
2 Laporan Antara  5 Buku
3 Laporan Akhir  5 Buku
4 Laporan Akhir CD/VCD  5 Keping
Draft Peraturan
5  4 Buku
Bupati/Daerah tentang RIPIK
6 Executive Summary  5 Buku

4.3. KOMPOSISI TIM DAN PENUGASAN


Organisasi dan personil dalam Pekerjaan Kegiatan Rencana Pembangunan Industri
Kabupaten (RPIK) Kudus meliputi tenaga ahli dan tenaga pendukung yang bertindak
sebagai tim pelaksana. Berkaitan dengan rangkaian kegiatan dalam Pekerjaan Kegiatan
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus tersebut, maka tim pelaksana
kegiatan bertanggung jawab untuk merumuskan yang kemudian akan didiskusikan dan
dikonsultasikan kepada tim teknis dan pemangku kepentingan lainnya dengan difasilitasi
oleh tim fasilitasi dan advisori.
Terdapat 3 tenaga ahli yang terlibat dalam keseluruhan rangkaian pelaksanaan kegiatan
Pekerjaan Kegiatan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus dengan
jumlah keterlibatan secara keseluruhan sebanyak 9 orang bulan (OB). Adapun ke 3 tenaga
ahli tersebut terdiri dari satu orang Ketua Tim dan 1 anggota tim. Keterlibatan tiap tenaga
ahli, baik Ketua Tim maupun anggota tim pada tiap lingkup kegiatan didasarkan pada

Manajemen Pelksanaan Kerja 4-3


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

kompetensi dan keahlian yang dimiliki, yang secara ringkas dapat dilihat pada tabel
berikut:
TABEL 4.3 : RENCANA DAN URAIAN PEKERJAAN TENAGA AHLI
JUMLAH
POSISI
URAIAN PEKERJAAN ORANG
DIUSULKAN
BULAN
Ketua Tim 1. FUNGSI : 3
Ahli Ekonomi  Sebagai Ketua Tim Pelaksanaan Pekerjaan yang dimobilisasi oleh
Perusahaan.
 Sebagai pengambil keputusan tertinggi dalam organisasi pelaksanaan
pekerjaan.
 Sebagai koordinator semua kegiatan administrasi maupun teknis
substansi dari organisasi pelaksanaan pekerjaan.
 Sebagai pengarah, pengendali, dan pengawas dari semua tahapan
kegiatan yang berkaitan dengan keseluruhan Ketua Tim (Ahli
Hidrologi).
2. TUGAS :
 Memberi masukan secara teknis kepada seluruh persoalan di bidang
Ahli Hidrologi.
 Melakukan survey, mengumpulkan data dan informasi, inventarisasi
kondisi dan permasalahan.
 Melakukan analisis data dan informasi dan kajian-kajian teknis.
 Bersama tenaga ahli lainnya, turut serta dalam seluruh tahapan
kegiatan, yakni: tahap survey, analisis.
 Menyusun pelaporan yang dilakukan oleh Ketua Tim bersama-sama
dengan ahli lain.
 Melakukan diskusi dan konsultasi tentang pekerjaan kepada Tim
Teknis atau pemberi tugas sesuai kebutuhan.
3. TUGAS FUNGSIONAL:
 Mengorganisasi dan mengendalikan organisasi pelaksanaan
pekerjaan supaya optimal baik secara struktrural maupun fungsional.
 Menetapkan framework digunakan sebagai pedoman pelaksanaan
pekerjaan.
 Mengkoordinasikan kegiatan pelaporan dan pembahasan laporan
pada setiap tahapan pelaporan hasil pekerjaan.
4. TANGGUNG JAWAB :
 Bertanggung jawab atas terselesaikannya pekerjaan dengan baik dan
berhasil
 Bertanggung jawab terhadap segala sesuatu demi kelancaran
pelaksanaan pekerjaan
 Bertanggung jawab terhadap kinerja Tim Konsultan dan seluruh
produk yang dihasilkan terutama dari segi kualitas sesuai dengan
maksud dan tujuan proyek

Ahli FUNGSI : 3
Perencanaan  Sebagai seorang ahli Perencanaan Wilayah dan Kota
Wilayah dan  Membantu Ketua Tim dalam merancang, mengarahkan,
Kota memecahkan, menganalisis, dan merencanakan yang berhubungan
dengan bidang Perencanaan Wilayah dan Kota.
TUGAS :
 Melakukan survey yang diperlukan untuk keperluan analisis.
 Melaksanakan analisis dalam menyusun laporan.

Manajemen Pelksanaan Kerja 4-4


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

JUMLAH
POSISI
URAIAN PEKERJAAN ORANG
DIUSULKAN
BULAN
 Membantu tenaga ahli lain dan menyiapkan laporan pada tahapan-
tahapannya.
TANGGUNG JAWAB :
 Bertanggung jawab dalam penyelesaian penyusunan pekerjaan
khususnya bidang Perencanaan Wilayah dan Kota, bersama-sama
dengan tenaga ahli lain.
 Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelancaran,
keberhasilan, dan kesinambungan pekerjaan yang ditangani.

Ahli FUNGSI : 3
Manajemen  Sebagai seorang ahli Manajemen Industri
Industri  Membantu Ketua Tim dalam merancang, mengarahkan,
memecahkan, menganalisis, dan merencanakan yang berhubungan
dengan bidang Manajemen Industri.
TUGAS :
 Melakukan survey yang diperlukan untuk keperluan analisis.
 Melaksanakan analisis dalam menyusun laporan.
 Membantu tenaga ahli lain dan menyiapkan laporan pada tahapan-
tahapannya.
TANGGUNG JAWAB :
 Bertanggung jawab dalam penyelesaian penyusunan pekerjaan
khususnya bidang Manajemen Industri, bersama-sama dengan
tenaga ahli lain.
 Bertanggung jawab penuh kepada Ketua Tim atas kelancaran,
keberhasilan, dan kesinambungan pekerjaan yang ditangani.

TABEL 4.4 : RENCANA DAN URAIAN PEKERJAAN TENAGA PENDUKUNG


JUMLAH
POSISI DIUSULKAN URAIAN PEKERJAAN ORANG
BULAN
- Menerima data/dokumen
- Memeriksa kelengkapan data
Operator Komputer - Entri data pada sistem aplikasi 3
- Memeriksa output data yang berasal dari aplikasi
- Memanage data dan dokumen
- Melakukan Proses Data Entry
- Melakukan Sesi Dokumentasi
- Menjaga dan Mengecek Inventory Kantor
Tenaga Administrasi 3
- Mengecek Biaya Operasional
- Membuat Surat menyurat
- Membuat Data Absensi

Manajemen Pelksanaan Kerja 4-5


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

4.4. JADWAL PENUGASAN TENAGA AHLI


Pekerjaan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus ini seperti yang
sudah diuraikan dalam KAK dan metodologi perencanaan, harus dibentuk tim pelaksana
tugas yang terdiri dari para tenaga ahli (profesional staff) yang sesuai dengan bidangnya
dan sesuai dengan kebutuhan minimal yang disyaratkan dalam KAK. Dalam pelaksanaan
pekerjaan para tenaga ahli (profesional staff) didukung oleh asisten tenaga ahli (sub
profesional staff) apabila dibutuhkan dan disarankan dalam KAK dan tenaga pendukung
(supporting staff). Selanjutnya untuk mendukung efisiensi dan efektifitas pelaksanan
kegiatan, secara sistematis penugasan personil mencakup waktu penugasan personil
disusun jadwal penugasan tenaga ahli, dan asisten tenaga ahli yaitu sebagai berikut :

TABEL 4.5 : RENCANA PENUGSAN TENAGA AHLI


BULAN KE BULAN KE BULAN KE
NO TENAGA 1 2 3 JUMLAH OB
M1 M2 M1 M2 M1 M2
1  3
Ketua Tim (Ekonomi) 
2 3
Perencanaan Wilayah dan Kota
3 3
Manajemen Industri
Total 9

TABEL 4.6 : RENCANA PENUGSAN TENAGA PENDUKUNG


Bulan Ke 1 Bulan Ke 2 Bulan Ke 3
No Tenaga Jumlah OB
M1 M2 M1 M2 M1 M2
4 nn  3
Operator Komputer 
5 nn 3
Adminstrasi
Total 6

Manajemen Pelksanaan Kerja 4-6


LAPORAN PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kudus

4.5. MEKANISME PELAKSANAAN PEKERJAAN


Berkaitan dengan rangkaian kegiatan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK)
Kudus tersebut, maka tim pelaksana kegiatan yang terdiri atas tenaga ahli dan tenaga
pendukung tersebut secara garis besar terbagi atas dua tim, yaitu tim perumus dan tim
fasilitasi dan advisori. Adapun rincian pendistribusian tenaga ahli dan tenaga pendukung
beserta keterkaitan keduanya dalam rangkaian kegiatan dapat dilihat pada gambar
berikut.

TIM TEKNIS SATUAN


PEJABAT KERJA
PEMBUAT
TIM TEKNIS PENGEMBANGAN
KOMITMEN T
KAWASAN
KEGIATAN
PERMUKIMAN I
MANAJEMEN
MANAJEMEN KONSULTAN
KONSULTAN M

TEAM LEADER / AHLI PERENCANAAN


KETUA WILAYAH DAN KOTA
TIM (EKONOMI)

TIM PERUMUS
AHLI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
AHLI MANAJEMEN INDUSTRI
K
PEMANGKU O
KEPENTINGAN
N
LAINNYA TENAGA PENDUKUNG
S
 OPERATOR KOMPUTER 1 ORANG U
 ADMINISTRASI 1 ORANG L
T
A
N

GAMBAR: 4.1. MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI


KABUPATEN (RPIK) KUDUS

Manajemen Pelksanaan Kerja 4-7

Anda mungkin juga menyukai