Anda di halaman 1dari 16

PANDUAN KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT

PROSEDUR, TEPAT-PASIEN OPERASI

RUMAH SAKIT YARSI JAKARTA


Jl. Letjen Suprapto Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp (4206674, 4206675, 4206676 | ext 9162 | fax 021-424317
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Allamiin, Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang
Maha Kuasa atas selesainya Panduan Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat-Pasien
Operasi di Rumah Sakit YARSI edisi pertama ini. Panduan ini dibuat dan disusun bersama
untuk kepentingan pelayanan di Rumah Sakit Yarsi. Maksud dan tujuan disusunnya
panduan ini adalah agar seluruh karyawan khususnya staf yang terlibat dalam pelayanan
di Rumah Sakit YARSI dapat melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai
perannya dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan melaksanakan pelayanan
yang aman bagi pasien (Patient Safety).
Rumah Sakit YARSI memandang perawatan yang diberikan adalah sebagai bagian dari
suatu sistem terpadu yang mencakup: layanan, pekerja dan profesional kesehatan serta berbagai
level perawatan. Semua itu merupakan suatu proses perawatan berkelanjutan (continue of care).
Tujuannya adalah mencocokkan kebutuhan pasien dengan layanan yang tersedia,
mengkoordinasikan layanan di rumah sakit kepada pasien untuk kemudian merencanakan
pemulangan serta proses perawatan selanjutnya. Hasilnya adalah perbaikan hasil perawatan dan
pemanfaatan sumber daya yang ada secara lebih efisien.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada seluruh
staf yang terlibat dalam penyusunan panduan ini. Kami menyadari bahwa seiring berjalannya
waktu Panduan ini perlu dilakukan penyesuaian tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran di
Rumah Sakit YARSI seiring dengan perkembangan rumah sakit. Namun demikian kami
memandangnya sebagai awal yang penting dalam upaya memajukan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit YARSI.

Jakarta,

Dr. Mulyadi Muchtiar, MARS


Direktur Utama Rumah Sakit YARSI
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I DEFINISI
A. Pendahuluan ..............................................................................................................
B. Definisi .......................................................................................................................
C. Tujuan ........................................................................................................................

BAB II RUANG LINGKUP

BAB III TATA LAKSANA


A. Penandaan Area Operasi ....................................................................................
B. Surgical Safety Checklist ....................................................................................

BAB IV DOKUMENTASI ................................................................................................


A. Penandaan Area Operasi ....................................................................................
B. Surgical Safety Procedure ..................................................................................
C. SPO ......................................................................................................................
D. Form .....................................................................................................................
E. Indikator ...............................................................................................................
F. Sistem Pelaporan .................................................................................................
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

BAB I
DEFINISI

A. Pendahuluan
Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan
kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan
yang dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa (WHO,
2009).
Pelayanan pembedahan di kamar operasi merupakan pelayanan yang multi komplek, yang
sering kali menimbulkan cedera medis atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), risiko-risiko atau
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi hampir semua berakibat fatal, diantaranya adalah :
1. Salah pasien yang dioperasi (wrong person surgery).
2. Salah sisi operasi (wrong site surgery).
3. Salah prosedur operasi (wrong procedure).
4. Infeksi pada daerah yang dioperasi (surgical site infection).
5. Tertinggalnya instrumen operasi seperti gunting, kasa, jarum (retained instruments and
sponges after surgery).
The Join Commission melaporkan 150 KTD yang berhubungan dengan wrong site surgery,
wrong procedure surgery, dan wrong person surgery, kasus terbanyak terjadi pada operasi tulang
(41%), bedah umum (20%), bedah syaraf (14%), bedah urologi (11%), kemudian operasi wajah,
mata, dan THT (JCAHO). Data Word Health Organization (WHO) menunjukan bahwa selama
lebih satu abad perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di
seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia,
satu untuk setiap 25 orang hidup. Sedang tertinggalnya alat instrumen pada organ tubuh setelah
operasi, yang paling sering adalah rongga perut atau pelvis (54%), vagina (22%) dan rongga
dada (7%). Berdasarkan evaluasi 25 kasus instrumen yang tertinggal dalam tubuh pasien setelah
menjalani pembedahan intra abdomen, pasien mengalami komplikasi sepsis, perforasi usus, dan
dua pasien meninggal (Gawabe, 2003).
Rumah sakit mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam
mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti,
seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di
The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong
Person Surgery.

B. Definisi
1. Penandaan daerah operasi
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada
tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit
dan harus dibuat oleh operator / orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan
saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan dan harus terlihat sampai saat akan
disayat. Penandaan lokasi operasi ditandai dan dilakukan pada semua kasus termasuk
sisi (laterality), multiple struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atu multiple level (tulang
belakang).
Surgical Checklist menurut WHO adalah langkah-langkah kunci dalam
mengidentifikasi keamanan selama perawatan perioperatif yang harus dicapai dalam
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

setiap operasi , dan ini secara signifikan dapat mengurangi komplikasi dan kematian
akibat operasi. Time Out memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time Out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat
sebelum tindakan dimulai dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan
bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas dengan menggunakan cek list.

2. Surgical Patient Safety


Surgical Safety Checklist adalah sebuah daftar periksa untuk emberikan
pembedahan yang aman dan berkualitas pada pasien. Surgical Safety Checklist
merupakan alat komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim
profesional di ruang operasi. Tim profesional terdiri dari perawat, dokter bedah,
anestesi dan lainnya. Tim bedah harus konsisten melakukan setiap item yang
dilakukan dalam pembedahan mulai dari the briefing phase, the time out phase, the
debriefing phase, sehingga dapat meminimalkan setiap resiko yang tidak diinginkan
(Safety & Compliance, 2012).
Tujuan utama dari WHO Surgical Checklist dan manualnya untuk membantu
mendukung bahwa tim secara konsisten mengikuti beberapa langkah keselamatan
yang kritis dan meminimalkan risiko yang membahayakan dan dapat dihindari dari
pasien bedah. Dalam mengimplementasikan checklist selama pembedahan, maka
satu orang ditunjuk sebagai koordinator yang bertanggung jawab untuk melakukan
pengecekan checklist. Koordinator checklist yang ditunjuk biasanya perawat sirkuler
tapi dapat berarti setiap klinisi yang berpartisipasi dalam operasi tersebut.
Checklist membedakan operasi menjadi 3 fase dimana berhubungan dengan
waktu tertentu seperti pada prosedur normal : periode sebelum induksi anestesi,
setelah induksi dan sebelum insisi pembedahan dan periode selama atau setelah
penutupan luka tapi sebelum pasien masuk RR. Dalam setiap fase, checklist
kordinator harus diijinkan mengkonfirmasi bahwa tim sudah melengkapi tugasnya
sebelum proses operasi dilakukan. Tim operasi harus familiar dengan langkah-
langkah di dalam checklist, sehingga mereka dapat mengintegrasikan checklist
tersebut dalam pola normal sehari-hari dan dapat melengkapi secara verbal tanpa
intervensi dari koordinator checklist. Setiap tim harus menggabungkan penggunaan
checklist ke dalam pekerjaan dengan efisiensi yang maksimum dan gangguan yang
minimal selama bertujuan untuk melengkapi langkah secara efektif. Checklist yang
digunakan terbagi dalam 3 tahap yaitu :
a. Sign in (sebelum induksi anestesi)
Fase Sign in adalah fase sebelum induksi anestesi, koordinator checklist
secara verbal memeriksa apakah identitas pasien telah dikonfirmasi, prosedur
dan sisi operasi sudah benar, sisi yang akan dioperasi telah ditandai,
persetujuan untuk operasi telah diberikan. Oksimeter pulse , tensi meter
berfungsi. Mesin anestesi, Instrument dan kesterilan alat telah di cek.
Kordinator checklist dengan anestesi mengkonfirmasi resiko pasien meliputi
apakah pasien ada riwayat alergi, asma, kesulitan jalan nafas dan reaksi
alergi.
b. Time out (Sebelum dilakukan insisi)
Fase Time Out adalah fase sebelum dilakukannya insisi, kondinator checklist
membacakan time out meliputi : mengucapkan salam pembuka, sirkuler
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

memperkenalkan diri, membacakan hari tanggal dan jam dilaksanakannya


operasi, membacakan nama tanggal lahir dan umur pasien (cek gelang
pasien), mengkonfirmasi secara verbal kelengkapan tim bedah dan anestesi,
photo rotgen (bila perlu) dan pembacaan time out diakhiri dengan membaca
doa yang dipimpin oleh operator / kordinator checklist.
c. Sign out (saat akan melakukan penutupan luka, tetapi sebelum
mengeluarkan pasien dari ruang operasi)
Fase Sign Out adalah fase tim bedah dan anestesi meninjau kembali operasi
yang telah dilakukan. Kordinator Checklist membacakan Sign Out meliputi :
mengucapkan basmallah, mengkonfirmasi ulang tindakan yang telah
dilakukan ke dokter operator, mengkonfirmasi jaringan bila ada, perdarahan
selama tindakan, perlu perawatan khusus atau tidak, mengkonfirmasi
kelengkapan/penggunaan kassa, benang, bistury dan kerusakan instrumen.
Langkah akhir yang dilakukan tim bedah adalah rencana kunci dan
memusatkan perhatian pada manajement post operasi serta pemulihan
sebelum meindahkan pasien dari kamar operasi (Surgery & Lives, 2008).

C. Tujuan
Tujuan dilakukannya verifikasi praoperatif adalah untuk :
1. Memverifikasi lokasi, prosedur dan pasien yang benar.
2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan
tersedia, diberi label dengan baik dan dipampang.
3. Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-implant yang
dibutuhkan.
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari bahasan ini adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi Elemen Penilaian
SKP IV :
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi / time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan
tindakan pengobatan gigi / dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
5. Unit terkait yang melakukan prosedur ini adalah : IBS, IGD, ICU, Poli Gigi, Poli Bedah, dan
Radiologi.

Secara khusus, dalam the 2008 National Patient Safety Goals, JCAHO menetapkan protokol
universal dalam rangka untuk mencegah kesalahan identifikasi dalam pelayanan bedah. Dalam
protokol tersebut disebutkan tiga prosedur penting yang harus dilakukan, yaitu :
4. Proses verifikasi pre-operatif
Tujuan yang ingin dicapai pada tahap ini adalah untuk menjamin semua dokumen yang
terkait dengan prosedur operasi tersedia, dan dikaji ulang dan telah diyakini semuanya telah
konsisten sesuai dengan harapan pasien dan tim bedah. Salah satu daftar tilik atau checklist
yang dapat membantu pada tahap ini adalah daftar tilik yang dikembangkan oleh rumah sakit.
5. Membuat penandaan tempat operasi
Tujuan pemberian tanda di tempat operasi adalah menjamin tidak terjadinya keraguan
tempat insisi bedah. Penandaan tempat operasi harus jelas dan terlihat serta tidak hilang
sewaktu pasien dipersiapkan menjalani prosedur disinfeksi dan drapping.
6. Melakukan Time out sebelum tindakan operasi dimulai
Melakukan “Time out” sebelum operasi bertujuan untuk menjamin tidak terjadinya salah
pasien, salah prosedur atau salah sisi operasi. Prosedur operasi tidak akan dimulai sampai
semua permasalahan atau pertanyaan menjadi jelas.

Tugas dan wewenang


1. Direktur Medik dan Keperawaatan
Direktur Medik dan keperawatan memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa
pasien bedah berada pada tempat yang aman, prosedur sesuai proses dan termasuk
penandaan pra operasi.
2. Staf Medik Fungsional
Staf medik fungsional di masing-masing SMF memiliki tanggung jawab untuk memastikan
dokter bedah mereka menandai pasien sesuai melaksanakan instruksi dalam panduan
ini.
3. Dokter Residen Bedah
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

Ini adalah tanggung jawab DPJP bedah atau dokter residen untuk menandai daerah
operasi sesuai dengan panduan ini.
4. Dokter Anestesi
Dokter anestesi bertanggung jawab untuk menandai lokasi setiap / blok regional yang
diusulkan lokal.
5. Kepala Ruangan
Kepala ruangan / ketua tim bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pasien
telah ditandai tepat sebelum kedatangan dikamar operasi.
6. Perawat Kamar Operasi
Tim ruang operasi melaksanakan Surgical Checklist WHO memiliki tanggung jawab
bersama untuk memastikan bahwa lokasi yang benar telah diidentifikasi sebelum operasi
dimulai.
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

BAB III
TATA LAKSANA

A. Penandaan Area Operasi


1. Membuat tanda
a. Pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi harus dilakukan penandaan area
terlebih dahulu. Ketika proses penandaan, pasien dilibatkan dalam keadaan terjaga /
sadar.
b. Penandaan lokasi operasi berupa tanda lingkaran dan cek list ditengah serta inisial
nama operator  dibuat menggunakan spidol marker permanen warna hitam dan
harus tetap terlihat setelah dilakukan disinfeksi dan drapping.
c. Penandaan lokasi operasi untuk pasien dengan kewarganegaraan kulit gelap dan
pasien dengan full tato menggunakan spidol marker permanent warna lain, agar
penandaan tampak jelas.
d. Pemberian tanda lokasi operasi dilakukan pada bagian / sisi tubuh pasien yang akan
dilakukan tindakan medis / operasi.
e. Semua tanda yang dibuat harus melihat catatan medis, identitas pasien dan hasil
pencitraan pasien (Sinar X, foto CT-Scan, pencitraan elektronik atau hasil tes lain
yang sesuai, untuk memastikan tingkat kebenaran pada proses penandaan.
f. Penandaan lokasi operasi untuk kasus multiple lipom, multiple fraktur dan kasus
sejenisnya, maka penandaan dilakukan sesuai penomoran dimulai dari sayatan
pertama hingga sayatan terakhir.
g. Penandaan lokasi operasi untuk kasus patah tulang / fraktur adalah dengan bidai atau
spalk pada bagian / sisi tubuh pasien yang patah tulang / fraktur.
h. Untuk operasi mata penandaan dilakukan diatas alis dengan menggunakan plester
ditempelkan pada posisi mata yang akan di operasi.
i. Untuk operasi telinga penandaan dilakukan didepan daun telinga dan ditandai
dengan tanda lingkaran dengan ditengahnya diberi cek list.
j. Pada tindakan operasi di daerah spinal, penandaan dengan menggunakan dua
tahap, tahap pertama saat pasien masih diruangan perawatan dan kondisi pasien
masih sadar. Tahap ke dua, dengan menggunakan C-arm mengkonfirmasi
penandaan awal berdasarkan hasil pemeriksaan imaging (MRI).
k. Jika pasien menolak dilakukan penandaan, petugas menyampaikan penjelasan
tentang penandaan lokasi operasi jika pasien tetap menolak maka pasien / keluarga
pasien menandatangani formulir penolakan penandaan lokasi operasi.

2. Siapa yang memberi tanda


a. Orang yang bertanggung jawab dalam memberikan tanda pada pasien yang akan
dilakukan prosedur operasi adalah dokter yang akan melakukan tindakan.
b. Jika pada proses penandaan dilakukan oleh wakil/yang mewakili maka dokter yang
melakukan tindakan operasi harus hadir saat penandaan area dikamar operasi.

3. Pengecualian penandaan area operasi


a. Semua tindakan endoskopi, prosedur invasif yang direncanakan dianggap
dibebaskan dari penandaan bedah.
b. Prosedur yang memiliki pendekatan garis tengah yang dimaksudkan untuk satu organ
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

tertentu yaitu operasi sectio caesaria, histerektomi atau thyroidectomy, juga dapat
dibebaskan dari penandaan operasi.
c. Penandaan pada kasus membrane mukosa: kasus gigi yang direncanakan untuk
ekstraksi. Sebuah tinjauan catatan gigi dan radiografi dengan gigi / gigi harus
dilakukan dan nomor anatomi untuk ekstraksi jelas ditandai pada catatan-catatan dan
radiografi.
d. Untuk pasien bayi, neonatus dan prematur penandaan lokasi dengan menuliskan di
stiker label dan ditempelkan di ujung gelang identitas bayi dibagian tangan.
e. Untuk lokasi tubuh manapun yang tidak dilakukan penandaan, harus dilakukan
peninjauan verifikasi pasien dan prosedur “Time out” yang merupakan bagian dari
WHO Keselamatan Checklist. Hal ini harus dilakukan bersamaan sesuai dengan
dokumentasi yang relevan, termasuk: catatan pasien, pencitraan diagnostik (terarah
dengan benar).

B. Prosedur Pengaplikasian Checklist Keselamatan Pasien Pra Operasi


1. Sebelum Induksi Anestesi
Cek keselamatan ini penting untuk dilengkapi sebelum induksi anestesi dalam rangka untuk
keselamatan. Dalam hal ini membutuhkan kehadiran dari setidaknya tim anestesi dan
bedah. Detail dari setiap langkah adalah sebagai berikut :
a. Apakah pasien sudah dikonfirmasi/verifikasi identitasnya?
Koordinator ceklist secara verbal mengkonfirmasi identitas pasien (nama dan tanggal
lahir) dan gelang pasien, nama operasi yang akan dilakukan, lokasi operasi, nama
operasi, Informed Consent dan nama operator yang melakukan pembedahan. Walau
hal ini terlihat berulang kali, namun langkah ini penting untuk memastikan tim tidak
mengoperasi pasien yang salah atau bagian yang salah atau melakukan prosedur yang
salah. Saat konfirmasi dengan pasien tidak mungkin dilakukan seperti pada kasus anak
atau pasien yang cacat, pengasuh atau keluarga dapat menggantikan peran pasien.
Jika pengasuh atau keluarga tidak ada dapat dilewati, seperti halnya dalam gawat
darurat, tim harus memahami alasan dan persetujuan yang perlu diproses.
b. Apakah tempat operasi sudah ditandai?
Koordinator checklist harus mengkonfirmasi bahwa ahli bedah yang melakukan operasi
sudah menandai tempat yang akan dibedah (dengan marker yang permanen) pada
kasus yang melibatkan tubuh samping (kanan-kiri) atau struktur yang banyak atau
bertingkat (contoh : bagian jari, jari kaki, lesi kulit, tulang belakang). Penandaan tempat
operasi untuk struktur menengah (contoh : tiroid) atau struktur tunggal (contoh : spleen)
harus mengikuti praktek yang biasa dilakukan. Pemberian tanda tempat yang dioperasi
semua kasus, bagaimanapun juga dapat menyediakan salinan cek dari tempat dan
prosedur yang tepat.
c. Apakah mesin anestesi dan pemeriksaan medis sudah lengkap?
Koordinator ceklist melengkapi langkah ini dengan menanyakan kepada anestesi untuk
memverifikasi kelengkapan dari cekhlist keselamatan anestesi, memahami inspeksi
formal dari peralatan anestesi, sirkuit pernafasan, medikasi dan resiko anestesi pasien
sebelum pembedahan. Untuk membantu mengingat sebagai tambahan apakah pasien
fit untuk pembedahan tersebut, tim anestesi harus melengkapi ABCDE’s-pemeriksaan
dari perlengkapan Airway, Breathing sistem (meliputi oksigen dan agen inhalasinya),
suCtion, Drugs dan Devices (obat dan alat) dan Emergency medication (medikasi
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

emergensi), peralatan dan bantuan untuk mengkonfirmasi ketresediaan dan berfungsi


dengan baik.
d. Apakah pasien memiliki alergi?
Koordinator checklist harus menanyakan ini dan dua pertanyaan selanjutnya kepada
anestesi. Pertama, koordinator harus bertanya apakah pasien memiliki alergi yang
diketahui dan jika ada, alergi terhadap apa. Jika koordinator mengetahui alergi dipasien
yang tidak diperhatikan anestesi, maka koordinator harus mengkomunikasikan kepada
anestesi.
e. Apakah pasien memiliki risiko kesulitan jalan nafas/risiko aspirasi?
Koordinator checklist harus secara verbal mengkonfirmasi bahwa tim anestesi sudah
secar objektif mengkaji apakah pasien memiliki kesulitan jalan nafas. Ada beberapa
jalan untuk menilai airway (seperti Mallampati skor, jark thyromental atau Belhous-Dore
skor). Evaluasi yang objektif untuk jalan nafas dengan metode yang valid lebih penting
daripada pilihan metode itu sendiri. Kematian dari jalan nafas selama anestesi adalah
bencana yang global namun dapat dicegah dengan rencana yang tepat. Jika evaluasi
jalan nafas menunjukkan resiko tinggi untuk kesulitan jalan nafas (seperti skor
Mallapati 3 atau 4), tim anestesi harus mempersiapkan melawan kebuntuan jalan
nafas. Dalam hal ini termasuk penggunaan pendekatan anestesi yang minimum
(contoh menggunakan RA jika mungkin) dan memiliki peralatan gawat darurat yang
cukup. Asisten yang kapabel-apakah dengan asisten dua, ahli bedah atau anggota tim
perawat harus hadir secara fisik untuk membantu induksi anestesi. Resiko aspirasi juga
harus dievaluasi sebagai bagian dari pengkajian airway. Jika pasien memiliki gejala
refluks aktif atau perut yang penuh, maka anestesi harus mempersiapkan
kemungkinan aspirasi. Resiko ini dapat dikurangi dengan memodifikasi rencana
anestesi sebagai contoh dengan induksi cepat dan meminta bantuan asisten untuk
menekan cricoid selama induksi. Untuk pasien yang dikenali memiliki kesulitan jalan
nafas atau dalam resiko untuk aspirasi, induksi anestesi harus dimulai saat anestesi
sudah mengkonfirmasi bahwa dia telah memiliki peralatan yang adekuat dan adanya
asisten disampingnya.
f. Apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah >500 ml (7 ml/kg pada anak)?
Koordinator checklist menanyakan pada tim anestesi apakah asien memiliki resiko
kehilangan darh lebih dari setengah liter darah selama operasi untuk meyakinkan dan
mengenali serta mempersiapkan untuk kejadian kritis. Kehilangan volume darah yang
besar adalah bahaya yang paling umum dan berbahaya untuk pasien bedah dengan
risiko syok hipovolemik yang mungkin terjadi saat darah hilang melebihi 500 ml (7ml/kg
pada anak). Persiapan yang adekuat dan resusitasi mungkin untuk pertimbangan
persiapan. Ahli bedah mungkin tidak secara konsisten mengkomunikasian resiko dari
kehilangan darah kepada anestesi dan staff perawat. Oleh karena itu, jika anestesi
tidak mengetahui bagaimana resiko utama dari kehilangan darah untuk kasus operasi,
maka dia harus berdiskusi dengan ahli bedah tentang risiko kehilangan darah sebelum
operasi dimulai. Jika teradapat resiko yang signifikan untuk kehilangan darah lebih dari
500 ml direkomendasikan dua jalur intravena atau dua jalur . sebagai tambahan, tim
harus mengkonfirmasi ketersediaan dari cairan atau darh untuk resusitasi. (catatan
tentang kehilangan darah yang akan terjadi akan direview lagi oleh ahli bedah sebelum
insisi. Hal ini akan menyediakan cek kedua untuk keslematan staff anestesi dan
bedah). Jika poin ini sudah dilengkapi maka fase ini sudah lengkap dan tim dapat
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

melakukan proses induksi anestesi.

2. Sebelum Insisi Kulit


Cek ini akan dilakukan oleh semua anggota tim.
a. Mengucapkan salam pembuka dan sirkuler memperkenalkan diri
Pembukaan dilakukan oleh kordinator checklist dengan mengucapkan
“Bismillahirrohmanirrohim, Assalamualaikum Wr. Wb” lalu memperkenalkan diri
sebagai perawat sirkuler untuk operasi yang akan dilakukan. “Saya.... sebagai Perawat
Sirkuler untuk operasi ini”
b. Membacakan hari, tanggal dan jam dilaksankan operasi
Kordinator checklist menyebutkan hari, tanggal dan jam berapa dilaksanakannya
operasi yang akan dilakukan.
c. Membacakan nama, tanggal lahir dan umur pasien
Kordinator checklist membacakan identitas pasien untuk memverifikasi kembali
dengan menyebutkan “Pasien atas nama .... umur .... dengan diagnosa pre operasi”.
d. Konfirmasi secara verbal kelengkapan tim bedah dan anestesi
Tim operasi mungkin sering berubah, manajemen dari situasi yang beresiko tinggi
membutuhkan pengertian siapa anggota tim operasi dan peran serta kemampuan
mereka. Tim yang sudah familiar dengan satu sama lain dapat mengkonfirmasi bahwa
sudah diperkenalkan semua namun anggota baru atau staff baru harus
memperkenalkan diri termasuk siswa atau personel lain. Untuk contohnya : “silahkan
tim bedah dan anestesi untuk memperkenalkan diri dan perannya masing-masing
dimulai dari dokter operator, silahkan dok. Dokter operator (memperkenalkan diri,
menyebutkan nama tindakan, perkiraan operasi, apakah antibiotik profilaksis sudah
masuk, *adakah tindakan kritis, persiapan darah) bila terjadi kejadian yang tidak
diharpkan bertujuan untuk menginformasikan kepada semua anggota tim setiap
langkah yang perlu dilakukan untuk pasien dengan perdarahan yang cepat, cidera atau
morbiditas umum lainnya. Hal ini juga menjadi kesempatan untuk mereview langkah
yang mungkin memerlukan alat khusus, implants atau persiapan lainnya. Asisten
Operator (asisten memperkenalkan diri, kesiapan operasi). Perawat Instrumen
(memperkenalkan diri, menyebutkan jumlah instrumen, kassa, jarum dan sterilisasi
alat). Perawat instrumen yang melakukan setting peralatan harus mengatakan bahwa
sterilisasi sudah diverifikasi dengan baik. Jika ditemukan ketidakcocokkan antara yang
diharpkan dan kenyataan indikator steril harus dilaporkan kepada semua anggota tim
dan diberitahukan sebelum insisi. Dokter anestesi (dokter anestesi memperkenalkan
diri, adakah hal lain pada pasien yang perlu perhatian khusus dok?) pasien yang
beresiko untuk mengalami perdarahan yang banyak, hemodinamik tidak stabil atau
morbiditas umum yang berhubungan dengan prosedur, tim anestesi harus mereview
dengan rencana yang spesifik dan perhatian utnuk resusitasi secara terpisah,
perhatian untuk menggunakan darah dan setiap karkteristik pasien dengan komplikasi.
Perawat anestesi (memperkenalkan diri).
e. Apakah hasil imaging yang penting sudah ditunjukkan?
Hasil imaging penting untuk memastikan rencana dan mengadakan operasi termasuk
ortopedi, spinal dan prosedur thoraks dan berbagai reseksi tumor. Sebelum insisi kulit,
kordinator harus menanyakan ahli bedah apakah hasil imaging diperlukan untuk kasus
tersebut. Jika demikian, koordinator harus mengkonfirmasi secara verbal bahwa hasil
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

imaging yang penting ada dikamar operasi dan ditunjukkan untuk digunakan selama
operasi.
f. Semua Proses Time Out selesai dan diakhiri dengan pembacaan doa.
Setelah semua proses Time Out selesai dilakukan, ditutup dengan pembacaan doa
yang dipimpin dokter operator. “Sebelum operasi dimulai mari kita berdoa terlebih
dahulu Allohumma yassir wala tuassir la haula wala quwwata illabillaahil’aliyyil azhiim.
Aammin.” Jika semua sudah dilengkapi maka tim bisa melanjutkan proses operasi.

3. Sebelum Pasien Meninggalkan Kamar Operasi


Checklist keselamatan ini harus dilengkapi sebelum memindahkan pasien dari kamar
operasi. Tujuannya untuk memfasilitasi transfer informasi yang penting untuk tim yang
bertanggungjawab terhadap pasien setelah pembedahan.
a. Mengucapkan basmalah dan mengkonfirmasi ulang tindakan yang telah
dilakukan kedokter operator.
Karena prosedur mungkin berubah atau berkembang selama tindakan operasi,
koordinator checklist harus memverifikasi ulang dengan ahli bedah dan tim secara
pasti apa nama tindakan atu prosedur yang sudah dilakukan. Sebagai contoh :
“Bismillahirrohmaanirrohiim, Sign Out ya dok. Silahkan dokter untuk menyebutkan
kembali tindakan yang telah dilakukan.
b. Mengkonfirmasi jaringan bila ada dan pemberian label pada spesimen
Koordinator checklist menyakan apakah ada jaringan yang ingin di PA? Kalau ada
lakukan pelabelan segera pada jaringan tersebut. Label yang salah dari spesimen
berpotensial menyebabkan masalah laboratorium. Sirkulator harus mengkonfirmasi
pemberian label yang benar dari spesimen selama prosedur operasi dengan
membaca dengan keras nama pasien, gambaran spesimen dan tanda yang lain.
c. Mengkonfirmasi perdarahan selama tindakan
Koordinator checklist menyakan kepada dokter operator berapa kira-kira jumlah
perdarahan yang dikeluarkan selama tindakan operasi.
d. Memerlukan perawatan khusus atau tidak
Ahli bedah, anestesi dan perawat harus mereview rencana post operatif dan
manajemennya, berfokus pada selama intraoperasi atau isu anestesi yang mungkin
mempengaruhi pasien. Bahkan saat muncul risiko yang spesifik terhadap pasien
selama recovery. Tujuan dari langkah ini adalah untuk transfer yang efisien dan tepat
terhadap informasi yang kritis (penting) untuk seluruh tim.
e. Mengkonfirmasi kelengkapan dan kerusakan instrumen serta kassa
Penggunaan instrumen, kassa dan jarum secara persisten berpotensi untuk terjadi
kesalahan. Perawat instrumen atau sirkuler harus secara verbal mengkonfirmasi
kelengkapan dari jumlah kassa terakhir dan jumlah jarum. Dalam kasus dengan
cavitas yang terbuka, penghitungan instrumen harus dikonfirmasi kelengkapannya.
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

BAB IV
DOKUMENTASI

A. Penandaan Area Operasi


1. Jika pasien dilakukan penandaan lokasi operasi di Instalasi rawat jalan atau poli klinik,
maka didokumentasikan di e-medical record (eMR) rawat jalan.
2. Jika pasien dilakukan penandaan lokasi operasi di Instalasi gawat darurat, maka
didokumentasikan di e-medical record (eMR) IGD.
3. Jika pasien dilakukan penandaan lokasi operasi di ruangan rawat inap atau ruangan
perawatan intensif, maka didokumentasikan dalam catatan perkembangan pasien
terintegrasi (CPPT).

B. Surgical Safety Prosedur


Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan harus dilakukan verifikasi
mengenai ketepatan lokasi, prosedur dan pasien oleh tim kamar bedah dengan
menggunakan checklist safety surgery yang terdiri dari :
1. Sign in (sebelum induksi anestesi).
2. Time out (Sebelum dilakukan insisi).
3. Sign out (saat akan melakukan penutupan luka, tetapi sebelum mengeluarkan pasien dari
ruang operasi).

C. SPO
1. SPO penandaan operasi.
2. SPO pelaksanaan surgical checklist.

D. Form
1. Surgical Safety Checklist
2. Site marking

E. Indikator yang ditetapkan Rumah Sakit Yarsi


Rumah sakit YARSI menetapkan beberapa hal yang dijadikan sebagai sasaran mutu
kamar bedah yang memuat tiga (3) faktor yaitu faktor klinis, faktor manajemen dan faktor
patient safety.
Untuk faktor manajemen patient safety sudah masuk di dalam indikator standar pelayanan
minimal rumah sakit seperti yang tersebut di atas.
1. Faktor klinis waktu operasi elektif kurang dari 2 hari.
Adalah tenggang waktu mulai dokter memutuskan untuk operasi yang terencana sampai
dengan operasi mulai dilaksanakan
2. Faktor manajemen
d. Keterlambatan waktu kedatangan dokter bedah lebih dari 30 menit pada operasi
elektif.
Adalah angka kejadian keterlambatan dokter bedah > dari 30 menit dari jadwal yang
telah ditetapkan saat pendaftaran penjadwalan operasi.
e. Penandaan daerah operasi oleh dokter bedah
Adalah angka kejadian dimana pasien operasi yang harus mendapatkan penandaan
pada daerah operasi oleh dokter bedah tetapi tidak di lakukan.
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

f. Visite pre anestesi oleh dokter anestesi


Adalah angka kejadian dimana dokter anestesi tidak melakukan visit pre anestesi
sebelum masuk kamar operasi.
g. Pelaksanaan sign in, time out, dan sign out.
Adalah angka kejadian dimana tim bedah tidak melakukan verifikasi daftar tilik
keselamatan pasien sesuai dengan fasenya (sign in, time out, dan sign out).

F. Sistem Pelaporan
1. Kamar operasi melakukan pencatatan dan pelaporan yang meliputi : kejadian nyaris
cedera (KNC), kejadian yang tidak diharapkan (KTD) dan sentinel events yang terjadi
selama di kamar bedah.
2. Pencatatan dan pelaporan insiden mengacu pada Buku Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien yang dikeluarkan oleh Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit YARSI.
3. Kamar operasi mengisi formulir pelaporan, buku register insiden dan formulir rekapitulasi
insiden.
4. Hal yang dilaporkan :
a. kejadian nyaris cidera
b. kejadian tidak diharapkan
c. sentinel events
d. indikator keselamatan pasien
5. Waktu pelaporan :
a. Setiap terjadi KTD dilaporkan ke Tim KPRS dalam waktu 24 jam
b. Indikator keselamatan pasien dilaporkan setiap bulan ke tim KPRS.
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 1051

DAFTAR PUSTAKA

1. Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2017). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.
2. Ludwick S. (2004). Surgical safety : addressing the JCAHO goals for reducing wrong-site,
wrong patient, wrong procedure events. Advance in Patient Safety
3. WHO collaborating Centre for Patient Safety Solution Patient Identification. (2007). Patient
Safety Solution. Volume I.
4. Permenkes 1171 tahun 2011
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/Tentang
Keselamatan Pasien.

Anda mungkin juga menyukai