Anda di halaman 1dari 48

DAFTAR ISI

Skenario………………………………………………………………………….............2
Kata sulit…………………………………………………………………………............3
Pertanyaan……………………………………………………………………….............4
Jawaban………………………………………………………………………….............5
Hipotesa………………………………………………………………………................6
Sasaran Belajar………………………………………………………………….............7
Daftar Pustaka…………………………………………………………………..............48

1
SKENARIO

BATUK DARAH

Seorang laki-laki, umur 50 tahun dating ke Puskesmas dengan keluhan batuk berdahak yang
bercampur darah lebih kurang 3 sendok makan setiap batuk sejak 3 hari yang lalu. Keluhan
baru pertama kali dirasakan pasien. Dalam keluarga tidak ada yang menderita dengan
keluhan yang sama.
Pemeriksaan fisik: tanda vital dalam batas normal, bentuk habitus asthenikus, konjungtiva
palpebral pucat dan ada ronkhi basah halus nyaring pada apeks paru kanan.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, laju endap darah tinggi.
Pemeriksaan sputum didapatkan bakteri tahan asam (BTA).
Pemeriksaan foto toraks: ada infiltrate di apeks paru kanan.
Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) kategori I dan menunjuk seorang
keluarganya sebagai pengawas minum obat (PMO). Dokter juga menganjurkan anggota
keluarga yang serumah untuk melakukan pemeriksaan dan mengajarkan etika batuk untuk
mencegah penularan penyakit.

2
KATA SULIT

Habitus Asthenikus : Bentuk tubuh tinggi, kurus, dada rata/ cekung, otot-
otot angulus costae yang tidak tumbuh dengan baik.

Ronkhi Basah : Suara nafas tambahan berupa fibrasi terputus-putus


akibat getaran yang terjadi karena cairan dalam nafas dilalui oleh udara (inspirasi).

Infiltrat : Gambaran radiologi (rontgen (foto toraks)) berupa


densitas paru abnormal yang umumnya terbentuk bercak-bercak kecil dengan densitas sedang
dan batas tidak tegas.

Pengawas Minum Obat (PMO) : Seorang yang mengawasi pasien untuk meminum obat
secara teratur.

Bakteri Tahan Asam (BTA) : Bakteri yang tahan asam dan tahan terhadap
dekolarisasi dengan alkohol asam.

Palpebra : Kelopak mata.

Sputum : Cairan yang didorong keluar dari trakea, bronkhi, paru


melalui mulut

3
PERTANYAAN

1. Mengapa terjadinya batuk berdarah?


2. Mengapa ronkhi basah halus nyaringnya berada di apeks paru kanan?
3. Kapan pemeriksaan sputum terbaik?
4. Mengapa dokter menganjurkan keluarganya untuk melakukan pemeriksaan juga?
5. Obat-obat apa saja yang termasuk jenis OAT?
6. Bagaimana penularan penyakit tersebut?
7. Mengapa pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia?
8. Mengapa diperlukan PMO?
9. Bagaimana etika batuk?
10. Apa bakteri penyebab dari TB paru?

4
JAWABAN

1. Karena adanya iritasi bronkus dan pecahnya pembuluh darah.


2. Pada saluran pernafasan terdapat cairan, dan secara anatomisnya paru kanan lebih
curam dan pada orang dewasa lebih sering di apeks kanan.
3. S  Sewaktu dating ke dokter
P  Pada pagi hari
S  Sewaktu menyerahkan sputum ke dokter
4. Karena TB penyakit menular maka keluarga harus diperiksa sebagai bentuk
pencegahan awal terhadap TB.
5. Rifampisin, Isoniazin, Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol.
6. Terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis biasanya secara inhalasi langsung
(droplet).
7. Karena TB paru dextra termasuk penyakit kronik yang menyebabkan anemia penyakit
kronik yang termasuk anemia mikrositik hipokrom saat besi serum ↓, TIBC ↓, ferritin
↑, dan juga karna hemoptasis.
8. Untuk mencegah gagalnya terapi dan resistensi
9. Promosi Kesehatan Rumah Sakit berbagi informasi tentang etika batuk, ada beberapa
cara batuk dan bersin yang dapat anda lakukan :
- Tutup hidung dan mulut anda dengan menggunaka tissue/saputangan atau lengan
dalam baju anda.
- Segera buang tissue yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.
- Cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun atau pencuci tangan berbasis
alkohol
- Gunakan masker
10. Mycobacterium Tuberculosis

5
HIPOTESA

Kuman Mycobacterium Tuberculosis masuk melalui inhalasi dan masuk ke alveolus


kemudian terjadi inflamasi. Yang didapatkan dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang berupa ronki basah halus, batuk, habitus asthenikus. Diagnosis dokter, pasien
dinyatakan menderita tuberculosis paru dan dilakukan penatalaksanaan berupa OAT dan
PMO.

6
SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Bawah


1.1 Makroskopis
Saluran nafas bagian bawah (Lower Respiratory Tract) yaitu mulai dari bawah
cartilage cricoidea (trachea), bronchus dan cabang-cabangnya sampai alveoli
pulmonis.

Udara masuk saluran nafas bagian bawah mulai dari bawah cartilage cricoidea
terus ke trachea bercabang dua (bifurcatio trachealis) menjadi bronchus
principals/ bronchus primer dexter dan sinister masuk ke bronchus sekunder/
bronchus lobaris terus ke bronchus segmentalis/ tersier, kemudian ke
bronchiolus terminalis masuk ke organ paru melalui bronchioli respiratorii ke
ductus alveolares ke sacculi alveolares dan berakhir di alveoli pulmonis dimana
terjadi diffuse pertukaran O2 dan CO2. Peristiwa ini disebut “Arbor Bronchialis”.

Trachea (Batang Tenggorok)

Terdiri dari tulang rawan dan otot berbentuk pipa yang terletak di tengah-tengah
leher sampai incisura jugularis di belakang manubrium sterni masuk cavum thorax
melalui aperture thoracis superior tepatnya pada mediastinum superior. Dimulai
dari bagian bawah cartilage cricoid setinggi cervical V1 sampai bercabang
menjadi bronchus principals dextra dan sinistra setinggi vertebrae thoracal ke IV –
V. percabangan dikenal dengan “bifurcation trachealis”.

Panjang trachea (10-12 cm), pria 12 cm dan wanita 10 cm yang terdiri dari 16-20
cincin yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan daerah larynx melalui
cartilage cricoidea oleh ligamentum cricotrachealis. Diantara tulang rawan
terdapat jaringan ikat “ligamentum intertrachealis” (lig. Annulare).

Trachea adalah saluran nafas yang penting. Bila terjadi penyumbatan (obstruksi
larynx) saluran nafas terutama daerah larynx, maka harus dibuat saluran
pernafasan buatan (darurat) dengan jalan membuat lubang pada trachea yang
disebut tracheostomy. Lubang dibuat 1-2 cm di atas incisura jugularis sterni.

Beberapa otot pernafasan yang melekat pada dinding dada antara lain:
a. Otot-otot inspirasi
 M. intercostalis externus
 M. levator costae
 M. serratus posterior superior
 M. scalenus
 Diafragma

b. Otot-otot expirasi
 M. intercostalis internus
 M. transversus thoracis
 M. serratus posterior inferior
 M. subcostalis

Persarafan trachea
7
Saraf-sarafnya adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens,
dan truncus symphaticus. Saraf-saraf ini mengurus otot trachea dan membrana
mucosa yang melapisi trachea.

Bronchus
Percabangan trachea setinggi batas vertebrae thoracalis IV-V yang dikenal
dengan bifurcation trachealis memberi cabang 2 buah yaitu Bronchus
Primarius/ branchi principals dextra dan sinistra.

Dinding bronchus terdiri dari cincin tulang rawan, tapi di bagian posterior
berbentuk membran disebut paries membranaceus tracheae. Bronchus
dextra lebih sering terkena infeksi bila dibandingkan dengan bronchus sinistra,
hal ini disebabkan oleh karena:
1) Lumen yang bronchus dextra lebih luas dibandingkan dengan lumen bronchus
sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan sebanyak 6-8 buah
cincin dan bronchus sinistra dengan panjang 5 cm dengan 9-12 buah cincin.
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah, sedangkan
bronchus sinistra 45 derajat, sehingga posisi bronchus kanan lebih curam dari
yang kiri.

Dengan posisi anatomi tersebut maka benda asing dari trachea lebih mudah
masuk ke bronchus dextra sehingga mudah terjadi infeksi bronchus yang
disebut bronchitis.

BRONCHI
1) Bronchi Principales/ Primer/ I dexter, bercabang 3:
1. Bronchus Lobaris Superior Dexter, bercabang 3 segmen:

8
 Bronchus segmentalis apicalis
 Bronchus segmentalis posterior
 Bronchus segmentalis anterior

2. Bronchus Lobaris Medius Dexter, bercabang 2 segmen:


 Bronchus segmentalis lateralis
 Bronchus segmentalis medialis

3. Bronchus Lobaris Inferior Dexter, bercabang 5 segmen:


 Bronchus segmentalis superior
 Bronchus segmentalis basalis medialis
 Bronchus segmentalis basalis anterior
 Bronchus segmentalis basalis lateralis
 Bronchus segmentalis basalis posterior

2) Bronchi Principales/ Primer/ I sinister, bercabang 2:


1. Bronchus Lobaris Superior Sinister, bercabang menjadi 2 segmen:
a. Segmen atas:
 Bronchus segmentalis apicoposterior
 Bronchus segmentalis anterior

b. Segmen bawah:
 Bronchus lingularis superior
 Bronchus lingularis inferior

2. Bronchus Lobaris Inferior Sinister, bercabang menjadi 5 segmen:


 Bronchus segmentalis superior
 Bronchus segmentalis basalis medialis
 Bronchus segmentalis basalis anterior
 Bronchus segmentalis basalis lateralis
 Bronchus segmentalis basalis posterior

9
ARBOR BRONCHIALIS/ ARBOR TREE (Pohon Bronchus)
Bronchi principals/ primer/ I  bronchus lobaris/ sekunder/ II  bronchiole
segmentalis/ tersier/ III  bronchiole terminalis  bronchiole respiratorii 
ductuli alveolares  saccule alveolares  alveoli pulmonis.

Perbedaan bronchus dextra dan sinistra


1) Lumen bronchus dextra lebih luas dibandingkan sinistra.
2) Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2,5 cm dan terdiri dari 6-8 buah
cincin, sedangkan sinistra panjangnya 5 cm dengan 9-12 buah cincin.
3) Bronchus dextra membentuk sudut 25˚ dengan garis tengah, sedangkan sinistra 45˚
sehingga posisi bronchus kanan lebih curam.
*Oleh karena itu, bronchus dextra lebih sering terkena infeksi.

PULMO DAN PLEURA


Organ paru mempunyai 2 bagian penting:
1) Bagian apeks yang ditutupi cupula pleura
2) Bagian basal yang ditutupi oleh pleura diafragma

10
Pulmo terbungkus oleh jaringan ikat kuat yaitu pleura, lapisan luar yang
melapisi dinding dada yang terletak di bawah fascia endothoracica dinamakan
“pleura parietalis” dan bagian yang melekat ke jaringan paru disebut
“pleura visceralis” diantara kedua lapisan tersebut terdapat ruangan yang
disebut cavum pleura (cavitas pleuralis). Cavum pleura mengandung sedikit
cairan pleura yang dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis yang berfungsi
sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua pleura.

Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi:


a. Pleura costalis: terdapat pada daerah iga-iga
b. Plera diafragma: pada daerah diafragma
c. Pleura mediatinalis: pada daerah mediastinum
d. Pleura cervicalis: pada daerah apeks paru

Recessus pleura adalah kantung pleura yang terdapat pada lipatan pleura
parietalis, disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura.
Fungsinya pada waktu inspirasi paru akan mengembangkan akan mengisi
recessus tersebut.

Hillus pulmonalis suatu daerah lipatan pleura pada facies mediastinalis,


dimana terjadinya peralihan dari pleura parietalis menjadi pleura visceralis,
daerah lipatan tersebut membatasi keluar masuknya vasa, nervus, dan
bronchus. Pada hilus kedua paru, kedua lapisan pleura saling berhubungan dan
bergantung longgar di atas hilus dan disebut juga dengan “ligamentum
pulmonale”, yang berfungsi untuk mengatur pergerakan alat dalam hillus
pulmonalis selama proses respirasi.

Pulmo dalam cavum thorax diisi mediastinum ada 2 buah, pulmo dextra dan
pulmo sinistra:
1) Pulmo dextra terdiri dari 3 buah lobus: lobus superior, lobus media, dan lobus
inferior
2) Pulmo sinistra terdiri dari 2 buah lobus: lobus superior, dan lobus inferior
Antara lobus superior terdapat fisura horizontal dan antara lobus media
dengan inferior terdapat fisura oblique.

Perdarahan organ paru


Yang mendarahi organ paru adalah a. brochialis cabang aorta thoracalis dan
vena bronchialis mengalirkan darah ke v. azygos dan v. hemiazygos.

Persarafan paru
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus symphaticus (th
3,4,5) dan serabut parasymphaticus dari n. vagus.
1) Serabut symphaticus: truncus symphaticus kanan dan kiri memberikan
cabang-cabang pada paru membentuk “plexus pulmonalis” yang terletak di
depan dan di belakang bronchus primer. Fungsi saraf symphatis untuk
relaksasi tunica muscularis dan menghambat sekresi bronchus. Biasa diberikan
pada penderita asthma bronchiale karena menyempitkan lumen bronchus.
2) Serabut parasymphaticus: nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan
cabang-cabang pada plexus pulmonalis ke depan dan ke belakang. Fungsi

11
saraf parasimpatis untuk kontraksi tunica muscularis akibatnya lumen
menyempit dan merangsang sekresi bronchus.

Alat – alat penting yang terdapat pada hillus pulmonis :


1. Alat-alat yang masuk pada hillus pulmonis :
Bronchus primer, A. Pulmonalis, A. Bronchialis, dan syaraf.
2. Alat-alat yang keluar dari hillus pulmonis :
2 buah vena pulmonalis,vena bronchialis, dan limfonodus.

Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan alur :


1. impresio cardiaca.
2. sulcus vena cava.
3. sulcus aorta thoracalis.
4. sulcus oesophagia

12
1.2 Mikroskopis
Mikroskopis dari saluran pernafasan bagian bawah :

TRAKEA

13
Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen fibroelastis dan
berkas-berkas otot polos (M. trakealis) terikat pada periostium dan menjembatani
kedua ujung bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari
lumen,sedangkan muskulus memungkinkan lumen menutup.Kontraksi otot dan
penyempitan lumen trakea akibat bekerjanya refleks batuk.

14
BRONKUS DAN BRONKIOLUS

Bronkus

Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan sedikit sel
goblet. lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar
seromukous dan kartilago lebih pipih

Bronkiolus

Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia dengan
beberapa sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil
bronkiolusnya epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil
terdapat sel clara yang menghasilkan surfaktan.

Bronkiolus terminalis

Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia)
terdapat di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia
tersusun atas sel otot polos dan serabut elastic.

Bronkiolus respiratoris

Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki
sedikit sel clara dan memiliki lapisan otot polos

Ductus Alveolaris

Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel selapis


gepeng, diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis. Alveoli
dipisahkan septum interalveolaris.

15
ALVEOLI

Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus.Terdiri atas 2 lapis epitel


gepeng, didalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, retikulin, fibroblast.
Antara dinding alveoli yang berdekatan terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15
mm,disebut stigma alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum
Intralveolaris.

Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop
elektron :

1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95 % dinding


alveoli,sitoplasma tipis.
2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk kubis, inti
bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen, sitoplasma
mengandungmultilamelar bodies (surfaktan).
3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak besar inti
bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah memfagosit) /bergranula tanpa
vakuola(mitosis dri makrofag).

Sel pneumosit tipe I dan Sel pneumosit tipe I

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Bawah


Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Zona Konduksi
Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta
membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan
suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan
suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli
terminalis.

2. Zona Respiratorik
Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas
antara udara dan darah terjadi di dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula
struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk
menyaring partikel-partikel yang masuk.

16
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu :
1. Menarik napas (inspirasi)
Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan
meningkatkan tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan
intraktorakal). Otot-otot tersebut diantaranya adalah M. Intercostalis Eksterna, M.
Sternocleidomastoideus, M. Serratus anterior & M. Scalenus
Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus
prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis kontraksi. Dengan demikian
jarak antara sternum dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar
maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara
di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
2. Menghembus napas (ekspirasi)
Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk
menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan
kendur lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan
dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar.
Tetapi setelah ekspirasi normal, kita pun masih bisa menghembuskan nafas dalam-
dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis
internus dan muskulus abdominis.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :


1. Ventilasi
Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting dalam ventilasi :
1) Tekanan Atmosfer
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap benda-benda
dipermukaan bumi. Tekanan ini ± 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring
dengan penambahan ketinggian diatas permukaan laut.
2) Tekanan Intra-alveolus
Tekanan di dalam alveolus
3) Tekanan Intrapleura
Tekanan dalam kantung pleura, dikenal juga sebagai tekanan Intra toraks, yaitu
tekanan yang terjadi diluar paru. Tekanan intra pleura biasanya lebih kecil daripada
tekanan atmosfer, ± 756mmHg saat istirahat
Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat
inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara
dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi
tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan
tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan
karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan
diafragma.
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori
alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan
alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps
alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan
udara.
2. Difusi

17
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah
pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari
tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap
perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi
oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit.
3. Transportasi
Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan
karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.
4. Regulasi
Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh
sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :
Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata.
Pusat nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons.
Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons
terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi
sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area
mengeksitasi sirkuit inspirasi.

Membran Pernafasan
Pertukaran gas antara udara alveolus dengan darah paru tidak hanya terjadi di
alveoli itu sendiri tetapi juga diseluruh bagian terminal paru. Membran ini secara
bersama-sama dikenal sebagai membran pernafasan/membran paru.
Lapisan-lapisan membran pernafasan adalah sebagai berikut :
a. Lapisan cairan dan surfaktan
b. Epitel alveolus
c. Membran basalis epitel
d. Ruang interstisial diantara epitel alveolus dengan membran kapiler
e. Membran basalis kapiler
f. Endotel kapiler
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas melalui membran pernafasan
adalah ketebalan membran, luas permukaan membrane. Untuk memindahkan
masing-masing gas melalui membran pernafasan bergantung kepada kelarutannya
dalam membran ini dan berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat
molekulnya.

18
MEKANISME BATUK

Seluruh saluran nafas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar
tetap lembab oleh selapis mukosa yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini
disekresikan sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran nafas, dan sebagian lagi
oleh kelenjar submukosa yang kecil. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan
penumpukan sekret yang berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-
lain.

Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase:

Fase 1 (Inspirasi), paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, oesofagus dan pita
suara menutup, sehingga udara terjerat dalam paru2
Fase 2 (Kompresi), otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan paru2,
diikuti pula dengan kontraksi intercosta internus. Pada akhirnya akan menyebabkan
tekanan pada paru2 meningkat hingga 100mm/hg.
Fase 3 (Ekspirasi), Spontan oesofagus dan pita suara terbuka dan udara meledak
keluar dari paru

3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis


3.1 Morfologi
Kingdom : Bacteria
Filum : Acinobacteria
Ordo : Actynomycetales
Upordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacterieae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. Tuberculosis

Spesies yang selalu dipertimbangkan sebagai pathogen

Spesies Reservoir Manifestasi Klinis Umum


M.tuberculosis Manusia Paru-paru dan tuberkulosis disseminate
M.leprae Manusia Leprosi
M.bovis Manusia dan ternak Penyakit mirip tuberculosis

19
Spesies yang potensial patogen terhadap manusia

Spesies Reservoir Manifestasi Klinis Umum


M.avium complex Tanah,air,unggas,burung,t Disseminata,paru-paru,sangat
ernak,dan lingkungan umum pada AIDS
M.kansaii Air,ternak Paru-paru
M.africanum Manusia,kera Biakan paru-paru mirip tuberculosis
M.genavense Manusia,burung Tidak diketahui
M.malmoense Tidak diketahui Paru-paru mirip tuberculosis
M.marinum Ikan,air Nodul subkutaneus dan abses
M.scrofulaceum Tanah,air,makanan yang Limfadenitis servikal
lemba
M.simiae Kera,air Pulmonary,disseminated pada
pasien AIDS
M.szulgai Tidak diketahui Pulmonary
M.ulcerans Manusia,lingkungan Nodul dan ulcer subkutaneus
M.xenopi Air,burung Pulmonary

Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang lurus atau agak bengkok,


berukuran panjang 1 sampai 4 µ dan lebar 0,2 sampai 0,8 µ, dapat ditemukan bentuk
sendiri maupun berkelompok. Kuman ini merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang
bersifat tidak bergerak, tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada pewarnaannya M.
tuberculosis tampak seperti manik-manik atau tidak terwarnai secara merata.
a. Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6°C selama 15-20 menit.
b. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
c. Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam.
d. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
e. Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam
lemari dengan suhu 20°C selama 2 tahun.
f. Mycobakteri tahan terhadap berbagai chemikalia dan disinfektan antara lain phenol
5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%.
g. Basil ini dihancurkan oleh iodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan
hancur dalam 2-10 menit.
20
h. Bersifat aerob obligat

Komponen Basil Tuberkel

A. Lipid

Mikobakterium kaya akan lipid, yang tediri dari asam mikolat ( asam lemak rantai
panjang C78-C90), lilin, dan, fosfat. Di dalam sel, lipid banyak terikat dengan protein
dan polisakarida. Lipid pada beberapa hal bertanggungjawab pada sifat tahan asamnya.
Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan
asam bakteri ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid
tertentu. Sifat tahan asam juga dapat dihilangkan setelah sonikasi sel mikobakterium.
Analisis lipid oleh kromatografi gas menunjukkan pola yang dapat membantu
klasifikasi spesies yang berbeda.

Fraksi lipid dari dinding sel mikobakterium tuberkulosis terdiri dari 3 komponen:

a. Asam Mikolat → hidrofobik kuat yang membentuk lipid pada sekeliling organisme
tersebut dan mempengaruhi permeabilitas selnya. As. Mikolat diperkirakan sebagai
faktor penentu virulensi MTB. As mikolat dapat mencegah serangan dari protein
kation, lisozim dan oksigen radikal pada granula fagositik
b. Cord factor → toxic bagi sel mamalia dan juga sebagai inhibitor dari migrasi sel
PMN.
c. Wax-D → merupakan komponen utama dari Freund‟s Complete Adjuvant (FCA)
pada envelope sel

B. Protein

Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi


tuberculin. Protein berikatan dengan wax fractioncan, setelah injeksi, akan
menginduksi sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang pembentukan
berbagai antibodi.

C. Polisakarida

Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam


pathogenesis penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi
hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan
serum pasien yang terinfeksi.

3.2 Siklus Hidup


Mikobacterium dalam droplet dengan diameter 1-5 μm dihirup dan mencapai
alveoli. Penyakit dihasilkan dari pembentukan dan proliferasi organisme virulen
dengan inang. Basil virulen yang diinjeksikan (yaitu BBG) bertahan hanya dalam
beberapa bulan atau tahun dalam inang yang normal. Resistensi dan
hipersensitivitas inang sangat mempengaruhi perkembang penyakit. Kuman ini
tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2 minggu bahkan kadang-
kadang setelah 6-8 minggu. Suhu optimum 37°C, tidak tumbuh pada suhu 25°C
atau lebih dari 40°C.

21
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6°C
selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari
lansung selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama
20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
Biakan basil ini apabila berada dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat
disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C selama 2 tahun. Mycobacterim tahan
terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat
15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur
dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam
keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat
terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini
apabila suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan untuk berkembang,
kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali.

IDENTIFIKASI
Identifikasi melalui pewarnaan Ziehl Neelsen
1) Siapkan sediaan yg sdh direkatkan oleh sputum
2) Fiksasi
3) Tuangi dengan Karbol fuchsin, diamkan selama 5 menit
4) Panaskan sampai keluar uap, tapi tidak sampai mendidih selama 5 menit
5) Cuci dengan air mengalir
6) Tuang dengan H2SO4 5% selama 3 detik sambil sediaan dimiringkan
7) Tuang kembali dengan alkohol 60% slm 30 detik
8) Cuci dengan air mengalir
9) Tuang dengan biru metilen, diamkan selama 1-2 menit
10) Cuci dengan air mengalir
11) Keringkan di atas kertas saring tanpa menggosoknya
12) Teteskan sedikit minyak emersi
13) Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x

Interpretasi Hasil

1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.


2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut +(1+).
4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++(2+).
5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++(3+).

4. Memahami dan Menjelaskan TB Paru


4.1 Definisi
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat
lama dikenal pada manusia, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan
tulang vertebra toraks yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari
kuburan zaman neolitikum.

Literatur Arab: Al- Razi (850-953 M) dan Ibnu Sina (980-1037 M) menyatakan
adanya kavitas pada paru-paru dan hubungannya dengan lesi di kulit.

22
Pencegahannya dengan makan makanan yang bergizi, menghirup udara yang
bersih dan kemungkinan (prognosis) dapat sembuh dari penyakit ini. TB sering
didapat pada usia muda (18-30 tahun) dengan tanda-tanda badan kurus dan dada
yang kecil.

Tahun 1882 Robert Koch menemukan kuman penyebabnya semacem bakteri


berbentuk batang. Pada tahun 1896 Rontgen menemukan sinar X sebagai alat
bantu menegakkan diagnosis yang lebih tepat. Penyakit ini kemudian dinamakan
tuberculosis, dan hampir seluruh tubuh manusia dapat terserang olehnya tetapi
yang paling banyak adalah organ paru.

4.2 Klasifikasi
Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli radiologi,
ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman
klasifikasi tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang
diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
 Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak
negative, tes tuberculin negatif.
 Kategori I: terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini
riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif.
 Kategori II: terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin
positif, radiologis dan sputum negative.
 Kategori III: terinfeksi tuberculosis dan sakit.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni:


Kategori I, ditujukan terhadap:
 Kasus baru dengan sputum positif
 Kasus baru dengan bentuk TB berat

Kategori II, ditujukan terhadap:


 Kasus kambuh
 Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Kategori III, dituukan terhadap:


 Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas
 Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I

Kategori IV, ditujukan terhadap: TB kronik

4.3 Epidemiologi
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah
China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonesia
berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA
di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan
survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB
menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka

23
kejadian TB di Indonesia relative terlepas dari angka pandemic infeksi HIV
karena masih relative rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah
di masa dating melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ke
tahun. Suatu surevei mengenai prevalensi TB yang dilaksanakan di 15 provinsi
Indonesia tahun 1979-1982.

4.4 Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. M.tuberculosis adalah
kuman bentuk batang, bersifat aerob yang memperoleh energi dari oksidasi
beberapa senyawa karbon sederhana, dan tidak membentuk spora. Ukuran kuman
ini sekitar 0,4 – 3 µm.14 Secara umum, Mycobacteria rentan terhadap suhu yang
tinggi dan sinar UV.15 Dengan pewarnaan tehnik Ziehl Neelsen, maka kuman ini
tergolong Bakteri Tahan Asam (BTA).

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/ um dan tebal 0,3-0,6/ um. Yang
tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah:
1) M. tuberculosae
2) Varian Asian
3) Varian African I
4) Varian African II
5) M. bovis
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT), atypical adalah:
1. M. kansasi
2. M. avium
3. M. intra cellular
4. M. scrofulaceum
5. M. malmacerse
6. M. xenopi

4.5 Manifestasi Klinis


Ketika seorang pasien menderita tuberkulosis, gejala dan tanda awal tidak
spesifik. Secara umum, tanda dan gejala tuberkulosis adalah batuk produktif yang
berkepanjangan (>3 minggu), dispneu, nyeri dada, anemia, hemoptisis, rasa lelah,
berkeringat di malam hari. Dikenal pula gejala sistemik, yaitu demam, menggigil,
kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan.

Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah


banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:
Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41oC. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya
demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien
dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

24
Batuk/ batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuj darah pada tuberculosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.

Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritic. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/ melepaskan nafasnya.

Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

4.6 Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup,
dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman
TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi,
pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan
kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.

Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan
saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks


primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan

25
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan
sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB
biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah
103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 4
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan.

Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung dari penderita TB


kepada orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit TB terjadi melalui
hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya
berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama. Penderita penyakit TB
sering tidak tahu bahwa ia menderita sakit tuberkulosis (Djojodibraoto, 2009).

Sumber penularan adalah pasien dengan TB BTA (+) yang pada saat batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dahak (droplet nuclei).
Sekali batuk pasien tersebut dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan / partikel dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari dapat langsung membunuh kuman. Daya penularan seorang pasien
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor
yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Gerdunas-TB,
2007).

Jika droplet tadi terhirup oleh orang lain yang sehat, droplet akan terdampar pada
dinding saluran pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran pernapasan
bagian atas, droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus mana pun; tidak ada
prediksi lokasi terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil
tuberkulosis akan membentuk suatu focus infeksi primer berupa tempat pembiakan
basil tuberkulosis tersebut dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi.
Basil TB yang masuk tadi akan mendapatkan perlawanan dari tubuh, jenis
perlawanan tubuh tergantung kepada pengalaman tubuh, yaitu pernah mengenal
basil TB atau tidak pernah sama sekali (Djojodibroto, 2009).

Tuberkulosis Primer
Individu yang terinfeksi basil TB untuk pertama kalinya hanya memberikan reaksi
seperti jika terdapat benda asing di saluran pernapasan. Selama tiga minggu, tubuh
hanya membatasi fokus infeksi primer melalui mekanisme peradangan, tetapi
kemudian tubuh juga mengupayakan pertahanan imunitas selular (delayed
hypersensitivity). Setelah 3 minggu terinfeksi basil TB, tubuh baru mengenal seluk-
beluk basil TB. Setelah 3-10 minggu, basil TB akan mendapat perlawanan yang
berarti dari mekanisme sistem pertahanan tubuh ditandai dengan timbulnya
reaktivitas dan peradangan spesifik. Proses pembentukan pertahanan imunitas
selular akan lengkap setelah 10 minggu. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui
saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin
timbul di bagian mana saja di dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari
sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah

26
bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal bersama-
sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer (Sudoyo, 2007)

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi beberapa pilihan sebagai berikut:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum).
Ini yang paling banyak terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm
dan ± 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
b. Penyebaran secara bronkogen, penyebaran pada paru yang bersangkutan maupun
ke paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama dahak dan ludah
sehingaa menyebar ke usus.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman Penyebaran ini dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia
dan sebagainya.

Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :


- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada
anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal , Sebagian besar orang yang terkena infeksi basil tuberkulosis dapat
berhasil mengatasinya, hanya beberapa orang saja (3-4% dari yang terinfeksi) yang
tidak berhasil menanggulanginya keganasan basil TB (Djojodibroto, 2009).
Tuberkulosis Post-Primer (Tuberkulosis Sekunder)
TB post-primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen
setelah TB primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. TB post-primer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu TB bentuk dewasa, localized
tuberculosis, TB menahun, dan sebagainya. Bentuk TB inilah yang terutama
menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menjadi sumber penularan.
TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit
malignan, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB post-primer dimulai dengan sarang dini,
yang umumnya terletak di segmen apikal pesterior lobus superior maupun lobus
inferior. Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler
paru (Sudoyo, 2007).

4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
e. Rontgen dada (thorax photo).
f. Uji tuberkulin.

27
ANAMNESIS
TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu
bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
TB Ekstra Paru
1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang
(gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks,
dan lain-lain.
PEMERIKSAAN FISIK
Didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat, badan kurus (BB menurun).
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru, akan
didapatkan perkusi redup dan auskultasi suara napas bronchial, didapatkan bunyi
tambahan berupa ronki basah, kasar, nyaring. Dalam penampilan klinis, TB paru
sering asimtomatik.
PEMERIKSAAN LABORATURIUM
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien
anak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
1. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
2. P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.

28
Cara pemeriksaan bakteriologi dilakukan secara mikroskopis dan kultur.
Pemeriksaan mikroskopis dapat dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau dengan
fluorosens pewarnaan auramin-rhodamin. Sedangkan, pemeriksaan kultur
dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan menggunakan media
Lowenstein-jensen, ataupun media agar.

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah:

1. 3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif

2. 1 positif + 2 negatif atau ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif atau
BTA positif. Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif adalah:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral atau bilateral

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan


dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi
tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai
berikut:
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,

29
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi:
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura

SUSPEK TB PARU

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis tuberkulosis


antara lain:

1. Pemeriksaan BACTEC dengan metode radiometric


2. Polymerase Chain Reaction (PCR)
3. Pemeriksaan serologi dengan ELISA, ICT, Mycodot, PAP, dan IgG TB
4. Analisis cairan pleura :Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta
cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.

30
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan dengan biopsi jaringan halus
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan
jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi pada Biopsi aspirasi
dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB), Biopsi pleura
(melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman),
Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi,
trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka), dan Otopsi pada
pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke
dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur
serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
6. Pemeriksaan darah rutin: tidak banyak membantu
7. Uji tuberkulin: kurang berarti untuk orang dewasa

Tes Serologi

Tes serologi yang dikenal hingga saat ini yang dapat membantu diagnosa
tuberkulosis adalah Tes Takahasi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida
kaolin pada seri pengenceran serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer > 128
dianggap positif, yang berarti proses tuberkulosis masih aktif.

Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1
tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%,
2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut
dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin
kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux
lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian
atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) :>= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

DIAGNOSIS BANDING

1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
Kanker paru-paru stadium dini sering kali tidak menunjukkan gejala apapun.
Tapi dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadi antara lain:

31
a. Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
b. Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
c. Nyeri dada yang terus menerus
d. Batuk darah
e. Suara serak
f. Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
g. Selalu merasa sangat letih
h. Kehilangan berat badan
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
6. Ronkopneumonia

4.8 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
- OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
- Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
- Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan

Tahap awal (intensif)


- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.

Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan

Pengobatan TB paru:
1. Kategori I  2RHZE/4R3H3
a. TB paru BTA (+) kasus baru
b. TB paru BTA (-), foto thorax (+), kasus baru
c. TB ekstra paru ringan & berat
2. Kategori II  2RHZES/1RHZE/5R3H3E3
a. Pasien kambuh
b. Pasien default
c. Pasien gagal pengobatan

32
Resimen Pengobatan*
Katerogi Pasien TB
Fase Awal Fase Lanjutan
1 TBP sputum BTA (+) baru 2 SHRZ (EHRZ) 6 HE
Bentuk TBP berat 2 SHRZ (EHRZ) 4 HR
TB ekstra-paru 2 SHRZ (EHRZ) 4 H3R3
TBP BTA-negatif

2 Relaps 2 SHZE/1 HRZE 5 H3R3E3


Kegagalan pengobatan 2 SHZE/1 HRZE 5 HRE
Kembali ke default

3 TBP sputum BTA-negatif 2 HRZ atau 2 6 HE


TB ekstra-paru H3R3Z3 2 HR/4 H
(menengah berat) 2 HRZ atau 2 2 H3R3/4 H
H3R3Z3
2 HRZ atau 2
H3R3Z3
4 Kasus kronis (masih BTA- Tidak dapat diaplikasikan
positif setelah pengobatan (mempertimbangkan menggunakan
ulang yang disupervisi obat-obatan barisan kedua)

Singkatan: TB = TBP = Tuberkulosis paru; S = Streptomisin; H =


Isoniazid; R = Rifampisin; Z = Pirazinamide; E = Etambutol.
Membaca resimen, misalnya: 2 SHRZ (EHRZ)/4 H3R3 menunjukkan
sebuah resimen untuk 2 bulan di antara obat-obatan etambutol, isoniazid,
rifampisin, dan pirazinamide yang diberikan setiap hari yang diikuti dengan
pemberian 4 bulan isoniazid dan rifampisin yang diberikan tiap hari atau 3x
seminggu.
Dosis Obat Dosis Berkala 3x
Nama Obat
BB <50 kg BB >50 kg Seminggu
Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg
Rifampisin 450 mg 600 mg 600 mg
Pirazinamide 1000 mg 2000 mg 2-3 g
Streptomisin 750 mg 1000 mg 1000 mg
Etambutol 750 mg 1000 mg 1-1.5 g
Etionamid 500 mg 750 mg
PAS 99 10 g
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
a. Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin,
Etambutol,Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang
tinggidengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar
dapatdipisahkan dengan obat-obatan ini.
b. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat,
Sikloserin,Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin

Isoniazid (INH)
- Efek antibakteri
Bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat
pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel
dengan mudah.
33
- Mekanisme kerja
Menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid)yang merupakan unsur
penting dinding sel mikobakterium.
- Farmakokinetik
Mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi ke
dalam sel dan semua cairan tubuh. Antar75-95% diekskresikan melalui urin
dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit.
- Efek samping
Reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis
perifer paling banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati,
methemoglobinemia, tinnitus, dan retensiurin.
- Sediaan dan posologi
Terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400mg serta sirup 10 mg/mL.
Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan B6. Biasanya diberikan dalam
dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300
mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari,
tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak < 4 tahun
dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2
kali seminggu dengandosis 15 mg/kgBB/hari.

Rifampisin
- Aktivitas antibakteri
Menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-negatif.
- Mekanisme kerja
Terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA
dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain
dengan menekan mulai terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis
RNA.
- Farmakokinetik
Pemberian per oral menghasilkan kadar puncak dalamplasma setelah 2-4 jam.
Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan
kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh
makanan. Didistribusi keseluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai
organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin dengan warna
merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan keringat.
- Efek samping
Jarang menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Yang palingsering ialah ruam
kulit, demam, mual, dan muntah.
- Sediaan dan posologi
Tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula tablet 450 mg
dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Beberapa
sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali
sebaiknya 1 jam sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang
dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat
badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-
20mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.

34
Etambutol
- Aktivitas antibakteri
Menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel
mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.
- Farmakokinetik
Pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat
ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan
kadar terapi dalam cairan otak.
- Efek samping
Jarang. Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan, biasanya
bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman
penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya
lapangan pandang, dan skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan
peningkatan kadar asam urat darah pada50% pasien.
- Sediaan dan posologi
Tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur dengan
isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan
sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari
pertama, kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.

Pirazinamid
- Aktivitas antibakteri
Mekanisme kerja belum diketahui.
- Farmakokinetik
Mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama
melalui filtrasi glomerulus.
- Efek samping
Yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi asam
urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga
disuria, malaise, dan demam.
- Sediaan dan posologi
Bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35mg/kgBB sehari
(maksimum 3 g), diberikan dalam satu atau beberapa kalisehari.

Streptomisin
- Aktivitas antibakteri
Bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk
kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.
- Farmakokinetik
Setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam
plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk kedalam eritrosit. Kemudian
menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
- Efek samping
Umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala
sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik.Ototoksisitas lebih sering terjadi
pada pasien yang fungsi ginjalnya terganggu.
- Sediaan dan posologi
Bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20mg/kgBB secara IM,
maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu.Kemudian frekuensi berkurang
menjadi 2-3 kali seminggu.

35
Etionamid
- Aktivitas antibakteri
In vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-
2.5 g/mL.
- Farmakokinetik
Pemberian per oral mudah diabsorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi
bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan meratake cairan dan jaringan.
Ekskresi cepat dalam bentuk utama metabolit 1%aktif.
- Efek samping
Paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural,
depresi mental, mengantuk dan asthenia
- Sediaan dan posologi
Dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mgsehari, lalu dinaikan setiap 5
hari dengan dosis 125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi
iritasi lambung.

Paraaminosalisilat
- Aktivitas bakteri
In vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1 g/mL.
- Farmakokinetik
Mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80% di
ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.
- Efek samping
Gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelainan darah
antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom
mononukleosis atipik, trombositopenia.
- Sediaan dan posologi
Dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12g sehari.

Sikloserin
- Aktifitas bakteri
In vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 g/mL dengan menghambat sintesis
dinding sel.
- Farmakokinetik
Baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelahpemberian obat 4-8 jam.
Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal
dalam 2-6 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh.
- Efek samping
SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit kepala,
tremor, vertigo, konvulsi, dll.
- Sediaan dan posologi
Bentuk kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam
plasma 25-30 g/mL. Kanamisin dan Amikasin Menghambat sintesis protein
bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat supresif.
- Farmakokinetik
Melalui suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr, atau
dengan intravena selama 5 hr/mgg selama 2bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5
mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4 bulan.

36
Kapreomisin
- Efek samping:
Nefrotoksisitas dengan tanda naiknya BUN, menurunnya klirens kreatinin dan
albuminuria. Selain itu bisa terjadi hipokalemia, ujifungsi hati buruk,
eosinogilia, leukositosis, leukopenia, dan trombositopenia.

Obat Efek Samping


Isoniazid Neuropati perifer yang dapat dicegah dengan
pemberian vitamin B6, hepatotoksik
Rifampisin Sindrom flu, hepatotoksik
Streptomisin Nefrotoksik, gangguan nervus VIII kranial
Etambutol Neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/dermatitis
Etionamid Hepatotoksik, gangguan pencernaan
PAS Hepatotoksik, gangguan pencernaan
Cycloserin Seizure/kejang, depresi, psikosis

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS

a. Kehamilan

Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic
dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan
dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatan sangat
penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan
dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

b. Ibu menyusui dan bayinya

Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita
TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat
merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu
danbayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.Pengobatan
pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.

c. Pasien TB pengguna kontrasepsi

Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,susuk KB),
sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB
sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal,atau kontrasepsi yang
mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).

d. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS

Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama


seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDSsama efektifnya dengan
pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah
dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai

37
berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan
Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution(Kewaspadaan
Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara
terintegrasi dalam satu UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur.Pasien
TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk kepelayanan VCT
(Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukareladengan test HIV).

e. Pasien TB dengan hepatitis akut

Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinisikterik, ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan
Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3
bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan
Isoniasid (H)selama 6 bulan.

f. Pasien TB dengan kelainan hati kronik

Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3kali OAT tidak
diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya
kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan
ketat.
Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang
dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

g. Pasien TB dengan gagal ginjal

Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu
dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat
diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal.
Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari
penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal
ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang
sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal
adalah 2HRZ/4HR.

h. Pasien TB dengan Diabetes Melitus

Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat


oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat antidiabetes perlu ditingkatkan.
Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB,
dilanjutkan dengan antidiabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi
komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian
etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.

i. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid

Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yangmembahayakan jiwa pasien


seperti:
Meningitis TB

38
TB milier dengan atau tanpa meningitis
TB dengan Pleuritis eksudativa
TB dengan Perikarditis konstriktiva.

Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,kemudian
diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikandengan jenis penyakit dan
kemajuan pengobatan.
j. Indikasi operasi

Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:


1) Untuk TB paru:
Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan carakonservatif.
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapatdiatasi secara
konservatif.
Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
2) Untuk TB ekstra paru:

Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulangyang disertai


kelainan neurologik.

PENGENDALIAN, PENGOBATAN DAN PENYULUHAN YANG


DILAKSANAKAN PADA PENDERITA TBC
Pengendalian Penderita Tuberkulosis
1) Petugas dari puskesmas harus mengetahui alamat dan tempat kerja penderita
2) Petugas turut mengawasi pelaksanaan pengobatan agar penderita tetap teratur
menjalankan pengobatan dengan jalan mengingatkan penderita yang lain. Disamping
itu agar menunjuk seorang pengawas pengobatan dikalangan keluarga
3) Petugas harus mengadakan kunjungan berkala kerumah-rumah penderita dan
menunjukan perhatian atas kemajuan pengobatan serta mengamati kemungkinan
terjadinya gejala sampingan akibat pemberian obat.

Pengobatan Penderita Tuuberkulosis

1) Penderita yang dalam dahaknya mengandung kuman dianjurkan untuk menjalani


pengobatan di puskesmas
2) Petugas dapat memberikan pengobatan jangka pendek di rumah bagi penderita secara
darurat atau karena jarak tempat tinggal penderita dengan puskesmas cukup jauh untuk
bisa berobat secara teratur
3) Melaporkan adanya gejala sampingan yang terjadi, bila perlu penderita dibawa
kepuskesmas.

Penyuluhan Penderita Tuberkulosis


1) Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara
berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka,
ceramah dan mass media yang tersedia di wilayahnya, tentang cara
pencegahan TB-paru

2) Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu


kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai
upaya mengurangi penyebaran penyakit

39
3) Memberikan penyuluhan prorangan secara khusus kepada penderita agar
penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada
orang lain
4) Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan
demi tercapainya masyarakat yang sehat
5) Menganjurkan masyarakat untuk melaporkan apabila diantarnya warganya ada
yang mempunyai gejala-gejala penyakit Tb paru
6) Berusaha menghilangkan rasa malu pada pederita oleh karena penyakit TB
paru bukan lagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan
seperti halnya penyakit lain
7) Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada
koordinatornya sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader

 Promotif
Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara
pencegahan, faktor resiko
Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.

 Preventif
Vaksinasi BCG
Menggunakan isoniazid (INH)
Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahuisecara dini.

4.9 Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
 Komplikasi dini: pleuritic, efusi pleura, empyema, laryngitis, usus,
Poncet’s arthropathy
 Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan nafas  SOPT (Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat  fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

4.10 Pencegahan
TBC dapat dicegah dengan memutuskan rantai penularan yaitu dengan mengobati
penderita TBC sampai benar-benar sembuh serta dengan melaksanakan Pola
Hidup Bersih dan Sehat. Sedangkan untuk penyembuhan dengan jalan minum
obat yang diberikan secara teratur,sampai dinyatakan sembuh. Seseorang yang
positif menderita penyakit TBC bila berobat di unit pelayanan kesehatan akan
mendapat obat TBC yang disebut"Kombipak" atau paket obat FDC yang
semuanya diberikan secara gratis, dengan mutu dan kualitas.

DOTS
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy) adalah strategi
pengobatan pasien TB dengan menggunakan paduan obat jangka pendek dan

40
diawasi langsung oleh seorang pengawas yang dikenal sebagai PMO (pengawas
menelan obat). Pengobatan TBC dengan strategi DOTS ini merupakan satu-
satunya pengobatan TBC yang saat ini direkomendasikan oleh oraganisasi
kesehatan sedunia (WHO) karena terbukti paling efektif. Obat TBC harus
diminum secara teratur sampai penderita dinyatakan sembuh. Lama pengobatan
berkisar 6sampai dengan 8 bulan. Jika tidak teratur minum obat akan
menimbulkan: >( Penyakitnya akan lebih sukar diobati ) > ( Kuman TBC dalam
tubuh akan berkembang semakin banyak dan menyerang organ tubuh lain) >(
Akan membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat sembuh ) > ( Biaya pengobatan
akan sangat besar .

Pencegahan terhadap kemungkinan terjangkitnya penyakit ini merupakan langkah


yang paling efektif dan efisien. Adapun yang dapat kita lakukan sebagai upaya
pencegahan adalah sebagai berikut:
* Konsumsi makanan bergizi
Dengan asupan makanan bergizi, daya tahan tubuh akan meningkat. Produksi
leukosit pun tidak akan mengalami gangguan, hingga siap melawan bakteri TBC
yang kemungkinan terhirup. Selain itu, konsumsi makanan bergizi juga
menghindarkan terjadinya komplikasi berat akibat TBC (Anonim e, 2010).
* Vaksinasi
Dengan vaksinasi BCG yang benar dan di usia yang tepat, sel-sel darah putih
menjadi cukup matang dan memiliki kemampuan melawan bakteri TBC. Meski
begitu, vaksinasi ini tidak menjamin penderita bebas sama sekali dari penyakit
TBC, khususnya TBC paru. Hanya saja kuman TBC yang masuk ke paru-paru
tidak akan berkembang dan menimbulkan komplikasi. Bakteri juga tidak bisa
menembus aliran darah dan komplikasi pun bisa dihindarkan. Dengan kata lain,
karena sudah divaksin BCG, anak hanya menderita TBC ringan (Anonim e, 2010).
* Lingkungan
Lingkungan yang kumuh dan padat akan membuat penularan TBC berlangsung
cepat. Untuk itulah mengapa lingkungan yang sehat dan kebersihan makanan dan
minuman sangat perlu untuk dijaga.

- Jangan meludah di sembarang tempat .


- Gunakan tempat yang tertutup untuk menampung dahak.
- dahak jangan dibuang di sembarang tempat.
- Terapkan perilaku hidup bersih dan sehat (tidak merokok, jemur kasur dan tikar
secara teratur, ventilasi udara serta sinar matahari.

Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Environment
dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :

41
a. Pencegahan Primer
Dengan promisi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan
standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.

Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi :


1. Imunisasi aktif, melalui vaksinasi Basil Calmette Guerin (BCG) secara nasional
dan internasional pada daerah dengan kejadian tinggi dan orang tua penderita atau
berisiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host
tambahan dan Environment
2. Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan
dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak
3. Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan
diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.

b. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus
TBC yang timbul dengan 3 komponen utama : Agent, Host dan Environment.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga.
Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC
sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan
tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk
yang paling efektif.

Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC,
dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol
lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat
mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi
lingkungan memegang peranan terhadap epidemic TBC. Melalui usaha pembatasan
ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat
dan menghindari tekanan psikis.

c. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai
dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri
secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien,
kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya,
pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi
cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi


perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut :
1. Perkembangan media.
2. Metode solusi problem keresistenan obat.
3. Perkembangan obat Bakterisidal baru.
4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin.
5. Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel.
6. Studi lain yang intensif.
7. Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol

42
Program P2M Puskesmas
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program
pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular
penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll).

Tujuan program: menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat


penyakit menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan
ditanggulangi adalah Malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria,
kusta tuberkulosis paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi
adalah penyakit jantung dan gangguan sirkulasi, diabetes mellitus, dan kanker.

Strategi Penemuan Kasus TB

Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan


klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama
dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien
TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat
TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan
penularan TB yang paling efektif di masyarakat.

Sumber dan Cara Penularan


Sumber penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis adalah pasien TB dengan BTA
positif. Penularan ini terjadi secara inhalasi, yaitu bila pasien tersebut batuk atau
bersin, pasien akan menyebarkan kuman udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei). Sekali penderita TB BTA (+) batuk, akan dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak (Depkes RI, 2006).

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Percikan ini dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan
ruangan yang gelap dan lembab. Sedangkan ventilasi yang baik, akan dapat
mengurangi jumlah percikan, dan sinar matahari langsung dapat membunuh
kumanTB. (Depkes RI, 2006)

43
FAKTOR RISIKO

Faktor risiko pada Tuberkulosis dibagi menjadi dua, yaitu:


1. Infeksi Tuberkulosis
a. Orang-orang yang lahir di negara asing dari negara-negara yang berinsiden
tinggi.
b. Orang-orang miskin dan sangat miskin, terutama di kota-kota besar.
c. Penghuni penjara sekarang atau sebelumnya.
d. Orang tunawisma.
e. Pengguna obat injeksi.
f. Pekerja perawat kesehatan yang merawat penderita berisiko tinggi.
g. Anak yang terpajan pada orang dewasa berisiko tinggi.

2. Penyakit Tuberkulosis bila Terinfeksi


a. Koinfeksi dengan virus imunodefisiensi manusia (HIV).
b. Penyakit gangguan imun lain, terutama keganasan.
c. Pengobatan imunosupresif.
d. Bayi dan anak < 3 tahun.

4.11 Prognosis
 Ad vitam: ad bonam

Prognosis ad bonam karena keadaan yang ditemukan pada pasien ini bukan kondisi
yang berat yang dapat menyebabkan kematian. Perlu pemeriksaan lebih lanjut
apakah pada pasien terdapat infeksi HIV atau tidak.

 Ad sanationam: dubia ad malam


Kemungkinan terjadinya infeksi TB berulang pada kasus ini cukup tinggi,
disebabkan oleh pertimbangan pasien pernah mengalami TB paru sebelumnya
(gambaran fibrotic pada foto Rontgen paru). Selain itu kemungkinan pengobatan
TB paru pasien sebelumnya tidak tuntas. Pengobatan TB yang tidak tuntas
dikhawatirkan akan membuat kuman TB menjadi resisten.

 Ad fungsionam: dubia ad malam

Penyakit TB paru biasanya meninggalkan „tanda mata‟ berupa kalsifikasi dan


jaringan fibrosis pada jaringan parenkim paru yang terinfeksin. Adanya jaringan
fibrosis ini terlihat pada foto Rontgen thorax pasien. Jaringan yang sudah
terkalsifikasi dan berubah menjadi jaringan fibrosis bersifat irreversible sehingga
tidak akan sepenuhnya kembali berfungsi normal

5. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk dan Bersin


BATUK
Kebiasaan batuk yang salah.
 Tidak menutup mulut saat batuk atau bersin di tempat umum.
 Tidak mencuci tangan setelah digunakan untuk menutup mulut atau
hidung saat batuk dan bersin.
 Membuang ludah sudah batuk disembarang tempat.

44
 Membuang atau meletakkan tissue yang sudah dipakai disembarang
tempat.
 Tidak menggunakan masker saat flu atau batuk.
Cara batuk yang benar
Hal-hal perlu anda perlukan:
- Lengan baju
- Tissue
- Sabun dan air
- Gel pembersih tangan

Langkah 1
Sedikit berpaling dari orang yang ada disekitar anda dan tutup hidung dan mulut
anda dengan menggunakan tissue atau saputangan atau lengan dalam baju anda
setiap kali anda merasakan dorongan untuk batuk atau bersin.
Langkah 2
Segera buang tissue yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.
Langkah 3
Tinggalkan ruangan/tempat anda berada dengan sopan dan mengambil
kesempatan untuk pergi cuci tangan di kamar kecil terdekat atau menggunakan
gel pembersih tangan.
Langkah 4
Gunakan masker

45
Tips & Peringatan
 Ajarkan anak-anak cara yang tepat untuk batuk dan bersin untuk
membantu mengurangi penyebaran penyakit di udara.
 Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara penting untuk
membantu mengurangi penyebaran penyakit udara di seluruh dunia.
 Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti
segera dengan mencuci tangan dan membuang tissue pada tempat
sampah.

Artinya :“Diriwayatkan dari Malik Al Asy’ari dia berkata, Rasulullah saw. bersabda :
Kebersihan adalah sebagian dari iman dan bacaan hamdalah dapat memenuhi mizan
(timbangan), dan bacaan subhanallahi walhamdulillah memenuhi kolong langit dan
bumi, dan shalat adalah cahaya dan shadaqah adalah pelita, dan sabar adalah sinar,
dan Al Quran adalah pedoman bagimu.” (HR. Muslim)”

BERSIN
Berikut ini adalah adab-adab yang harus kita perhatikan ketika bersin :
1. Meletakkan Tangan Atau Baju ke Mulut Ketika Bersin
Salah satu akhlaq mulia yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika bersin adalah menutup mulut dengan tangan atau baju. Di antara
hikmahnya, kadangkala ketika seseorang itu bersin, keluarlah air liur dari mulutnya
sehingga dapat menggangu orang yang ada disebelahnya, atau menjadi sebab
tersebarnya penyakit dengan ijin Allah Ta’ala. Maka tidak layak bagi seorang muslim
menyakiti saudaranya atau membuat mereka lari. Dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2. Mengecilkan Suara Ketika Bersin


Betapa banyaknya orang yang terganggu atau terkejut dengan kerasnya suara bersin.
Maka sudah selayaknya setiap muslim mengecilkan suaranya ketika bersin sehingga
tidak mengganggu atau mengejutkan orang-orang yang ada di sekitarnya.

3. Memuji Allah Ta’ala Ketika Bersin

4. Mendoakan atas orang yang bersin jika ia memuji Allah SWT. Hendaklah orang yang
bersama dengan orang yang bersin mengucapkan “Yarhamukallah”, orang yang
bersin pun menjawab “Yahdikumullah wa yushlihu baalakum”. Ini merupakan hak
muslin terhadap muslim lainnya

5. Mengingatkan Orang Yang Bersin Agar Mengcapkan Tahmid Jika Ia Lupa


46
6. Tidak Perlu Mendo’akan Orang Yang Sudah Bersin Tiga Kali Berturut-Turut

7. Tidak Mengucapkan Tasymit Terhadap Orang Kafir Yang Bersin Meskipun Ia


Mengucapkan Alhamdulillah

47
Daftar Pustaka

Raden, Inmar. 2014. Anatomi Kedokteran Sistem Respirasi. Jakarta: Bagian Anatomi FKUY

Sudoyo,Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing

Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 22. Jakarta : EGC.

Brooks GF, et. Al. 2007. Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran edisi 23.
Jakarta: EGC

Kumar V, et al. 2008. Patologi Anatomi : Robbins edisi 7 vol 2. Jakarta

Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Ed. 8. Jakarta : EGC

Suharti, C. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5. Jilid 2. Jakarta : Interna Publishing.

48

Anda mungkin juga menyukai