Sken 2 (Formulasi Antasida)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 26

MACAM-MACAM SUSPENSI

1. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus
yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, yang ditujukan
untuk penggunaan oral.
2. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus
yang terdispersi dalam cairan pembawa cair yang di tunjukkan untuk penggunaan kulit.
3. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus yang
ditunjukan untuk di teteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi oflamik adalah sedian cair steril yang mengandung partikel sangat halus yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
5. Suspensi untuk injeksi terkontitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa
yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi.
Steril setelah penambahan bahan yang sesuai.
(lmu Resep Syamsuni hal 125)

D. SYARAT-SYARAT SUSPENSI

1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intrarektal


2. Suspensi yang dinyatakan untuk di gunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat
antimikroba.
3. Suspense harus di kocok sebelum digunakan
4. Suspensi harus disimpan dalam wadahtertutup rapat.( FI IV hal 18)

1. Suspensi terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap


2. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas
4. Keketalan suspense tidak boleh terlalu tinngi agar mudah di kocok dan di tuang. (FI III
hal 32)
Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspenoid tetap
agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan (ansel hal 356)
Partikel padatan fase dispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap (1985 FKI hal
82)
Kadar surfaktan yang digunakan tidak boleh mengiritasi atau melukai kulit (1985 FKI hal
77)
E. KOMPOSISI SUSPENSI
1. Bahan aktif.
Contoh: sulfur praicipitat, calamin, titanium dioksida
2. Bahan tambahan

1
Pewarna : metilen blue, metamil yellow
Pengawet : nipagin 2-5%, nipasol 0,05-0,025%
3. Suspending Agent
a. Akasia (PGA)
Bahan ini diperoleh dari eksudat tanaman akasia sp. Dapat larut dalam air, tidak larut dalam
alcohol, dan bersifat asam, viskositas optimum mucilagonya adalah PH 5-9.
Mucilage gom arap dengan kadar 35 % memeiliki kekentalan kira-kira sama dengan
gliserin. Gom ini mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspense harus ditambahkan
pengawet. (ilmu resep syamsuni hal 139)
b. Tragakhan
Mengandung tragakhan 2% dan dibuat dengan jalan menggerus dahulu serbuk tragakan
dengan air 20x banyaknya sampai diperoleh suatu masa yang homogen. Kemudian
diencerkan dengan sisa dari tragakan lambat mengalami hidrasi. Sehinggan untuk
mempercepat hidrasi biasanya dilakukan pemanasan mucilago tragakan juga lebih kental
dari pada mucilago dari Gom arab. (ilmu resep syamsuni hal 140)
c. Mucilago amily
Dibuat dengan amilum tritici 2% . (vanduin hal 58)
d. Solution gum arabicum
Mengandung gum arabikum 10% dan dibuat dengan jalan membuat dahulu mucilage gom
arab dari gom yang tersedia kemudian mengencerkannya. (vanduin hal 58 )
e. Mucilago saleb
Dibuat dengan serbuk saleb 1 % seharusnya dengan serbuk yang telah dihilangkan patinya
dengan pengayakan, dimana diperoleh suatu mucilage. (vanduin hal 58)
f. Solution gummosa
Mengandung pulvis gummosus 2% dan dibuat dengan jalan menggerus dahulu pulvis
gummosus dengan air 7x banyaknya sampai diperoleh suatu masa yang homogen dan
mengencerkannya sedikit demi sedikit (vanduin hal 58)

F. CARA PEMBUATAN SUSPENSI SECARA UMUM


1. Metode dispersi
Ditambahkan bahan oral kedalam mucilage yang telah terbentuk, kemudian diencerkan
2. Metode Presitipasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dulu dalam pelarut organik yang hendak
dicampur dengan air
Setelah larut dalam pelarut organik larutan zat ini kemudian di encerkan dengan latrutan
pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi endapan halus tersuspensi dalam air seningga
akan terjadi endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi.

2
G. EVALUASI SEDIAAN
1. Metode reologi
Berhubungan dengan factor sedimentasi dan redispersibilitas membantu menentukan
prilaku pengendapan mengatur pembawa dan susunan partikel untuk perbandingan.
2. Perubahan ukuran partikel
Digunakan cara freeze-thow yaitu temperature diturunkan sampai titik beku, lalu dinaikkan
sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihat pertumbuhan Kristal yang intinya
menjaga agar tidak terjadi perubahan ukuran partikel dan sifat Kristal. (lachman edisi 2 hal
10)

PEMBUATAN SUSPENSI ANTASID

I . PENDAHULUAN
Ada dua jenis suspensi antasida yaitu :
1. Antasida
2. Clay atau lempung seperti yang digunakan di formasi berfungsi untuk mengadsorpsi,
biasanya digunakan untuk obat diare. Hampir sama dengan tablet seperti attapulgid.

A. Antasida
Antasida digunakan untuk menetralkan asam lambung. Jika asam lambung terlampau asam
atau pH sangat rendah dapat menyebabkan ulcer atau luka sehingga pH tidak boleh terlalu
rendah.
Antasida adalah :
1. Zat yang bereaksi dengan asam didalam lambung dan ideal sekali dapat menarik pH isi
lambung antara 4 - 5
2. Semua produk antasida mengandung sekurangnya salah satu dari bahan untuk neutralizer
primer yang merupakan senyawa-senyawa dari NaHCO3, CaCO3, garam Al dan Mg.
Kemudian dicampur dengan zat-zat lain agar memenuhi syarat antasida. Fungsi antasida
yaitu untuk menetralkan kelebihan asam lambung. Syarat-syarat ideal antasida yaitu :
- Efisien : hanya dibutuhkan sejumlah kecil sediaan antasida untuk mampu menetralkan
kelebihan asam.
- Efektif : efek harus diperpanjang atau diperlama tanpa terjadinya pengikatan kembali /
rebound / pelepasan CO2 setelah terjadinya reaksi antara HCl dan antasida.
- Aman : produk tidak boleh mengganggu kesetimbangan elektrolit atau glukosa darah /
menyebabkan diare / konstipasi (hampir semua antasida primer menyebabkan konstipasi
sehingga dicampur dengan yang lain/tidak murni).

3
- Harga : tidak mahal karena penderita menggunakan antasida ini dalam jangka waktu
lama. - Palatable: rasa menyenangkan atau dapat diterima oleh mulut.
Persyaratan tersebut menunjukkan tidak satupun produk yang memenuhi syarat ini. Contoh :
Al(OH)CO3 menyebabkan konstipasi
Mg(OH)2 laksatif
NaHCO3 alkalosis sistematik dan mengikat lagi asam juga melepas CO2 CaCO3
hipersekresi gastric dan melepas CO2
Al(OH)3 konstipasi
Dalam antasida potensi tinggi perlu penambahan senyawa-senyawa yang termasuk
kelompok heksitrol (senyawa-senyawa polialkohol seperti manitol, sorbitol dsb).
Kunci dalam pembuatan antasida yaitu :
1 Harus teknik aseptis. Melalui pensterilan semua alat dengan klorinace (air + NaH4Cl) untuk
desinfektan dan semua direndam. Senyawa desinfektan yang digunakan adalah Cl2.
2. Sifat Al(OH)3 di dalam larutan atau terdispersi merupakan dispersi koloidal dan terjadi
polimerisasi sehingga akan membentuk kristal dan memadat. Hal ini akan menghilangkan
kapasitas penetralan asamnya, dengan heksitrol akan teradsorpsi pada permukaan Al dan
mencegah polimerisasi dari Al. Penambahan heksitrol penting agar tidak terjadi
polimerisasi atau tidak terbentuk gel. Masalah-masalah yang berhubungan dengan antasida
adalah:
a. Sorbitol jika banyak digunakan akan melanjutkan efek laksan.
b. Rasa dari antasida dipengaruhi oleh zat aditif.
c. Rasa antasida seperti kapur, pasir. Bagaimana agar palatable?
d. Kalium sitrat yang dapat digunakan sebagai dapar dapat menunjukkan rasa tidak
enak.
e. Pengawet paraben akan memberikan rasa ikutan tidak enak karena merupakan senyawa
fenolik.
3. Sifat Al(OH)3 koloidal atau Al(OH)3 pada umumnya adalah partikel sangat halus dan
mempunyai sifat adsorben. Sehingga jika ada mikroba akan mengadsorpsi pada
permukaannya. Dan jika menggunakan pengawet akan teradsorpsi sebagian dipermukaan
sehingga tidak efektif. Jika salah formula dan ditambah medium ideal bagi mikroba maka
kosentrasi pengawet akan turun dan yang
bebas tidak cukup menetralkan mikroba. Dan mikroba akan berkembang dan hasil
fermentasinya yang menyebabkan bau tidak enak
4. pH pengawet efektif pada pH tertentu oleh sebab itu sangat tergantung pada pH
sediaan antasida.
Hanya pengawet-pengawet tertentu yang dapat digunakan untuk sediaan ini. Seperti
Kalium
sorbat, Kalium salisilat, Na salisilat semua tidak dapat digunakan sebagai pengawet
antasida.

4
5. Rasa tidak enak seperti kapur atau pasir yang tidak mudah ditutup.
6. Suatu antasida atau kriteria acid netralized capacity (ANC). Jika tidak memenuhi maka
sediaan tidak memenuhi syarat.
7. Antasida harus : bebas dari mikroba pathogen dan mempunyai batas/limit cemaran
mikroba.
Suspensi antasid Al(OH)3 cenderung memadat /membentuk gel selama masa penyimpanan.
Pemadatan ini berlangsung lebih cepat bila suspensi disimpan pada kondisi suhu yang
tinggi (30-40° C). Pemadatan secara drastis juga ditemukan pada suspensi antasid dengan
potensi tinggi yang mengandung banyak gel Al(OH)3. Untuk mengatasi hal ini maka
dilakukan penambahan heksitol (sorbitol atau manitol) dengan konsentrasi 0.5-7%,
tergantung pada konsentrasi Al(OH)3 dalam suspensi tersebut. Pembentukkan gel ini juga
dapat dihambat/dicegah dengan penambahan 0.1-0.5% kalium sitrat/natrium sitrat. Kalium
sitrat lebih banyak digunakan karena konsumen biasanya lebih suka menggunakan antasid
yang rendah natrium. Mekanisme kerjanya adalah sebagai berikut, partikel Al(OH)3
mempunyai kelebihan muatan positif dari ion Al3+. Dengan penambahan kalium sitrat pada
suspensi antasid Al(OH)3 maka nilai potensial zeta akan menurun sampai pada titik dimana
sistem suspensi meningkatkan agregasi maksimum sehingga didapat efek pengenceran.
Yang banyak digunakan sebagai antasida dalam campuran adalah Al(OH)CO3 dan
Mg(OH)2 karena Al(OH)3 memiliki efek konstipasi sedangkan Mg(OH)2 memiliki efek
laksan. Suspensi akan stabil jika pH diatur atau dikontrol dan ukuran partikelnya. Untuk
perbandingan yang baik akan diperoleh kurang lebih pH 4 - 5. Jika ditambahkan buffer
fosfat maka pH akan menjadi 5. Tetapi efisiensi tidak baik sehingga formulasi dan harga
dapat dioptimasi.
Berikut ini adalah formula umum dari suspensi antasid:
Bahan Persentase dalam formula
A B
AHLT-LW, gel AlOH3 23.33 28.75
Pasta MgOH2 13.11 16.4
Larutan sorbitol (70%) USP - 10
Kalium sitrat, USP 0.6 -
Metilparaben, NF 0.2 0.2
Propilparaben, NF 0.02 0.02
Sakarin, NF 0.1 0.05
Minyak peppermint, NF (Flavor) 0.005 0.005
Alkohol, USP 1 1
Aquades, USP q.s 100 100
Rasa dari antasid harus dipertimbangkan karena mempunyai rasa yang tidak enak. Kalium
sitrat atau sorbitol digunakan untuk mencegah pemadatan suspensi, kalium sitrat
mempunyai rasa yang tidak enak sementara sorbitol memiliki rasa yang manis. Paraben
juga memiliki rasa yang tidak enak sehingga konsentrasinya dikurangi untuk menghindari

5
rasa tidak enak tersebut. Untuk mengatasi berkurangnya paraben, dapat digunakan
pengawet yang bersifat antioksidan atau dengan pasteurisasi produk akhir.

B. Clay
Ada lima kelompok yang dibahas, yaitu : kaolin, bentonit, heptapurin, atapulgid, MgAl
silikat (antasida yang spesifik).
Senyawa clay:
1. Kimia inert sering digunakan sebagai obat OTC/obat bebas dan obat diare.
2. Sering diformulasikan dalam dosis tinggi.
3. Diformulasi dalam suspensi dengan penambahan flavour, untuk meningkatkan
palatability.
clay yang sering digunakan adalah hidrokoloid dan adsorben, yaitu senyawa-senyawa
silikat yang hanya berbeda pada komposisi logamnya. Clay ada dua jenis, yaitu :
1. Clay dengan daya adsorpsi tinggi.
2. Clay dengan daya adsorpsi rendah.
Kedua jenis diatas hanya berbeda pada kation-kation senyawa silikat.
Clay ada dua bentuk :
1. Bentuk serat (fiber)
2. Bentuk plat (platy)
Pada bentuk plat ada bermuatan + pada sisi-sisinya dan bermuatan - pada kedua
permukaannya, yang bergantung pada pH. Pada pH tertentu terjadi zero point, dimana
muatan atas dan bawah sama. Jika pH suspensi lebih rendah dari pada zero point maka sisi
plat akan bermuatan positif. Hal ini menyebabkan permukaan menarik partikel sehingga
menghasilkan rumah tiga dimensi dari jaringan kartu. Suspensi akan sangat tiksotropik bila
didiamkan. Partikel akan saling tolakmenolak dan tidak membentuk jaringan tiga
dimensi/tidak tiksotropik. Viskositas kurang jika muatan berbeda.

Yang penting dari clay dan antasida adalah struktur dan muatan elektrik. Sifat-sifat koloid
berbedabeda ada yang elektropositif dan elektonegatif. Sesuai dengan sifat electromagnet
muatan yang sama akan tolak menolak dan muatan yang berbeda akan tarik menarik. Maka
struktur clay akan membentuk bangunan seperti rumah. Sehingga sifat aliran berbeda jika
muatannya berbeda.

C. Proses Pengembangan Sediaan


Semua antasida dan clay menunjukkan muatan permukaan sehingga pH sangat berperan.
Jika salah pada pengaturan pH dapat terlalu encer seperti air dan kental.
Contoh :
1. R/ Malgadarat (yang banyak digunakan sebagai antasida)
Bentonit

6
Secara permanent ada muatan permukaan karena adanya substitusi isomorf.
2. R/ Al(OH)CO3
Mg (OH)3
Mempunyai muatan permukaan yang selalu tergantung pada pH karena terjadinya ionisasi
hidroksil permukaan dengan karbonat (ada CO3- teradsorpsi : sangat mempengaruhi
stabilitas koloid Al(OH)3). Jadi Al(OH)3 terkontaminasi oleh CO3 -.
Secara prinsip harus hati-hati dalam pengembangan formulasi sediaan cair yang
mengandung muatan elektrik. Al3+ mempengaruhi flokulasi. Besarnya efek muatan
permukaan sangat terlihat jelas pada sifat-sifat biologi sediaan terutama bentonit. Contoh :
aliran bentonit dan kombinasi bentonit dan Al berbeda.
Contoh efek muatan permukaan terhadap reaktivitas asam. Dari suspensi antasida akan
ditemukan pada pembuatan produk dengan campuran Al(OH)3 dan Mg(OH)2. Zero point
dari Mg(OH)2 pada pH kurang lebih 10, sedangkan zero point dari Al(OH)3 pH 6,5.
Suspensi dari keduanya memeliki pH 8. Dalam hal ini Mg(OH)2 bermuatan negatif.
Sehingga ada gaya tarik elektrostatik antara dua bahan aktif. Jika diberi dapar artinya kita
memberi muatan elektrik. Sehingga mengubah komposisi muatan sistem yang
menimbulkan masalah-masalah lain.

D. Tipe-tipe Suspensi Antasid (Pharm Dosage Form, Disperse System, vol 2, 1989 hal
219) Terdapat empat tipe suspensi antasid yaitu :
a. Single strength suspension, yaitu suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan 10-
15 mekiv terhadap HCl setiap 5 ml dosis.
b. Double strength suspension, yaitu suspensi antasid yang memiliki kapasitas penetralan
20-30 mekiv terhadap HCl setiap 5 ml dosis.
c. Antasid mengandung antiflatulen atau anti kembung. Antasid ini dapat single
strength atau double strength, pada umumnya mengandung 20-40 mg simeticone setiap 5
ml dosis
d. Floating antasid suspension merupakan antasid yang memiliki kapasitas penetralan
rendah. Pada umumnya juga mangandung alginate dan antasid berisi karbonat yang
berkontak dengan asam lambung, membentuk lapisan dengan kerapatan rendah dan
melapisi permukaan lambung.

I I . FORMULA
Formula Umum Suspensi Antasid dan Clay
a. Zat aktif (antasid, antiflatulen=anti kembung : untuk antasida yang melepaskan CO2
atau kembung perlu ditambahkan antiflatulen, dan clay).
b. Suspending agent penting diperhatikan karena peranan muatan dalam formulasi.
c. Pemanis (mencegah kontaminasi mikroba dan mencegah polimerisasi).

7
d. Pengawet. Perlu diperhatikan sifat adsorpsi dan pH efektif.
e. Anticacking dan antigelling agent dari sediaan.
f. Flavour.
g. Mouth feel : mempengaruhi rasa mulut agar tidak terasa pasir.
h. Colouring agent

A. Zat Aktif Suspensi Antasida (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm.
209-213) 1. Antasida
a. Al(OH)3
Biasa digunakan dalam bentuk tunggal atau campuran reaksi. Agar reaksi berjalan pada
gastric pH rendah maka digunakan Al(OH)3 dalam bentuk amorf. Al(OH)3 akan
mengalami polimerisasi cepat membentuk kristalin. Dikenal dengan nama gibbsite (bentuk
kristalin). Bentuk gibbsite bereaksi lemah dan lama dengan HCl. Dalam kebanyakan
sediaan antasida Al(OH) CO3 yang digunakan. Dimana CO3 akan memberikan stabilisasi
reaktivitas asam pada polimerisasi. Al(OH)3 mempunyai kemampuan dapar lambung pada
pH 3-4 (uji Rosset Rise Test/RRT). Antasida ideal mampu mendapar pada pH 3-5
(lambung). Dengan meningkatnya pH lebih dari 3 sebagian pepsin akan diinaktifkan.
Sedangkan lebih 5 kemungkinan terjadi pengikatan kembali asam/acid rebound. Al(OH)3
adalah antasida non sistemik. Reaksi Al(OH)3 dengan HCl secara stoikiometri adalah :
Al(OH)3 + 3HCl  AlCl3 + 3H2O
Ekivalensi 1 gram Al(OH)3 kering mampu menetralkan 29,4 mekiv HCl. Sehingga bisa
single strength atau double strength.
Kelemahannya :
akan mengadsorpsi pepsin PO4 dan garam-garam empedu
pada dosis tinggi akan menyebabkan konstipasi
akan memperlama pengosongan lambung.
Kebaikan : karena kandungan Na rendah maka dapat digunakan untuk penderita
hipertensi.
Untuk suspensi biasanya digunakan bentuk gel atau cairan.
b. Mg(OH)2
Mg(OH)2 jarang digunakan sendiri, lazim campuran dengan Al(OH)3 karena keuntungan-
keuntungan tadi. Mg(OH)2 berbentuk kristal “brussite” : yang bereaksi dengan cepat
dengan HCl meningkatkan pH lebih cepat pada pH>3. Reaksinya adalah sebagai berikut :
Mg(OH)2 + 2 HCl  Mg Cl2 + 2 H2O
Berbeda dengan Al(OH)3, Mg(OH)2 tidak mampu mendapar lambung hingga pHnya 3-5
tetapi pada pH 8-9. pH tinggi ini akan menimbulkan pengikatan kembali asam. Merupakan
antasida non sistemik. Muatan permukaan tergantung pada pH. Ekivalensinya 1 gr
Mg(OH)3 mampu menetralkan 34,3 mekiv HCl. Mengandung Na rendah sehingga dapat
digunakan pada penderita hipertensi. Menunjukkan efek laksatif, mengikat beberapa garam

8
empedu tapi tidak semudah Al(OH)3. Untuk suspensi digunakan untuk gel, cairan, serbuk.
Mg(OH)3 jika dikombinasi dengan Al(OH)3 : suspensi bereaksi dengan HCl secara cepat
dan mendapar lambung pada pH lambung 3-5. Bisa membentuk gel tiksotropik sehingga
memerlukan penambahan antigelling agent (Al menyebabkan polimerisasi, Mg
menyebabkan tiksotropik jadi bentuk dodol).
c. CaCO3
CaCO3 digunakan sendiri atau campuran dengan Al atau Mg(OH). CaCO3 adalah mineral
bentuk kristalin “calcite”. CaCO3 kristalin bereaksi cepat dengan HCl yaitu secara cepat
meningkatkan pH lambung >3. Reaksi yang terjadi secara stoikiometri :
CaCO3 + 2HCl  CaCl2 + CO2 + H2O
Menurut RRT secara invitro : pH tetap terjaga pada pH 7 yang merangsang acid rebound.
Merupakan antasida nonsistemik. Penggunaan kronik dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek konstipasi, dapat meyebabkan perut kembung
karena membebaskan CO2. Tersedia dalam berbagai macam grade yang berbeda dalam
ukuran partikelnya. Dalam suspensi dengan grade yang ringan, digunakan ukuran partikel
1-4 m.
d. Magnesium trisilikat
Mg trisilikat : 2MgO. 3SiO2. XH2O merupakan antasida yang lemah. Kerja onset lambat.
Tidak mampu memenuhi syarat sediaan untuk obat bebas. Oleh sebab itu selalu
dikombinasi dengan antasida lain. Di dalam lambung, Mg trisilikat yang belum atau tidak
dapat bereaksi dapat teradhesi pada ulcer yaitu memproteksi ulcer terhadap pengaruh-
pengaruh asam lambung. Merupakan antasida non sistemik. Acid consuming capacity :
setelah empat jam pada 37ºC mampu menetralisir 15 mekiv HCl, disamping juga protektif.
Tidak menginaktifkan pepsin pH<6. Mengikat beberapa asam empedu tetapi kurang dari
Al(OH)3. Dalam dosis tinggi akan menimbulkan efek laksan. Reaksi yang terjadi dengan
HCl adalah :
2MgO3SiO2 x H2O + HCl  2MgCl2 + 3SiO2 + (x + 2)H2O
e. Magnesium Karbonat
Mg3(CO3)2 tergantung dari cara manufaktur, komposisi dapat bervariasi. Dari basic
hydrated Mg3(CO3)2 dengan rumus Mg(CO3)4 Mg(OH)2 sampai bentuk hidrat Mg3(CO3)2
dengan rumus Mg CO3 n H2O : sulit karena merupakan campuran-campuran. Basic
hydrated Mg3(CO3)2 mempunyai kapasitas penetralan 1 gr dapat menetralisir 20,0 mekiv
HCl. Dari uji invitro pH naik sampai >5 dan dapat menyebankan acid rebound. Dosis
moderat tinggi dapat menyebabkan efek laksan, flatulensi karena melepaskan CO2. Ada
dalam bentuk serbuk ringan, serbuk berat. BJ tergantung pada kosentrasi reaktan,
temperature selama pengendapan. Terjadi aging selama manufaktur. Untuk antasida
digunakan bentuk ringan/light.
(MgCO3)4 . Mg(OH)2 5H2O + 10 HCl  5MgCl2 + 4CO2 + 4H2O
f. Magaldrat

9
Magaldrat merupakan kelompok hidrotalcite. Struktur seperti MgOH pada mana ion Al
menggantikan setiap 3 Mg dalam lactice prucid (struktur ruangnya). Hal ini menyebabkan
lactice bermuatan positif dimana anion terletak antara lapisan Mg dan Al secara bergantian.
Dalam malgadral sebagian anion adalah SO42-. Struktur malgadral adalah Mg4Al2(OH).12
SO4. Kerja cepat dengan kemampuan mendapar pada pH 3-5 (uji in vitro). Kapasitas
penetralan asam 1 gram serbuk malgadral sebanding dengan 25, 6 mekiv HCl. Sifat antara
laksan dan konstipasi relative seimbang. Kadar Na rendah. Tersedia dalam bentuk serbuk
dan suspensi. Na dapat berasal dari impurities dari pendaparan, sisa pijar/abu.
Mg4Al2(OH)12 SO4 + H2O + 2HCl  MgSO4 + 3MgCl2 + 2AlCl3 + 13 H2O
2. Clay
a. Kaolin
Kaolin adalah alumunium silikat hidrat dengan rumus kimia Al2O3.2SiO2.2H2O.
merupakan senyawa yang berasal dari alam. Untuk memurnikan kaolin digunakan HCl atau
asam sulfat. Kaolin memiliki sedikit muatan pada permukaan partikelnya dan pada ujung
partikelnya dia bermuatan negatif. Kaolin tidak mengembang dalam air. Kaolin
mengadsorpsi senyawasenyawa toksik. Ukuran partikelnya berkisar 0,5-1 m. Kaolin
mengandung 0,2% natrium,memiliki luas permukaan yang kecil (7-30 m2/gm gm). Karena
kemampuan adsorpsinya, maka ada obat-obat yang dapat diadsorpsi oleh kaolin.
b. Bentonit
Bentonit memiliki rumus kimia Al2O3.4SiO2.H2O. Secara struktur, bentonit mirip dengan
hectorite. Bentonit mengandung besi oksida, kalsium karbonat, dan magnesium karbonat
sebagai pengotor. Bentonit mengandung 1,5% natrium. Bentonit tidak larut dalam air tetapi
mengembang menjadi 12 kali dalam air. Bentonit membentuk suspensi tiksotropik. Bersifat
higroskopik sehingga harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Bentonit dapat
mengendap oleh asam. Bentonit ini digunakan sebagai suspending agent, stabilizer emulsi,
dan absorben. pH suspensi bentonit sekitar 10. Memiliki luas permukaan partikel yang
besar (600-800 m2/gm). Bentonit ini inkompatibel dengan elektrolit kuat dan partikel
dengan muatan positif yang kuat. Kemampuan membentuk gel dari bentonit ini dikurangi
dengan adanya asam dan dapat ditingkatkan dengan alkali seperti magnesium oksida.
c. Attapulgit
Attapulgit ini merupakan alumunium silikat hidrat. Rumus kimianya
MgO.Al2O3.SiO2.H2O. Memiliki luas permukaan yang menengah (125-160 m2/gm)
sehingga memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dari kaolin. Suspensi yang
dihasilkannya bersifat tiksotropik dan memiliki pH sekitar 8,5. Viskositas maksimum
dicapai pada pH 6-8,5. Attapulgit ini tersedia dalam dua grade, yaitu : bentuk aktif yang
regular (ukuran partikel 2,9 m) dimana memiliki kemampuan adsorpsi yang baik tetapi
kemampuan koloidalnya rendah; dan bentuk aktif koloidal (ukuran partikel 0,14 m) dimana
memiliki kemampuan koliodal dan adsorpsi yang baik.
d. Magnesium Alumunium Silikat

10
Magnesium Alumunium Silikat merupakan bentonit magnesium, dimana magnesium
menggantikan tempat alumunium dalam struktur bentonit. Kemampuan mengembangnya
dalam air lebih besar daripada bentonit. Membentuk suspensi tiksotropik pseudoplastik dan
dapat dibasahi dan dikeringkan secara berulang tanpa kehilangan kemampuan
mengembangnya. Suspensi yang dibentuknya memiliki pH 9 dan stabil pada pH 3,5-11.
Viskositas suspensinya meningkat dengan adanya apans, lama penyimpanan, dan
penambahan elektrolit. Mg Al silikat ini mencegah terjadinya caking, mengandung 1,5%
natrium.
3. Antiflatulen (Antikembung)
Zat aktif antiflatulen ini adalah simetikon. Simetikon ini memiliki kemampuan antifoam
karena dapat mengurangi tekanan permukaan gas busa. Biasanya dikombinasikan dengan
antasid sebagai antiflatulen. Konsentrasi simetikon dalam suspensi antasid berkisar 20-40
mg per 5 mL.

B. Suspending Agent Untuk Suspensi Antasid


(Pharm.Dosage Form : Disperse System, vol 2, 1989, hal 213-215)
Tujuan penggunaan suspending agent pada formula antasid adalah untuk mencegah
pengendapan dan mencegah pembentukan caking dari beberapa bahan baku antasid.
Suspending agent juga dapat memperbaiki raba mulut sediaan antasid yang pada umumnya
berpasir dan berkapur. Suspending agent yang dapat digunakan untuk sediaan antasid
adalah suspending agent yang stabil pada pH tinggi (7,5 - 9,5). Suspending agent yang
dapat menyebabkan ikatan silang dengan adanya kation polivalen harus dihindari.
Suspending agent yang biasa ditemui dalam sediaan antasid :
1. Avicell RH 591
Avicel RC 591 terdiri dari 89% selulosa mikrokristalin dan 11% Na CMC yang stabil pada
rentang pH luas. Avicel RC 591 membentuk gel yang bersifat tiksotropik pada kosentrasi
rendah yang menunjukkan geseran tipis dengan pengadukan sedang dapat diflokulasi
dengan menggunakan polimer kationik dan surfaktan.
2. Alginat Alginat merupakan polisakarida anion hidrofil dengan bobot molekul besar.
Viskositas larutan akan menurun dengan peningkatan suhu tetapi hal ini bersifat reversible.
Alginat stabil pada pH 4-10 dan membentuk aliran pseudoplastik. Alginat akan mengendap
dengan adanya kation polivalen dan inkompatibel dengan senyawa nitrogen quartener.
3. Metilselulosa-HPMC
Larut dalam air dingin dan tidak larut dalam air panas, membentuk aliran pseudoplastik dan
nontiksotropik, viskositas larutan akan menurun dengan meningkatnya suhu dengan titik
gel dicapai. Dapat berfungsi emulsifier tetapi dapat menyebabkan busa. Stabil pada pH 3-
11.
4. Guar gum

11
Merupakan polimer polisakarida non ionik produk netral dengan bobot molekul besar,
dapat mengembang dalam air dingin. Guar gum membentuk aliran pseudoplastik
nontiksotropik, viskositas akan menurun dengan meningkatnya suhu secara reversible.
Pemanasan yang terlalu lama dapat menimbulkan hilangnya viskositas secara irreversible.
Guar gum memiliki stabilitas pH yang baik, rentan terhadap mikroba..
5. HPC
Merupakan polimer polisakarida non ionik dengan pH stabilitas 6-8, larut dalam air pada
suhu < 40oC dan akan mengendap pada suhu > 45oC, dapat membentuk aliran
pseuodoplastik. Nontiksotropik, dapat menimbulkan busa, serta inkompatibel dengan
pengawet paraben.
6. Xanthan gum
Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul tinggi, membentuk aliran
pseudoplastik, memiliki stabilitas yang baik, tetapi larutannya dapat membentuk gel pada
pH tinggi dengan adanya kation divalent, dan membentuk gel dengan adanya kation
trivalent pada pH netral. Meningkatnya temperatur dapat sedikit merubah viskositasnya.
7. CMC
Merupakan polimer polisakarida anionik dengan bobot molekul besar. Larutannya dapat
mengendap dengan keberadaan kation trivalen, larutan karboksi metil selulosa akan
kehilangan viskositasnya pada peningkatan suhu. Stabil pada pH 5-9 serta membentuk
aliran pseudoplastik dan tiksotropik.
8. Mg Al Trisilikat
Merupakan clay yang dapat digunakan pada formula antasid unuk memperbaiki disperse
bahan dan mencegah pengendapan serta pembentukan cake. Penggunaannya pada sediaan
antasid harus diperhatikan terhadap kemungkinan terj adinya interaksi dengan bahan aktif
antasid yang berhubungan dengan muatan permukaan masing-masing bahan.

C. Pemanis (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 215 - 21 6)


Pemanis digunakan untuk memperbaiki keberterimaan rasa dan raba mulut sediaan antasid.
Beberapa pemanis dapat terabsoprsi pada permukaan alumunium hidroksida sehingga dapat
mengurangi kemampuan polimerisasi alumunium hidroksida sehingga dapat menstabilkan
kapasitas penetralan asam. Tetapi beberapa pemanis juga dapat mencegah interaksi
sampimg antara alumunium-magnesium. Interaksi ini berupa peningkatan viskositas atau
bahan pembentukan gel yang dapat menurunkan kapasitas penetralan asam. Dalam
pemilihan pemanis harus dipertimbangkan adalah keseimbangan keberterimaan rasa, harga,
kandungan kalori, efek laksatif dan lain-lain.
Pemanis yang digunakan untuk sediaan antasid :
1. Sukrosa

12
Memilki rasa baik dapat menambah konsistensi dan raba mulut suspensi, kandungan kalori
4 kal/g, dapat menyebabkan karang gigi, harus diperhatikan pada penderita diabetes dapat
juga menimbulkan cap-locking hingga pengkristalan pada leher botol.
2. Sorbitol
Memilki kemanisan setengah dari sukrosa, dapat memperbaiki raba mulut, mengandung 4
kalori/g yang terabsorpsi sebagian maka sering dipertimbangkan menjadi nonkalori,
merupakan diuretic osmotic dengan mencegah polimerisasi selama proses. Lambat laun
dapat menimbulkan caplocking .Dapat menyebabkan diare.

13
3. Manitol
Memiliki efek mendinginkan, mengandung 4 kal/g yang terabsorpsi sebagian maka sering
dipertimbangkan menjadi nonkalori, merupakan diuretik osmotik dan dapat menyebabkan
diare. Dapat menstabilkan alumunium hidroksida dengan mencegah polimerisasi selama
proses.
4. Sakarin
Merupakan pemanis sintetik dengan derajat kemanisan 500 kali sukrosa, memilki aftertaste
pahit. Kelarutannya rendah di dalam air tetapi garam natrium dan kalsiumnya lebih mudah
larut dalam air. Tidak mengandung kalori.
5. Gliserin
Merupakan pemanis yang memiliki aftertaste baik dan dapat memperbaiki raba mulut.
Mengandung 4,3 kal/g dan dapat diberikan pada penderita diabetes, merupakan diuretik
osmotik dan dapat menyebabkan diare, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya cap-
locking. Dapat menstabilkan alumunium hidroksida dengan mencegah polimerisasi selam
proses.
6. Gliserizinat
Ammonium glisirizinat dan monoammonium glisirizinat merupakan pemanis alam dengan
derajat kemanisan 50 kali lebih manis dari sukrosa. Dapat digunakan untuk menutupi rasa
pahit dari bahan tetapi pemanis ini dapat menimbulkan busa.

D. Pengawet (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 216-217)


Berkaitan dengan tingginya pH sediaan antasid maka dalam memformulasikan sediaan
antasid harus dipilih bahan-bahan pembantu yang dapat bekerja efektif pada rentang pH
tersebut. Untuk pengawet terdapat beberapa pilihan pengawet yang dapat digunakan dalam
sediaan antasid. Pada pH 8 pengawet seperti benzoate dan sorbat tidak efektif karena akan
terjadi ionisasi.
Beberapa pengawet yang dapat digunakan utnuk sediaan antasid misalnya:
1. Klorin (Natrium Hipoklorit)
Efektif membunuh bakteri, beberapa yeast, fungi dan protozoa. Stabil pada pH alkali, lebih
efektif pada pH asam. Hanya efektif untuk jangka pendek (short-term) dan dapat
berpengaruh pada rasa produk.
2. Hidrogen Peroksida Efektif untuk melawan sebagian besar mikroorganisme, efeknya
tidak lama(short term) dan penggunaannya harus dikombinasi dengan pengawet lain.
3. Paraben
Paraben yang sering digunakan: metil, etil, propil dan butil ester. Efektif untuk molds, yeast
dan fungi. Inaktif untuk bakteri gram positif dan kurang efektif untuk bakteri gram negatif.
Efek paraben meningkat jika dikombinasi dengan yang lain. Menimbulkan rasa pahit.
4. Pasteurisasi Dengan proses koagulasi protein dari mikroorganisme, short term dan harus
dikombinasi dengan pengawet lain.

14
5. Ozonisasi Short term, dengan kombinasi pengawet lain dan dapat berpengaruh terhadap
rasa produk.
E. Anticaking dan antigelling agent (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm.
217) Bahan-bahan ini digunakan untuk dapat mempermudah redispersi padatan yang
mengendap serta mencegah pembentukan gel dari sediaan antasid.
1. EDTA
Dapat menyebabkan ikatan silang beberapa suspending agent yang dapat menyebabkan
peningkatan viskositas.
2. Asam sitrat dan Kalium sitrat Digunakan dalam sediaan antasid yang mengandung
alumunium hidroksida untuk menurunkan viskositas dan mencegah interaksi antara
Al(OH)3 dengan senyawa magnesium.

15
3. Kalium Fosfat Digunakan sebagai dapar dan sequestran agen.
4. Silika
Cab-o-sil, aerosil dan quso adalah bentuk komersil dari silika, efektif sebagai anticaking
agent, walaupun pada konsentrasi tinggi dapat mempengaruhi baik viskositas maupun raba
mulut., silika juga dapat mengurangi derajat sedimentasi suspensi.

F. Flavour-mouthfeel system (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm.


217-218) Pemilihan flavour yang akan digunakan untuk sediaan antasid harus
mempertimbangkan stabilitas flavour pada pH tinggi, stabilitas dalam botol plastik dan
gelas, kemampuan untuk menutupi rasa tidak enak dari flavour, serta tersedia dalam bentuk
kering jika direncanakan pembuatan tablet kunyah.
Flavour yang biasa digunakan dalam suspensi antasid antara lain : 1. Mint (pepermint,
spearmint, dan wintergreen), 2. Citrus (lemon, lime, dan orange), 3. Cream (Vanilla), dan
4.Anise. Senyawa yang ditambahkan yang tidak memiliki rasa dan digunakan untuk
memperbaiki mouthfeel dalam antasid antara lain minyak mineral, milk solids, glisin, dan
gum alami dan buatan..

G. Pewarna (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 218)


Semua pewarna yang larut air memiliki muatan listrik dan dapat berinteraksi dengan
senyawa yang muatannya berlawanan yang terdapat dalam antasid dan clay. Hal ini akan
menyebabkan warna yang dihasilkan tidak merata. Jadi, untuk mencegah terjadi interaksi
tersebut maka gunakan pewarna lake (pewarna yang tidak larut air).

H. Air (Pharm. Dosage Form: Disperse System Volume 2, hlm. 218)


Air merupakan konstituen utama dalam semua suspensi antasid dan clay. Pengotor dalam
air ini antara lain kalsium, magnesium, besi, silika, dan natrium. Kation-kation tersebut
biasanya disertai oleh anion karbonat, bikarbonat, sulfat, dan klorida. Deionisasi dapat
dicapai dengan destilasi, pertukaran ion atau reverse osmosis. Untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme dilakukan proses klorinasi, ozonisasi, sinar UV, pemanasan,
dan filtrasi.
I I I . PEMBUATAN SUSPENSI ANTASIDA
A. Contoh formula
Tiap 60 ml mengandung :
R/ Al(OH)3 300 mg
Gel Al(OH)3 kering 4,7059 g
Na CMC 5,00%
Gliserin 20,00%
Sorbitol 25,00 %
Sukrosa 5,00 %

16
Sakarin 0,02%
Na Benzoat 0,10%
Minyak peppermint 0,01%
Aquadest ad 60,00 ml

B. Penimbangan
1. Al(OH)3
Gel Al(OH)3 kering mengandung tidak kurang dari 76,5% Al(OH)3.
Al(OH)3 yang dibutuhkan adalah 300 mg/5ml Jumlah gel Al(OH)3 kering yang dibutuhkan
: Al(OH)3 = 100/76,5 x 300 mg
= 392,1569 mg/5 ml
Untuk 60 ml = 60,0 ml/5,0 ml x 392,1569 mg = 4705,8826 = 4,7059 g

17
2. Na CMC
Na CMC yang dibutuhkan adalah 5,00% (BJ = 0,75 g/cm3)
Na CMC = 5/100 x 60 ml = 3 ml Na CMC yang ditimbang adalah Na CMC = 0,75 g/cm3 x
3 ml
= 0,0225 g = 22,5 mg
3. Gliserin Gliserin yang dibutuhkan adalah 20% Gliserin = 20/100 x 60 ml = 12 ml
4. Sorbitol
Sorbitol yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,49 g/cm3) Sorbitol = 25/100 x 60 ml = 15
ml
Banyaknya sorbitol yang ditimbang :
Sorbitol = 15 ml x 1,49 g/cm3
= 0,2235 g = 223,5 mg
5. Sukrosa
Sukrosa yang dibutuhkan adalah 25% (BJ = 1,56 g/cm3) Sukrosa = 25/100 ml x 60 ml = 15
ml
Banyaknya sukrosa yang ditimbang :
Sukrosa = 15 ml x 1,56 g/cm3
= 0,234 g = 234 mg
6. Sakarin
Sakarin yang dibutuhkan adalh 0,02% (BJ = 0,7 g/cm3) Sakarin = 0,02/100 x 60 ml =
0,012 ml
Sakarin yang ditimbang :
Sakari = 0,012 ml x 0,7 g/cm3
= 0,000084 g = 0,084 mg
7. Na benzoate
Na benzoate yang dibutuhkan 0,1% (BJ = 1,15 g/cm3) Na benzoate = 0,1/100 x 60 ml =
0,06 ml Na benzoate yang ditimbang
Na benzoate = 0,06 ml x 1,15 g/cm3
= 0,00069 g = 0,69 mg
8. Minyak peppermint Minyak peppermint yang dibutuhkan adalah 0,01% Minyak
peppermint = 0,01/100 x 60 ml = 0,006 ml

C. Prosedur pembuatan
1. Aquadest sebagai pelarut dididihkan, kemudian dinginkan dalam keadaan tertutup.
2. Penimbangan gel Al(OH)3 kering beserta bahan-bahan pembantu yang lain.
3. Haluskan bahan-bahan padat yang digunakan atau diayak sampai rentang ukuran
partikel tertentu.
4. Ke dalam mortir yang lain, masukkan Na CMC kemudian tambahkan aquadest sebanyak
bobot Na CMC, gerus sampai terbentuk massa jernih.

18
5. Di dalam mortar, masukkan gel Al(OH)3 kering tambahkan gliserin sebagai pembasah,
gerus kuat sampai homogen.
6. Tambahkan zat pensuspensi, Na CMC ke dalam campuran (5), aduk sampai
homogen.
7. Larutkan sorbitol, sukrosa dan sakarin dalam air, kemudian tambahkan ke dalam
campuran (6), aduk sampai homogen.
8. Larutkan Na benzoate dalam air (1:1,18) kemudian tambahkan ke dalam campuran ( 4)
aduk sampai homogen.
9. Tambahkan minyak peppermint ke dalam campuran (5), aduk sampai homogen.
10. Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit aduk sampai homogen kemudian masukkan ke
dalam botol yang telah ditara terlebih dahulu (60 mL).

19
I V . EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI ANTASIDA

A. Evaluasi Fisika
1. Organoleptik
Dilakukan pengamatan terhadap warna (intensitas warna), bau (terjadinya perubahan bau),
rasa (perubahan mouthfeel), penampilan (perubahan tekstur).
2. Penentuan Volume sedimentasi
3. Penentuan Redispersibilitas
4. Penentuan distribusi ukuran partikel
5. Penentuan viskositas dan sifat aliran
6. Penentuan BJ
7. Penentuan homogenitas
8. Penentuan pH

B. Evaluasi Kimia
1. Penetapan KPA (Kapasitas Penetralan Asam)
2. Penetapan kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)
3. Identifikasi (dalam monografi zat aktif masing-masing)

C. Evaluasi Biologi
1. Penetapan uji batas mikroba (FI IV hal 847-854)
2. Pengujian efektivitas pengawet (FI IV hal 854)

D. Evaluasi Wadah
1. Pengamatan apakah terjadi pengembangan wadah atau tidak.
2. Pengamatan terjadinya penghilangan warna wadah.
3. Pengamatan terhadap stabilitas penutup wadah.

V . CONTOH FORMULA SUSPENSI ANTASID


(Pharmaceutical Dosage Forms : disperse system, Vol 2, hal 220) 1. Formula Antasid

20
R/ Alumunium hidroksida gel (8,9%) Al2O3) Magnesium hidroksida pasta (29.5% Mg(OH)2
Sorbitol
Mannitol Metil paraben
Flavors
Asam sitrat anhidrat
Propil paraben
Na Sakarin
Air

2. Formula Antiflatulen/Antasid

R/ Alumunium hidroksida gel (8,9% Al2O3) Magnesium hidroksida pasta (29,5% Mg(OH)2)
Sorbitol
Simethicone (90,5%simethicone)
HPC
Metiparaben
Flavors Avicell,RC-591
Asam Sitrat anhidrat
Metilselulosa 0.03

Propilparaben 0.03
Na Sakarin 0.02
Air 58.87

3. Formula Aluminium Hidroksida % w/w


R/ Alumunium hidroksida 362.8 g = (300mgAl(OH)3 /5 ml)
Larutan sorbitol 282.0 ml
Syrup 93.0 ml
Gliserin 25.0 ml
Metl paraben 0.9 ml
Propil paraben 0.3 ml
Flavour q.s
Air ad 1000 ml
4. FORMULA CLAY
%w/v R/ Attapulgite
koloidal 14
Sakarin 0.09
Metil paraben 0.2
Propil paraben 0.05
Flavour dan air

21
Penyimpangan

QC berfungsi mendeteksi penyimpangan sedangkan QA mencegah adanya penyimpangan.

Contoh:

22
Suatu tablet diperiksa oleh bagian QC dengan HPLC, hasilnya kadarnya tidak masuk
syarat.

Ini berarti QC mendeteksi adanya penyimpangan dalam hal ini penyimpangan kadar.

QA dan sistem seharusnya bisa mencegah hal ini terjadi sehingga tidak terjadi
penyimpangan kadar. Melalui apa? melalui sistem yang ada di industri farmasi, penerapan
CPOB, kualifikasi alat, penerapan SOP? kenapa kadar tablet bisa menyimpang? hampir
pasti karena ada sistem yang dilanggar, misalnya sewaktu penimbangan tidak sesuai
(berarti ada pelanggaran SOP) atau bisa di pemeriksaan dengan HPLC, dimana analis tidak
benar dalam pengoperasian HPLC. Bila terjadi seperti ini maka sistem CPOB melalui
bagian QA akan melakukan inverstigasi penyebab dan melakukan langkah-langkah supaya
kejadian ini teratasi dan tidak berulang.

dapat dilihat disini QC mengetahui penyimpangan setelah terjadi penyimpangan (kuratif)


sedangkan QA cenderung mencegah adanya penyimpangan (preventif)

2. Kualitas Produk

QC dapat mengubah kualitas produk sedangkan QA tidak mengubah kualitas.

3. Aktivitas

QC adalah aktivitas online sedangkan QA offline.

Contoh: Dalam pembuatan tablet ada IPC dengan mengecek berat tablet dan kekerasannya
dalam waktu tertentu. Dapat dilihat disini QC online menyatu pada proses sedangkan QA
tidak berperan langsung menyatu dengan proses.

4. Pemenuhan Kualitas

QC berkonsentrasi ke operasional untuk memenuhi kualitas sedangkan QA konsentrasi


pada menciptakan keyakinan pada stakeholder bahwa kualitas pasti akan dipenuhi oleh
industri farmasi.

QC ke operasional contohnya adalah pemenuhan kualitas, misal kualitas tablet: pengujian


kadar, keregasan, kekerasan dan waktu disolusi.

QA lebih ke penciptaan sistem kualitas yang dibuktikan dengan dokumen-dokumen, protap


dan kualitas dalam industri farmasi.

23
Contoh:

Misal tablet yang sudah dipasaran dipastikan memenuhi semua kualitas tablet (kadar,
disolusi dll) akan tetapi auditor BPOM menemukan bahwa dalam produksi terdapat temuan
kritis dimana potensi kontaminasi antar produk sangat mungkin terjadi.

Dalam kasus ini tablet ditarik dari pasaran karena tidak dipenuhinya sistem CPOB dan
pemenuhan kualitasnya oleh QA. Bisa dilihat disini bahwa QC hanya mendeteksi
parameter-parameter kualitas yang ada di tablet tersebut sedangkan ranah QA lebih luas
adanya potensi pelanggaran SOP/Sistem dan lain-lain. Potensi pelanggaran yang beresiko
saja sudah dapat menyebabkan obat ditarik. QA bertugas dengan sistem dan protapnya
untuk mencegah hal-hal seperti ini terjadi. Stakeholder dalam kasus ini bisa auditor BPOM
, pemilik perusahaan dan masyarakat. Peyakinan pemenuhan kualitas melalui SOP, catatan-
catatan yang ada serta sertifikat.

Adanya QA mencegah adanya pembuatan obat yang sembarangan, misal industri farmasi
membuat tablet diletakkan di lantai atau tablet disimpan di tempat kotor. Apakah QC dapat
mendeteksi ini?pasti tidak. Agar tidak terjadi ini maka ada peran QA dengan sistem,
dokumen dan catatan-catatan, QA dapat mendeteksi adanya penyimpangan ini dan QA
dapat merejek batch tablet yang diperlakukan sembarangan karena melanggar SOP.

5. Rencana Mutu

QC membuat hasil sesuai dengan rencana mutu sedangkan QA menghasilkan keyakinan


dengan menjamin bahwa QC telah melakukan rencana mutu.

Misal:

Tablet diperiksa oleh QC, pemeriksaan pasti sesuai dengan parameter-parameter kualitas
obat maka QA menjamin bahwa pelaksanaan pemeriksaan tersebut benar-benar sesuai.
Jangan sampai QC melakukan pemeriksaan sembarangan atau tanpa melakukan pemeriksan
membuat laporan analisa palsu. Melalui Apa QA bisa mencegah ini? adanya SOP, pelatihan
analis yang teratur adanya catatan-catatan analisa dan penerapan sistem akan mencegah
terjadinya kesalahan. Bila bagian-bagian dari sistem ini dengan menelusuri catatan-catatan
yang ada bisa diketahui adanya penyimpangan baik dalam produksi, analisis atau di
gudang.

Meskipun sasaran sama tentang kualitas tetapi QA dan QC adalah dua pekerjaan bidang
yang berbeda, dimana QA itu adalah prosedur untuk pencapaian mutu. Misalnya Quality

24
plan beserta dokumen pendukungnya. Dan QC adalah aktifitasnya (pelaksanaa dari
prosedur tsb) yang dibuktikan denganrecord-record.

Menurut definisi pada ISO 9000:2000 (QMS-Fundamentals and Vocabulary), adalah sbb:

* Quality control (lihat section 3.2.10); part of quality management focused on fulfilling
quality requirements.

* Quality assurance (lihat section 3.2.11); part of quality management focused on


providing confidence that quality requirements will be fulfilled.

Jadi kalau coba diterjemahkan, secara singkat QC terfokus pada pemenuhan persyaratan
mutu (produk/service) sedangkan QA terfokus pada pemberian jaminan/keyakinan bahwa
persyaratan mutu akan dapat dipenuhi. Atau dengan kata lain, QA membuat sistem
pemastian mutu sedangkan QC memastikan output dari sistem itu memang benar-benar
memenuhi persyaratan mutu.

Kalau dari definisi ini, kegiatan-kegiatan inspeksi dan uji (in-coming, in-process, outgoing)
akan masuk kategori QC, sedangkan hal-hal seperti perencanaan mutu, sertifikasi ISO,
audit sistem manajemen, dsb tentu masuk kategori QA.

Beberapa perusahaan, saat ini tidak lagi membedakan antara QA dan QC di dalam
operasional quality management-nya. Cukup disebut departemen Quality, di dalamnya ada
kegiatan merancang jaminan bahwa persyaratan mutu akan dipenuhi dan sekaligus
bagaimana memenuhi persyaratan mutu tersebut.

QA = Quality Assurance , to lead and operated by assure of an organization successfully, it


is necessary to direct and control it in a systematic and transparent manner. Maksudnya
adalah meyakinkan/menjamin secara kualitas dengan suatu sistematis kerja dan
keterbukaan untuk keberhasilan suatu pekerjaan secara keseluruhan organisasi di setiap lini
dengan melalui sistem control.

QC = Quality Control, to take control of quality by procedural and applicable reference


that implemented direct to process system in good and full fill of minimum requirement as
finally results. Maksudnya adalah pengendalian mutu dengan prosedur kerja berdasarkan
referensi yang dapat diterapkan dan diimplementasikan langsung di proses pekerjaan
tersebut untuk memenuhi persyaratan minimum sebagai hasil akhir pekerjaan.

Hubungan pendeknya adalah bahwa QA yang meyakinkan / menjamin QC.

25
Saya juga menemukan tabel perbedaan QA dan QC yang lain:

26

Anda mungkin juga menyukai