Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504

pulau dan luas perairan laut 5,8 juta km2 (terdiri dari luas laut teritorial 0,3 juta

km2, luas perairan kepulauan 2,95 juta km2, dan luas Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia (ZEEI) 2,55 juta km2). Secara geo-politik Indonesia memiliki peran

yang sangat strategis karena berada diantara benua Asia dan Australia, serta

diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, menempatkan Indonesia sebagai

poros maritim dunia dalam konteks perdagangan global (the global supply chain

system) yang menghubungkan kawasan Asia-Pasifik dengan Australia. Potensi

lestari sumber daya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 9,9 juta ton per tahun

yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan (ZEEI) (Komnas

Kajiskan, 2016). Dari seluruh potensi sumber daya ikan tersebut, jumlah

tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 7,92 juta ton per tahun atau sekitar

80% dari potensi lestari, dan baru dimanfaatkan sebesar 6,83 juta ton pada tahun

2016 atau baru 86,23% dari JTB. Potensi mikro flora-fauna kelautan juga belum

tereksplorasi sebagai penyangga pangan fungsional pada masa depan (Anonim,

2017).

Perikanan merupakan sumberdaya perairan yang dapat diusahakan untuk

dapat diperoleh hasil dan manfaatnya, usaha perikanan dapat dimulai dengan

usaha melakukan penangkapan ikan atau fishing yang dapat diartikan sebagai

usaha untuk menangkap atau mengumpulkan jenis-jenis sumberdaya perairan

lainnya. Upaya mengeksploitasi sumberdaya perikanan dapat dilakukan dengan


2

berbagai macam cara, dimana cara yang dilakukan akan berbeda sesuai dengan

tujuan usahanya (Ayodhyoa, 1981).

Sektor perikanan di Indonesia sebagai bagian dari sumber daya hayati sangat

dipengaruhi oleh ekosistem pesisir dan laut. Kegiatan penangkapan ikan

merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya air. Dalam melakukan

penangkapan ikan, nelayan Indonesia memiliki ciri khas melalui penggunaan

berbagai alat dan bahan digunakan oleh nelayan-nelayan menyesuaikan

kebutuhannya. Jumlah tangkapan sektor perikanan di Indonesia terus mengalami

kenaikan dari tahun ke tahun. Bahkan pada tahun 2016 produksi perikanan

tangkap mencapai 6,83 juta ton didominasi oleh jenis ikan Cakalang, Tuna,

Layang, dan Kembung pada perikanan tangkap laut, sedangkan pada perairan

umum didominasi oleh ikan jenis gabus, baung, nila, lele, dan patin jambal

(Setyawan dkk, 2018).

Daerah aliran sungai Kampar / DAS Kampar meliputi wilayah daerah aliran

sungai hulu dan daerah aliran sungai hilir. Daerah aliran sungai Kampar bagian

hulu meliputi beberapa kecamatan antara lain : XIII Kampar, Bangkinang,

Kampar Kiri dan Siak Hulu, sedangkan daerah aliran sungai Kampar bagian hilir

antara lain : Langgam, Pangkalan Kuras, Bunut dan Kuala Kampar. Nelayan

bangkinang menangkap ikan menggunakan pancing, rawai, jaring insang dasar,

jaring gebur (gillnet), bubu dasar.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eka Sari A, 2017

tentang “Pengaruh Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Bubu Dasar di Sungai

Kampar Kanan Desa Salo Kecamatan Salo Kabupaten Kampar Provinsi Riau” di

dapatkan hasil bahwa umpan lebih dominan dari umpan lainnya (umpan kelapa
3

dan singkong). Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengamati pengaruh

umpan hewani berupa ikan kecil, udang kecil, cumi kecil, dan cacing terhadap

hasil tangkap menggunakan bubu dasar.

1.2. Rumusan Masalah

Salah satu alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Perairan Sungai

Kampar Kanan Kecamatan Salo Kabupaten Kampar adalah bubu dasar. Namun,

belum dilakukan perhitungan terhadap hasil tangkap tersebut dengan menggunakan

umpan hewani yang berbeda.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh umpan hewani

terhadap hasil tangkapan bubu dasar di Perairan Sungai Kampar Kanan,

Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Adapun manfaat penelitian

ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang terkait dalam

usaha mengelola perikanan tangkap secara optimal, sehingga dapat menunjang

usaha perikanan tangkap.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis Alat Tangkap

Sebagai negara, Indonesia adalah negara kepulauan, dua-pertiga bagiannya

berupa lautan, dan garis pantai terpanjang kedua di dunia yakni sepanjang 99.093

Km (Laporan Tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun, 2016), maka

keberlangsungan ekosistem tersebut akan sangat mempengaruhi kegiatan

penangkapan ikan di Indonesia. Keberadaan hutan mangrove dan tumbuhan rawa

lain seperti bakau, api-api, dan nipah menjadi pelindung bagi kelestarian pantai di

Indonesia, sekaligus menjadi tempat berlindung bagi ikans, dan biota lain seperti

udang. Jika tumbuhan rawa ini dijaga kelestariannya bukan mustahil ketersediaan

ikan dan udang akan melimpah. (Setyawan dkk, 2018).

Melalui keputusan menteri Kelautan dan Perikanan nomor 6 Tahun 2010,

ditetapkan 10 jenis alat tangkap ikan di Indonesia yang terdiri dari (Setyawan dkk,

2018) :

1. Jaring Lingkar (surrounding nets)

Jaring lingkar digunakan oleh nelayan secara luas di Indonesia, biasanya ikan

yang dapat diperoleh nelayan ialah ikan Cakalang, Kembung, Cumi-cumi dan

ikan permukaan lainnya yang hidup di kedalaman kurang dari 200 meter.

2. Jaring Angkat (Lift Nets)

Alat tangkap ikan jaring angkat digunakan bersama dengan rumpon oleh

nelayan, rumpon berfungsi sebagai umpan bagi ikan, kemudian keduanya

dibenamkan ke perairan, alat tangkap ini dioperasikan dengan bantuan

penggulung tali jaring untuk mengangkat dan menurunkan jaringnya. Ikan


5

yang pada umumnya ditangkap dari alat ini ialah ikan Pelagis, serta Cumi-

cumi

3. Jaring Insang (Gill nets and Entangling Nets)

Ikan yang dijual di Indonesia beragam mulai dari ikan permukaan hingga ikan

yang hidup di dasar perairan. Alat tangkap jenis jaring insang inilah yang

mampu menangkap ikan-ikan perairan dasar seperti ikan kerapu, kakap,

cucut, dan layur. Jaring insang digunakan untuk menghadang pergerakan ikan

tersebut, sehingga ketika ikan mengenai jaring insang, ikan akan

terperangkap. Gill nets merupakan beberapa rangkaian lembaran jaring

berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang jaring maksimum

tidak boleh lebih dari 2.500 meter

4. Pukat Tarik (Seine Nets)

Jenis alat tangkap ini mampu menjaring ikan ukuran kecil, jenis pukat tarik

yang banyak digunakan nelayan ialah Payang dan Cantrang. Kedua alat ini

berupa jaring yang berbentuk mengerucut dengan kantong dan sayap, serta

tali penarik yang dihubungkan ke kapal yang tidak bergerak atau pasif,

perbedaan keduanya ialah lokasi pengoperasian, Cantrang dioperasikan di

dasar perairan, sedangkan Payang dioperasikan di perairan permukaan kurang

dari 200 meter.

5. Pukat Hela (Trawls)

Pukat Hela dikenal luas dengan sebutan pukat harimau. Jenis alat tangkap ini

mampu menjaring ikan ukuran kecil, bahkan mampu menarik terumbu

karang, termasuk dalam kelompok alat tangkap ikan dari bahan jaring

berkantong dengan dilengkapi atau tanpa alat pembuka mulut jaring yang
6

terbuat dari bahan kayu, besi dan sebagainya, alat ini dioperasikan pada kapal

yang bergerak/melaju.

6. Penggaruk (Dredges/Beam Trawl)

Selain ikan, lautan Indonesia juga menghasilkan kualitas kerang yang baik.

Beragam jenis kerang bahkan udang mampu ditangkap jika nelayan

menggunakan alat tangkap penggaruk. Alat ini biasa digunakan nelayan pada

perairan dangkal, atau perairan yang tidak jauh dari bibir pantai. Alat ini

berbentuk kantong mengerucut yang memiliki kantong jaring, sayap, serta

dilengkapi pembuka mulut jaring (beam) dengan ukuran mata jaring pada

bagian kantong atau biasa juga disebut cod end tidak kurang dari 3 cm.

Pengoperasiannya pada lapisan dasar perairan yang ditarik oleh satu unit

kapal yang bergerak aktif.

7. Perangkap (Traps)

Alat tangkap traps juga digunakan tidak jauh dari bibir pantai dan menyasar

kerang layaknya penggaruk. Namun alat tangkap ini digunakan secara pasif,

mengikuti tingkah laku ikan. Contoh alat tangkap ini ialah bubu. Pada

umumnya nelayan akan meninggalkan bubu pada rentang waktu tertentu

(bergantung pada jenis ikan yang hendak ditangkap) kemudian akan diambil

kembali.

8. Pancing (Hooks and Lines)

Jenis-jenis pancing sangat beragam diantaranya ialah: a) rawai tuna yakni

rangkaian pancing dengan sistem talitemali yang terdiri dari tali utama (main

line), tali-tali cabang (branch line), tali pelampung (bouy line).

Pengoperasiannya dilakukan secara horizontal di lapisan perairan permukaan


7

dan pertengahan dengan alat bantu pendeteksi ikan, penarik tali utama,

pelempar tali, dan pengatur tali, ikan yang menjadi target ialah Tuna atau

Pelagis Besar; b) Huhate, yaitu jenis pancing yang terdiri dari joran/tongkat,

tali pancing mata pancing yang tidak berkait, bak umpan, dan umpan hidup,

mesin yang digunakan untuk membantu penangkapan ialah alat penyemprot

air; c) Pancing ulur, pancing ini terdiri dari tali pancing dan mata pancing

berkait yang diberi umpan asli; d) Pancing tonda ialah pancing yang terdiri

dari tali pancing, mata pancing berkait yang diberi umpan buatan dan tidak

menggunakan joran (tangkapi pancing).

9. Alat yang Dijatuhkan (Falling Gears)

Cumi merupakan hasil laut yang dapat ditangkap dengan banyak alat, salah

satunya menggunakan jaring tebar. Falling gears akan ditebar atau dijatuhkan

oleh nelayan di perairan untuk mengurung ikan. Alat ini pada

umumnyaterbuat dari bahan jaring, besi, kayu, dan/atau bambu.

10. Alat Penjepit dan Melukai (Grappling and Wounding)

Alat tangkapan ini bisa berupa alat pengumpul yang digunakan untuk

mengumpulkan kerang dan rumput laut seperti tongkat pengait, cangkul

garpu dan atau pisau, alat lainnya ialah panah, dan tombak. Seperti yang telah

makmum diketahui bahwa tombak (harpoon) telah digunakan sejak zaman

dahulu. Terdiri dari mata tombak dan pegangan, alat ini dengan meleparkan

tombak dengan arah mata tombak menunjuk pada sasaran (ikan) yang akan

ditangkap.
8

2.2 Jenis Perangkap (Traps)

Perangkap (trap) merupakan alat tangkap berbentuk kurungan dan ikan dapat

masuk tanpa paksaan, tetapi ikan tersebut akan mengalami kesulitan untuk keluar

karena terhalang oleh konstruksi yang sedemikian rupa (Von Brandt, 2005).

Kelompok jenis alat penangkapan ikan perangkap adalah kelompok alat

penangkapan ikan yang terbuat dari jaring, dan/atau besi, kayu, bambu, berbentuk

silinder, trapesium dan bentuk lainnya dioperasikan secara pasif pada dasar atau

permukaan perairan, dilengkapi atau tanpa umpan (Anonim, 2010). Adapun jenis-

jenis perangkap (trap) sebagai berikut:

1. Stationary uncovered pound nets (Set net)

Set net adalah alat tangkap yang dipasang atau diset secara menetap di daerah

penangkapan (fishing ground). Set net menurut jenisnya terbagi menjadi

beberapa jenis diantaranya adalah daiami (keddle net), otoshiami (trap net),

masuami (pot net), hariami (fyke net), dashiami (barrier net), dan eriami

(sero). Jenis set net yang dikembangkan di Indonesia merupakan jenis

otoshiami (trap net). Jenis set net othosiami terdiri dari penaju (leader net),

serambi (trap/play ground), jaring menaik (slope net) dan kantong (bag/crib).

Tujuan pemasangan set net adalah untuk menangkap ikan atau grombolan

ikan yang melakukan migrasi ke arah di mana set net dipasang (Martasuganda

2001).

2. Bubu (Pots)

Bubu adalah alat tangkap yang berbentuk kurungan atau keranjang dan

terbuat dari berbagai bahan (kayu, rotan, bilah besi, kawat anyam, bambu dan

sebagainya) serta mempunyai satu atau lebih ijep. Biasanya diletakkan di


9

dasar laut dengan atau tanpa umpan, satu per satu atau berangkai serta

dihubungkan dengan tali ke pelampung untuk menunjukkan posisinya

(Zarochman et al, 1996).

Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan

dapat diangkat dengan mudah (dengan atau tanpa perahu/kapal) ke daerah

penangkapan ikan, alat dipasang di sasar atau dekat permukaan perairan

selama jangka waktu tertentu. Untuk menarik perhatian ikan agar masuk ke

dalam perangkap, didalam perangkap dipasang umpan (Subani dan Barus,

1989:10).

3. Bubu bersayap (Fyke nets)

Fyke net merupakan alat tangkap yang bersifat statis dan menjebak biota

(crab dan ikan) agar masuk ke dalam jaring Fyke net. Fyke net diisebut juga

dengan bubu bersayap, yang dioperasikan disekitar perairan pantai dengan

substrat dasar berpasir lumpur (Purnama Fitri, dkk 2015).

4. Stow nets

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Nomor Kep.06/Men/2010 Tentang Alat Penangkapan Ikan, adapun jenis-

jenis stow nets sebagai berikut :

a. Pukat labuh (Long bag set net)

Alat tangkap ini banyak digunakan di perairan Timur Sumatera, khususnya

daerah yang mempunyai pasang surut cukup tinggi dengan arus yang

relative cukup deras. Konstruksi pukat labuh dapat dibedakan menjadi tiga

bagian utama yaitu kaki (sayap) kiri dan sayap kanan, badan dan kantong.
10

b. Togo

Togo merupakan alat tangkap bersifat pasif yang diklasifikasikan ke dalam

kelompok perangkap dan penghadang.

c. Ambai

Ambai merupakan salah satu perangkap berukuran kecil yang biasa

digunakan untuk menangkap udang.

d. Jermal

Jermal adalah jaring yang berbentuk kantong dan dipasang semi permanen

menentang arus (biasanya arus pasang surut). Alat dipasang dibawah

pondok atau lantai bangunan yang digunakan sebagai tempat pengolahan

ikan hasil tangkapan (Subani dan Barus, 1989:9).

e. Pengerih

Pengerih merupakan perangkap pasang surut (stow net) yang bersifat

statis, sehingga biasa ditempatkan pada muara sungai atau selat. Umumnya

dioperasikan di sekitar pantai. Sasaran tangkap alat ini adalah udang dan

ikan.

5. Barriers fences weirs (sero)

Sero merupakan metode penangkapan ikan dengan cara perangkap. Yang

dimaksud dengan perangkap adalah alat penangkap ikan yang dipasang secara

tetap dalam air untuk suatu jangka waktu tertentu, alat penangkap dapat

terbuat dari apa saja seperti bambu, kayu, jaring, metal, dll. Setelah alat

penangkap ini ditempatkan dalam air sedemikian, maka ikan-ikan akan

tertangkap tanpa suatu metode penangkapan khusus (Subani dan Barus,

1989:8).
11

Sero adalah jenis perangkap yang biasanya terdiri dari susunan pagar-pagar

yang akan menuntun ikan-ikan menuju perangkap. Daerah penangkapan dari

sero adalah daerah-daerah teluk dan sekitar muara sungai dimana ikan-ikan

diperkirakan atau biasa bermuara ke pantai melalui daerah tersebut.

6. Seser

Seser merupakan jenis perangkap yang paling sederhana berupa jaring yang

dipasang pada tongkat.

2.3 Jenis Alat Tangkap Bubu

Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang

berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “ traps “

dan penghadang “guiding barriers”. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan

tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif,

tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi,

jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk

tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan

sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama

ftshing pots atau fishing basket (Brandt, 1984).

Bentuk dari bubu bermacam-macam yaitu bubu berbentuk lipat, sangkar

(cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjakan (kubus), atau segi

banyak, bulat setengah lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri

dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga,

tempat dimana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong,

merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu
12

merupakan bagaian temapat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus,

1989).

2.3.1 Klasifikasi Bubu Menurut Brandt

Menurut Brandt (1984), mengklasifikasi bubu menjadi beberapa jenis,

yaitu:

1. Berdasarkan sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung :

a. Perangkap menyerupai sisir (brush trap)

b. Perangkap bentuk pipa (eel tubes)

c. Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots)

2. Berdasarkan sifatnya sebagai penghalang :

a. Perangkap yang terdapat dinding / bendungan

b. Perangkap dengan pagar-pagar (fences)

c. Perangkap dengan jeruji (grating)

d. Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers).

3. Berdasarkan sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh :

a. Perangkap kotak (box trap)

b. Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap)

c. Perangkap bertegangan (torsion trap)

4. Berdasarkan dari bahan pembuatnya :

a. Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps)

b. Perangkap dari alam (smooth tubular)

c. Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap)

5. Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilerfgkapi dengan penghalang

a. Perangkap bentuk jambangan bunga (pots)


13

b. Perangkap bentuk kerucut (conice)

c. Perangkap berangka besi

2.3.2 Klasifikasi Bubu Menurut Cara Pengoperasiannya

Adapun klasifikasi bubu menurut cara pengoperasiannya adalah :

1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots)

Merupakan bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan. Untuk

bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya yang dibuat

menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1m,

lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran

panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100 cm. Hasil tangkapan dengan bubu

dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe

(Caranx spp), Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap (

Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji

(Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong,

kepiting, rajungan, dll (Anonim. 2007).

2. Bubu Apung (Floating Fish Pots)

Merupakan bubu yang dalam operasional penangkapannya diapungkan. Tipe

bubu apung berbeda dengan bubu dasar. Bentuk bubu apung ini bisa silindris,

bisa juga menyerupai kurung-kurung atau kantong yang disebut sero gantung.

Bubu apung dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu yang

penggunaannya ada yang diletakkan tepat di bagian atasnya. Hasil tangkapan

bubu apung adalah jenis-jenis ikan pelagik, seperti tembang, japuh, julung-

julung, torani, kembung, selar, dll. Pengoperasian Bubu apung dilengkapi

pelampung dari bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang dan
14

dihubungkan dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan kedalaman air,

umumnya 1,5 kali dari kedalaman air, (Anonim. 2007).

3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)

Merupakan bubu yang dalam operasional penangkapannya dihanyutkan.

Bubu hanyut atau “ pakaja “ termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris,

panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m. Hasil tangkapan bubu hanyut adalah

ikan torani, ikan terbang (flying fish). Pada waktu penangkapan, bubu hanyut

diatur dalam kelompok-kelompok yang kemudian dirangkaikan dengan

kelompok-kelompok berikutnya sehingga jumlahnya banyak, antara 20-30

buah, tergantung besar kecil perahu/kapal yang digunakan dalam

penangkapan (Anonim. 2007).

2.3.3 Klasifikasi Bubu Lainnya

Disamping ketiga bubu yang disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis

bubu yang lain seperti :

1. Bubu Ambai

Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang

keseluruhan antara 7-7,5 m. bahan jaring yaitu terbuat dari nilon

(polyfilament). Jaring ambai terdiri dari empat bagian menurut besar

kecilnya mata jaring, yaitu bagian muka, bagian tengah, bagian belakang

dan bagian kantung. Mulut jaring ada yang berbentuk bulat, ada juga yang

berbentuk empat persegi berukuran 2,6 x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut

terdapat gelang, terbuat dari rotan maupun besi yang jumlahnya 2-4 buah.

Gelang- gelang tersebut dimasukkan dalam banyaknya jaring ambai dan

dipasang melintang memotong jurusan arus. Satu deretan ambai terdiri dari
15

10-22 buah yang merupakan satu unit, bahkan ada yang mencapai 60-100

buah/unit. Hasil tangkapan bubu ambai bervariasi menurut besar kecilnya

mata jaring yang digunakan. Namun, pada umumnya hasil tangkapannya

adalah jenis-jenis udang (Subani dan Barus, 1989).

2. Bubu Apolo

Bahan jaring dibuat dari benang nilon halus yang terdiri dari bagian mulut,

bagian badan, kaki dan bagian kantung. Panjang jaring keseluruhan

mencapai 11 m. Mulut jaring berbentuk empat persegi dengan lekukan

bagian kiri dan kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60 m.

pada ujug kaki terdapat mestak yang diikuti oleh adanya dua kantung yang

panjangnya 1,60 m dan lebar 0,60 m. Hasil tangkapan bubu apolo sama

dengan hasil tangkapan dengan menggunakan bubu ambai, yakni jenis-jenis

udang (Subani dan Barus, 1989).

2.4 Konstruksi Alat Tangkap Bubu

Menurut Subani dan Barus. (1999), Bentuk bubu bervariasi. Ada yang

seperti sangkar (cages), silinder (cylindrical),gendang, segitiga memanjang

(kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dll. Bahan bubu umumnya

dari anyaman bambu (bamboo`s splitting or-screen). Secara umum, bubu terdiri

dari bagian-bagian berikut :

1. Badan (body): Berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung.

2. Mulut (funnel): Berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan

dapat masuk tidak dapat keluar.

3. Pintu : Bagian tempat pengambilan hasil tangkapan.


16

2.5 Teknik Pengoperasian Alat Tangkap Bubu

Menurut BPPI (1996), alat tangkap bubu lebih cocok dioperasikan di

perairan dangkal, berkarang clan berpasir dengan keadalaman 2-7 m karena

umumnya terbuat dari bambu. Bubu diletakkan pada celah karang untuk

menghadang ikan yang keluar dari celah karang clan posisi mulutnya harus

menghadap ke hilir mudik ikan yang berada di perairan karang.

Metode pengoperasian untuk semua jenis bubu biasannya sama, yaitu

dipasang di daerah penangkapan yang sudah diperkirakan adanya stok ikan seperti

ikan dasar, udang, kepiting, keong, cumi-cumi dan biota lainnya yang bisa

ditangkap oleh bubu. Pemasangan bubu ada yang dipasa secara tunggal dan

juga ada yang beruntai (seperti pemasangan, rawai). Ditambahkan menurut

Direktorat Jendral Perikanan (1997), cara pengoperasiaan bubu dapat dimulai

antara lain pemberian umpan, selanjutnya perahu berangkat menuju daerah

operasi (fishing Xrouncl) sambil mengamati kondisi perairan. Bubu dipasang di

perairan karang dan merupakan habitat ikan karang. Kemudian pengangkatan

bubu harus dilakukan dengan perlahan-lahan untuk memberikan kesempatan ikan

dalam beradaptasi terhadap perbedaan tekanan air dalam perairan.

Cara pertama, bubu dipasang secara terpisah (umumnya bubu berukuran

besar), satu bubu dengan satu pelampung. Cara kedua dipasang secara

bergandengan (umumnya bubu ukuran kecil sampai sedang) dengan

menggunakan tail utama, sehingga cara ini dinamakan "longline trap". Untuk cara

kedua ini dapat dioperasikan beberapa bubu sampai puluhan bahkan ratusan bubu.

Biasanya dioperasikan dengan menggunakan kapal yang bermesin serta

dilengkapi dengan katrol. Tempat pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di


17

perairan karang atau diantara pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di

perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan.

Waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada yang

dilakukan pagi hari, siang hari, sore hari, sebelum matahari tenggelam. Lama

perendaman bubu di perairan ada yang hanya direndam beberapa jam, ada yang

direndam satu malam, ada juga yang direndam tiga sampai dengan empat hari

(Martasuganda, 2002).
18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober selama 12 hari yang

bertempat di Sungai Kampar Kanan di Desa Salo Kecamatan Salo Kabupaten

Kampar Provinsi Riau.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini,sebagai

berikut :

3.2.1 Alat

a. Empat unit percobaan berupa bubu dengan ukuran yang sama.

b. Meteran untuk mengukur panjang dan lebar alat tangkap,

ketelitiannya 0,5 mm dengan ukuran panjang 25 – 50 meter.

c. Pengaris dengan ketelitian 1 mm untuk mengukur panjang tubuh

ikan (body length) hasil tangkapan dari mulut ke pangkal ekor ikan.

d. Timbangan dengan tingkat ketelitian 0,01 kg untuk mengukur berat

total hasil tangkapan.

e. Keranjang untuk meletakkan hasil tangkapan

f. Stopwatch dan botol berisi air untuk mengukur kecepatan arus

g. Thermometer untuk mengukur suhu


19

h. Sechi disk untuk mengukur kecerahan

i. Pemberat yang diberi tali berskala dengan panjang ±15 meter untuk

mengukur kedalaman

j. Kamera digital ataupun Handphone untuk dokumentasi

k. Seperangkat alat tulis

3.2.2 Bahan

a. Cacing Tanah secukupnya sebagai umpan pertama (U1)

b. Cumi kecil secukupnya sebagai umpan kedua (U2)

c. Ikan kecil berupa makanan ikan predator secukupnya sebagai (U3)

umpan ketiga

d. Udang kecil secukupnya sebagai umpan keempat (U4)

e. Tali adalah untuk mengikat bubu dengan pancang dan juga sebagai

pengikat umpan di dalam bubu.

f. Kain Kasa adalah sebagai pembungkus umpan jika dibutuhkan

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperiment,

seluruh unit percobaan di tempatkan di lapangan, data hasil penelitian

ditabulasikan dalam bentuk tabel yang kemudian di lakukan uji untuk melihat

pengaruh dari tiap-tiap umpan terhadap hasil tangkapan.


20

3.4 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah rancangan acak

lengkap (RAL). Dimana, percobaan dilakukan secara acak kepada seluruh unit

percobaan dengan 5 (lima) taraf empat ulangan, yaitu Umpan cacing tanah (U1),

Umpan cumi kecil (U2), Umpan ikan kecil (U3), Umpan udang kecil (U4), dan

Tanpa Umpan (U5), dengan model matematis berikut :

𝑌𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝜏𝑖 + 𝜀𝑖𝑗

3.5 Prosedur Penelitian

Adapun prosedur sebelum melakukan penangkapan alat tangkap bubu

adalah :

Persiapan melakukan operasi alat tangkap oleh peneliti dan nelayan,

mencari bahan-bahan seperti cacing tanah,cumi kecil,ikan kecil dan udang kecil di

sekitar wilayah tersebut, di masukan ke dalam masing-masing bubu, kalau ada

umpan yang sekiranya melebur/tidak padat di dalam air maka dimasukin/dibalut

oleh kain kasa lalu di masukin ke dalam bubu. Ukuran dan banyak dari masing-

masing umpan harus sama. Setelah semua tersedia tempatan umpan pertama,

kedua, ketiga, keempat dan kelima ke dalam bubu sesuai ukuran. Setelah itu

tempatkan dalam perairan atau fishing ground.


21

JADWAL PELAKSANAAN

Penelitian ini akan dilasanakan pada bulan Oktober 2019. Adapun jadwal

Penelitian yang akan dilasanakan di Sungai Kampar Kanan Desa Salo Kecamatan

Salo Kabupaten Kampar Provinsi Riau adalah sebagai berikut:

Bulan
No Kegiatan September Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan Proposal x x x x
2 Seminar Proposal x x
Turun Ke Lokasi
3 Penelitian
Table 1. Jadwal kegiatan Penelitian
22

ANGGARAN BIAYA

1. Biaya Persiapan

Pembuatan proposal Rp 100.000,00

Perbayak proposal Rp 150.000,00

2. Biaya pelaksanaan

Transpotasi Ke Lokasi Penelitian Rp 500.000,00

Konsumsi Rp 500.000,00

Dokumentasi Rp 150.000,00

3. Biaya penulisan laporan

Biaya penulisan dan pencetakan Rp 350.000,00

Biaya seminar Rp 300.000,00

4. Biaya tak terduga Rp 400.000,00 +

Total Rp 3.650.000,00

Terbilang :Tiga Juta Enam Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah


23
24

Gambar. 1 Gambar. 2

Peta lokasi penelitian

Anda mungkin juga menyukai