Anda di halaman 1dari 12

Gangguan psikosomatik adalah salah satu gangguan jiwa yang paling umum ditemukan dalam praktek

umum, istilah ini terutama digunakan untuk penyakit fisik yang disebabkan atau diperburuk oleh faktor
kejiwaan atau psikologis. Beberapa penyakit fisik dianggap sangat rentan diperburuk oleh faktor mental
seperti stres dan kecemasan, di antaranya gangguan kulit, muscoskeletal (otot, sendi dan saraf),
pernafasan, jantung, kemih, kelenjar, mata dan saraf.

Beberapa orang juga menggunakan istilah gangguan psikosomatik ketika faktor kejiwaan menyebabkan
gejala fisik, tetapi penyakit fisiknya sendiri tidak ada (tidak dapat dijelaskan secara medis).

Salah satu penjelasan psikosomatik adalah bahwa emosi negatif mempengaruhi sistem otonom tubuh,
hormon dan kekebalan terhadap beberapa penyakit. Depresi, kemarahan, dan isolasi sosial
berkontribusi terhadap penyakit jantung. Stres di sisi lain, mempengaruhi asma, gangguan pencernaan
dan banyak penyakit fisik lainnya.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


-Gangguan psikosomatis adalah faktor psikologis yang merugikan, mempengaruhi kondisi medis
pasien. Faktor psikologis tersebut dapat berupa gangguan mental, gejala psikologis, sifat
kepribadian atau gaya mengatasi masalah, dan prilaku kesehatan yang maladaptif.

----Kurang lebih 400 tahun SM ahli filsafat Hipocrates sudah mengutarakan pentingnya peran
faktor psikis pada penyakit. Pada abad pertengahan Paracelcus seorang ahli kimia menyatakan
bahwa kekuatan batin memiliki pengaruh terhadap
kekuatan seseorang.

Gangguan psikosomatik ialah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang menyerupai
penyakit fisik dan diyakini adanya suatu hubungan yang erat antara suatu peristiwa psikososial
tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut.

----Kedokteran psikosomatis menyadari kesatuan dari pikiran dan tubuh serta interaksi diantara
keduanya, dimana faktor psikologis penting dalam perkembangan semua penyakit, namun
apakah peranannya dalam memulai, perkembangan, memperberat dan eksaserbasi penyakit,
predisposisi atau reaksi terhadap suatu penyakit masih dalam perdebatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Psikosomatis
2. Penyebab Psikosomatis
3. Gangguan Spesifik pada Psikosomatis
4. Penelitian dalam Jurnal
5. Cara mengobati Psikosomatis

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Psikosomatis
Psiko artinya pikiran dan soma artinya tubuh. Jadi, penyakit psikosomatis artinya penyakit yang
timbul atau disebabkan oleh kondisi mental atau emosi seseorang. Penyakit ini juga disebut
dengan penyakit akibat stress. Penyakit psikosomatis sekarang sering disebut dengan penyakit
psikofisologis. Namanya saja yang sedikit berbeda namun maknanya sama.
Gangguan psikosomatik ialah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang menyerupai
penyakit fisik dan diyakini adanya suatu hubungan yang erat antara suatu peristiwa psikososial
tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut. Gangguan psikosomatik ini banyak ditemukan
pada praktek dokter sehari-hari; namun gangguan ini sering kali diabaikan dan bahkan
dilupakan. Biasanya penderita datang dengan beraneka macam keluhan somatik mulai dari
keluhan jantung, keluhan sakit perut seperti nyeri ulu hati, kembung,mual diare(keluhan
gastrointestinal), keluhan sakit kepala dan lain-lain. Ditempat praktek dokter sehari-hari banyak
pasien hanya menonjolkan keluhan-keluhan somatik saja tanpa menyertakan keluhan-keluhan
psikisnya. Jarang sekali faktor psikis(emosi) seperti fristasi, konflik, ketegangan dsb
dikemukakan sebagai keluhan utama oleh penderita, padahal faktor psikis tersebut yang memicu
munculnya keluhan fisik penderita. Prevalensi gangguan psikosomatik cukup tinggi yaitu 16,1-
21,9%, bahkan Fink et al menemukan sampai 30,3%.
Untuk mempertajam diagnosis dan untuk membatasi diri dari gangguan psikiatri yang
berat(misalnya psikosis), maka gangguan psikosomatik memiliki ciri-ciri dan kriteria klinis
sebagai berikut :
1. Tidak didapatkan kelainan psikiatris. Penderita masih sadar bahwa dirinya sakit dan
masih aktif mau datang berobat.
2. Keluhan yang timbul selalu berhubungan dengan emosi tertentu. Misalnya keluhan
timbul saat berad di kantor sedangkan di rumah tidak apa-apa.
3. Keluhan berganti-ganti dari satu sistim organ ke sistim organ lain. Misalnya hari ini
keluhan pada sistim kardiovaskular beberapa minggu kemudian hilang dan pindah ke
sistim gastrointestinal.
4. Ditemukan adanya ketidakseimbangan sistim syaraf otonom vegetatif.
5. Riwayat hidup penderita penuh dengan konflik atau stres.
6. Terdapat perasaan negatif yang menjadi titik tolaj keluhannya(dongkol, cemas, sedih,
cemburu dsb)
7. Terdapat faktor presipitasi atau pencetus yang mendahului segala keluhannya. Bisa
berupa psikis atau fisik.
8. Adanya faktor penyedia(predisposisi) yang diketahui dengan anamnesis jauh kebelakang
sejak pasien dikandung, dilahirkan dan dibesarkan. Faktor predisposisi ini bisa berupa
faktor biologis maupun perkembangan kejiwaan penderita tersbut.
*(Apabila terdapat salah satu kriteria tersebut diatas, mungkin ada gangguan psikosomatik.)

Penyebab psikosomatis
Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis :
1. Stres Umum
Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana individu tidak dapat
berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, didalam skala urutan
penyesuaian kembali sosial (social read justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa
kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-rata, sebagai
contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan
perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah
menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif
penyesuaian yang diperlukan olewh perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah
menemukan bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis
adalah tidak cenderung mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka
mudah pulih dari gangguan.

2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik


Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian spesifik atau
konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam
perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali
diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki kemauan keras
dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).

3. Variabel Fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel lainnya adalah
kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stres yang didasari secara kognitif dan penyakit
mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana hidrokortison
adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior hipotalamus
adrenal
dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju
hipofisis anterior, dimana hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon
dari kelenjar endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem
kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai pembawa
pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan
mood.

Gangguan Spesifik pada Psikosomatik


Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis:

1. Sistem Kardiovaskuler
Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat melalui rasa takut atau
kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya pompa
jantung dan tekanan darah, menimbulkan kelainan pada ritme dan EKG.
Kehilangan semangat dan putus asa mengurangi frekuensi, daya pompa jantung
dan tekanan darah.
Gejala-gejala yang sering didapati antara lain: takikardia, palpitasi, aritmia,
nyeri perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur.
Gejala- gejala seperti ini sebagian besar merupakan manifestasi gangguan
kecemasan.

2. Sistem pernafasan
a. Asma bronkialis
Faktor genetik, alergik, infeksi, stres akut dan kronis semuanya berperan dalam menimbulkan
penyakit. Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan konstriksi bronkioli bila
sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan
mudah terangsang. Walaupun pasien asma karateristiknya memiliki kebutuhan
akan ketergantungan yang berlebihan, tidak ada tipe kepribadian yang spesifik
yang telah diindentifikasi. Pasien asmatik harus diterapi dengan melibatkan berbagai disiplin
ilmu antara lain menghilangkan stres, penyesuaian diri, menghilangkan alergi serta mengatur
kerja sistem saraf vegetatif dengan obat-obatan.

b. Sindroma hiperventilasi
Sindroma hiperventilasi disebut juga dispneu nerveous (freud), pseudo asma,
distonia pulmonal (hochrein). Gambaran klinis berupa:
1. Parastesia, terutama pada ujung tangan dan kaki
2. Gejala-gejala sentral seperti gangguan penglihatan berupa mata kabur yang dikenal
sebagai Blury eyes. Penderita juga mengeluh bingung, sakit kepala dan pusing
3. Keluhan pernafasan seperti dispneu, takipneu, batuk kering, sesak dan perasaan tidak
dapat bernafas bebas
4. Keluhan jantung. Sering dijumpai kelainan yang menyerupai angina pektoris dan juga
ditemukan pada kelainan fungsional jantungdan sirkulasi
5. Keluhan umum, seperti kaki dan tangan dingin yang sangat menganggu, cepat lelah,
lemas, mengantuk, dan sensitif terhadap cuaca
c.Tuberkulosis
Onset dan perburukan tuberkulosis sering kali berhubungan dengan stres akut dan kronis. Faktor
psikologis mempengaruhi sistem kekebalan dan mungkin mempengaruhi daya tahan pasien
terhadap penyakit. Psikoterapi suportif adalah
berguna karena peranan stres dan situasi psikososial yang rumit

3. Sistem endokrin
a. Hipertiroidisme
Hipertiroidisme (tirotoksikosis) adalah suatu sindroma yang ditandai oleh perubahan biokimiawi
dan psikologis yang terjadi sebagai akibat dari kelebihan
hormon tiroid endogen atau eksogen yang kronis.
Gejala medis yang sering muncul berupa intoleransi panas, keringat berlebihan, diare, penurunan
berat badan, takikardi, palpitasi dan muntah. Gejala dan keluhan psikiatrik yang muncul antara
lain ketegangan, eksitabilitas, iritabilitas, bicara tertekan, insomnia, mengekspresikan rasa takut
yang berlebihan terhadap ancaman kematian.

b. Diabetes melitus
Diabetes melitus adalah suatau gangguan metabolisme dan sistem vaskuler
yang dimanifestasikan oleh gangguan penanganan glukosa, lemak, dan protein
tubuh. Riwayat herediter dan keluarga sangat penting dalam onset diabetes. Onset
yang mendadak sering kali berhubungan dengan stres emosional yang mengganggu
keseimbangan homeostatik pasien yang terpredisposisi. Meninger
berpendapat bahwa ada hubungan antara psikoneurotik dengan diabetes, dengan
alasan:
i. Jelas adanya gangguan mental sebelum timbulnya penyakit diabetes
ii. Gangguan mental yang lain dari gejala mental yang timbul pada penyakit hati atau
hipoglikemi=
iii. Penyembuhan gangguan mental pararel dengan keadaan kadar gula darah
iv. Gangguan metabolisme karbohidrat dan glukosuria membaik dengan diet
v. Dengan sembuhnya gangguan mental, diabetes juga membaik

Menurut Meninger ada 3 gangguan mental yang dijumpai pada diabetes:


i. Depresi

ii. Anxietas

iii. Fatik (letih)

c. Gangguan endokrin wanita


Premenstrual syndrome (PMS), ditandai oleh perubahan subjektif mood, rasa
kesehatan fisik, dan psikologis umum yang berhubungan dengan siklus menstruasi. Secara
khusus, perubahan kadar estrogen, progesteron, dan prolaktin
dihipotesiskan berperan penting sebagai penyebab.Gejala biasanya dimulai segera
setelah ovulasi, meningkat secara bertahap, dan mencapai intensitas maksimum
kira-kira lima hari sebelum periode menstruasi dimulai. Faktor psikososial, dan
biologis telah terlibat didalam patogenesis gangguan.

Penderitaan menopause (menopause distress), adalah suatu keadaan yang terjadi setelah tidak
adanya periode menstruasi selama satu tahun yang disebut
menopause. Banyak gejala psikologis yang dihubungkan dengan menopause, termasuk
kecemasan, kelelahan, ketegangan, labilitas emosional, mudah marah
(iritabilitas), depresi, pening, dan insomnia. Tanda dan gejala fisik adalah keringat
malam, muka kemerahan, dan kilatan panas (hot flash). keadaan ini kemungkinan
berhubungan dengan sekresi luteinizing hormone (LH). Fungsi yang tergantung
pada estrogen hilang secara berurutan, dan wanita mungkin mengalami perubahan
atrofik pada permukaan mukosa, disertai oleh vaginitis, pruritus, dispareunia, dan
stenosis.

Wanita mungkin juga mengalami perubahan dalam metabolisme kalsium dan


lemak, kemungkinan sebagai efek sekunder dari penurunan kadar estrogen, dan
perubahan tersebut mungkin disertai oleh sejumlah masalah medis yang terjadi
pada tahun-tahun pasca menopause, seperti osteoporosis dan aterosklerosis koroner.

Keparahan gejala menopause tampaknya berhubungan dengan kecepatan pemutusan hormon,


jumlah deplesi hormon, kemampuan konstitusional wanita
untuk menahan proses ketuaan, kesehatan, dan tingkat aktivitas mereka, serta arti
psikologis ketuaan bagi mereka.

Kesulitan psikiatrik yang bermakna secara klinis dapat berkembang selama


siklus kehidupan fase involusional. Wanita yang sebelumnya mengalami kesulitan
psikologis, seperti harga diri yang rendah dan kepuasan hidup yang rendah, kemungkinan rentan
terhadap kesulitan selama menopause.
4. Gangguan kekebalan
a. Penyakit infeksi
Penelitian klinis menyatakan bahwa variabel psikologis mempengaruhi kecepatan pemulihan
dari mononukleosis infeksius dan influensa. Stres dan keadaan psikologis yang buruk
menurunkan daya tahan terhadap tuberkulosis dan
mempengaruhi perjalanan penyakit. Dengan demikian perkembangan penyakit
sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis orang.
b. Gangguan alergi
Bukti klinis menyatakan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan pencetus alergi. Asma
bronkial adalah contoh utama proses patologis yang melibatkan hipersensitifitas segera yang
berhubungan dengan proses psikososial.
c. Transplantasi organ
Pengaruh psikososial seperti kehidupan yang penuh dengan stres, kecemasan
dan depresi mempengaruhi sistem kekebalan yang berperan dalam mekanisme
penolakan transpalantasi organ.

5. Kanker
a. Masalah pasien
Reaksi psikologis mereka adalah rasa takut akan kematian, cacat, ketidakmampuan, rasa takut
diterlantarkan dan kehilangan kemandirian, rasa takut
diputuskan dari hubungan, fungsi peran dan finansial, kecemasan, kemarahan, dan
rasa bersalah. Setengah dari pasien kanker menderita gangguan mental berupa
gangguan penyesuaian 68%, gangguan depresi berat 13% dan delirium 8%. Pada
pasien kanker sering ditemukan pikiran dan keinginan bunuh diri.
b. Masalah yang berkaitan dengan pengobatan
1. Terapi radiasi
Efek samping terapi radiasi adalah ensefalopati yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
2. Kemoterapi
Efek samping kemoterapi berupa mual dan muntah
3. Rasa sakit
Pasien kanker dengan rasa sakit memiliki insidensi depresi dan kecemasan yang lebih tinggi
dibanding mereka yang tanpa rasa sakit.
c. Masalah keluarga
Kecemasan dan depresi dalam anggota keluarga memerlukan intervensi yang
aktif. Keluarga harus memberikan pelayanan untuk pasien.

6. Gangguan kulit
a. Pruritus menyeluruh
Pruritus psikogenik menyeluruh adalah tidak ada penyebab organik. kemarahan yang terekspresi
dan kecemasan yang terekspresi merupakan penyebab
paling sering, karena secara disadari atau tidak mereka menggaruk dirinya sendiri
secara kasar.
b. Pruritus setempat
1. Pruritus ani
2. Pruritus vulva
c. Hiperhidrosis
Hiperhidrosis dipandang sebagai fenomena kecemasan yang diperantarai oleh
sistem saraf otonom. Ketakutan, kemarahan dan ketegangan dapat menyebabkan
meningkatnya sekresi keringat, karena manusia memiliki 2 mekanisme berkeringat yaitu termal
dan emosional. Berkeringat emosional terutama tampak
pada telapak tangan, telapak kaki dan aksila. Berkeringat termal paling jelas pada
dahi, leher, punggung tangan dan lengan bawah.

7. Nyeri kepala
a. Migren
Migren adalah ganguan paroksismal yang ditandai oleh nyeri kepala rekuren, dengan atau tanpa
gangguan visual dan gastrointestinal. 2/3 pasien memiliki riwayat gangguan yang sama.
Kepribadian obsesional yang jelas terkendali dan
perfeksionistik, yang menekan marah, dan yang secara genetik berpresdisposisi
pada migren mungkin menderita nyeri kepala tersebut1 Mekanisme terjadinya
migren psikosomatis berupa:
1. vasospasme arteri serebri
2. distensi arteri karotis eksterna
3. edema dinding arteri
Pada periode prodromal migren paling baik diobati dengan Ergotamine,
Tartrate (Cafergot), dan analgetik. Psikoterapi bermanfaat untuk menghilangkan
efek konflik dan stres.

b. Tension ( kontraksi otot)


Terjadi pada 80% populasi selama perode stres emosional. Kepribadian tipe A
yang tegang, berjuang keras dan kompetitif peka terhadap gangguan ini. Stres
emosional sering kali disertai kontraksi otot kepala dan leher yang lama melebihi
beberapa jam dapat menyempitkan pembuluh darah yang menyebabkan iskemia.
Gejalanya berupa nyeri tumpul dan berdenyut dimulai pada sub ocipitalis yang
menyebar keseluruh kepala. Kulit kepala nyeri terhadap sentuhan, biasanya bilateral dan tidak
disertai gejala prodromal seperti mual dan muntah. Onset cenderung pada sore dan malam hari.
Pada stadium awal dapat diberikan anti ansietas, pelemas otot dan pemijatan atau aplikasi panas
pada kepala dan leher.
Jika terdapat depresi yang mendasari, anti depresan perlu diberikan. Jika kronis, psikoterapi
merupakan terapi pilihan.

Cara Pengobatan Psikosomatis


Pengobatan gangguan psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara dengan
mempertimbangkan pengobatan somatis (berorientasi pada organ tubuh yang mengalami
gangguan), pengobatan secara psikologis (psikoterapi) serta psikofarmakoterapi (penggunaan
obat-obatan yang berhubungan dengan psikologi). Metode mana yang kemudian dipilih oleh
dokter sangat tergantung pada jenis kasus dan faktor-faktor yang terkait dengannya.
Seringkali pengobatan psikosomatis hanya bersifat simptomatis (berdasarkan gejala yang
timbul), sehingga penyakit ini sering berulang dan dapat berlangsung bertahun-tahun. Hal ini
dapat terjadi karena sebenarnya etiologi utama dari penyakit ini belum diketahui atau tidak dicari
dan terlebih karena memang terdiri dari banyak faktor yang saling terkait (khususnya faktor
psikologis). Memang pada kasus-kasus yang berat, gejala penyakit akan hilang dengan
pemberian obat-obat simptomatis karena gangguan psikologis sudah berkembang sehingga
penyakit somatis (penyakit yang didasari oleh adanya gangguan pada organ tubuh) yang lebih
mendominasi.
Pada kasus tahap awal, biasanya pengobatan hanya ditujukan kepada faktor somatis (fisik). Hal
ini dapat menyebabkan penyakit timbul kembali dan yang lebih parah akan menurunkan
kepercayaan pasien akan kemungkinan penyakitnya sembuh yang sebenarnya akan memperparah
kelainan psikosomatiknya sendiri. Akan tetapi memang agak sulit untuk membedakannya
dengan gangguan psikosomatis sehingga baru dapat dibedakan bila kejadiannya telah berulang.
Disinilah perlunya psikoterapi sebagai pendamping terapi somatik.
Sebagaimana telah sering diuraikan, hubungan antara penyakit somatik dan kondisi psikologis
seseorang sangatlah erat sehingga dapat memungkinkan terjadinya interaksi antara keduanya.
Masalah yang menyebabkan seseorang datang ke dokter yang berhubungan dengan kondisi
psikologisnya dapat berhubungan dengan dua hal, yaitu masalah yang tampaknya berhubungan
dengan masalah pasien di masa lalu atau masalah yang tampaknya berasal dari stres dan tekanan
masa sekarang yang melebihi pengendalian sadar pasien. Atau dapat pula terjadi kombinasi dari
kedua masalah tersebut. Psikoterapi bertujuan untuk menggali masalah-masalah psikologis yang
tersembunyi pada pasien dengan harapan setelah masalah-masalah tersebut disingkirkan, keluhan
fisik pasien dapat turut hilang.
Pada keadaan tertentu dimana terapi somatik dan psikoterapi telah dilakukan tetapi penyakit
masih menetap atau terus berulang perlu dipertimbangkan penggunaan psikofarmaka (obat-obat
yang biasa digunakan dalam bidang psikologi) karena mungkin gangguan psikologis yang
diderita berhubungan dengan kondisi kimiawi di otak yang mengalami ketidakseimbangan.
Obat-obatan ini (Psikofarmaka) bekerja pada gangguan psikosomatik dengan mempengaruhi
afek (perasaan) dan emosi serta fungsi vegetatif yang berkaitan. Terapi jenis ini dapat
didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mengobati atau mengoreksi perilaku, pikiran, atau mood
(keinginan) yang mengalami gangguan akibat perubahan zat kimia atau cara fisik lainnya.
Hubungan antara keadaan fisik tubuh dengan otak pada satu sisi dan pengaruhnya pada sisi lain
sangatlah kompleks dan belumlah dimengerti seluruhnya. Tetapi berbagai parameter normal dan
abnormal seperti persepsi, perasaan dan kognisi (kemampuan berfikir) mungkin dipengaruhi oleh
adanya perubahan fisik dalam sistem saraf pusat walaupun dalam jumlah sangat minimal.
Karena tidak lengkapnya pengetahuan tentang otak dan gangguan yang mempengaruhinya, terapi
obat gangguan mental adalah bersifat empiris (bukti yang didapatkan setelah pemberian obat).
Namun demikian, banyak terapi organik yang langsung memperbaiki kelainan pada otak telah
terbukti sangat efektif dan merupakan terapi pilihan untuk kondisi tertentu.
Pada dasarnya psikofarmaka bekerja lebih intensif pada penyakit psikosomatik daripada obat
lokal simtomatis tetapi kurang spesifik dibanding obat tersebut karena pada umumnya tidak
mempengaruhi faktor etiologisnya.
Golongan obat psikofarmaka yang banyak dipergunakan adalah Obat Tidur, Obat Penenang, dan
Antidepresan. Penggunaan jenis obat ini perlu pengawasan yang ketat karena seringkali
menimbulkan efek samping seperti ketergantungan psikologis dan fisik yang dapat
mengakibatkan keracunan obat, depresi dan kehilangan sifat menahan diri, gangguan paru-paru,
gangguan psikomotoris dan iritatif (mudah marah, gelisah dan ansietas bila obat dihentikan).

Keimpulan
Psiko artinya pikiran dan soma artinya tubuh. Jadi, penyakit psikosomatis artinya penyakit yang
timbul atau disebabkan oleh kondisi mental atau emosi seseorang. Penyakit ini juga disebut
dengan penyakit akibat stress. Gangguan psikosomatik ialah gangguan atau penyakit dengan
gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisik dan diyakini adanya suatu hubungan yang erat
antara suatu peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut. Pengobatan
gangguan psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara dengan
mempertimbangkan pengobatan somatis (berorientasi pada organ tubuh yang mengalami
gangguan), pengobatan secara psikologis (psikoterapi) serta psikofarmakoterapi (penggunaan
obat-obatan yang berhubungan dengan psikologi).

http://dickypranata.blogspot.co.id/2012/04/psikosomatis.html

Anda mungkin juga menyukai