Anda di halaman 1dari 13

A.

Latar Belakang

B. Isi

1. Perilaku dan Perilaku Kesehatan


a. Pengertian Prilaku

Pengertian Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan arti yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa,
bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian tersebut bisa disimpulkan
bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan
dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh
makhluk hidup.
Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap,
dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun
non fisik.
Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi
yang dimaksud digolongkan menjadi dua, yakni :

 bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit),


 dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit),

Tentunya banyak juga para ahli memiliki pandangan masing-masing tentang Pengertian
perilaku ini, berikut daftar pengertian menurut para ahli di bidangnya:

1. Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi
organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud
bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut
rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan
perilaku tertentu pula. Robert Y. Kwick (1972)
2. menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang
dapat diamati dan bahkan dipelajari.
3. Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut
teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
4. Menurut HERI PURWANTO, perilaku adalah pandangan-pandangan atau perasaan
yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi.
5. Menurut PETTY COCOPIO, perilaku adalah evaluasi umum yang dibuat manusia
terhadap dirinya sendiri, obyek atau issue.
6. Menurut CHIEF, BOGARDUS, LAPIERRE, MEAD dan GORDON ALLPORT,
menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang
dimaksudkan merupakan kecendrungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara
tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya
respon.
7. Menurut LOUIS THURSTONE, RENSIS LIKERT dan CHARLES OSGOOD,
menurut mereka perilaku adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti
sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada
objek tersebut.
8. Menurut ELTON MAYO Studi Hawthorne di Western Electric Company, Chicago
pada tahun 1927-1932 merupakan awal munculnya studi perilaku dalam organisasi
Mayo seorang psikolog bersama Fritz Roetthlisberger dari Harvard University
memandu penelitian tentang rancang ulang pekerjaan, perubahan panjang hari kerja dan
waktu kerja dalam seminggu, pengenalan waktu istirahat, dan rencana upah individu
dibandingkan dengan upah kelompok.
9. Menurut REWARD dan REINFORCEMENT, menurut pendapat mereka tingkah laku
seseorang senantiasa didasarkan pada kondisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk
pemecahan masalah.
10. Menurut CHESTER BARNARD, Barnard dalam karyanya The Functions of The
Executive menekankan agar organisasi dan individu dapat berhasil, organisasi atau
individu tersebut harus mengembangkan kerja sama. Barnard menekankan pentingnya
pengakuan terhadap adanya organisasi formal, Barnard merupakan orang pertama yang
memperlakukan organisasi sebagai suatu system.
11. Menurut PARKER FOLLET, keduanya memfokuskan studinya pada hubungan antara
atasan dan bawahan, Follet meletakkan kelompok diatas individu. Melalui kelompok
kemampuan individu dapat dimaksimalkan, organisasi ditentukan oleh kerjasama
atasan dengan bawahan dengan meningkatkan partisipasi, komunikasi, kooordinasi,
dan pembagian wewenang.
12. Menurut FREDERICK HERZBERG, sama halnya seperti Maslow, Herzbeg dalam
studinya juga mengembangkan konsep-konsep motivasi yang mana merupakan penentu
utama munculnya motivasi yaitu kondisi tempat kerja, upah kualitas pengawasan dan
pengakuan, promosi dan peningkatan profesionalisme.

b. Bentuk Perilaku
Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati, melalui sikap dan tindakan, namun demikian
tidak berarti bahwa bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakannya saja,
perilaku dapat pula bersifat potensial, yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi.

Bloom (1956), membedakannya menjadi 3 macam bentuk perilaku, yakni Coqnitive, Affective
dan Psikomotor, Ahli lain menyebut Pengetahuan, Sikap dan Tindakan, Sedangkan Ki Hajar
Dewantara, menyebutnya Cipta, Rasa, Karsa atau Peri akal, Peri rasa, Peri tindakan.

Bentuk perilaku dilihat dari sudut pandang respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Perilaku tertutup, Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum
bisa diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka, Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).

C. Proses Pembentukan Perilaku


Proses pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri
individu itu sendiri, faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Persepsi, Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui indera


penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya.
2. Motivasi, Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai sutau
tujuan tertentu, hasil dari pada dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk
perilaku
3. Emosi, Perilaku juga dapat timbul karena emosi, Aspek psikologis yang mempengaruhi
emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, sedangkan keadaan jasmani
merupakan hasil keturunan (bawaan), Manusia dalam mencapai kedewasaan semua
aspek yang berhubungan dengan keturunan dan emosi akan berkembang sesuai dengan
hukum perkembangan, oleh karena itu perilaku yang timbul karena emosi merupakan
perilaku bawaan.
4. Belajar, Belajar diartikan sebagai suatu pembentukan perilaku dihasilkan dari praktek-
praktek dalam lingkungan kehidupan. Barelson (1964) mengatakan bahwa belajar
adalah suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari perilaku terdahulu.

Perilaku manusia terjadi melalui suatu proses yang berurutan. Penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

1. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari atau mengetahui stimulus


(objek) terlebih dahulu.
2. Interest (tertarik), yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti sikap
responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan
atau bersifat langgeng (Notoatmodjo: 2003).

c.Domain Prilaku

enyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologis pendidikan membagi perilaku manusia itu ke
dalam 3 domain. Pembagian ini dilakukan untuk tujuan pendidikan. Bahwa dalam suatu
pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut,
yakni:

1. Kognitif
2. Afektif

3. Psikomotor

Dalam perkembangannya, Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan
kesehatan yakni:

1. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan. (knowledge)


2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan.
(attitude)
3. Tindakan atau praktek yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi
pendidikan yang diberikan. (practice)

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain
kognitif, dalam arti subjek tahu lebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek
di luarnya. Oleh karena itu menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan
selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang
diketahui itu. Pada akhirnya, rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari
sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan (action)
terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Akan tetapi, di dalam kenyataan
stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan, artinya, seseorang
dapat bertindak atau berperilaku baru dengan mengetahui terlebih dahulu terhadap makna
stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain, tindakan (practice) seseorang tidak harus
disadari oleh pengetahuan atau sikap.

I.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni, indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Proses yang terjadi pada saat seseorang mengadopsi perilaku baru secara berurutan ( Rogers,
1974), yaitu:

1. Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih


dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah
mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial (mencoba), subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai denbgan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption (berperilaku baru), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Penerimaan perilaku baru yang didasari oleh pengetahuan akan menyebabkan perilaku baru
yang bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak disadari oleh
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
I.1.1 Tingkat pengetahuan di Dalam Domain Kognitif.

1. Tahu (know)

 Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari .


 Termasuk tingkat pengetahuan yang paling rendah yakni mengingat kembali terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
 Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain: menyebutkan,menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.
 Contoh : menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dari protein pada anak balita.

2. Memahami (comprehension).

 Merupakan kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui


dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
 Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan.
 Contoh : dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (aplication)

 Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi real (sebenarnya).
 Dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan
prinsip.
 Misalnya: Dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian,
dapat menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah
kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)

 Merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam


komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitan satu
sama lain.
 Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja :

* dapat menggambarkan (membuat bagan)

* membedakan

* memisahkan

* mengelompokan.

5. Sintesis (synthesis)

 Merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di


dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.( menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada).
 Misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan dan menyesuaikan
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

 Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
objek.
 Penilaian berdasarkan kriteria sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

 Misalnya : Dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan


anak kekurangan gizi.

Dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat.

Dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB.

I.1.2 Pengukuran pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur berdasarkan isi materi dan kedalaman pengetahuan. Isi materi
dapat diukur dengan metode wawancara atau angket sedangkan kedalaman pengetahuan
dapat diukur berdasarkan tingkatan pengetahuan.

I.2. Sikap

Sikap masih merupakan reaksi tertutup, tidak dapat langsung dilihat , merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas.
Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut :

“An enduring system of positive or negative evaluations, emotional feelings and pro or
conection tendencies will respect to social object” (Krech et al, 1982)

“An individual’s social attitude is an syndrome of respons consistency with regard to social
objects.” (Cambell, 1950)

“A mental and neural state of rediness, organized through expertence, exerting derective or
dynamic influence up on the individual’s respons to all objects and situations with which it is
related”. (Allpor, 1954)

“Attitute entails an existing predisposition to respons to social abjects which in interaction


with situational and other dispositional variables, guides and direct the obert behavior of the
individual.” (Cardno, 1955)

Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif
tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi
terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. (Lihat
diagram)

Sikap terdiri dari 3 komponen pokok, Allport (1954):

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu obyek

2. Kehidupan emosional terhadap suatu obyek

3. Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting. Suatu contoh seorang ibu telah mendengarkan penyakit polio
(penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa
ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio.

Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat
akan mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio.
Sehingga ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio ini.

I.2.1. Tingkatan Sikap.

1. Menerima (receiving).

Orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

Misalnya : Sikap orang terhadap gizi dapat terlihat dari kesediaan dan

perhatian terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2. Merespon (responding).

Merespon yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan. Usaha tersebut menunjukkan bahwa orang menerima ide.

3. Menghargai (valuing).

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

Misalnya : Seorang ibu mengajak ibu lainnya (tetangga, saudara dsb) untuk pergi
menimbangkan anaknya ke posyandu.

Berdasarkan contoh diatas, ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (responsible)


Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi.

Misalnya : seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat


tantangan dari mertua atau orang tuanya

I.2.2. Pengukuran sikap :

 Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden


terhadap suatu objek.

Misalnya : bagaimana pendapat Anda tentang pelayanan di Rumah Sakit ?.

 Secara tidak langsung dapat dibuat pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian


ditanyakan pendapat responden.

Contoh :Apabila rumah ibu luas, apakah boleh dipakai untuk kegiatan posyandu ? Jawaban :
( setuju , tidak setuju )

I.3. Tindakan (Praktek)

Tindakan merupakan suatu perbuatan nyata yang dapat diamati atau dilihat. Suatu sikap
belum otomatis terwujud dalam bentuk tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap
menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari
suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut
mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan
(support) dari pihak lain, misalnya suami atau isteri, orang tua atau mertua sangat penting
untuk mendukung praktek keluarga berencana.

I.3.1. Tingkatan praktek

1. Persepsi (perception)

Persepsi merupakan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan


tindakan yang akan diambil.

Misalnya : Ibu dapat memilih makanan yang bergizi untuk anak balitanya.

2. Respon terpimpin (guided response).

Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh.

Misalnya : Ibu memasak sayur dengan benar, yaitu mulai dari cara mencuci, memotong dan
lamanya memasak.

3. Mekanisme (mecanism).
Mekanisme yaitu dapat melakukan dengan benar, secara otomatis/ kebiasaan

Misalnya : Mengimunisasikan bayinya tanpa perintah atau ajakan

orang lain.

4. Adopsi (adoption).

Adopsi merupakan tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Dengan kata lain, dapat
memodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Misalnya : ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi

tinggi berdasarkan bahan- bahan yang murah dan sederhana

I.3.2. Pengukuran praktek :

1. Tidak langsung : wawancara terhadap kegiatann yang telah dilakukan beberapa jam,hari
atau bulan yang lalu.

2. Langsung :mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

d. Analisa Perilaku

Analisis Perilaku adalah suatu pendekatan yang komprehensif eksperimental untuk mempelajari
perilaku organisme. tujuan primer penemuan prinsip-prinsip dan hukum yang mengatur perilaku,
perpanjangan prinsip-prinsip di atas spesies, dan pengembangan teknologi terapan
2.Strategi Promosi Kesehatan

a. Pengertian Strategi Promosi Kesehatan

PEMBERDAYAAN
Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat
merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan
sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian
informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara
terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan
klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah
dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari
tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Oleh
sebab itu, sesuai dengan sasaran (klien)nya dapat dibedakan adanya
(a) pemberdayaan individu, (b) pemberdayaan keluarga dan (c)
pemberdayaan kelompok/masyarakat.
Dalam mengupayakan agar klien tahu dan sadar, kuncinya
terletak pada keberhasilan membuat klien tersebut memahami
bahwa sesuatu (misalnya Diare) adalah masalah baginya dan
bagi masyarakatnya. Sepanjang klien yang bersangkutan belum
mengetahui dan menyadari bahwa sesuatu itu merupakan masalah,
maka klien tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apa pun
lebih lanjut. Saat klien telah menyadari masalah yang dihadapinya,
maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut
tentang masalah yang bersangkutan.
Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan
menyajikan fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain
itu juga dengan mengajukan harapan bahwa masalah tersebut bisa
dicegah dan atau diatasi. Di sini dapat dikemukakan fakta yang
berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan (misalnya
tentang seorang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya tak
pernah terserang Diare karena perilaku yang dipraktikkannya).
9
BINA SUASANA KELOMPOK
Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun
Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi
Profesi, organisasi Wanita, organisasi Siswa/mahasiswa, organisasi
pemuda, serikat pekerja dan lain-lain. Bina suasana ini dapat
dilakukan bersama pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli.
Dalam kategori ini kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok
yang peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan
menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa
kelompok tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang
sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang terkait
dan atau melakukan kontrol sosial terhadap individu-individu
anggotanya.
BINA SUASANA PUBLIK
Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui
pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media
komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan
lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum. Dalam kategori
ini media-media massa tersebut peduli dan mendukung perilaku
yang sedang diperkenalkan. Dengan demikian, maka media-media
massa tersebut lalu menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan
informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan
menciptakan pendapat umum atau opini publik yang positif tentang
perilaku tersebut. Suasana atau pendapat umum yang positif ini
akan dirasakan pula sebagai pendukung atau “penekan” (social
pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga
0
akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang
diperkenalkan.
ADVOKASI
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana
untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang
terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-
tokoh masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan
sebagai narasumber (opinion leader), atau penentu kebijakan
(norma) atau penyandang dana. Juga berupa kelompok-kelompok
dalam masyarakat dan media massa yang dapat berperan dalam
menciptakan suasana kondusif, opini publik dan dorongan (pressure)
bagi terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan upaya
untuk menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau proses
pembinaan PHBS secara umum.
Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan
melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri
sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu
(1) mengetahui atau menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk
ikut mengatasi masalah, (3) peduli terhadap pemecahan masalah
dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah,
(4) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu
alternatif pemecahan masalah dan (5) memutuskan tindak lanjut
kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan
secara terencana, cermat dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus
disiapkan dengan matang, yaitu:
Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi
Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah

Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah


Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based
Dikemas secara menarik dan jelas
Sesuai dengan waktu yang tersedia
Sebagaimana pemberdayaan dan bina suasana, advokasi juga
akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan.
Yaitu dengan membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama.
Dengan kerjasama, melalui pembagian tugas dan saling-dukung,
maka sasaran advokasi akan dapat diarahkan untuk sampai kepada
tujuan yang diharapkan. Sebagai konsekuensinya, metode dan media
advokasi pun harus ditentukan secara cermat, sehingga kerjasama
dapat berjalan baik.
KEMITRAAN
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan
maupun bina suasana dan advokasi guna membangun kerjasama
dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu
digalang antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah
yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor), pemuka atau
tokoh masyarakat, media massa dan lain-lain. Kemitraan harus
berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu (a) kesetaraan, (b)
keterbukaan dan (c) saling menguntungkan.
KESETARAAN
Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis.
Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-
masing berada dalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi,
duduk sama rendah). Keadaan ini dapat dicapai apabila semua



pihak bersedia mengembangkan hubungan


kekeluargaan. Yaitu hubungan yang dilandasi
kebersamaan atau kepentingan bersama.
Bila kemudian dibentuk struktur hirarkhis
(misalnya sebuah tim), adalah karena
kesepakatan.
KETERBUKAAN
Oleh karena itu, di dalam setiap langkah
diperlukan adanya kejujuran dari masing-
masing pihak. Setiap usul/saran/komentar
harus disertai dengan alasan yang jujur,
sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu.
Pada awalnya hal ini mungkin akan
menimbulkan diskusi yang seru layaknya
“pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran
akan kekeluargaan dan kebersamaan, akan
mendorong timbulnya solusi yang adil dari
“pertengkaran” tersebut.
SALING MENGUNTUNGKAN
Solusi yang adil ini terutama dikaitkan
dengan adanya keuntungan yang didapat
oleh semua pihak yang terlibat. PHBS
dan kegiatan-kegiatan kesehatan dengan
demikian harus dapat dirumuskan
keuntungan-keuntungannya (baik langsung
maupun tidak langsung) bagi semua pihak
yang terkait. Termasuk keuntungan ekonomis,
bila mungkin.

KETERBUKAAN
Oleh karena itu, di dalam setiap langkah
diperlukan adanya kejujuran dari masing-
masing pihak. Setiap usul/saran/komentar
harus disertai dengan alasan yang jujur,
sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu.
Pada awalnya hal ini mungkin akan
menimbulkan diskusi yang seru layaknya
“pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran
akan kekeluargaan dan kebersamaan, akan
mendorong timbulnya solusi yang adil dari
“pertengkaran” tersebut.
SALING MENGUNTUNGKAN
Solusi yang adil ini terutama dikaitkan
dengan adanya keuntungan yang didapat
oleh semua pihak yang terlibat. PHBS
dan kegiatan-kegiatan kesehatan dengan
demikian harus dapat dirumuskan
keuntungan-keuntungannya (baik langsung
maupun tidak langsung) bagi semua pihak
yang terkait. Termasuk keuntungan ekonomis,
bila mungkin.

Anda mungkin juga menyukai