Anda di halaman 1dari 10

Hukum Internasional: Inviolability, Diplomatic Bag, dan

Waiver of Immunity

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Internasional

Oleh:

Regina Dita Pradnyasari Retnoindi

18/427015/HK/21672

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GADJAH MADA

MEI 2019

1. Inviolability

Sebelumnya, perlu diketahui bahwa kekebalan diplomatik mencakup dua


pengertian yaitu inviolability dan immunity. Immunity diartikan bahwa para pejabat
diplomatik tersebut kebal dari yuridiksi negara penerima, baik yang bersifat pidana,
perdata, maupun administratif. Sedangkan yang menjadi pokok bahasan saat ini
adalah Inviolability. Inviolability (tidak dapat diganggu gugat) sendiri merupakan
kekebalan yang dimiliki oleh para pejabat diplomatik terhadap alat-alat kekuasaan
dari negara penerima dan kekebalan dari segala gangguan yang merugikan para
pejabat diplomatik. Dengan demikian terkandung makna bahwa pejabat diplomatik
yang bersangkutan memiliki hak untuk mendapat perlindungan dari alat-alat
perlengkapan negara penerima. Hal tersebut ditegaskan dalam Konvensi Wina 1961
mengenai Hubungan Diplomatik pada Pasal 29 yang berbunyi “The person of a
diplomatic agent shall be inviolable. He shall not be liable to any form of arrest or
detention. The receiving State shall treat him with due respect and shall take all
appropriate steps to prevent any attack on his person, freedom or dignity.”1 Yang
kemudian dalam penerjemahannya bahwa setiap pejabat diplomatik / orang agen
diplomatik tidak dapat diganggu gugat (inviolabel). Ia tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam bentuk apapun dari paksaan, penahanan atau
penangkapan. Dan sebaliknya, negara penerima harus memperlakukannya dengan
hormat dan harus mengambil semua langkah yang tepat untuk mencegah setiap
serangan terhadap kehormatan, kebebasan diri pribadi seorang pejabat diplomatik.
Sehingga ia kebal terhadap gangguan yang merugikan pribadinya. Selain pada
seorang perwakilan diplomatik, dalam Konvensi Wina 1961 hak Inviolability juga

1https://pih.kemlu.go.id/files/UU%20No.01%20Tahun%201982%20Tentang%20Pengesahan%20Konvensi%20Win

a.pdf
terdapat pada Gedung Misi (Pasal 22), Arsip-Arsip dan Dokumen Misi (Pasal 24), dan
Korespondensi Resmi daripada Misi (Pasal 27). Aturan-aturan dalam Konvensi Wina
1961 tersebut pun telah menjadi pedoman Indonesia dalam mengadakan hubungan
diplomatik dengan diratifikasi melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1982 Tentang Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik
Beserta Protokol Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan Dan
Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Konsuler Beserta Protokol
Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan.

Adapun teori-teori mengenai mengapa diberikannya kekebalan-kekebalan


maupun hak istimewa, di dalam hukum internasional terdapat tiga teori yaitu ;

1. Teori Exterritoriality

Artinya ialah bahwa seorang wakil diplomatik itu karena Eksterritorialiteit


dianggap tidak berada di wilayah negara penerima, tetapi di wilayah negara
pengirim, meskipun kenyataannya di wilayah negara penerima. Oleh sebab itu,
maka dengan sendirinya wakil diplomatik itu tidak takluk kepada hukum negara
penerima. Begitu pula ia tidak dikuasai oleh hukum negara penerima dan tidak
takluk pada segala peraturan negara penerima.

2. Teori Representative Character

Teori ini mendasarkan pemberian kekebalan diplomatik dan hak istimewa kepada
sifat dari seorang diplomat, yaitu karena ia mewakili kepala negara atau
negaranya di luar negeri.

3. Teori Kebutuhan Fungsional

Menurut teori ini dasar-dasar kekebalan dan hak-hak istimewa seorang wakil
diplomatik adalah bahwa wakil diplomatik harus dan perlu diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk melakukan tugasnya dengan sempurna. Segala yang
mempengaruhi secara buruk haruslah dicegah.2

2https://tyokronisilicus.wordpress.com/2010/04/17/keistimewaan-dan-kekebalan-diplomatik-menurut-hukum-in

ternasional-tinjauan-yuridis-konvensi-wina-1961/
Selain itu, menurut beberapa sarjana, adapun alasan-alasan untuk memberikan
diplomatik kekebalan maupun keistimewaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Para diplomat adalah wakil-wakil negara

b. Mereka tidak dapat menjalankan tugas secara bebas kecuali jika mereka
diberikan kekebalan-kekebalan tertentu. Jelaslah bahwa jika mereka tetap
tergantung dari “goodwill” pemerintah, mereka mungkin terpengaruh oleh
pertimbangan-pertimbangan keselamatan perorangan.

c. Jelaslah bahwa jika terjadi gangguan pada komunikasi mereka dengan


negaranya, tugas mereka tidak dapat berhasil.

Pemberian kekebalan-kekebalan bagi para pejabat diplomatik tersebut diharapkan


dapat menciptakan suatu hubungan persahabatan yang luas dan berlaku secara timbal
balik antara bangsa-bangsa, tanpa memandang sistem ketatanegaraan dan sistem
sosial mereka yang berbeda. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kekebalan yang
dinikmati para pejabat diplomatik tersebut tidak ditujukan pada perseorangannya.
Karena itu, tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan digunakan
untuk mendukung segala pelaksanaan dan pemenuhan tugas-tugas pejabat diplomatik
yang bertanggung jawab sebagai wakil Negara Pengirim (Sending State).

Namun, tak jarang kita menjumpai kasus-kasus dimana negara penerima


melanggar hak inviolability yang dimiliki pejabat diplomatik negara pengirim,
maupun pejabat diplomatik itu sendiri yang menyalahgunakan haknya untuk
kepentingan pribadi. Seperti pada 2015 lalu, saat pemerintah Brazil telah melanggar
hak inviolability (tidak dapat diganggu gugat) yang dimiliki duta besar Indonesia di
negara tersebut setelah Presiden Brazil Dilma Rousseff menunda upacara penyerahan
surat mandat Dubes Toto Riyanto.3 Yang mana seharusnya hak tersebut tidak boleh
dihalang-halangi melalui aktivitas diplomatik, mobilitas fisik maupun komunikasinya
oleh negara penerima. Contoh kasus yang lain pada tahun yang sama, terjadi di
Bangladesh yang melibatkan pejabat diplomatik Korea Utara bernama Son Young
Nam yang menjabat sebagai Sekretaris I Kedutaan Besar Korea Utara di Bangladesh.
Pejabat diplomatik tersebut telah melakukan penyalahgunaan hak kekebalan karena

3https://www.antaranews.com/berita/481378/hanafi-rais-brazil-langgar-hak-inviolability-dubes-ri
memanfaatkan haknya untuk menyelundupkan emas seberat 27 kg di bandara Dhaka,
Bangladesh.4

2. Diplomatic bag

Salah satu aspek penting dalam melakukan hubungan diplomatik adalah


kebebasan berkomunikasi. Kebebasan dan kerahasiaan dalam berkomunikasi antara
misi diplomatik dengan negara pengirimnya merupakan keistimewaan dan kekebalan
yang paling penting dalam hubungan diplomatik. Kantong diplomatik (diplomatic
bag), adalah satu dari sekian banyak fasilitas komunikasi yang dijamin kekebalannya
oleh Pasal 27 Konvensi Wina 1961 Tentang Hubungan Diplomatik. Diplomatic Bag
atau Kantong Diplomatik merupakan salah satu dari kekebalan korespodensi yang
dapat dinikmati oleh seorang perwakilan diplomatik, dan kekebalan korespondensi
merupakan kekebalan dari pihak perwakilan diplomatik untuk mengadakan
komunikasi dengan bebas, tanpa mendapat halangan yang berupa tindakan
pemeriksaan atau tindakan penggeledahan oleh negara-negara lain. 5 Kantong
Diplomatik dari suatu perwakilan diplomatik negara asing tidak dapat dibuka ataupun
diperiksa baik oleh negara penerima maupun oleh negara ketiga. Seperti yang
ditentukan dalam pasal 27 ayat 3 Konvensi Wina 1961 “The diplomatic bag shall not
be opened or detained.”. Tetapi dengan syarat bahwa Kantong Diplomatik tersebut
haruslah mempunyai tanda-tanda luar yang kelihatan (visible external marks) yang
menunjukkan sifat bahwa bungkusan tersebut merupakan Kantong Diplomatik.
Konsep fisik dari kantong diplomatik adalah fleksibel dan oleh karena itu dapat
mengambil banyak bentuk, misalnya kotak kardus, tas kerja, tas ransel, koper besar,
peti atau bahkan kontainer pengiriman. Dengan catatan bahwa kantong diplomatik
hanya boleh memuat atau berisi barang-barang ataupun dokumen-dokumen
diplomatik yang diperlukan untuk keperluan resmi diplomatik. Selain itu, tas
diplomatik biasanya memiliki beberapa bentuk kunci dan / atau segel tamper yang
melekat padanya untuk mencegah gangguan oleh pihak ketiga yang tidak berwenang.

4https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150313101632-113-38872/dubes-korut-minta-maaf-atas-kasus

-penyelundupan-emas
5https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=120978
Penjelasan lebih lanjut mengenai Diplomatic Bag dapat ditemukan dalam pasal 27
Konvensi Wina 1961 poin 3,4,5,6, dan 7, yaitu ;

Poin 3. Kantong diplomatik tidak akan dibuka atau ditahan.

Poin 4. Paket yang ada di dalam tas diplomatik harus memperlihatkan tanda yang
jelas dan dapat terlihat dari luar yang menunjukkan sifatnya dan hanya boleh berisi
dokumen-dokumen diplomatik atau barang-barang yang diperuntukkan bagi kegunaan
resmi daripada misi.

Poin 5. Kurir diplomatik, yang harus disediakan dengan dokumen resmi sebagai tanda
status dan jumlah paket yang merupakan kantong diplomatik, harus dilindungi oleh
Negara penerima dalam pelaksanaan tugasnya. Ia akan menikmati dan tidak dapat
diganggu gugat pribadi tidak akan bertanggung jawab untuk segala bentuk
penangkapan atau penahanan.

Poin 6. Negara atau pengiriman misi diplomatik dapat menunjuk kurir ad hoc. Dalam
kasus seperti itu ketentuan-ketentuan dalam ayat 5 dari Pasal ini juga berlaku, kecuali
bahwa di dalamnya kekebalan tersebut akan berhenti berlaku bila kurir tersebut telah
dikirim ke penerima barang yang tas diplomatik dalam bertugas.

Poin 7. Sebuah kantong diplomatik dapat dipercayakan kepada kapten pesawat


komersial dijadwalkan untuk mendarat di pelabuhan resmi masuk. Ia akan disediakan
dengan menunjukkan dokumen resmi jumlah paket yang merupakan kantong tapi ia
tidak akan dianggap sebagai diplomatik kurir. Misi dapat mengirim salah satu
anggotanya untuk merebut kantong diplomatik langsung dan bebas dari kapten
pesawat.

Akan tetapi, pada kenyataannya sering terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh
seorang perwakilan diplomatik, terhadap kantong diplomatik sehingga merugikan
pihak negara penerima. Maka dari itu sudah seharusnya Negara Republik Indonesia
lebih jeli dan teliti dalam menangani adanya pelanggaran Kantong Diplomatik yang
terjadi di daerah wilayah Negara Indonesia, agar tetap dapat saling menghormati
hubungan baik antara Negara Republik Indonesia dengan negara pengirim.
Pelanggaran tidak hanya terjadi di Indonesia, Inggris dan Spanyol juga pernah
mengalami pertikaian karena sebuah pelanggaran. Inggris meminta pemerintah
Spanyol untuk memberikan penjelasan setelah perwira Garda Guardia membuka dan
menggeledah sebuah tas diplomatik Inggris saat melintasi perbatasan dari Gibraltar.
Padahal Konvensi Wina tahun 1961 telah menjamin kekebalan sebuah Diplomatic
Bag sehingga korespondensi resmi dan kantong diplomatik tidak dapat diganggu
gugat.

3. Waiver of Immunity

Konvensi Wina tahun 1961 dalam pasal 25 menyatakan bahwa hak kekebalan dan
hak-hak istimewa yaitu perutusan-perutusan diplomat tidak dapat diganggu-gugat
diri sendiri. Hak dan kekebalan tersebut diberikan dengan tujuan untuk menjamin
terlaksananya tugas dan tanggungjawab mereka secara efisiensi terutama tugas dari
negara yang diwakilkannya. Namun pelaksanaan tugas dan tanggungjawab para
pejabat diplomat tersebut seringkali berakhir dengan pelanggaran. Mereka
mengandalkan hak dan kekebalan seorang pejabat diplomat untuk melakukan
penyalahgunaan tanggungjawab. Pejabat diplomat tidak seharusnya berlindung pada
atribut yang memberikan kekebalan dan keistimewaan padanya saat melakukan
kegiatannya yang melanggar hukum nasional negara penerima. Meskipun para pejabat
diplomatik diberikan kekebalan-kekebalan terhadap yuridiksi peradilan negara
penerima baik yurisdiksi sipil maupun kriminal, kekebalan tersebut dapat dihapus.
Kekebalan seorang pejabat diplomatik tersebut dapat dihapus seperti yang terdapat
dalam Konvensi Wina tahun 1961 pasal 32 poin 1 “The immunity from jurisdiction of
diplomatic agents and of persons enjoying immunity under Article 37 may be waived
by the sending State.” Hal inilah yang disebut sebagai Waiver of Immunity.

Sedangkan hak untuk menegakkan kekebalan diplomatik ada pada negara


pengirim tetapi biasanya terlebih dahulu diajukan permohonan yang dilakukan oleh
negara penerima. Baik itu dengan adanya pengesahan khusus dari negara pengirim
atau hanya diwakilkan oleh kepala perwakilan diplomatik. Hal tersebut sesuai dengan
Konvensi Wina 1961, antara lain :6

1.Negara penerima, setiap waktu dan tanpa harus memberikan penjelasan


atas keputusannya,dapat memberitahukan kepada negara pengirim bahwa
kepalaperwakilan atau salah seorang anggota staf perwakilan tersebut tidak

6 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik: Teori dan Kasus (Bandung: Alumni, 2013 ) hlm 147.
dapat diterima baik. Dalam keadaan demikian negara pengirim sepatutnya
harus memanggil kembali orang yang bersangkutan atau mengakhiri
hilangnya kekebalan merupakan hal yang tidak umum.

2.Negara penerima memberikan kekebalan dan keistimewaankepada


orang-orang yang berhak memperolehnya pada waktu kedatangan mereka di
wilayahnya, atau setelah menerima pemberitahuan mengenai pengangkatan
mereka jika mereka sudah berada di wilayahnya.

Waiver sendiri dapat diartikan sebagai tindakan mengabaikan atau menahan diri
dari menyatakan atau menjalankan suatu hak, baik dengan cara tidak melakukan hak
tersebut maupun dengan cara melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
pelaksanaan hak sebagaimana mestinya. Sedangkan Immunity berarti imunitas atau
kekebalan. Sehingga secara singkat dapat disimpulkan bahwa Waiver of Immunity
adalah pengabaian/penanggalan/penghapusan kekebalan yang dimiliki oleh seorang
pejabat diplomatik. Waiver of Immunitiy atau penghapusan kekebalan haruslah selalu
dinyatakan secara tegas atau tertulis, menurut pasal 32 poin 2 Konvensi Wina 1961
“Waiver must always be express.” sebab hanya dengan cara seperti itu proses
pemeriksaan perkara dapat dijalankan oleh pengadilan setempat sebagai pelaksanaan
yurisdiksi teritorial negara setempat. Poin tersebut dapat diartikan bahwa keputusan
Kepala Negara pengirim untuk menanggalkan hak kekebalan yurisdiksi berdasarkan
laporan serta usulan dari negara penerima, dan biasanya usulan tersebut selalu
direspon positif oleh Kepala Negara pengirim demi terjaganya hubungan baik.
Contohnya seperti pada kasus Pemerintah Zaire yang akhirnya menyetujui permintaan
Pemerintah Perancis untuk menanggalkan hak kekebalan yurisdiksi duta besarnya,
disebabkan karena duta besar Zaire telah menabrak mati dua anak lelaki di Perancis
bagian selatan dalam keadaan mabuk, yang sempat menyuluk kemarahan warga
setempat.7 Selain itu, apabila seseorang yang mempunyai kekebalan memulai suatu
perkara, dia tidak bisa mengklaim kekebalan menyangkut suatu tuntutan balik yang
terkait langsung dengan tuntutan pokok, ditegaskan dalam pasal 32 poin 3 Konvensi
Wina 1961 yang berbunyi “The initiation of proceedings by a diplomatic agent or by
a person enjoying immunity from jurisdiction under Article 37 shall preclude him

7 https://www.academia.edu/3660220/Hak_Keistimewaan_dan_Kekebalan
from invoking immunity from jurisdiction in respect of any counter-claim directly
connected with the principal claim.”. Penanggalan/ penghapusan kekebalan dari
yurisdiksi dalam hal sidang-sidang sipil atau administratif pun tidak dapat dipegang
untuk menyatakan secara tak langsung adanya penanggalan/ penghapusan kekebalan
dalam hal eksekusi keputusan, yang mana suatu penanggalan terpisah diperlukan
(separate waiver). Hal terakhir tersebut diatur dalam pasal 32 poin 4 Konvensi Wina
1961 yang berbunyi “Waiver of immunity from jurisdiction in respect of civil or
administrative proceedings shall not be held to imply waiver of immunity in respect of
the execution of the judgement, for which a separate waiver shall be necessary.”.

DAFTAR PUSTAKA
Suryokusumo, Sumaryo. 2013. Hukum Diplomatik: Teori dan Kasus. Bandung:
Alumni.

https://pih.kemlu.go.id/

https://tyokronisilicus.wordpress.com/2010/04/17/keistimewaan-dan-kekebalan-diplo
matik-menurut-hukum-internasional-tinjauan-yuridis-konvensi-wina-1961/

https://www.antaranews.com/berita/481378/hanafi-rais-brazil-langgar-hak-inviolabilit
y-dubes-ri

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150313101632-113-38872/dubes-koru
t-minta-maaf-atas-kasus-penyelundupan-emas

https://lib.atmajaya.ac.id/

https://www.academia.edu/3660220/Hak_Keistimewaan_dan_Kekebalan

Anda mungkin juga menyukai