Waiver of Immunity
Oleh:
18/427015/HK/21672
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
MEI 2019
1. Inviolability
1https://pih.kemlu.go.id/files/UU%20No.01%20Tahun%201982%20Tentang%20Pengesahan%20Konvensi%20Win
a.pdf
terdapat pada Gedung Misi (Pasal 22), Arsip-Arsip dan Dokumen Misi (Pasal 24), dan
Korespondensi Resmi daripada Misi (Pasal 27). Aturan-aturan dalam Konvensi Wina
1961 tersebut pun telah menjadi pedoman Indonesia dalam mengadakan hubungan
diplomatik dengan diratifikasi melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1982 Tentang Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Diplomatik
Beserta Protokol Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan Dan
Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan Konsuler Beserta Protokol
Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan.
1. Teori Exterritoriality
Teori ini mendasarkan pemberian kekebalan diplomatik dan hak istimewa kepada
sifat dari seorang diplomat, yaitu karena ia mewakili kepala negara atau
negaranya di luar negeri.
Menurut teori ini dasar-dasar kekebalan dan hak-hak istimewa seorang wakil
diplomatik adalah bahwa wakil diplomatik harus dan perlu diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk melakukan tugasnya dengan sempurna. Segala yang
mempengaruhi secara buruk haruslah dicegah.2
2https://tyokronisilicus.wordpress.com/2010/04/17/keistimewaan-dan-kekebalan-diplomatik-menurut-hukum-in
ternasional-tinjauan-yuridis-konvensi-wina-1961/
Selain itu, menurut beberapa sarjana, adapun alasan-alasan untuk memberikan
diplomatik kekebalan maupun keistimewaan tersebut adalah sebagai berikut:
b. Mereka tidak dapat menjalankan tugas secara bebas kecuali jika mereka
diberikan kekebalan-kekebalan tertentu. Jelaslah bahwa jika mereka tetap
tergantung dari “goodwill” pemerintah, mereka mungkin terpengaruh oleh
pertimbangan-pertimbangan keselamatan perorangan.
3https://www.antaranews.com/berita/481378/hanafi-rais-brazil-langgar-hak-inviolability-dubes-ri
memanfaatkan haknya untuk menyelundupkan emas seberat 27 kg di bandara Dhaka,
Bangladesh.4
2. Diplomatic bag
4https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150313101632-113-38872/dubes-korut-minta-maaf-atas-kasus
-penyelundupan-emas
5https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=120978
Penjelasan lebih lanjut mengenai Diplomatic Bag dapat ditemukan dalam pasal 27
Konvensi Wina 1961 poin 3,4,5,6, dan 7, yaitu ;
Poin 4. Paket yang ada di dalam tas diplomatik harus memperlihatkan tanda yang
jelas dan dapat terlihat dari luar yang menunjukkan sifatnya dan hanya boleh berisi
dokumen-dokumen diplomatik atau barang-barang yang diperuntukkan bagi kegunaan
resmi daripada misi.
Poin 5. Kurir diplomatik, yang harus disediakan dengan dokumen resmi sebagai tanda
status dan jumlah paket yang merupakan kantong diplomatik, harus dilindungi oleh
Negara penerima dalam pelaksanaan tugasnya. Ia akan menikmati dan tidak dapat
diganggu gugat pribadi tidak akan bertanggung jawab untuk segala bentuk
penangkapan atau penahanan.
Poin 6. Negara atau pengiriman misi diplomatik dapat menunjuk kurir ad hoc. Dalam
kasus seperti itu ketentuan-ketentuan dalam ayat 5 dari Pasal ini juga berlaku, kecuali
bahwa di dalamnya kekebalan tersebut akan berhenti berlaku bila kurir tersebut telah
dikirim ke penerima barang yang tas diplomatik dalam bertugas.
Akan tetapi, pada kenyataannya sering terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh
seorang perwakilan diplomatik, terhadap kantong diplomatik sehingga merugikan
pihak negara penerima. Maka dari itu sudah seharusnya Negara Republik Indonesia
lebih jeli dan teliti dalam menangani adanya pelanggaran Kantong Diplomatik yang
terjadi di daerah wilayah Negara Indonesia, agar tetap dapat saling menghormati
hubungan baik antara Negara Republik Indonesia dengan negara pengirim.
Pelanggaran tidak hanya terjadi di Indonesia, Inggris dan Spanyol juga pernah
mengalami pertikaian karena sebuah pelanggaran. Inggris meminta pemerintah
Spanyol untuk memberikan penjelasan setelah perwira Garda Guardia membuka dan
menggeledah sebuah tas diplomatik Inggris saat melintasi perbatasan dari Gibraltar.
Padahal Konvensi Wina tahun 1961 telah menjamin kekebalan sebuah Diplomatic
Bag sehingga korespondensi resmi dan kantong diplomatik tidak dapat diganggu
gugat.
3. Waiver of Immunity
Konvensi Wina tahun 1961 dalam pasal 25 menyatakan bahwa hak kekebalan dan
hak-hak istimewa yaitu perutusan-perutusan diplomat tidak dapat diganggu-gugat
diri sendiri. Hak dan kekebalan tersebut diberikan dengan tujuan untuk menjamin
terlaksananya tugas dan tanggungjawab mereka secara efisiensi terutama tugas dari
negara yang diwakilkannya. Namun pelaksanaan tugas dan tanggungjawab para
pejabat diplomat tersebut seringkali berakhir dengan pelanggaran. Mereka
mengandalkan hak dan kekebalan seorang pejabat diplomat untuk melakukan
penyalahgunaan tanggungjawab. Pejabat diplomat tidak seharusnya berlindung pada
atribut yang memberikan kekebalan dan keistimewaan padanya saat melakukan
kegiatannya yang melanggar hukum nasional negara penerima. Meskipun para pejabat
diplomatik diberikan kekebalan-kekebalan terhadap yuridiksi peradilan negara
penerima baik yurisdiksi sipil maupun kriminal, kekebalan tersebut dapat dihapus.
Kekebalan seorang pejabat diplomatik tersebut dapat dihapus seperti yang terdapat
dalam Konvensi Wina tahun 1961 pasal 32 poin 1 “The immunity from jurisdiction of
diplomatic agents and of persons enjoying immunity under Article 37 may be waived
by the sending State.” Hal inilah yang disebut sebagai Waiver of Immunity.
6 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik: Teori dan Kasus (Bandung: Alumni, 2013 ) hlm 147.
dapat diterima baik. Dalam keadaan demikian negara pengirim sepatutnya
harus memanggil kembali orang yang bersangkutan atau mengakhiri
hilangnya kekebalan merupakan hal yang tidak umum.
Waiver sendiri dapat diartikan sebagai tindakan mengabaikan atau menahan diri
dari menyatakan atau menjalankan suatu hak, baik dengan cara tidak melakukan hak
tersebut maupun dengan cara melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
pelaksanaan hak sebagaimana mestinya. Sedangkan Immunity berarti imunitas atau
kekebalan. Sehingga secara singkat dapat disimpulkan bahwa Waiver of Immunity
adalah pengabaian/penanggalan/penghapusan kekebalan yang dimiliki oleh seorang
pejabat diplomatik. Waiver of Immunitiy atau penghapusan kekebalan haruslah selalu
dinyatakan secara tegas atau tertulis, menurut pasal 32 poin 2 Konvensi Wina 1961
“Waiver must always be express.” sebab hanya dengan cara seperti itu proses
pemeriksaan perkara dapat dijalankan oleh pengadilan setempat sebagai pelaksanaan
yurisdiksi teritorial negara setempat. Poin tersebut dapat diartikan bahwa keputusan
Kepala Negara pengirim untuk menanggalkan hak kekebalan yurisdiksi berdasarkan
laporan serta usulan dari negara penerima, dan biasanya usulan tersebut selalu
direspon positif oleh Kepala Negara pengirim demi terjaganya hubungan baik.
Contohnya seperti pada kasus Pemerintah Zaire yang akhirnya menyetujui permintaan
Pemerintah Perancis untuk menanggalkan hak kekebalan yurisdiksi duta besarnya,
disebabkan karena duta besar Zaire telah menabrak mati dua anak lelaki di Perancis
bagian selatan dalam keadaan mabuk, yang sempat menyuluk kemarahan warga
setempat.7 Selain itu, apabila seseorang yang mempunyai kekebalan memulai suatu
perkara, dia tidak bisa mengklaim kekebalan menyangkut suatu tuntutan balik yang
terkait langsung dengan tuntutan pokok, ditegaskan dalam pasal 32 poin 3 Konvensi
Wina 1961 yang berbunyi “The initiation of proceedings by a diplomatic agent or by
a person enjoying immunity from jurisdiction under Article 37 shall preclude him
7 https://www.academia.edu/3660220/Hak_Keistimewaan_dan_Kekebalan
from invoking immunity from jurisdiction in respect of any counter-claim directly
connected with the principal claim.”. Penanggalan/ penghapusan kekebalan dari
yurisdiksi dalam hal sidang-sidang sipil atau administratif pun tidak dapat dipegang
untuk menyatakan secara tak langsung adanya penanggalan/ penghapusan kekebalan
dalam hal eksekusi keputusan, yang mana suatu penanggalan terpisah diperlukan
(separate waiver). Hal terakhir tersebut diatur dalam pasal 32 poin 4 Konvensi Wina
1961 yang berbunyi “Waiver of immunity from jurisdiction in respect of civil or
administrative proceedings shall not be held to imply waiver of immunity in respect of
the execution of the judgement, for which a separate waiver shall be necessary.”.
DAFTAR PUSTAKA
Suryokusumo, Sumaryo. 2013. Hukum Diplomatik: Teori dan Kasus. Bandung:
Alumni.
https://pih.kemlu.go.id/
https://tyokronisilicus.wordpress.com/2010/04/17/keistimewaan-dan-kekebalan-diplo
matik-menurut-hukum-internasional-tinjauan-yuridis-konvensi-wina-1961/
https://www.antaranews.com/berita/481378/hanafi-rais-brazil-langgar-hak-inviolabilit
y-dubes-ri
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150313101632-113-38872/dubes-koru
t-minta-maaf-atas-kasus-penyelundupan-emas
https://lib.atmajaya.ac.id/
https://www.academia.edu/3660220/Hak_Keistimewaan_dan_Kekebalan