Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
FARMASI PERAPOTEKAN
PELAYANAN RESEP
DI APOTEK PLUS TAMALANREA MAKASSAR
GELOMBANG II
PERIODE 17 JULI - 11 AGUSTUS 2018
NIKMAWATI
N014172763
PELAYANAN RESEP
DI APOTEK PLUS TAMALANREA MAKASSAR
GELOMBANG II
PERIODE 17 JULI – 11 AGUSTUS 2018
NIKMAWATI
N014172763
Mengetahui, Menyetujui,
Koordinator PKPA Farmasi Perapotekan Pembimbing PKPA Farmasi Perapotekan
Program Studi Profesi Apoteker Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin
Makassar, 2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian
kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Perapotekan di Apotek
Plus Tamalanrea Makassar, guna memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) di Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Makassar.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Aminullah, S.Si., M.Pharm.Sc., Apt. selaku
pembimbing Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi Perapotekan, Ibu
Rezkiana, S.Si., Apt dan Ibu Rahmawati, S.Si., Apt selaku pembimbing di Apotek
Plus Tamalanrea Makassar, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin,
Ketua program studi apoteker Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin dan Ibu
Dr. Aliyah, M.S., Apt. sebagai koordinator PKPA Farmasi Perapotekan Program
Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin yang keseluruhan
telah memberi kesempatan dan bimbingan kepada penulis untuk menambah ilmu
selama pelaksanaan PKPA Perapotekan.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang
senantiasa memberi dukungan kepada penulis, seluruh asisten apoteker dan
pegawai Apotek Plus Tamalanrea serta semua pihak yang telah membantu penulis
selama melaksanakan PKPA.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan, namun
harapan penulis semoga laporan ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Tujuan Pelayanan Resep 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
II.1 Tinjauan Umum Apotek 3
II.1.1 Definisi apotek 4
II.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek 4
II.1.3 Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Apoteker 5
II.1.4 Pendirian Apotek 5
II.1.5 Surat Izin Apotek 7
II.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek 9
II.2.1 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai 10
II.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik 12
II.3 Penggolongan Obat pada Apotek 19
II.3.1 Penggolongan Obat Berdasarkan Peraturan 19
II.3.2 Penggolongan Obat Berdasarkan Golongannya 21
II.3.2.1 Golongan Obat Bebas 21
II.3.2.2 Golongan Obat Bebas Terbatas 22
II.3.2.3 Golongan Obat Keras 23
II.3.2.4 Narkotika 27
II.4 Prekursor Farmasi 30
II.5 Penggolongan Obat Bahan Alam 32
iv
II.5.1 Jamu 32
II.5.2 Obat Herbal Terstandar 33
II.5.3 Fitofarmaka 34
BAB III PELAYANAN RESEP DI APOTEK 35
III.1 Contoh Resep 35
III.2 Skrining Resep 36
III.2.1 Skrining adminstratif 36
III.2.2 Skrining farmasetik 37
III.2.3 Skrining klinis 38
III.3 Uraian Obat dalam Resep 47
III.4 Penyiapan Obat 54
III.4.1 Resep racikan 54
III.4.2 Resep non-racikan 55
III.5 Etiket dan copy resep 55
III.5.1 Etiket 55
III.5.2 Copy resep 58
III.6 Penyerahan Obat 59
BAB IV PENUTUP 61
IV.1 Kesimpulan 61
IV.2 Saran 61
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN 65
v
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Skrining administratif resep 36
2. Interaksi antara obat-obat dalam resep 46
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Penandaan obat bebas 22
2. Penandaan obat bebas terbatas 22
3. Tanda peringatan obat bebas terbatas 23
4. Penandaan obat keras 24
5. Penandaan obat narkotika 28
6. Penandaan Jamu 33
7. Penandaan obat herbal terstandar 33
8. Penandaan fitofarmaka 34
9. Contoh resep 35
10. Etiket resep racikan kapsul 56
11. Etiket resep Azitromisin tablet 56
12. Etiket resep Lansoprazole kapsul 56
13. Etiket resep Salbutamol tablet 57
14. Copy resep 58
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halaman
1. Form surat pesanan narkotika 65
2. Form surat pesanan psikotropika 66
3. Form surat pesanan obat jadi prekursor 67
4. Contoh laporan penggunaan sediaan jadi narkotika 68
5. Contoh laporan penggunaan Morfin, Pethidin, dan derivatnya 69
6. Contoh laporan penggunaan psikotropika 70
7. Contoh laporan penggunaan mengandung prekursor 71
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan yang berbeda akan memberikan dampak yang sangat berarti bagi
suatu apotek. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug related
problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (socio-
pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal tersebut, apoteker harus menjalankan
praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu berkomunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional. Apoteker juga dituntut untuk melakukan
monitoring penggunaan obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala
aktivitas kegiatannya. Untuk melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan standar
pelayanan kefarmasian.
1
2
obat yang rasional. Sehingga mampu mempersiapkan calon apoteker yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memberikan informasi
obat untuk menjamin keamanan dan meningkatkan kualitas hidup pasien
(PerMenKes, No. 73, 2016).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik, termasuk komunitas.
b. Bangunan
1. Bangunan apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan
dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak,
dan orang lanjut usia;
2. Bangunan apotek harus bersifat permanen;
3. Bangunan bersifat permanen dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari
pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan
bangunan yang sejenis.
d. Ketenagaan
1. Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan apotek dapat dibantu
oleh apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.
2. Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian wajib memiliki surat izin praktik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Daftar prasarana, sarana, dan peralatan. Paling lama dalam waktu 6 (enam)
hari kerja sejak menerima permohonan dan dinyatakan telah memenuhi
kelengkapan dokumen administratif.
manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh
sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang berorientasi kepada keselamatan
pasien (PerMenKes, No. 73, 2016).
II.2.1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan (PerMenKes, No. 73, 2016).
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya
dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu pelayanan, dan harga yang tertera dalam surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1. Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam
hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor
batch dan tanggal kedaluarsa.
2. Semua obat atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
11
e. Pemusnahan
1. Obat kedaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kedaluarsa atau rusak yang mengandung
narkotik atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian
lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan
dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
3. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
5. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
12
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan
sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kedaluarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu
stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya
memuat nama obat, tanggal kedaluarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran
dan sisa persediaan.
b. Dispensing
Dispensing terdiri atas penyiapan, penyerahan, dan pemberian informasi
obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut :
14
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas
atau bebas terbatas yang sesuai.
4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat
alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium)
5. Uraian pertanyaan
6. Jawaban pertanyaan
7. Referensi
8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data apoteker yang
memberikan pelayanan informasi obat
d. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien
dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker
harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami
obat yang digunakan. Kriteria pasien sudah memahami obat yang digunakan.
Kegiatan :
1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri
atas riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi, melalui
wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain.
3. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara lain
adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa indikasi,
pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah,
terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat.
4. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan
apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi
5. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana
pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
6. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh
apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
7. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat.
19
bersangkutan dengan ukuran diameter lingkaran luar dan tebal garis tepi
yang proporsional, berturut-turut minimal 1 cm dan 1 mm.
5. Penyimpangan dan ketentuan dimaksud dalam ayat (4) harus mendapatkan
persetujuan khusus dari Menteri Kesehatan, Direktur Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan.
d. Keputusan Menteri Kesehatan tentang tanda khusus obat keras daftar G
disebutkan bahwa:
1. Tanda khusus untuk obat keras adalah lingkaran bulat berwarna merah
dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K menyentuh tepi garis.
2. Tanda khusus untuk obat keras dimaksud dalam ayat (1) harus diletakkan
sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali.
3. Ukuran lingkaran tanda khusus dimaksud dalam ayat (1) disesuaikan
dengan ukuran dan desain etiket dan bungkus luar yang bersangkutan
dengan ukuran diameter lingkaran terluar, tebal garis dan tebal huruf K
yang proporsional, berturut-turut minimal 1 cm, 1 mm dan 1 mm.
4. Penyimpangan dari ketentuan dimaksud dalam ayat (4) harus mendapatkan
persetujun khusus dari Menteri Kesehatan, Direktur Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan.
e. Keputusan Menteri Kesehatannomor 347/MenKes/SK/VII/ 1990 tentang Obat
Wajib Apotek berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
f. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924 / Menkes /Per / X /1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
g. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar
Obat Wajib Apotek No. 3
Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas berupa
persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm, dan memuat
pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut (DepKes, 2006).
23
P no. 1 P no. 4
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Bacalah aturan pakainya Hanya untuk dibakar
P no. 2 P no. 5
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Hanya untuk kumur, jangan
Tidak boleh ditelan
ditelan
P no. 3 P no. 6
Awas! Obat Keras Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan Obat wasir, jangan ditelan
pembekuan darah, dan semua obat suntik (MenKes RI, 1986). Selain itu, obat keras
juga meliputi Obat Wajib Apotek (OWA) dan psikotropika. Tanda khusus obat
keras daftar G, obat keras mempunyai penandaan khusus pada kemasan dan etiket
berupa huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Tanda
khusus obat keras daftar G harus diletakkan pada sisi utama kemasan agar jelas
terlihat dan mudah dikenali (KepMenKes, No. 2396, 1986).
4. Kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggung jawab atau apoteker
yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.
II.3.2.4 Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan
golongan sebagaimana terlampir dalam Undang - Undang tentang Narkotika
(PerMenKes, No. 3, 2015). Penandaan obat narkotika adalah palang medali merah
(DitBinFar, 2007).
28
farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung
Ephedrine, Pseudoephedrine, Norephedrine atau Phenyl-propanolamine,
Ergotamin, Ergometrine, atau Potasium Permanganat. Pengaturan peredaran,
penyimpanan, pemusnahan dan pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi dalam Peraturan Menteri ini meliputi Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (PerMenKes, No. 3, 2015).
Obat bahan alam Indonesia adalah obat bahan alam yang diproduksi di
Indonesia. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat. Obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi jamu,
obat herbal terstandar, dan fitofarmaka (BPOM, No. HK.00.05.4.2411, 2004).
II.5.1 Jamu
Jamu harus memenuhi kriteria yakni aman sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, dan memenuhi
persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis
pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum
dan medium. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata- kata: "Secara
tradisional digunakan untuk…", atau sesuai dengan yang disetujui pada
pendaftaran. Ketentuan logo jamu yakni memenuhi syarat berikut ini:
a. Kelompok jamu untuk pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan
“JAMU”.
b. Logo tersebut berupa ranting daun terletak dalam lingkaran, dan ditempatkan
pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur
c. Logo (ranting daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas dasar
warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo
33
d. Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di
atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan
“JAMU” (BPOM, No. HK.00.05.4.2411, 2004).
Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria tertentu yakni aman sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra
klinik, dan telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan
sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.
Ketentuan logo obat herbal terstandar yakni memenuhi syarat berikut ini:
a. Obat herbal terstandar harus mencantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL
TERSTANDAR”.
b. Logo berupa jari-jari daun (3 pasang) terletak dalam lingkaran, dan ditempatkan
pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/ pembungkus/ brosur.
c. Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) dicetak dengan warna hijau di atas warna
putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.
d. Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” harus jelas dan mudah dibaca,
dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang
mencolok kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” (BPOM,
No. HK.00.05.4.2411, 2004).
II.5.3 Fitofarmaka
BAB III
PELAYANAN RESEP DI APOTEK
DL
35
36
d. Salbutamol Tablet
Dokter meresepkan salbutamol dalam bentuk tablet. Bentuk sediaan dianggap
sudah tepat.
2. Stabilitas
Obat-obat yang diresepkan terdiri atas 2 jenis sediaan yaitu tablet dan kapsul.
Sediaan-sediaan tablet yang diberikan stabil secara farmasetika untuk diracik dan
juga stabil pada kondisi penyimpanan yang sejuk (suhu ruang) dan kering. Untuk
obat yang telah diracik dalam bentuk serbuk puyer (kapsul) maka harus dijaga
kondisi penyimpanannya yaitu pada tempat kering, sejuk, dan terhindar dari cahaya
matahari langsung serta hanya dapat disimpan hingga 3 bulan.
3. Inkompatibilitas Obat
Pada obat racikan yang diresepkan yang terdiri atas CTM tablet, cetirizine
tablet, dan codein tablet, metilpednisolone tidak terdapat inkompatibilitas antar
bahan-bahan tersebut. Oleh karena itu, obat tersebut dapat diracik menjadi sediaan
serbuk terbagi yang dikemas dalam sediaan kapsul tanpa merusak stabilitas maupun
efek terapi dari obat tersebut.
sekali. Sedangkan untuk pemakaian sehari, dosis yang diberikan juga tidak
memenuhi dosis lazim, sehingga dosis perlu ditingkatkan. Pemberian obat
CTM berdasarkan perhitungan di atas juga tidak melebihi dosis maksimum
sehingga tergolong aman digunakan.
Sekali : 1 x 10 : 10 mg < 60 mg
Sehari : 3 x 10 : 30 mg< 300 mg
10 mg
% Dosis Maksimum Sekali : x 100 % = 16,66 % (<100%, tidak
60 mg
melebihi DM)
30 mg
% Dosis Maksimum Sehari : x 100 % = 10 % (<100%, tidak
300 mg
melebihi DM)
Berdasarkan perhitungan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian obat
codein pada resep tersebut, dosis maksimum sekali penggunaan maupun tiga kali
penggunaan sehari tidak over dosis sehingga pemberian dosis codein sudah
tepat.
Sekali :1x4 : 4 mg
Sehari :3x4 : 4 mg < 60 mg
41
12 mg
% Dosis Maksimum Sehari : x 100 % = 20 % (<100%, tidak
60 mg
melebihi DM)
Berdasarkan perhitungan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian obat
metilprednisolone sekali pakai ataupun perhari (3 kali pakai) pada resep tersebut
sesuai dosis lazim dan tidak melebihi dosis maksimum sehingga aman
digunakan dan mampu mencapai efek terapi.
dengan frekuensi pemakaian sebanyak 3 kali dalam sehari sedangkan dosis lazim
untuk CTM adalah 4/16 mg. Berdasarkan hasil perhitungan maka diketahui bahwa
dosis CTM yang diberikan tidak memenuhi dosis lazim. Oleh karena itu perlunya
peningkatan dosis sesuai dosis lazim.
Pada resep racikan pertama untuk dosis dan cara penggunaan obat CTM,
codein dan metilprednisolone sudah tepat yaitu diberikan 3 kali, dianjurkan
diberikan setelah makan serta dalam keadaan tidak melakukan aktivitas yang berat
karena efek sedasi dari obat CTM dapat mengganggu aktivitas tersebut (MIMS,
2016). Untuk cetirizine berdasarkan peninjauan dosis, untuk dosis sehari
pemakaian melebih dosis lazim yang seharusnya hanya sekali sehari 10 mg atau
dua kali sehari 5 mg diresepkan 3 kali sehari 5 mg sehingga melebihi dosis lazim
sehari yang seharusnya hanya 10 mg. Selain itu penggunaan cetirizine seharusnya
dikonsumsi bersama makanan (durante coenam). Namun karena dicampurkan
bersama obat yang lainnya maka waktu pemberian menjadi tidak efektif. Dalam
racikan juga menggunakan dua jenis antihistamin yang memiliki efek sinergis
sehingga disarankan hanya memilih salah satunya yang lebih efektif untuk
pengobatan pasien.
45
Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat (index drug) berubah akibat adanya
obat lain (precipitant drug), makanan atau minuman. interaksi obat dapat
menghasilkan efek yang memang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau
efek yang tidak dikehendaki (Undesirable/Adverse Drug Interactions = ADIs)
yang lazimnya menyebabkan efek samping obat dan/atau toksisitas karena
meningkatnya kadar obat di dalam plasma, atau sebaliknya menurunnya kadar obat
dalam plasma yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal. Meningkatnya
kombinasi obat, juga akan meningkatkan potensi interaksi antar obat. Interaksi
dapat terjadi secara farmakodinamik dan farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik
adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau
sistem fisiologis yang sama sehingga menimbulkan efek yang aditif, sinergis atau
antagonis tetapi tidak terjadi perubahan konsentrasi obat dalam plasma. Sedangkan
interaksi antara obat secara farmakokinetik terjadi ketika salah satu obat
mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme ataupun ekskresi obat lainnya
yang menyebabkan terjadinya peningkatan ataupun penurunan kadar obat dalam
plasma yang berkaitan dengan bioavailabilitas obat. Interaksi farmakodinamik
umumnya dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang
berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya.
Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga
dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat (DiPiro, 2005).
46
Salah satu masalah yang dapat d adalah adanya reaksi yang tidak dinginkan
(ROTD). Adanya ROTD ini penting untuk diperhatikan karena dapat memberikan
rasa tidak nyaman pada pasien (Dirjen Bina Farmasi, 2011). Efek yang dapat timbul
dan perlu pemantauan pada obat di atas adalah levofloxacin yang dapat
menimbulkan efek sakit kepala, mual, anemia, rasa tidak nyaman pada abdomen,
diare dan dispepsia. Efek lain yang dapat timbul adalah rasa pusing dan kantuk
akibat efek sedasi dari penggunaan CTM dan kodein (PIO DepKes).
Adapun interaksi obat yang terjadi dalam kasus resep ini adalah sebagai
berikut tertera pada tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Interaksi antara obat-obat dalam resep
Interaksi obat dalam resep Jenis interaksi Efek yang ditimbulkan
CTM + Codein Farmakodinamik Meningkatkan efek sedasi
CTM + Salbutamol Farmakodinamik CTM meningkatkan efek sedasi dan
salbutamol menurunkan efek sedasi
Codein + Salbutamol Farmakodinamik Codein meningkatkan efek sedasi dan
salbutamol menurunkan efek sedasi
Methylprednisolone + Metabolisme Methylprednisolone meningkatkan efek dan
Lansoprazole jumlah lansoprazole
Berikut penjelasan interaksi obat-obat dalam resep yang tertera pada tabel diatas:
a. CTM + Codein
Kombinasi regimen terapi ini menyebabkan interaksi yaitu peningkatan efek
sedasi pada kombinasi obat CTM dan kodein. Interaksi ini termasuk interaksi
farmkodinamik. Codein sebagai obat batuk memiliki efek samping berupa ngantuk
atau sedasi sedangkan CTM yang memiliki efek sebagai antihistamin generasi
pertama memiliki efek sedasi yang kuat sehingga kombinasi kedua obat tersebut
akan meningkatkan atau memperkuat efek sedasi (Medscape, 2017).
b. CTM + Salbutamol
Kombinasi regimen terapi ini menyebabkan interaksi yaitu CTM
meningkatkan efek sedasi dan salbutamol menurunkan efek sedasi. Sehingga
kombinasi kedua obat tersebut saling berlawanan, oleh karenanya penggunaannnya
harus hati-hati dan dibutuhkan monitoring secara terus menerus (stockley).
c. Codein + Salbutamol
Kombinasi regimen terapi ini menyebabkan interaksi yaitu CTM
meningkatkan efek sedasi dan salbutamol menurunkan efek sedasi. Sehingga
kombinasi kedua obat tersebut saling berlawanan, oleh karenanya penggunaannnya
haru hati-hati dan dibutuhkan monitoring secara terusmenerus (stockley).
d. Methylprednisolone + Lansoprazole
Kombinasi regimen terapi ini menyebabkan interaksi metabolisme.
Methlprednsolone mempengaruhi enzim CYP3A4 sehingga metobolisme
lansoprazole terhambat, akibatnya terjadi peningkatan efek dan level dari
lansoprazole (Stockley)
b. Nama Generik/Dagang
Cerini®, Cetinal®, Cetrixal®, Cetryn® dan Alergine®.
c. Farmakologi
bekerja pada reseptor histamin H-1 di sel-sel perifer tubuh dan memiliki
efek sedatif yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan antihistamin
H-1 generasi pertama. Berkompetisi dengan histamin pada reseptor-H1 di
sel efektor saluran pencernaan, pembuluh darah, dan saluran pernapasan.
d. Indikasi
Terapi nyeri ringan dan sedang, antitusif pada dosis rendah
e. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap obat dan komponennya, kehamilan, menyusui
f. Efek Samping
Sakit kepala, pusing, mengantuk, agitasi, mulut kering, rasa tidak nyaman
di perut, reaksi hipersensitif seperti reaksi kulit dan angioudem
g. Peringatan dan Perhatian
Dapat menyebabkan depresi SSP, yang dapat merusak kemampuan fisik
atau mental; pasien harus diperingatkan tentang melakukan tugas yang
membutuhkan kewaspadaan mental, gunakan dengan hati-hati pada pasien
dengan gangguan hati, penyesuaian dosis direkomendasikan untuk
kerusakan ginjal.
h. Dosis
Dewasa : 5mg 2 kali sehari atau 10 mg sekali sehari.
5. Methylprednisolone® (ISO, 2012; Aberd, 2009)
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung methylprednisolone 4 mg
b. Nama Generik/Dagang
Meproson®, Metasolone®, Medixon®, Timelon® dan Tisolone®.
c. Farmakologi
Mekanisme dengan mengatur ekspresi gen setelah berikatan dengan
reseptor intraseluler spesifik dan translokasi ke dalam nukleus.
Kortikosteroid memodulasi karbohidrat, protein, dan metabolisme lipid dan
52
d. Indikasi
Infeksi yang disebabkan oleh organisme yang peka, infeksi saluran nafas
atas (tonsilitis, pharingitis), infeksi saluran nafas bawah (bronchitis,
pneumonia), infeksi kulit dan jaringan lunak, penyakit hubungan seksual
(Sexually Transmitted Disease), urethritis, cervicitis yang berkaitan dengan
Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum dan Neisseria gonorrhoe.
e. Kontraindikasi
Gangguan fungsi hati.
f. Efek Samping
Anoreksia, dyspepsia, flatulesns, konstipasi, pankreatitis, mengantuk, sakit
kepala, ansietas, trombositopenia, hepatitis.
g. Peringatan dan Perhatian
Perubahan konduksi jantung: Makrolida dikaitkan dengan penurunan QTc
dan aritmia ventrikel yang langka, gunakan dengan hati-hati pada pasien
yang berisiko mengalami repolarisasi jantung yang berkepanjangan.
Superinfeksi: Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan superinfeksi
jamur atau bakteri, termasuk.
h. Dosis
Dewasa : 500 mg/hari
7. Lansoprazole ® (ISO, 2012; Aberd, 2009).
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung Lansoprazole 15 mg
b. Nama Generik/Dagang
Lancid®, Prolans®, Prosogan®, Gastrolan® dan Digest®.
c. Farmakologi
Lansoprazole merupakan golongan PPI yang menghasilkan efek penekanan
terhadap sekresi asam lambung yang lebih superior dibandingkan
penghambat reseptor histamin H2. Mekanisme kerja obat golongan PPI
adalah dengan menghambat produksi asam pada tahap akhir mekanisme
sekresi asam, yaitu pada enzim (H+, K+)-ATPase dari pompa proton sel
parietal. Enzim (H+, K+)-ATPase berperan penting dalam pertukaran ion
54
dari dan ke dalam sel parietal, hasil pertukaran ion inilah yang membentuk
asam lambung HCl. PPI bersifat lipofilik (larut dalam lemak), sehingga
dapat dengan mudah menembus membrane sel parietal tempat asam
dihasilkan serta hanya aktif dalam lingkungan asam dan pada satu tipe sel
saja yaitu sel parietal mukosa lambung
d. Indkasi
Tukak duodenum dan tukak lambung ringan, refluks esofagitis
e. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap lansoprazole, benzimidazole tersubstitusi (mis.,
Esomeprazol, omeprazol, pantoprazol, rabeprazole), atau komponen lain
dari formulasi.
f. Efek Samping
Alopesia, paraestesia, brungsing, purpura, petechiae, lelah, vertigo,
halusinasi, bingung, jarang terjadi ginekomastia, impotensi.
g. Peringatan dan Perhatian
Terapi omeprazole jangka panjang menyebabkan gastritis atrofi (melalui
biopsi) ini juga dapat terjadi dengan lansoprazole. Gangguan hati: Pasien
dengan disfungsi hati berat mungkin memerlukan pengurangan dosis.
Populasi khusus: Keamanan dan kemanjuran belum ditetapkan pada anak-
anak berusia <1 tahun.
h. Dosis
Dewasa : 15 mg/hari
b. Peracikan
1. Semua alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan.
2. Semua obat yang telah disiapkan berdasarkan perhitungan kemudian
dimasukkan ke dalam blender obat hingga homogen.
3. Dimasukkan serbuk yang homogen tersebut dalam kapsul No. 0
4. Dibagi rata ke dalam 20 Kapsul
5. Dimasukkan dalam sak obat
6. Diberi etiket putih
a. Resep racikan
APOTEK PLUS
TAMALANREA
SIA : 503/00316/DPM-PTSP/KES/VII/2017
Jl. Perintis Kemerdekaan KM 11 No. 11 Makassar
Tlp. (0411) 581217
APA : Rahmawati, S.Si., Apt
No. SIPA: 446/514.1.14/SIPA/DKK/IV/2017
No. Tgl.
No. Tgl.
c. Resep Lasoprazole
APOTEK PLUS
TAMALANREA
SIA : 503/00316/DPM-PTSP/KES/VII/2017
Jl. Perintis Kemerdekaan KM 11 No. 11 Makassar
Tlp. (0411) 581217
APA : Rahmawati, S.Si., Apt
No. SIPA: 446/514.1.14/SIPA/DKK/IV/2017
No. Tgl.
APOTEK PLUS
TAMALANREA
SIA : 503/00316/DPM-PTSP/KES/VII/2017
Jl. Perintis Kemerdekaan KM 11 No. 11 Makassar
Tlp. (0411) 581217
APA : Rahmawati, S.Si., Apt
No. SIPA: 446/514.1.14/SIPA/DKK/IV/2017
No. Tgl.
APOTEK PLUS
TAMALANREA
SIA : 503/00316/DPM-PTSP/KES/VII/2017
Jl. Perintis Kemerdekaan KM 11 No. 11
Makassar
Tlp. (0411) 581217
APA : Rahmawati, S.Si., Apt
No. SIPA: 446/514.1.14/SIPA/DKK/IV/2017
59
SALINAN RESEP
Tanggal : No. :
Dari Dokter :
Pro/Umur :
Alamat :
R/
p.c.c
Paraf APA
stempel
Informasi yang diberikan kepada pasien pada saat penyerahan obat yaitu :
a. Racikan, obat ini dikonsumsi 3 kali sehari sebanyak 1 kapsul setelah makan.
Obat yang diberikan sebanyak 20 kapsul dan akan habis setelah dikonsumsi
selama 7 hari. Akan tetapi, penggunaan obat ini dapat dihentikan jika batuk dan
rasa sakit pada tenggorokan telah hilang .
b. Azitromisin merupakan antibiotik yang diberikan untuk mengatasi infeksi di
saluran pernapasan. Obat ini diminum 1 kali sehari 1 kapsul setelah makan. Obat
yang diberikan sebanyak 5 tablet dan akan habis setelah penggunaan selama 5
hari. Obat ini harus dikonsumsi sampai habis meskipun pasien telah sembuh.
c. Lansoprazole merupakan obat untuk mengatasi magh (gangguan lambung). Obat
ini diminum 1 kali sehari 1 kapsul 30 sebelum makan. Obat yang diberikan
sebanyak 5 tablet dan akan habis setelah penggunaan selama 5 hari.
d. Salbutamol merupakan obatk yang diberikan untuk mengatasi sesak nafas
(asma) pada pasien. Obat ini diminum 3 kali sehari 1 tablet setelah makan. Obat
yang diberikan sebanyak 5 tablet dan akan habis setelah penggunaan selama 5
hari.
61
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai pelayanan resep di Apotek Plus Tamalanrea
Makassar, maka dapat disimpulkan bahwa resep yang diberikan diindikasikan
untuk batuk, sesak nafas, magh/ulkus peptikum dan infeksi pada saluran
pernapasan. Semua obat yang diresepkan sudah sesuai dengan penyakit yang
diderita pasien. Namun, penggunaan kodein perlu dipehatikan karena mempunyai
risiko memperparah sesak nafas yang dialami pasien, dan penggunaan dua obat
sinergis perlu dipertimbangkan.
IV.2. Saran
Sebaiknya dokter mempertimbangkan dosis dan jenis obat yang diberikan
pada pasien untuk menghindari risiko interaksi dan efek samping, serta
memperhatikan kelengkapan resep, hal ini penting untuk mencegah terjadinya hal-
hal yang tidak dinginkan pada pelaksanaan pengobatan.
Untuk obat cetirizine sebaiknya diturunkan frekuensi penggunaannya karena
telah melewati dosis lazim terlebih sudah adanya penggunaan CTM yang berefek
sinergis.
61
62
DAFTAR PUSTAKA
Aberd, Judith A, et al. 2009. Drug Information Hand Book edition seventh.
America: Lexicomp
BPOM. 2014. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan
dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope edisi III. Dirjen POM. Jakarta.
Dipiro, JT., Talbert, RL., Yee, GC., Matzke, GR., Wells, BG., dan Posey, LM. 2005.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. ISBN
0071416137 McGraw - Hill Medical.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas.
Depkes RI: Jakarta
ISO Indonesia. 2012. Informasi Spesialite Obat untuk Kalangan Medis. Volume 46
– 2011-2012, ISSN 0854 – 4492. Jakarta : Penerbit Ikatan Apoteker
Indonesia.
Kian, Chia Hue, Nikki Ng, dkk. 2017. MIMS Referensi Obat Informasi Ringkas
Produk Obat Edisi 2017. TT Lapi loboratories.
Medscape. 2017. Drug Interaction. Diakses pada Tanggal 20 mei 2017. Makassar
Menteri Kesehatan RI, 2017. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 9 Tahun 2017.
Tentang Apotek. Jakarta
Catt:
- Satu surat pesanan hanya berlaku untuk satu jenis Narkotika
- Surat pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) Rangkap
66
Catt:
- Surat pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) Rangkap
67
Catt:
Surat pesanan dibuat sekurang-kurangnya 3 (tiga) Rangkap
68
68
69
Lampiran 5. Contoh laporan penggunaan Morphin, Pethidin, dan derivatnya (PerMenKes, No. 3, 2015)
Makassar,……………… 20…….
Apoteker Pengelola Apotek
(...........................................)
No. SIPA
69
70
70
71
Lampiran 7. Contoh laporan penggunaan sediaan mengandung prekursor (PerMenKes, No. 3, 2015)
Pengeluaran
Nama Persediaan Pemasukan Jumlah Untuk Persediaan
No Bahan Satuan Awal Keseluruhan Akhir Ket.
Lain- Jumlah
Sediaan Bulan (4+7) Pembuatan (8-11)
Tgl Dari Jumlah lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
(...........................................)
No. SIPA
71